Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PARADIGMA ISLAM TRANSFORMATIVE TERHADAP

ARAH GERAK KADER

Muhammad Rezky Ramadhan

ekyrezky38@gmail.com

Abstrak

Sebagai organisasi besar, HMI adalah bagian dari pendidikan luar sekolah
yang menjalankan pelatihan dan pembinaan kepada generasi muda khususnya
mahasiswa. Pelatihan dan kaderisasi inilah yang turun temurun dilakukan oleh HMI
sehingga mampu bertahan sampai sekarang. Organisasi ini meyakini bahwa hanya
peran kader yang mampu melanjutkan perjuangan dan cita-cita HMI. Metode
penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian jurnal ini adalah metode deskriptif
yang bersifat studi literatur yang dilakukan untuk mendukung jalannya penulisan
mulai dari awal hingga penyusunan akhir jurnal ini. Selain itu studi literatur
dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan jurnal ini
sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pembahasan.studi literatur
meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang
mempunyai relevan dengan bahasan dalam makalah ini, serta masukan dari senioran
dan kawan-kawan seperjuangan di HMI. Pada saat sekarang ini suatu perubahan
sosial yang terjadi dialam masyarkatadalah hal yang paling penting dalam
memajukan system sosial.

A. PENDAHULUAN

Dalam sebuah organisasi, kaderisasi menjadi hal yang sangat penting bagi
eksistensi dan kelanjutan organisasi. Pengkaderan adalah jantungnya organisasi,
dimana baik buruknya dan langgengnya organisasi, sangat tergantung dari seberapa
serius pengurus organisasi tersebut melaksanakan pengkaderan. Ketika dalam suatu
organisasi pengurus tidak serius dalam melaksanakan pengkaderan secara sistematis,
berjenjang, berkelanjutan dan masif, organisasinya akan mati secara perlahan-lahan.
Hal tersebut disebabkan minimnya jumlah kader dan minimnya kualitas kader
(Rusydi, 2014). Organisasi akan tetap eksis manakala kader penerus visi organisasi
itu terpenuhi dengan cukup. Oleh sebab itu pemimpin diharapkan mampu untuk
mendayagunakan kemampuan untuk menggerakkan unsur-unsur yang ada di dalam
organisasi (An-Nisa’: 59).
Anggaran Dasar, Pasal 8 dikatakan bahwa “ HMI berfungsi sebagai organisasi
kader”.Dalam pedoman perkaderan dikatakan bahwa, Kader adalah sekelompok
orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi
kelompok yang lebih besar. Hal ini dijelaskan dalam ciri-ciri komulatif seorang kader
HMI, yaitu: Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi,
mengenal aturan- aturan main organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan
selera pribadi. Dari segi nilai, aturan itu adalah NDP, sedang dari segi
operasionalisasi organisasi adalah AD/ART HMI, pedoman perkaderan, dan pedoman
serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua, seorang kader memiliki komitmen yang
terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan
istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga,
seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka
yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus
penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang kader memiliki
visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya
Sebagai organisasi besar, HMI adalah bagian dari pendidikan luar sekolah
yang menjalankan pelatihan dan pembinaan kepada generasi muda khususnya
mahasiswa. Pelatihan dan kaderisasi inilah yang turun temurun dilakukan oleh HMI
sehingga mampu bertahan sampai sekarang. Organisasi ini meyakini bahwa hanya
peran kader yang mampu melanjutkan perjuangan dan cita-cita HMI. Seperti yang
dijelaskan oleh (Soerjono Soekanto, 2002) peran adalah aspek dinamis kedudukan
(status) seseorang, apabila seseorang tersebut melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Berdasarkan
penjelasan di atas, setiap kader HMI cabang Makassar sudah seharusnya mengetahui
peranannya dan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing karena kader
merupakan tulang punggung yang menggerakkan roda organisasi. Oleh sebab itu,
kader harus memiliki pandangan, visi, dan ideologi organisasi. Demi mewujudkan
itu, kader membutuhkan pendidikan politik dan pelatihan yang baik (Sidratahta
Mukhtar, 2006:89). Pendidikan dan pelatihan bagi kader HMI merupakan gerakan
politik dan keagamaan, menurut pendiri HMI Lafran Pane, HMI dan politik tidak bisa
dipisahkan sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI harus dilakukan secara
politis dan itu sudah menjadi watak HMI sejak berdiri (Saleh Hasanuddin M,1996:5).
Kader dalam geraknya tentunya butuh sebuah landasan bergerak ataupun
pandangan dunia yang bersifat komprehensif agar mampu memberikan sebuah arah
dalam perjuangan ideologis dan politisnya ke depan . Salah satu paradigma yang bisa
menjadi sebuah tawaran yakni Islam Transformatif, Paradigma transformatif
merupakan alternatif paradigma umat Islam yang percaya bahwa kemiskinan rakyat,
termasuk kaum muslim disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi,
politik, dan kultur. Oleh karena itu agenda mereka adalah melakukan transformasi
terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih
adil dalam berbagai bidang. Bagi Mansour, ini adalah proses panjang penciptaan
ekonomi yang tidak eksploitatif, politik tanpa represi, kultur tanpa dominasi dan
hegemoni, serta penghormatan terhadap HAM (human rights). Keadilan menjadi
prinsip fundamental dari paradigma ini. Fokus kerja mereka adalah mencari akar
teologi, metodologi, dan aksi yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial.
Pemihakan terhadap kaum miskin dan tertindas (duafa) tidak hanya diilhami oleh Al-
Qur’an, tetapi juga hasil analisis kritis terhadap struktur yang ada. Islam bagi mereka
dipahami sebagai agama pembebasan bagi yang tertindas, serta mentransformasikan
sistem eksploitasi menjadi sistem yang adil.
B. METODE
Metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian jurnal ini adalah
metode deskriptif yang bersifat studi literatur yang dilakukan untuk mendukung
jalannya penulisan mulai dari awal hingga penyusunan akhir jurnal ini. Selain itu
studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan
jurnal ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pembahasan.studi
literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang
mempunyai relevan dengan bahasan dalam makalah ini, serta masukan dari senioran
dan kawan-kawan seperjuangan di HMI.

