Anda di halaman 1dari 136

1

SEJARAH KELAHIRAN
IKATAN MAHASISWA
MUHAMMADIYAH (IMM)

Sejarah berdirinya Ikatan Mahasiswa


Muhammadiyah merupakan bagian dari AMM
(Angkatan Muda Muhammadiyah) yang merupakan
organisasi otonom di bawah Muhammadiyah.
Sesungguhnya ada dua faktor integral yang melandasi
kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu
faktor intem dan fakor ekstem. Faktor intem
dimaksudkan yaitu faktor yang terdapat didalam diri
Muhammadiyah itu sendiri, sedangkan fakor ekstern
adalah faktor yang berawal dari luar Muhammadiyah,
khususnya umat Islam di Indonesia dan pada umumnya
apa yang terjadi di Indonesia.
Faktor intern, sebenarnya lebih dominan dalam
bentuk motivasi idealismse, yaitu motif untuk
mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yaitu paham

2
dan cita-cita Muhammadiyah. Sebagaimana kita ketahui
bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya adalah sebuah
wadah organisasi yang punya cita-cita atau tujuan yakni
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,
sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur
yang diridhoi oleh Allah SWT. Hal ini termasuk dalam
AD Muhammadiyah Bab II pasal 3 dan dalam
merefleksikan cita-citanya ini, Muhammadiyah mau
tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat
bawah (jelata) atau masyarakat heterogen. Ada
masyarakat petani, pedagang, peternakan dan masyarakat
padat karya dan ada masyarakat administratif dan lain
sebagainya yang juga termasuk didalamnya masyarakat
kampus atau intelektual yaitu Masyarakat Mahasiswa.
Persinggungan Muhammadiyah dalam maksud
dan tuiuannya, terutama terhadap masyarakat
mahasiswa, secara teknisnya bukan secara langsung
terjun mendakwahi dan mempengaruhi mahasiswa yang
berarti orang-orang mahasiswa, khususnya para
mubalighnya yang langsung terjun ke mahasiswa. Tapi
dalam hal ini Muhammadiyah memakai teknis jitu yaitu
dengan menyediakan yang memungkinkan menarik

3
animo atau simpati mahasiswa untuk memakai fasilitas
yang telah disiapkan. Pada mulanya para mahasiswa
yang bergabung atau yang mengikuti jejak-jejak
Muhammadiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya
cukup bergabung dalam organisasi otonom yang ada
dalam Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah
(PM) yang diperuntukkan pada mahasiswa dan
Nasyi'atul Aisyiyah (NA) untuk mahasisiwi yang lahir
pada 27 Dzulhijjah 1349 H & Pemuda pada tanggal 25
Dzulhiijjah 1350 H.
Anggapan Muhammadiyah tersebut lahir pada
saat-saat Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di Jakarta
pada tahun 1936 dimana pada saat itu dihembuskan pula
cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendirikan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan pada saat
itu pula Pimpinan Pusat (PP) yang dipegang oleh KH.
Hisyam (periode 1933-1937) mengatakan bahwa
anggapan dan pemikiran mengenai perlunya
menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan
Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25 tersebut.
Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan
membina mahasiswa Muhammadiyah pada saat itu

4
masih vakum, karena pada waktu itu Muhammadiyah
masih belum memiliki Perguruan Tinggi seperti yang
diinginkannya sehingga para mahasiswa yang berada di
Perguruan Tinggi lain baik negeri ataupun swasta yang
sudah ada pada waktu itu secara ideologi tetap berittiba'
pada Muhammadiyah dalam kondisi tetap mereka harus
mau bergabung dengan PM, NA ataupun Hizbul Wathon
(HW).
Pada perkembangan keberadaan mereka yang
berada dalam ketiga organisasi otonom tersebut merasa
perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa yang
secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam.
Alternatif yang mereka pilih yaitu bergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahkan ada image
waktu itu yang menyatakan bahwa HMI adalah anak
Muhammadiyah yang diberi tugas khusus untuk
membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki
oleh Muhammadiyah, karena waktu itu ditubuh HMI
sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
secara aktif mengelola HMI. Pada waktu itu
Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengelolai
HMI baik dari segi moral ataupun material, sampai

