Anda di halaman 1dari 5

Astaga, PB HMI Ternyata Pernah Mendukung

tuhan Orba!

YakusaBlog, 23/01/2020- Menjelang diselenggarakannya


Persidangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada
tahun 1973, satu tahun sebelum persidangan itu, Pengurus
Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 1971-
1974 mengeluarkan Pernyataan tertanggal 13 April 1972
yang salah satunya berisi dukungan agar Sidang MPR
memilih dan menetapkan kembali tuhan Orde Baru (Orba)
Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Hal di atas dituliskan langsung oleh Akbar Tandjung dalam
tulisannya yang berjudul "Partisipasi HMI dalam
Pembangunan Bangsa 1971-1974" kemudian tulisan itu
dimasukkan sebagai salah satu kumpulan tulisan dalam buku
yang sudah tidak asing lagi bagi kita kader dan alumni HMI.
Buku itu berjudul "HMI Menjawab Tantangan Zaman"

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 54
dengan penyuntingnya Muchriji Fauzi HA bersama Ade
Komaruddin Mochamad.
Akbar memberi alasan bahwa pernyataan dikeluarkan itu
demi kepentingan pembangunan nasional sebagaimana
dalam tulisannya. Ia menuliskan "Dalam rangka ikut
menumbuhkan suasana yang menunjang iklim
pembangunan dan pelaksanaannya secara lancar, maka
diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat, kestabilan
sosial serta peran serta masyarakat. Menjelang
diselenggarakannya Persidangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat tahun 1973, setelah melihat situasi tanah air pada
waktu itu, terdapat usaha-usaha untuk mengubah Undang-
Undang Dasar 1945 serta menggoyahkan kepemimpinan
nasional, maka PB HMI mengeluarkan Pernyataan tertanggal
13 April 1972 tentang Lembaga Kepresidenan dan Masalah
UUD 1945."
Pada bagian lain, Akbar sendiri dalam tulisannya
mengatakan dengan tuduhan gerakan Mahasiswa pada
tragedi Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) pada 15
Januari 1974 dan aksi-aksi mahasiswa lainnya ditunggangi
kelompok yang tidak puas dengan kepemimpinan nasional.
Kepemimpinan nasional di sini maksudnya adalah tuhannya
Orba, yaitu Soeharto.
Terlihat sekali dalam tulisan itu, bahwa Akbar yang pada
masa itu sebagai Ketua Umum PB HMI sangat membela

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 55
Soeharto. Dalam tulisan tersebut ia menuliskan
"Sehubungan dengan terjadinya 15 Januari 1974 yang
dikenal dengan Peristiwa MALARI, yang didahului dengan
aksi-aksi protes mahasiswa pada waktu kedatangan Menteri
Promo/Ketua I IGGI pada bulan September 1973 dan
Pertemuan-pertemuan Dewan Mahasiswa di Bandung yang
melahirkan "Petisi 24 Oktober" berisi evaluasi tentang
strategi pembangunan, dinilai PB HMI di luar proporsi. Aksi-
aksi mahasiswa yang meningkat dengan berbagai rangkaian
diskusi, semakin terbukti tidak murni karena masuknya
pengaruh kelompok tertentu yang tidak puas dengan
keadaan pembangunan saat itu."
Nah, sampai di sini Akbar lupa bahwa wajar saja
mahasiswa melakukan aksi-aksi atas kebijakan-kebijakan
pemerintah saat itu. Tidak etis rasanya menuduh bahwa
gerakan mahasiswa ditunggungi, apalagi kemudian
membuat surat pernyataan dari PB HMI untuk menolak
gerakan-gerakan mahasiswa. Herannya PB HMI pada masa
itu mendukung kebijakan Orba pada masa.
Menurut saya, tidak sepenuhnya salah jika Akbar yang
memimpin PB HMI pada masa itu pro terhadap
pembangunan jika itu untuk kebaikan. Akan tetapi, jika
dukungan politik langsung ditujukan pada MPR supaya
Soeharto tetap menjadi Presiden RI adalah merupakan
tindakan yang berlebihan melihat HMI adalah organisasi

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 56
yang independen. Pernyataan 13 April 1972 tersebut
menurut pendapat saya sudah "memperkosa" Independensi
HMI.
Selanjutnya, PB HMI tampak jelas pada masa itu terlalu
pro pada pemerintah Orba. Akbar sendiri memandang
negatif aksi-aksi mahasiswa pada masa itu. Tidak heran jika,
PB HMI pada masa tidak ikut memprotes kebijakan-
kebijakan pemerintah Orba pada peristiwa MALARI 1974.
Alhasil, tidak lama berselang waktu setelah menjadi
Pimpinan PB HMI, Akbar menjadi bagian daripada Golkar
dan telah mendapatkan jabatan-jabatan strategis di Golkar
serta pemerintahan di zaman Orba. PB HMI masa itu Akbar
menurut saya kaki tangannya Orba. Sungguh ini merupakan
catatan buruk HMI sebagai organisasi independen terlibat
politik kekuasaan di zaman Orba. Tidak heran saat ini banyak
pengurus HMI tingkat pusat terlibat dalam Partai Politik, baik
sebagai yang katanya Tenaga Ahli (TA) atau pun dijadikan
"mata-mata" di HMI.
Implikasi ini banyak terlihat beberapa tahun belakangan.
Yang terbaru adalah PB HMI saat ini secara semi meniru
gaya Akbar. HMI pun terkesan mendukung Jokowi. Ini
merupakan catatan yang perlu dievaluasi mengingat kembali
bahwa HMI adalah organisasi Independen, bukan organisasi
massa atau pun organisasi perpanjangan tangan partai serta

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 57
bukan organisasi perpajangan tangan alumni-alumni HMI
atauu orang lain yang berada di lingkaran kekuasaan.
Mungkin banyak kader-kader dan atau pun alumni-alumni
HMI yang mengagumi Akbar Tandjung. Tapi bagi saya, tidak.
Bagi saya Akbar adalah peletak "racun" politik di HMI.
Seorang Lafran Pane sendiri tidak pernah menyatakan
dukungannya terhadap kepentingan politik praktis apalagi
yang berhubungan dengan jabatan kekuasaan seseorang.
Lafran Pane menerima dan mendukung sesuatu hal pabila
itu tidak menciderai Independensi HMI dan kepentingan
ummat.
Apa yang diperbuat PB HMI saat itu menjadi beban berat
HMI saat ini. Untuk mencuci kotoran itu kembali bersih
tidaklah mudah, ditambah kondisi HMI saat ini yang tak
kunjung islah. Kader-kader HMI saat ini harus benar
independen dan tidak tercemari politik praktis, baik itu
perintah senior yang penuh sarat kepentingan politik praktis
maupun "tuhan" di masa kini.
HMI harus tetap menjadi organisasi yang independen dan
organisasi perjuangan. Independen yang bergantung pada
kebenaran, bukan pada pemerintahan. Berjuang untuk
kepentingan ummat, bukan kepentingan pejabat.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 58

Anda mungkin juga menyukai