Anda di halaman 1dari 5

PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah
sebuah partai politik berbasis Islam yang memiliki perwakilan di parlemen Indonesia. Partai ini
berdiri pada 20 April 1998 yang berawal dari gerakan aktivitas dakwah Islam sejak 1980-an.
Pemilu 2019 menjadi pemilu kelima yang diikuti partai ini.
Kelahiran PKS erat kaitannya dengan gerakan Islam berbasis massa kampus dan
cendekiawan yang muncul sebagai tanggapan atas tekanan politik pemerintah Orde Baru
terhadap umat Islam. Gerakan ini ditandai dengan mulai maraknya kegiatan kajian Islam dan
meluasnya penggunaan jilbab di kampus-kampus sekuler Indonesia pada era 1980-an.
Dengan latar belakang pendirinya yang sebagian besar adalah anak muda terdidik, PKS
meraup dukungan paling banyak di perkotaan. Dalam pemilu 2004, partai ini mendapat 7,3%
dukungan suara nasional, melonjak dari perolehan suara pada pemilu sebelumnya yang hanya
1,36%. PKS menempatkan tokoh-tokoh muda sebagai kandidat alternatif untuk diusung sebagai
gubernur, bupati, dan wali kota melalui pemilhan kepala daerah secara langsung yang digelar
sejak 2005.
PKS tampil sebagai peraih suara terbanyak keempat hasil pemilu 2009 seiring
meluasnya sebaran pemilih PKS. Eskalasi kemenangan yang diraih PKS dalam pilkada
serentak yang digelar sejak 2015 baik lewat jalan koalisi maupun mengusung kadernya sendiri
telah mematahkan dominasi Golkar dan PDI Perjuangan.
Partai ini secara rutin terlibat dalam program pelayanan sosial, pemberdayaan
masyarakat, dan bantuan kemanusiaan. Dengan sistem kaderisasi yang teratur, PKS
membangun militansi kadernya. Kader membiayai keterlibatan diri mereka dalam agenda politik
dan tidak bergantung pada figur. PKS secara konsisten memberikan dukungan bagi perjuangan
umat Islam di seluruh dunia lewat lobi di parlemen, demonstrasi, maupun penggalangan dana.
Dalam setiap demonstrasi maupun kampanye mereka, PKS dianggap "mendatangkan contoh"
mengerahkan massa dalam jumlah banyak dengan tertib dan aman.

SEJARAH
GERAKAN DAKWAH KAMPUS
Asal usul PKS dapat ditelusuri dari gerakan dakwah kampus yang menyebar di universitas-
universitas Indonesia pada 1980-an. Gerakan ini dapat dikatakan dipelopori oleh Muhammad
Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia dari Masyumi (dibubarkan pada 1960) yang
mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pada 1967. Lembaga ini awalnya fokus
kepada usaha mencegah kegiatan misionari Kristen di Indonesia.[8] Peran DDII yang paling
krusial adalah kelahiran Lembaga Mujahid Dakwah yang berafiliasi dengan DDII, dipimpin
Imaduddin Abdulrahim yang aktif melakukan pelatihan keagamaan di Masjid Salman, Institut
Teknologi Bandung.
Pada 1985, rezim Orde Baru mewajibkan seluruh organisasi massa menjadikan Pancasila
sebagai asasnya. Ini membuat sejumlah tokoh Islamis berang dan menyebut rezim Soeharto
telah memperlakukan politik Islam sebagai kutjing kurap.[9] Pada saat yang sama, Jamaah
Tarbiyah meraih momentumnya di kalangan mahasiswa kader Rohis dan aktivis dakwah di
kampus-kampus. Pada tahun 1993, Mustafa Kamal, seorang kader Jamaah Tarbiyah,
memenangi pemilihan mahasiswa untuk Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, kader Jamaah pertama yang memegang kekuasaan di level universitas. Setahun
kemudian, Zulkieflimansyah, juga kader Jamaah Tarbiyah, menjadi Ketua Senat Mahasiswa di
universitas yang sama.