5
belakangan ini menurut data-data yang ada di PP
Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah
(terutama PTM dan RS Sosial) secara materil turut
membiayai hampir setiap aktifitas HMI baik mulai dari
tingkat konggres sampai aktifitas sehari -hari.
Disinilah sekali lagi bukan HMI yang turut
menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah tapi sebaliknya
bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif
membesarkan HMI. Mengapa hal itu dilakukan ?
Jawabannya seperti dikemukakan diatas, yaitu bahwa
HMI diharapkan akan tetap konsisten dengan paham
keagamaan yang diilhami oleh Muhammadiyah. Namun,
pada perkermbangannya dahulu sempat mengalami
perubahan-perubahan. Segala aliran yang ada dalam
teologi Islam boleh mewarnai tubuh HMI aliran-aliran
Asy'ariyah (cenderung menghidupkan kembali sunnah-
sunnah rosul), aliran syi'ah (yang cenderung
mengkultuskan syaidina Ali bin Abi Tholib r.a),
Mu'tazilah, nasionalisme, sekularisme, pluralisme dan
lainnya. Sementara dalam Muhammadiyah tidaklah
independensi Muhammadiyah ditekankan pada
berpendapat namun masih dalam konteks wacana Islam

6
masih tetap berideologi Al-quran dan As-sunnah dalam
Muhammadiyah tidak mengenal madzab-madzab yang
ada seperti madzab Syafi`i, Hambali dan Maliki.
Melihat fenomena diatas, HMI yang kian melesat
kealam berideologi tersebut maka dengan diplomasinya
pihak PP Muhammadiyah mengeluarkan suatu policy
atau kebijakan yaitu menyelamatkan kader-kader
Muhammadiyah yang masih berada dijenjang
pendidikan menengah atau Pendidikan Tinggi. Pada
tanggal 18 November 1955 keinginan Muhammadiyah
untuk mendirikan PTM ini, PP Muhammadiyah melalui
struktur kepemimpinannya membentuk departemen
pelajar dan mahasiswa yang menampung aspirasi aktif
dari para pelajar dan mahasiswa. Maka pada saat
Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama di
Palembang tahun 1956 di dalam keputusannya
menetapkan langkah ke depan Pemuda Muhammadiyah
tahun 1956-1959 dan dalam langkah ini ditetapkan pula
usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa
Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda
Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang
mampu mengemban amanah.

7
Untuk lebih merealisasikan usaha PP Pemuda
Muhammadiyah tersebut maka lewat KOPMA
(Konferensi Pimpinan Daerah Muhammadiyah) se-
Indonesia pada tanggal 5 Shafar 1381/18 Juli 1962 di
Surakarta, memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan
Pelajar Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiyah
pada saat KONPIDA ini masih belum berhasil
melahirkan organisasi khusus Mahasiswa
Muhammadiyah. Pada saat itu nasib boleh duduk dalam
kepengurusan IPM. Sehubungan dengan semakin
berkembangnya PTM yang dirintis oleh Fakultas Hukum
dan Filsafat di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal
18 November 1955 namun karena peristiwa
pemberontakan PRRI kedua fakultas tersebut vakum,
kemudian berdiri di Jakarta PT Pendidikan guru yang
kemudian berganti nama menjadi IKIP. Pada tahun 1958
dirintis fakultas serupa di Surakarta, di Yogyakarta
berdiri akademi Tabligh Muhammadiyah dan di Jakarta
berdiri pula FIS (Fakultas Ilmu Sosial) yang sekarang
UMJ. Karena semakin berkembangnya PTM-PTM yang
sudah ada maka pada tahun 1960-an ide-ide untuk