C. PEMBAHASAN
1. Cita Ideal Kader dalam Himpunan Mahasiswa Islam

Dalam organisasi, kader berperan sebagai tenaga penggerak organisasi, calon


pemimpin dan benteng organisasi. Secara kualitatif, kader memiliki mutu,
kesanggupan kerja dan berkorban lebih besar dari anggota biasa. Kader itu anggota
inti organisasi yang akan menjadi benteng jika ada “serangan” dari luar dan penahan
penyelewengan dari dalam. Dalam sebuah organisasi, kader merupan seseorang yang
sedang dalam pembinaan yang tidak selalu akan memegang tongkat estafet tampuk
pemimpin, tetapi yang pasti akan dipercaya memegang amanat organisasi.Terkait
dengan fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas, setiap
anggota harus menjalani pendidikan, latihan, dan proses perkaderan lainnya yang
tertera pada pedoman perkaderan HMI

HMI organisasi perjuangan yang berorientasi kepada masyarakat,sehingga


dibutuhkan kader-kader potensial untuk menjalan peran ini. HMI memiliki struktur
organisasi dari tingkat bawah ke tingkat atas, dari tingkat daerah sampai tingkat
nasional.

HMI adalah salah satu wadah pengembangan potensi pada tingkat awal dari
seorang agen perubahan. HMI adalah organisasi yang berorientasi kepada perekrutan
dan pembinaan haruslah dapat menciptakan calon calon pemimpin bangsa yang
berkwalitas insane cita sesuai dengan tujuan luhur HMI itu sendiri.

Selain itu dalam rangka pengembangan tersebut HMI sebagai organisasi


pengkaderan harus mampu menempah kadernya menjadi pribadi seorang manusia
yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja
kemanusiaan. Kualitas insan cita tersebut distandarisasi dalam 17 kriteria kualitas
insan cita HMI, yaitu sebagai berikut ;
a. Kualitas insan akademis.
1) Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui
dan dirahasiakan.
2) Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan
ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja
secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai
dengan prinsip-prinsip perkembangan.
b. Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis,Pencipta
1) Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar
yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari Yang Ada (yaitu Allah). Berjiwa
penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencariperbaikan dan
pembaharuan.
2) Bersifat independen, terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari potensi,
sehingga dengan demikian kreatifnya dapat berkembang dan menentukan
bentuk yang indah- indah.
3) Dengan memiliki kemampuan akademis dan mampu melaksanakan kerja
kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
c. Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akademis,Pencipta,Pengabdi
1) Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan umat dan bangsa.
2) Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya sanggup membuat
dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
3) Insan akdemis, pencipta dan pengabdi adalah insan yang bersungguh-sungguh
mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan
umat dan bangsa.
d. Kualitas Insan yang bernafaskan islam : Insan Akademis, pencipta dan pengabdi
yang bernafaskan Islam.
1) Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya
tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan
mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam
telah menafasi dan menjiwai karyanya.
2) Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya.
Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh, tercegah dari split
personality yaitu tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai warga Negara
dan dirinya sebagai muslim. Kualitas insan ini telah mengintegrasikan
masalah suksesnya pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya
perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
e. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhai oleh Allah SWT.
1) Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam
danbertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhai oleh Allah SWT.
2) Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam
menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
3) Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis.
4) Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
5) Evaluatif dan selektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
6) Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khallifah fil
ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “man of future” insan pelopor
yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil
atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu
bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan
yang dicita-citakan. Mereka itu manusia-manusia yang beriman, berilmu dan mampu
beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil)
2. Pengaruh Paradigma Islam Transformatif Terhadap Cita Ideal Kader
dalam Tubuh Himpunan Mahasiswa Islam