Para anggota Jamaah Tarbiyah kemudian mendirikan Lembaga Dakwah Kampus, yang
kemudian menjadi unit-unit kegiatan mahasiswa yang resmi di berbagai kampus sekuler di
Indonesia, seperti di Universitas Indonesia, terutama oleh para aktivis Forum Studi Islam.
Saat itu, kata usrah yang sering dipakai untuk menyebut kelompok-kelompok kecil pengajian di
LDK mulai diasosiasikan, dengan menggunakan sistem sel ala Ikhwanul Muslimin untuk
merekrut kader.
Meskipun adanya berbagai faksi dan kubu di dalam tubuh LDK, semuanya sepakat membentuk
Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) pada 1986.[12]. Pertemuan tahunan
ke-10 FSLDK di Malang pada 1998 dimanfaatkan untuk deklarasi Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI).
PARTAI KEADILAN
KAMMI muncul sebagai salah satu organisasi yang paling vokal menyuarakan tuntutan
reformasi melawan Soeharto, dipimpin oleh Fahri Hamzah.[10] Sejurus setelah mundurnya
Soeharto pada 21 Mei 1998, para tokoh KAMMI telah mempertimbangkan berdirinya sebuah
partai Islam. Partai tersebut kemudian diberi nama Partai Keadilan (disingkat PK). Kendati
tokoh elit KAMMI memiliki kontribusi dalam pembentukan PK, KAMMI dan PK secara tegas
menyatakan bahwa tidak memiliki hubungan formal.
Ribuan kader PKS menyambut presiden Anis Matta di Pekanbaru, 15 Juni 2013.
Partai Keadilan dideklarasikan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, pada 20 Juli 1998,
dan mengangkat Didin Hafidhuddin sebagai presiden pertamanya. Di pemilihan umum legislatif
Indonesia 1999, PK mendapat 1,436,565 suara, sekitar 1,36% dari total perolehan suara
nasional dan mendapat tujuh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.[14] Meskipun demikian, PK
gagal memenuhi ambang batas parlemen sebesar dua persen, sehingga memaksa partai ini
melakukan stembus accord dengan delapan partai politik berbasis Islam lainnya pada Mei
1999.[9][15]

Pasca Pemilu 1999, PK mengganti Kepemimpinan Partai nya, dan menunjuk Nurmahmudi
Isma'il sebagai Presiden Partai ke-2.
Nurmahmudi Isma'il kemudian, ditawarkan jabatan Menteri Kehutanan di Kabinet Persatuan
Nasional bentukan presiden Abdurrahman Wahid pada Oktober 1999. Ia menyetujui tawaran
tersebut dan menyerahkan jabatan presiden partai kepada Hidayat Nur Wahid, seorang doktor
lulusan Universitas Islam Madinah, sejak 21 Mei 2000.
Karena kegagalan PK memenuhi ambang batas parlemen di pemilihan umum selanjutnya,
menurut regulasi pemerintah, mereka harus mengganti nama. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan
Sejahtera menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Hukum dan HAM di tingkat
Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat provinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat
kabupaten dan kota). Sehari kemudian, PK resmi berubah nama menjadi Partai Keadilan
Sejahtera.
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Dengan bergantinya PK menjadi PKS, partai ini kembali bertanding di pemilihan umum legislatif
Indonesia 2004. PKS meraih total 8,325,020 suara, sekitar 7.34% dari total perolehan suara
nasional. PKS berhak mendudukkan 45 wakilnya di DPR dan menduduki peringkat keenam
partai dengan suara terbanyak, setelah Partai Demokrat. Presiden partai, Hidayat Nur Wahid,
terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan 326 suara, mengalahkan
Sutjipto dari PDIP dengan 324 suara. Hidayat menyerahkan jabatan presiden kepada Tifatul
Sembiring, juga seorang mantan aktivis kampus dan pendiri PKS.
SISTEM KADERISASI
Dengan bergantinya PK menjadi PKS, partai ini kembali bertanding di pemilihan umum legislatif
Indonesia 2004. PKS meraih total 8,325,020 suara, sekitar 7.34% dari total perolehan suara
nasional. PKS berhak mendudukkan 45 wakilnya di DPR dan menduduki peringkat keenam
partai dengan suara terbanyak, setelah Partai Demokrat. Presiden partai, Hidayat Nur Wahid,
terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan 326 suara, mengalahkan
Sutjipto dari PDIP dengan 324 suara. Hidayat menyerahkan jabatan presiden kepada Tifatul
Sembiring, juga seorang mantan aktivis kampus dan pendiri PKS.