8
menangani khusus mahasiswa Muhammadiyah semakin
kuat.
PP Muhammadiyah dan Muktamar ke-I di
Palembang (1956) dibebani tugas untuk menampung
aspirasi aktif para Mahasiswa Muhammadiyah, segera
membentuk Study Group yang khusus Mahasiswa yang
berasal dari Malang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya,
Padang, Ujung Pandang dan Jakarta. Menjelang
Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta
tahun 1962 mengadakan kongres Mahasiswa
Muhammadiyah di Yogyakarta dan dari kongres ini
semakin santer upaya para tokoh Pemuda untuk
melepaskan Departemen Kemahasiswaan untuk berdiri
sendiri. Pada 15 Desember 1963 mulai diadakan
pejajagan dengan didirikannya Dakwah mahasiswa yang
dikoordinir oleh : Ir. Margono, Dr. Sudibjo Markoes dan
Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal dari
Drs. Moh. Djazman yang waktu itu sebagai Sekretaris
PP Pemuda Muhammadiyah. Sementara itu, desakan
agar segera membentuk organisasi khusus mahasiswa
dari berbagai kota seperti Jakarta dengan Nurwijo

9
Sarjono MZ. Suherman, M. yasin, Sutrisno Muhdam, PP
Pemuda Muhammadiyah dll-nya.
Akhirnya dengan restu PP Muhammadiyah
waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh
bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang
khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah yang diketuai
oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan
anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo
Markoes, Moh. Arief dll. Jadi Pendiri Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs.
Moh. Djazman Al-kindi yang juga merupakan
koordinator dan sekaligus ketua pertama. Muktamar
IMM yang pertama pada 1-5 Mei 1965 di kota Barat,
Solo dengan menghasilkan deklarasi yang dibawah ini.

10
IMM ADALAH GERAKAN MAHASISWA
ISLAM

Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan


perjuangan IMM. Fungsi IMM adalah sebagai eksponen
mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai stabilisator
dan dinamisator).
Ilmu adalah amaliah dan amal adalah Ilmiah IMM.
IMM adalah organisasi yang syah-mengindahkan segala
hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara
yang berlaku.
Amal IMM dilakukan dan dibaktikan untuk kepentingan
agama, nusa dan bangsa.
Selanjutnya yang juga termasuk faktor intem
dalam melahirkan IMM adanya motivasi etis dikalangan
keluarga Muhammadiyah. Dalam upaya mewujudkan
maksud dan tujuan Muhammadiyah baik yang berada di
struktural ataupun diluar dan simpatisan, baik yang
berekonomi atas, menengah ataupun bawah harus dapat
memahami dan mengetahui Muhammadiyah secara
general ataupun secara spesifik sehingga tidak muncul

11
kader-kader Muhammadiyah yang radikal (berwawasan
sempit). Penegasan motivasi etis ini sebenarnya
merupakan interpretasi (pemahaman) dari firman Allah
SWT. dalam QS. Al-Imran:104 dan diharapkan kader-
kader Muhammadiyah yang khusunya IMM dapat
merealisasikan motivasi etis diantaranya dengan
melakukan dakwah amar ma`ruf nahi munkar, Fastabiqul
Khoirot (berlomba-lomba dalam kebajikan & demi
kebaikan).
Faktor Ekstern, yaitu sebagaimana yang tersebut
diatas baik yang terjadi ditubuh umat Islam sendiri
ataupun yang terjadi dalam sejarah pergolakan bangsa
Indonesia, yang terjadi dimasyarakat Indonesia pada
zaman dahulu hingga sekarang adalah sama saja, yaitu
kebanyakan mereka masih mengutamakan budaya nenek
moyang yang mencerminkan aktifitas sekritistik dan
bahkan anemistik yang bertolak belakang dengan ajaran
Islam murni khususnya dan tidak lagi sesuai dengan
perkembangan zaman. Hal semacam ini memunculkan
signitifitasi (bias) yang begitu besar, utamanya pada
kalangan mahasiswa yang memiliki kebebasan akademik
dan seharusnya memiliki pola pikir yang jauh, namun

