Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan
Disusun Oleh :
Arum Ningtias (202202169)
PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG 2022 / 2023
Aisyiyah 1. Sejarah Aisyiyah adalah sebuah gerakan perempuan Muhammadiyah yang berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya Muhammadiyah. Dalam kiprahnya yang lebih dari satu abad di Indonesia, saat ini Aisyiyah telah memiliki 34 Pimpinan Wilayah Aisyiyah (setingkat provinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah kabupaten, 2.332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat kecamatan) dan 6.924 Pimpinan Ranting Aisyiyah. Selain itu, Aisyiyah juga memiliki amal usaha yang bergerak di berbagai bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Amal usaha di bidang pendidikan saat ini berjumlah 4.560 yang terdiri dari kelompok bermain, pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, tempat penitipan anak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan lain-lain. Sedangkan amal usaha di bidang kesehatan yang terdiri dari rumah sakit, rumah bersalin, Badan Kesehatan Ibu dan Anak, Balai Pengobatan dan Posyandu berjumlah hingga 280 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai gerakan yang peduli dengan kesejahteraan sosial, Aisyiyah hingga kini juga memiliki sekitar 459 amal usaha yang bergerak di bidang ini meliputi: rumah singgah anak jalanan, panti asuhan, dana santunan sosial, tim pengrukti jenazah dan Posyandu. Setelah berdiri, Aisyiyah tumbuh dengan cepat. Sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah kemudian tumbuh menjadi organisasi otonom yang berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Pada tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk anak-anak dengan nama Frobelschool, yang merupakan taman kanak-kanak pertama kali yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Selanjutnya taman kanak-kanak ini diseragamkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia. 2. Tim Pendiri Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada masa pergerakan nasional, kerja sama lebih ditujukan untuk menjalin semangat persatuan guna perjuangan untuk melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres wanita Indonesia (KOWANI). Beberapa lembaga baik semi pemerintah maupun non pemerintah yang pernah menjadi mitra kerja Aisyiyah dalam rangka kepentingan sosial bersama antara lain: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Peningktan Peranan Wanita untuk keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial ( DNIKS), Yayasan Sayap Ibu, Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di samping itu, Aisyiyah juga melakukan kerja sama dengan lembaga luar negri dalam rangka kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Di antara lembaga luar negeri yang pernah bekerja sama dengan Aisyiyah adalah: Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO, WHO, Universitas Johns Hopkins, USAID, AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamic of South East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, Bank Dunia, Parnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa kedutaan besar negara sahabat dan lain-lain. 3. Latar Belakang Berdiri Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah terus dicanangkan dengan mengadakan pemberantasan buta huruf pertama kali, baik buta huruf Arab maupun Latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu-ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemajuan partisipasi perempuan dalam dunia publik. Selain itu, pada tahun 1926, Aisyiyah mulai menerbitkan majalah organisasi yang diberi nama Suara Aisyiyah, yang awal berdirinya menggunakan bahasa Jawa. Melalui majalah bulanan inilah Aisyiyah antara lain mengkomunikasikan semua program dan kegiatannya termasuk konsolidasi internal organisasi. Dalam hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah juga termasuk organisasi yang turut memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Dalam hal ini, Aisyiyah bersama dengan organisasi wanita lain bangkit berjuang untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan. Badan federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Lewat federasi ini berbagai usaha dan bentuk perjuangan bangsa dapat dilakukan secara terpadu. Dalam perkembangannya, gerakan Aisyiyah dari waktu ke waktu terus meningkatkan peran dan memperluas kerja dalam rangka peningkatan dan pemajuan harkat wanita Indonesia. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan sekolah dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, rumah sakit, balai bersalin, panti asuhan, panti jompo, rumah-rumah sosial, lembaga ekonomi dan lain-lain diberbagai tempat sebagai contoh di TK Aisyiyah Bustanul Alfal di Botokan, Jonggrangan, Klaten Utara, Klaten. 4. Tujuan didirikan Sudah satu abad berdiri, Aisyiyah yang merupakan komponen perempuan Persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan corak tersendiri dalam ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan yang selama ini menjadi titik tolak gerakannya. Gerakan Aisyiyah dari waktu ke waktu terus berkembang dan memberikan manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan taman kanak- kanak, sekolah dasar, pondok pesantren, hingga perguruan tinggi. 