PEROLEHAN SUARA
Pemilu Total kursi Total pemilihan % Hasil Urutan

1999 7 / 462 1.436.565 1,36% Partai baru 7

2004 45 / 550 8.325.020 7,34% ▲38 kursi 6

2009 57 / 560 8.204.946 7,88% ▲12 kursi 4

2014 40 / 560 8.480.204 6,79% ▼17 kursi 7


2019 50 / 575 11.493.663 8,21% ▲10 kursi 6

KONTROVERSI
1. BUKU ILUSI NEGARA ISLAM
Pada 16 Mei 2009, sebuah buku bertajuk Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia diterbitkan oleh The Wahid Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika,
Maarif Institute, dan Libforall Foundation.[42] Peluncuran buku ini dihadiri oleh mantan presiden,
Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif dan tokoh
Nahdlatul Ulama, Mustofa Bisri.
Buku ini menuai kontroversi baik di dalam maupun luar negeri karena melukiskan PKS dan
Hizbut Tahrir Indonesia[44] sebagal kelompok garis keras Islam transnasional. Dalam buku ini,
PKS dilukiskan melakukan infiltrasi ke sekolah dan perguruan tinggi negeri dan berbagai
institusi yang mencakup pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan Islam, antara lain
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Buku ini diklaim telah melanggar kode etik penelitian dan
beberapa informasi yang sulit dipercaya, seperti dicantumkannya Gus Dur sebagai editor,
padahal saat itu dia sedang mengalami gangguan penglihatan, sampai gugatan tiga orang
dosen IAIN Sunan Kalijaga karena merasa namanya dicatut sebagai tim peneliti.
2. TUDUHAN WAHABI
Pada April 2013, Yenny Wahid, putri mantan presiden Abdurrahman Wahid, melarang kader
partainya, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru, yang gagal lolos verifikasi KPU untuk
pemilihan umum 2014, untuk bergabung dengan PKS atau PKB. Yenny menyatakan bahwa
PKBIB mengusung visi ahlus sunnah wal jamaah, dan menyatakan bahwa kadernya tidak boleh
bergabung ke partai yang tidak mengusung ideologi tersebut.[62] Menanggapi pernyataan
tersebut, presiden Anis Matta juga menyatakan PKS mengusung ideologi ahlus sunnah,[63] dan
ketua fraksi PKS di DPR, Hidayat Nur Wahid memprotes pernyataan tersebut.
PKS sering mendapat tuduhan aliran Wahabi, sebuah gerakan pembaharuan Islam yang tidak
mengenal sistem demokrasi dan kepartaian demokrasi. Isu ini dibantah langsung oleh presiden
Anis Matta, yang mengklaim bahwa PKS tidak menganut aliran tertentu dan membuka pintu
keanggotaan selebar-lebarnya bagi anggota-anggota ormas Islam lain.
BASIC DESCRIPTIVE INTELLIGENCE

OLEH :
ANMAR PRIMERA PUTRANTO
AGUNG ZULHAQ PUTRA
NAUFAL DJORDI FAUZAN
PRADANA RAHMAN PUTRA

SEKOLAH TINGGI INTELIJEN NEGARA

Anda mungkin juga menyukai