12
karena dampak budaya masyarakat yang demikian
membumi, mereka akan menjadi jumud dan mengalami
kemunduran.
Pergolakan OKP (Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda) atau Organisasi Mahasiswa periode 50 sampai
65-'an terlihat menemui jalan buntu untuk
mempertahankan independensi mereka dan partisipasi
aktif dalam pasca Proklamasi (era kemerdekaan) RI. hal
ini terlihat sejak pasca Konggres Mahasiswa Indonesia
pada 8 Juli 1947 di Malang Jawa Timur, yang terdiri dari
HMI, PMKRI, PMU, PMY, PMJ, PMKH, MMM, SMI,
yang kemudian berfusi (bergabung) menjadi PPMI
(Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia). PPMI
pada mulanya tampak kompak dalam menggalang
persatuan dan kesatuan diantara mahasiswa, namun sejak
PPMI menerima anggota baru pada tahun 1958 yaitu
CGMI yang berkiblat dan merupakan anak komunis
akhirnya PPMI mengalami keretakan yang membawa
kehancuran. PPMI secara resmi membubarkan diri pada
Oktober 1965.
Sebenamya PPMI sebelum membubarkan diri,
sekitar tahun 1964-1965 masing-masing organisasi yang

13
berfusi dalam PPMI itu saling berkompetisi dan sok
revolosioner untuk merebut pengaruh para penguasa
waktu itu, termasuk juga Bung Karno yang tak luput dari
incaran mereka. Hal ini diakibatkan karena masuknya
CGMI kedalam PPMI yang seakan mendapatkan
legitimasi dari pihak penguasa waktu itu sehingga CGMI
(PKI) terlihat besar. HMI pun saat itu juga
merevolosionerkan diri menjadi sasaran CGMI (PKI),
sehingga HMI hampir rapuh akibat ulahnya sendiri,
karena pada saat itu PKI merupakan partai terbesar dan
pendukungnya selalu meneriakkan supaya HMI
dibubarkan. HMI melihat kondisinya yang rawan tidak
tinggal diam dengan segala upaya untuk
mengembangkan sayap dan memperkokohnya, HMI
kembali berusaha mendapatkan legitimasi kesana-kemari
untuk menangkal serangan dari PKI yang berusaha
membubarkannya. Pada saat HMI semakin terdesak
itulah IMM lahir, yaitu pada tanggal 14 Maret 1964.
Inilah sebabnya, ada stereotype atau persepsi yang
muncul ke permukaan bahwa IMM lahir sebagai
penampung anggota-anggota HMI manakala HMI
dibubarkan oleh PKI. Namun persepsi yang terputar itu

14
tidak rasional dan kurang cerdas dalam
menginterprestasi fakta dan data sejarah.
Interprestasi yang benar dan rasional sesuai
dengan data dan fakta sejarah adalah IMM salah satu
faktor historisnya adalah untuk membantu eksistensi
HMI agar tidak mempan atas usaha-usaha yang akan
membubarkannya. Sekali lagi bahwa kelahiran IMM
untuk membantu dan turut serta mempertahankan HMI
dari usaha- usaha komunis yaitu PKI yang akan
membubarkannya dan sesuai dengan sifat IMM itu
sendiri yang akan selalu bekerjasama dan saling
membantu dengan saudaranya (saudaranya seaqidah
Islam) dalam upaya beramar ma'ruf nahi mungkar yang
merupakan prinsip perjuangan IMM. Itulah sekilas
kelahiran IMM yang sampai sekarangpun masih ada
oknum-oknum yang mempersoalkannya (walaupun
sudah terbit buku yang menangkal isu tersebut dengan
judul 'Kelahiran yang Dipersoalkan oleh Farid Fatoni).
Dan sekarang kita telah tahu bahwa IMM lahir memang
merupakan suatu kebutuhan Muhammadiyah dalam
mengembangkan sayap dakwahnya dan sekaligus