5. Tahun Berdiri Aisyiyah (bahasa Arab: ع ائ ش ية, pengikut Aisyah) adalah salah satu organisasi otonom bagi wanita Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta pada 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan 19 Mei 1917 oleh Nyai Ahmad Dahlan. 6. Dokumentasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1. Sejarah Berdirinya IMM tidak dapat terlepas dari peristiwa Muktamar Muhammadiyah Ke-25 pada tahun 1936 di Batavia (Jakarta) yang mewacanakan untuk menghimpun mahasiswa dan mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Selama masa Hindia Belanda hingga pasca kemerdekaan Indonesia, kalangan pelajar sekolah tinggi yang berlatarbelakang Muhammadiyah bergabung dengan organisasi otonom yang telah lebih dahulu berdiri seperti Nasyiatul Aisyiah dan Pemuda Muhammadiyah. Sebagian di antaranya memutuskan untuk bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang dinilai membawa pemahaman Islam yang sejalan dan dirintis oleh banyak mahasiswa berlatar belakang Muhammadiyah seperti Lafran Pane dan Maisaroh Hilal (Cucu KH. Ahmad Dahlan). Pembentukan organisasi perkaderan khusus mahasiswa kurang mendapat dukungan mengingat sikap Muhammadiyah dalam Kongres Moeslimin Indonesia di Yogyakarta pada 1949 yang mendukung bahwa Masyumi sebagai satusatunya partai politik Islam, Pelajar Islam Indonesia (PII) sebagai satu-satunya organisasi pelajar, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa muslim di Indonesia serta bersifat independen. Pada 18 November 1955 untuk pertama kalinya Muhammadiyah mendirikan Fakultas Falsafah dan Hukum di Padang Panjang (saat ini Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat). Berdirinya perguruan tinggi Muhammadiyah di Padang Panjang 1995 , Jakarta 1957 , Surakarta 1958 dan Yogyakarta menguatkan wacana membentuk organisasi mahasiswa. Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama pada 1956 di Palembang mengamanatkan pembentukan Departemen Pelajar dan Mahasiswa di bawah Pemuda Muhammadiyah. Pasca bubarnya Masyumi pada 13 September 1960, keinginan untuk mendirikan organisasi otonom mahasiswa kembali bergulir pada Konferensi Pimpinan Daerah (Konpida) Pemuda Muhammadiyah Se-Indonesia di Surakarta pada 18 Juli 1961. Konpida tersebut tidak membuahkan hasil sebab ada argumen bagi mahasiswa Muhammadiyah yang tidak ingin tergabung dalam Pemuda Muhammadiyah dapat bergabung dengan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sebagian pimpinan Pemuda Muhammadiyah dari berbagai kota seperti Medan, Padang, Ujung Pandang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang menjelang Muktamar Ke-36 Setengah Abad Muhammadiyah pada tahun 1962 di Jakarta mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Melalui kongres ini wacana untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan dari Pemuda Muhammadiyah menjadi organisasi otonom kembali menguat. Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, Mohamad Djazman AlKindi menggagas pembentukan Lembaga Dakwah Mahasiswa sebagai penjajakan dan untuk selanjutnya dikoordinasikan oleh Margono, Soedibjo Markoes, dan Abdul Rosyad Sholeh. Mengalir banyaknya desakan ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membentuk organisasi otonom mahasiswa tersendiri akhirnya direstui oleh KH. Ahmad Badawi. Pada 14 Maret 1964 atau 29 Syawal 1384 H, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menunjuk formatur Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dengan Mohamad Djazman Al-Kindi sebagai ketua umum yang pertama. 2. Tim Pendiri Dewan Pimpinan Pusat (DPP) adalah tingkat tertinggi dan berkedudukan di Ibu kota Negara. Dewan Piminan Daerah (DPD) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah cabang dalam suatu provinsi. Syarat pendiriannya adalah minimal telah berdiri sejumlah tiga cabang di bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial daerah ditetapkan oleh DPP atas usul Musyda dan pertimbangan calon DPD terkait. Pimpinan Cabang (PC) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah komisariat dalam suatu kabupaten / kota atau daerah tertentu. Syarat pendirian cabang adalah minimal terdapat 3 komisariat di bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial cabang ditetapkan oleh DPP atas usul DPD yang bersangkutan. Komisariat adalah tingkatan dasar yang berada pada suatu kampus, fakultas atau akademi dan atau tempat tertentu. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial komisariat ditetapkan oleh DPD atas usul PC yang bersangkutan. 3. Latar Belakang Berdiri Faktor internal yaitu dorongan untuk mengembangkan ideology ,paham dan cita-cita muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologi muhammadiyah. Sedangkan faktor eksternal berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan diluar dan sekitar muhammadiyah. 4. Tujuan Didirikan IMM bertujuan untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar- benarnya. Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976), IMM adalah suatu perkumpulan mahasiswa yang bernaung di bawah perkumpulan sosial Muhammadiyah. 5. Tahun Berdiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswa Islam dan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta pada 14 Maret 1964 Masehi 29 Syawal 1384 Hijriyah. 6. Dokumentasi Daftar Pustaka