Pendahuluan
Jika kita ingin membuat sebuah gerakan dengan tujuan
progresif baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek sebagai strategi survival, maka kita harus
mempunyai sebuah cara pandang yang mampu
mengantarkan kita kepada tujuan tersebut. Sebut saja,
misalnya, cara pandang tersebut sebagai paradigma,
maka kita memerlukan sebuah paradigma gerakan yang
1 Tulisan ini dimaksudkan sebagai semacam pengantar diskusi untuk sahabat-sahabat PMII di
semua level, untuk mengantisipasi gerak maju neoliberalisme di Indonesia. PMII sebagai sebuah
gerakan harus mampu survive dalam kondisi apapun yang mungkin terjadi. Tentunya,
masukan-masukan dari semua sahabat di Pergerakan akan membantu melengkapi perspektif
penulisan ini.
2 Penulis adalah Mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang
Ciputat (1999-2000) dan Koordinator Forum Cabang PMII se-Jabotabek (2000). Saat ini, penulis
bekerja sebagai Direktur Sentral’s Legal Research (SLR) pada Yayasan Sentral Paralegal
Litigasi Semesta Jakarta, yang sedang melakukan kajian tentang Efek-efek Privatisasi terhadap
Masa Depan Kedaulatan Rakyat. Beberapa tulisan penulis sempat tersebar di beberapa media
massa, seperti The Jakarta Post Daily, Buletin Pranata, Buletin Postra, Jurnal Civility, mail-list
Anti-Globalisasi, jurnal-jurnal kampus, juga di berbagai forum diskusi. Beberapa karya
terjemahannya telah terbit di antaranya: Jihad melawan Islam Ekstrem, Filsafat Mistik Al-Hallaj
dll. Beberapa terjemahan yang lain seperti kumpulan-kumpulan tulisan Edward W. Said juga
sedang dalam proses finishing touch. Versi buku dari Paradigma Menggiring Arus ini juga
akan segera terbit. Penulis dapat dihubungi di Kantor Sentral’s Legal Research, Jl. Pakin No. 13
Cipinang Cempedak Jakarta Timur, Ph/F. 021-8199705, Hp. 08128164015 dan 08159251583,
E-mail: hery_haryanto@lycos.com dan azumi_2010@yahoo.com.
Penutup
Paradigma menempati posisi yang sangat penting
dalam gerakan sebagai pemandu-gerak. Diawali dengan
pembacaan realitas masalah yang demikian kompleks,
maka paradigma harus mencerminkan masalah
sebenarnya yang tengah dihadapi oleh kita semua
sebagai komunitas besar ‘bangsa’ Indonesia. Tanpa
diawali dengan pembacaan semacam ini, perdebatan
paradigma pasti akan terjebak ke dalam logosentrisme
yang sia-sia.
PMII selama hampir 50 tahun usianya belum
menjadi gerakan yang terstruktur dengan paradigma
seperti ini. Sehingga, tidak pernah terjadi akumulasi
yang dapat menghantarkan generasi berikut menuju
tangga gerakan yang lebih tinggi. PMII tetap terkotak di
dalam NU, tidak mampu bermain di luar dan kemudian
melakukan transformasi internal di NU.