15
merupakan suatu aset bangsa untuk berpartisipasi aktif
dalam kemerdekaan ini.
Karena IMM merupakan suatu kebutuhan intern
dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh PP Pemuda
Muhammadiyah yang berawal dari HMI kembali ke
IMM sebagai anak atau ortom Muhammadiyah. Mereka
yang dulu turut mengembangkan HMI disebabkan
karena IMM belum lahir dan keterlibatan mereka dalam
tubuh HMI hanya sebatas mengembangkan ldeologi
Muhammadiayah. Dan sampai sekarangpun HMI masih
dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur
ormas Islam, yang pada akhimya berbeda dengan
orientasi Muhammadiyah. Mungkin, untuk menangkal
klaim seperti tersebut maka PP Pemuda Muhammadiyah
diatas, adalah bahwa para aktifis berdirinya IMM & NA
yang berusaha mengusahakan berdirinya IMM tidak
terlibat dalam aktifitas HMI secara langsung maupun
tidak langsung. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
benar-benar murni didirikan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang pada waktu itu diketuai oleh
Bapak H.A. Badawi.

16
SEJARAH PERKEMBANGAN
IKATAN MAHASISWA
MUHAMMADIYAH (IMM)

Setelah kita melacak sejarah kelahiran Ikatan


Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) sekarang tibalah kita
membicarakan sejarah perkembangannya. Untuk maksud
ini, dan agar lebih sistematis dalam pengungkapannya,
maka di bawah ini akan dibicarakan perkembangan IMM
dari Muktamar ke Muktamar yakni Muktamar I, II, II,
IV, V dst.

Muktamar IMM ke I
Muktamar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) ke-1, lebih dikenal dalam sejarah IMM yaitu
dengan Musyawarah nasional (Munas). Untuk yang
pertama kalinya setelah IMM resmi disetujui oleh PP
Muhammadiyah dan bahkan oleh Persiden RI ke-1 Bung
karno, IMM mengadakan Musyawarah Nasional I yaitu
pada tanggal 1-5 Mei 1965 di Solo. Dalam Muktamar
IMM ke-1 inilah yang telah menelorkan deklarasi Kota

17
Barat (Solo) 1965 dan komposisi Personalia Dewan
Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) yang isi deklarasi dan susunan personalianya
termaktub di landasan gerakan.
Satu hal yang patut dicatat, yaitu pada saat
deklarasi atau pada saat berlangsungnya Muktamar IMM
ke-1 ini, situasi bangsa dan ormas mahasiswa sedang
dalam keadaan kurang tegap, sempoyongan, gara-gara
asap kota Madiun yang terberontak PKI sekitar tahun
1948 (setelah merdeka) sampai tahun 1965.
pemberontajkan PKI ini terjadi di mana-mana, yang
kontan tercatat dalam sejarah bahwa Jawa Tengah
termasuk basis PKI. Tahun 1963-1965 merupakan era
kejayaan PKI, dan pada saat-saat itulah IMM bangkit
yaitu di tengah-tengah era kejayaan PKI, dan pada
pertengahan tahun 1965, atau tepatnya 1-5 Mei 1965,
IMM mengadakan Muktamar I, sementara PKI pun
disetiap tempat sedang mengatur strategi untuk merebut
kekuasaan RI yang berpuncak pada tanggal 30
September 1965 yang kini dikenal dengan gerakan 30
September (G 30 S PKI) yang telah melakukan
penculikan kepada 7 orang jendral. Secara historis,