Pendidikan islam transformatif secara umum banyak dikaji oleh beberapa


pihak dan para peneliti pendidikan islam. Namun masih jarang ditemukan penelitian
yang memfokuskan kajiannya pada pendidikan Islam Transformatif menurut
pemikiran para ulama dan tokoh pendidikan Islam. Oleh karena itu, dalam hal ini
perlu disebutkan dan dipaparkan beberapa literature yang relevan dengan tema kajian
pada tulisan ini, diantaranya yaitu.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arbain Nurdin dengan judul
“Paradigma Islam Transformatif dan Implikasinya Terhadap Pengembangan
Pendidikan Islam: Studi Komparasi Pemikiran Kuntowijoyo dan Moeslim
Abdurrahman” menunjukkan bahwa hakikat Islam transformatif menurut
Kuntowijoyo merupakan adanya objektivitas sehingga antara normativitas berkaitan
dengan realitas, sedangkan pandangan Moeslim Abdurrahman hakikat Islam
Transformatif adalah adanya dialog antara kebutuhan konteks dengan teks suci
agama.
Epistemologi Islam transformatif Kuntowijoyo ada dua: pertama aktualiasai
nilai-nilai normatif menjadi sikap, kedua adalah mentransformasikan nilai-nilai
normatif itu menjadi teori ilmu. Untuk memperkuat metode kedua Kuntowijoyo
menawarkan metode strukturalisme transendental yaitu metode yang memperluas
enam kesadaran umat Islam; kesadaran adanya perubahan; kesadaran kolektif,
kesadaran sejarah; kesadaran adanya fakta sosial; kesadaran adanya masyarakat
abstrak, dan kesadaran perlunya objektifikasi. Metode kedua yaitu metode sintetik-
analitik yaitu metode yang menganalisa teks, menterjemahkan teks secara objektif
untuk menghasilkan teori ilmu Islam. Sedangkan menurut Moeslim Abdurrahman
epistemologi Islam transformatif ada dua, pertama membangun komunitas
masyarakat bawah yang berorientasi pada ekonomi serta kekuatan kekuasaan yang
terorganisir dari masyarakat sendiri. Metode kedua yaitu melakukan reinterpertasi
nilai-nilai normatif dalam memahami gagasan Tuhan, metode ini meliputi tiga
tahapan: melihat dan selanjutnya hasil pertemuan realitas sosial dengan model ideal
teks akan melahirkan aksi sejarah yang baru, yaitu transformasi sosial.
Tujuan Islam transformatif Kuntowijoyo adalah merumuskan ilmu Islam
transformatif atau ilmu sosial profetik berlandaskan cita-cita etik dan profetik yaitu
humanisasi, liberasi dan transendensi, sedangkan tujuan Islam transformative
Moeslim Abdurrahman adalah membentuk gerakan kultural atau gerakan
kemanusiaan yang didasarkan pada nilai-nilai profetik yaitu humanisasi, liberalisasi
dan transendensi. Persamaan antara pemikiran Kuntowijoyo dengan Moeslim
Abdurrahman yaitu pertama, latar belakang pemikiran kedua tokoh ini merupakan
tokoh transformatif teoritis; kedua, aspek hakikat pemikiran Islam transformatif
samasama mengarah kepada keseimbangan dalam pelaksanaan ibadah dan
muamalah; ketiga adalah visi yang diusung selalu bersandarkan pada aspek
humanisasi, liberasi dan transendensi. Sedangkan perbedaan pemikiran kedua tokoh
tersebut pertama, perspektif yang digunakan Kuntowijoyo yang lebih kepada ilmu
sosial dan Abdurrahman ke arah teologi; kedua, epistemologi yang digunakan dalam
Islam transformatif Kuntowijoyo ada dua metode aktualisasi yang satu kepada sikap,
yang kedua teori ilmu, sedangkan Abdurrahman ada dua metode yaitu eksternal
(gerakan kemanusiaan), internal (metode tafsir transformatif); ketiga, tujuan Islam
tranformatif Kuntowijoyo lebih mengarah kepada perumusan teori ilmu Islam
transformatif sedangkan Abdurrahman kepada pembentukan gerakan kultural.
Dengan adanya paradigma inilah sehingga membuat seorang kader mampu
menjadi cita kader yang ideal
D. KESIMPULAN
Pada saat sekarang ini suatu perubahan sosial yang terjadi dialam
masyarkatadalah hal yang paling penting dalam memajukan system sosial. Kedukan
seorang kader HMI yang juga berperan sebagai agen perubahan dalam masyarakat
haruslah menyadari peran dan fungsinya sebagai kader serta agen of change dari
perubahan tersebut. Adapun peran dan fungsinya dapat diaplikasikan dalam beberapa
hal yaitu :
1. Kesadaran dan tanggap terhadap kondisi social
2. Kematangan berfikir
3. Memilki sikap intelektual dan Social control
4. Tetauladan dan Kemampuan spiritual
HMI Sebagai organisasi perjuangan harus tatap memperjuangkan harkat dan
martabat bangsa dan jangan hanya berorientasi kepada kepentingan personal tapi
harus kepentingan umat, yang hanif. HMI harus kembali merefleksikan makna dan
alasan dibalik pendirian HMI di masa lalu dan semangat perjuangan murni untuk
umat.
HMI harus mampu menerapkan ajaran islam dengan sebaik-baiknya,
menjadikan setiap kader HMI seorang uswatun hasanah dimanapun dia berada.
Berdasarkan hal tersebut HMI harus mampu menjadikan kader-kadernya kepentingan
golongan terutama masyarakat di atas segala kepentingan pribadi yang bersifat sesaat.
Seorang kader hmi haruslah berusaha senantiasa meningkatkan kemampuannya
khusunya kesadaran dan rasa tanggap akan kondisi sosial masyarakat, meningkatkan
kematangan berfikir, meningkatkan sikap inteletualitas dan menjadi tauladan yang
baik untuk lingkungannya. Diperlukan komitmen dan motif yang benar agar segala
sesuatu yang kita dambakan dapat tercapai. Penguatan basis didalan internal HMI
harus mutlak dilakukan, warnai setiap sudut lingkungan dengan nuansa keislaman,
akademis intelektual serta budaya positif lainnya oleh kader-kader HMI sehingga
harapan agar HMI kembali menjadi anak kandung umat dan bangsa sekali lagi dapat
terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Cholis MN. Manajemen Kaderisasi Dalam Mencetak Kader Organisasi Militan Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam. Vol. 6. (1). 2021. Pp. 42-3.

