Anda di halaman 1dari 2

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi mahasiswa Islam, sekaligus

organisasi Ortonom Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang keagamaan,


kemahasiswaan dan kemasyarakatan. IMM didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret
1964. IMM sendiri bertujuan untuk “mengupayakan terbentuknya cendekiawan Islam yang
berbudi luhur untuk mencapai cita-cita Muhammadiyah”.
Mengingat identitas IMM sebagai organisasi pergerakan mahasiswa, IMM dapat menjadi
wadah dimana mahasiswa dapat menyalurkan ide-ide untuk inovasi dan pertumbuhan.
Sebagaimana dinyatakan dalam tiga kompetensi inti IMM agama, kecerdasan dan
kemanusiaan, para eksekutif IMM bertanggung jawab atas ketiga bidang tersebut. Oleh
karena itu, kader IMM harus memiliki tauhid yang kuat dan menyerap ilmu Muhammadiyah,
intelektual tingkat tinggi yang memiliki nalar kritis sendiri tanpa kepentingan apapun, serta
memiliki rasa kebersamaan yang besar. Oleh karena itu, meski berada di era Industri 4.0,
para eksekutif IMM harus tetap mampu secara intelektual menjawab tantangan zaman
dengan selalu berpegang pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
Ada banyak isu kemanusiaan yang muncul saat ini yang sangat membutuhkan perubahan.
Masalah-masalah ini meliputi; minimnya pembangunan infrastruktur di pelosok Indonesia,
kelaparan, kesenjangan sosial, minimnya SDM guru di sekolah di pelosok Indonesia, krisis
moral dan etika, hingga praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), dll. Oleh karena itu,
IMM sebagai organisasi sosial harus memperhatikan dan secara bertahap mulai bergerak
maju secara besar-besaran dan berkesinambungan agar masyarakat dapat merasakan
Muhammadiyah dan orthonya yaitu makna IMM. Selain untuk memecahkan persoalan yang
ada, dibangun kesan publik terhadap Muhammadiyah yang bermoral baik dan unggul secara
intelektual.
Dilihat dari sejarahnya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah sebuah gerakan
mahasiswa Islam dan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang berasal dari
Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964 atau 29 Syawal 1384 H. IMM bertujuan untuk
mempelajari pembinaan ulama Islam aristokrat yang berbudi luhur untuk mencapai tujuan
Muhammadiyah, yaitu memelihara dan mempertahankan agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat yang Islami. Menurut Profesor Soegarda Poerbakawatja (1976), IMM adalah
perkumpulan mahasiswa yang bernaung di bawah perkumpulan sosial Muhammadiyah.
Pendirian IMM tidak terlepas dari peristiwa Muktamar Muhammadiyah ke-25 (Kongres Abad
Muhammadiyah) tahun 1936 di Batavia (Jakarta), di mana dibicarakan pertemuan
mahasiswa dan pendirian Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Pada masa Hindia Belanda
hingga setelah kemerdekaan Indonesia, siswa-siswi SMA keturunan Muhammadiyah
bergabung dengan organisasi-organisasi swadaya yang telah terbentuk sebelumnya seperti
Nasyiatul Aisyiah dan Pemuda Muhammadiyah. Beberapa di antaranya memutuskan untuk
bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dianggap memberikan
pemahaman Islam yang baik dan dirintis oleh banyak mahasiswa Muhammadiyah seperti
Lafran Pane dan Maisaroh Hilal (cucu KH. Ahmad Dahlan).
Pendirian organisasi kader khusus mahasiswa kurang mendapat dukungan karena sikap
Muhammadiyah pada Muktamar Moeslimin Indonesia di Yogyakarta tahun 1949 yang
memihak Masyumi sebagai satu-satunya partai politik Islam, yaitu Mahasiswa Islam.
organisasi dan Partai Islam. Himpunan Mahasiswa (HMI)) merupakan satu-satunya organisasi
mahasiswa Islam yang mandiri dan mandiri di Indonesia. Pada tanggal 18 November 1955
Muhammadiyah mendirikan Fakultas Filsafat dan Hukum pertama kali di Padang Panjang
(sekarang Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat). Berdirinya Perguruan Tinggi
Muhammadiyah di berbagai kota seperti Padang Panjang (1955), Jakarta (1957), Surakarta
(1958) dan Yogyakarta memperkuat wacana pembentukan organisasi kader otonom di
tingkat daerah mahasiswa. Menanggapi hal tersebut, Muktamar Pemuda Muhammadiyah I
di Palembang tahun 1956 meminta dibentuknya Panitia Pelajar dan Pelajar di bawah
pimpinan Pemuda Muhammadiyah.
Setelah Masyumi dibubarkan pada 13 September 1960, keinginan untuk mendirikan
organisasi mahasiswa otonom memudar pada Musyawarah Pimpinan Daerah Pemuda
Muhammadiyah (Konpida) Indonesia di Surakarta pada 18 Juli 1961. Konpida tidak
mengeluarkan hasil karena ada argumentasi mahasiswa Muhammadiyah yang yang tidak
mau bergabung dengan Pemuda Muhammadiyah bisa bergabung dengan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IPM). Beberapa tokoh pemuda Muhammadiyah dari berbagai kota seperti
Medan, Padang, Ujung Pandang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Malang
sebelum Muktamar Setengah Abad ke-36 Muhammadiyah tahun 1962 di Jakarta
mengadakan kongres mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Melalui kongres ini, tesis
pembebasan Jurusan Kemahasiswaan Pemuda Muhammadiyah menjadi organisasi otonom
semakin dikuatkan.
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Mohamad Djazman Al-Kindi telah menginisiasi
pembentukan organisasi mahasiswa Dakwah sebagai penemuan dan akan dikoordinir oleh
Margono, Soedibjo Markoes dan Abdul Rosyad Sholeh. Banyak desakan kepada pimpinan
pusat Muhammadiyah untuk membentuk organisasi mahasiswa otonom tersendiri, yang
akhirnya disetujui oleh KH. Ahmad Badaoui. Pada tanggal 14 Maret 1964 atau 29 Syawal
1384 H, PP Muhammadiyah mengangkat Perhimpunan Mahasiswa Muhammadiyah dengan
Mohamad Djazman Al-Kindi sebagai presiden pertamanya. Musyawarah Nasional IMM
(Munas) pertama diadakan di Surakarta pada tanggal 1 sampai 5 Mei 1965, yang berujung
pada deklarasi Kottabarat. Presiden Soekarno secara pribadi memberikan restu pada 16
Februari 1966 di Istana Negara.  

Anda mungkin juga menyukai