18
kehadiran Munas (Musyawarah Nasional ) IMM ke-1
merupakan langkah politis yang tepat untuk
menanamkan semangat juang mempertahankan
kemerdekaan RI sekaligus menambah kekuatan ormas-
ormas Mahasiswa termasuk HMI.
Secara historis-politis pula, pada saat kelahiran
IMM tahun 1964, kelahiran IMM antara lain dalam
tinjauan politis ini, yaitu bertujuan untuk memperkuat
barisan MMI (Majelis Mahasiswa Indonesia) yang lahir
pada tahun 1962 dimana Drs. Lukman Harun sebagai
wakil sekjennya. Tetapi pada kongres MMI tahun 1964,
yang semula diniatkan tetap mampu menguatkan ormas
mahasiswa ternyata gagal. PKI dalam hal ini nampaknya
masih kuat dan kelahiran MMI ini belum mampu
mengimbangi kekuatan PKI akhirnya dengan penuh
dialektika organisatoris yang tidak terlepas dari niatan
baik untuk menghadang gerakan PKI, bubarnya MMI
tidak memudarkan niat mendirikan IMM dan kelahiran
IMM tetap melangkah mantap.
Masih dalam situasi menjelang Munas I IMM,
sekitar bulan Januari tahun 1965 tepatnya pada tanggal
13 Januari 1965, antek-antek PKI telah melakukan

19
penyerangan terhadap PII (Pelajar Islam Indonesia) yang
pada waktu itu tengah melangsungkan Mentara (mental
training) di sebuah desa Kanigoro (Jawa timur). Dengan
serbuan yang ganas terhadap acara Mentra PII di arena
mesjid jami’ yakni pada saat peserta melaksanakan
kuliah subuh. PKI datang bersenjata dan merusak segala
yang ada di sekelilingnya kemudian peristiwa ini tersiar
dan mengusik keimanan kaum muslimin. Pada tanggal 1
Februari 1965 umat Islam di Jawa Timur mulai
melakukan aksi. Di Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI dan
daerah sekitarnya juga turut melaksanakan aksi protes
terhadap perilaku PKI. IMM sebagai organisasi yang
baru lahir segera ambil bagian dalam gerakan-gerakan
aksi dengan meneriakkan jargon “ganyang PKI”.
Para pemimpin IMM hasil Munas I yang
diamanati untuk memimpin IMM periode 1965-1968,
dalam melaksanakan program kerjanya senantiasa harus
berhadapan dengan CGMI (Concentrasi Gerakan
Mahasiswa Indonesia). Ikatan pemuda Pelajar Indonesia
(IPPI), Pemuda Rakyat dan lain-lain yang termasuk
organ PKI. Organ-organ PKI yang senantiasa
mengganggu aktivitas ormas pemuda dan mahasiswa

20
Islam termasuk IMM, selalu meneriakan yel-yel
“bubarkan HMI” dan lain-lain. Hal ini sesungguhnya
tidak memudarkan gerakan IMM. Pemuda
Muhammadiyah secara organisatoris sebagai kakak
kandung IMM senentiasa menggandeng IMM untuk
maju ke medan penggayangan PKI untuk
mempertahankan HMI dan bangsa yang berlandaskan
Pancasila serta berusaha mendekati Bung Karno yang
semakin terdesak dibujuk dan difitnah PKI.
Pada hari kamis, 30 September 1965 yang pada
malam harinya terjadi pemberontakan G30 S PKI kira-
kira jam 20.00 an—para anggota dan pimpinan IMM
yang berada di Jakarta turut mendengarkan ceramah
yang dibawakan oleh Kasad Jendral TNI A.H. Nasution
di depan peserta Latihan kader Pemuda Muhammadiyah
Jakarta yang bertempat di kompol UMJ Jl. Limau
Jakarta Selatan (kini menjadi kampus UHAMKA).
Kemudian pagi harinya, setelah terdengar berita adanya
penculikan 7 jendral (termasuk Pak Nasution yang
alhamdulillah lolos) atau G 30 S PKI, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) yang juga telah bergabung
dengan GENUIS dan telah melakukan aksi membela