Hanafi I. MENUJU PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF. Al-


Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 8 (1). 2009. Pp. 111-3.

Hasdiansyah A. PERAN KADER HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM DALAM


MEMBANGUN TRADISI ILMIAH DI DALAM KAMPUS (Studi Peran Kader
Himpunan Mahasiswa Islam Di Universitas Negeri Makassar). Vol. 2 (2). 2017. Pp.
134-5.

Heryati. IMPLEMENTASI NILAI DASAR PERJUANGAN HIMPUNAN


MAHASISWA ISLAM TERHADAP PEMBINAAN KADER HMI KOTA
PALEMBANG. Jurnal HISTORIA. Vol. 6(1). 2018. Pp. 32-4.

Nosman. Peran Dan Fungsi Kader HMI Dalam Transformasi Perubahan Sosial
Masyarakat. Jurnal Dialektika Social Dan Budaya Vol. 1 No. 2. 2020 Pp. 2-14

Pransiska T. PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF SYEIKH NAWAWI AL-


BANTANI: UPAYA MEWUJUDKAN GENERASI RELIGIUS-SAINTIFIK. Jurnal
Ilmiah DIDAKTIKA. Vol. 18 (2). 2018. Pp. 174-6.

Simangungsong S. Hanafiah R. Purwoko A. IDEOLOGI KADER HIMPUNAN


MAHASISWA ISLAM (HMI) DALAM PEMBANGUNAN KEPEMIMPINAN
KEPEMUDAAN DI KOTA MEDAN. JURNAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT. Vol. 7 (2). 2019. Pp. 151-3.

Anda mungkin juga menyukai