21
HMI pada tanggal 11 September 1965 dan 13 September
1965, secara cepat melakukan komunikasi dengan tokoh-
tokoh Pemuda Muhammadiyah atas anjuran PP
Muhammadiyah yang ada di Jakarta kemudian
berkumpul di tempat yang sama. Drs. Lukman Harun
yang pada waktu itu menjadi ketua PP Pemuda
Muhammadiyah memberi briefing, begitu pula HS
projokusumo, Sutrisno Muhdam, Suwardi, Sam’ani,
Sumarsono, Djalal Sayuti, Drs. Habian HS, H. Suyitno,
mereka inilah yang kemudian mengadakan rapat tertutup
di ruang Rektor Universitas Muhammadiyah yang
kemudian salah satu hasilnya adalah membentuk
KOKAM (Komando Kewaspadaan dan Kesiapasiagaan
Muhammadiyah), Sumarsono dan Sutrisno Muhdam
adalah anggota DPP IMM.
Dalam KOKAM itulah IMM berperan penting,
sebagai ortom Muhammadiyah yang beranggotakan para
mahasiswa militan senantiasa bergerak dan menggerakan
aksi-aksi protes menentang PKI, menuntut pembubaran
PKI. Melalui KOKAM ini pulalah IMM bisa bekerja
sama dengan unsur TNI dan ABRI yang anti PKI.

22
Pada hari senin 4 Oktober 1965 Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) turut ambil bagian
dalam pembentukan KAP GESTAPU (Kesatuan Aksi
Penggayangan Kontra Revolusi G. 30 S. PKI), yang
kemudian bergabung pula dengan aksi-aksi lain, KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (
Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) IMM pun
turut ambil bagian Immawan Saiful Alam termasuk
penandatanganan Kebulatan Tekad yang intinya antara
lain: “Mengutuk sekeras-kerasnya terhadap tindakan
teror dan penculikan para jendral. mendesak Bung Karno
selaku presiden untuk membubarkan PKI dan antek-
anteknya dan ormas-ormas yang simpati terhadap G. 30
S PKI…”
Muktamar IMM IV
Amanah muktamar IMM III di Yogyakarta yang
berlangsung pada tanggal 14-17 Maret 1971 di
Yogyakarta bahwa muktamar IMM ke IV akan
dilaksanakan di Medan atau Jakarta. Sebelumnya telah
diputuskan oleh Tanwir IV yaitu Medan (SUMUT).
Kemudian karena pertimbangan integrasi sesama AMM
Pemuda Muhammadiyah maka DPP IMM memutuskan

23
untuk memindahkan tempat Muktamar dari Medan -
Malang (JATIM). Akan tetapi setelah berembug dengan
PP Pemuda Muhammadiyah dan OC Muktamar akhirnya
diputuskan tempat Muktamar IMM IV yaitu di
Semarang( Jateng ) pada Tanggal 18-22 Djulhijjah 1395
H/21-25 Desember1975 M berbarengan dengan
Muktamar Pemuda Muhammadiyah Ke-6.
Dalam Muktamar IV tersebut disamping
menyusun personalia DPP IMM Periode 1975-1978
yang diketuai oleh Drs. Zulkibar dan M. Alfian
Darmawan (Sekretaris Jenderal) juga telah menelorkan
deklarasi yang didalam perkembangan sejarah IMM
mengalahkan popularitas DPP IMM selakigus
menggusur program produk Muktamar yang ditanfizkan
dengan SK No.002/A-1/76 tgl 8 Syafar 1396 H./8
Pebruari 1976.
Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman Semarang
ditandatangani oleh 36 orang, 17 orang generasi awal
dan 19 orang generasi penerus. Ke-17 orang generasi
awal tersebut yaitu : Drs. H Moh. Djazman, dr.Sudibyo
Markus, Drs. H Rosyad Saleh, dr Moh Arief, Drs.
Syamsu udaya Nurdin, Drs. Zulkabir, Drs. H. Sutrisno

24
Muhdam, H. Nurwijoyo Sarjono, Drs Basri Tambuh,
Drs. Fathurrahman HM. Sumarwan, Bsw, Ali Kyai
Demak, SH, Drs. M. Husni Tamrin, M. Susanto BA,
Dra. Siti Romlah, dan dr. Deddy Abubakar. Sedangkan
ke 19 generasi penerus yaitu wakil-wakil DPD IMM Se-
Indonesia yang mengikuti Muktamar IMM IV tersebut,
yang berarti secara otomatis deklarasi tersebut
merupakan tekad Pimpinan dan anggota IMM seluruh
Indonesia. Mereka itu adalah : Hindun Rosidi ( Aceh ),
M. Jaginduang dalimunthe ( Sumut ) Agus Aman ( Riau
) Bazar Abas ( Sumbar ) A.Roni Umar ( Jambi ) Fauzi
Fatah ( Lampung ) Rafles ( DKI Jakarta) Anda Suahanda
( Bandung/Jawa Barat ) Ahmad Sukarjo ( Jateng ) Tufik
Dahlan ( DIY Yogjakarta) Ishak Soleh ( Kalbar /
Pontianak ) Mahrani Said ( Kalsel ) M. Nurdin
HS.(Samarinda/ Kaltim) M.Yasin Ahmad (
Suselra/Ujung Pandang) M.Yunus Hamid( Sulteng)
M.Nur Abdullah ( NTB / NTP ) Joko Santoso ( Malang
/Jawa Timur ) A. Muiz ZA ( DPP IMM Periode 1971-
1974 ) dan Mahnun Husein ( DPP IMM 1971-1974).
Dewan Pimpina Pusat Ikatan Mahasiswa
Muahmadiyah Periode Muktamar IV atau periode 1975-

25
1978) dalam pelaksanaan program hasil Muktamar yang
telah ditanfizkannya melalui surat keputusan No.002/A-
1/1976 8 Februari 1976. Kurang banyak melakukan
suatu aktifitas tingkata nasional. Namun, satu informasi
yang bisa dipercaya, bahwa DPP IMM Periode 1975-
1978 telah mengusulkan kepada pemrintah RI dalam
melakukan pembibitan bagi generasi muda dan
mahasiswa diperlukan adanya seorang pembantu
Presiden yakni seorang menteri yang bertugas
menangani kepemudaan, yang akhirnya lahirlah dalam
komposisi Kabinet Pembangunan III dr. Abdul Gafur
sebagai Menpora dan Ir. Akbar Tanjung untuk Kabinet
Pembangunan IV (1988-1993). Konon, kehadiran
menteri pemuda ini salah-satunya adalah merupakan
usulan DPP IMM periode 1975-1978 yang diketuai oleh
Drs. Zulkabir.
Kemudian, kaitannya dengan pengembangan
ikatan pada dan atau lewat Muktamar IMM IV di
Semarang tersebut, telah merekomendir penggeseran
azas pengorganisasian IMM dari azas teritorial kepada
azas potensial. Penggeseran ini menurut pola katifitas
ikatan dimaksudkan supaya IMM senantiasa berorientasi

26
kepada bidang-bidang gerak Muhammadiyah, dan
kebutuhan dasar mahasiswa. Kalau sekarang kita
mempunyai keyakinan penuh bahwa komisariat adalah
sebagai institusi terbawah dalam jenjang kepemimpinan
ikatan, adalah merupakan basis kegiatan, maka dengan
penggeseran azas tersebut berarti posisi komisariat dan
atau kelompok dipandang penting dan menentukan.
Program yang seperti ini sesungguhnya merupakan hasil
rumusan Muktamar IMM IV tersebut, dan dengan ini
memang terjadilah upaya perluasan IMM melalui
rekomendasinya kepada PP Muhammadiyah.
Atas dasar rekomendasi dari Muktamar IV IMM
kepada Muhammadiyah kaitannya dengan
pengembangan IMM tersebut, maka Muhammadiyah
dalam hal ini Majelis Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan (sekarang majelis ini dipecah menjadi dua;
Majelis Diktilitbang dan Majelis Pendidikan dan
Kebudayaan) telah mengeluarkan petunjuk mengenai
pembinaan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah
yang juga merupakan rekomendasi dari hasil lokakarya
yaitu dengan suratnya nomor: E.1/234/1978 tertanggal

27
31 Oktober 1978 nomor: E.1/001/79 tanggal 2 Januari
1979 dan nomor E.3/014/1979 tertanggal 6 Januari 1979.
Selain itu, DPP IMM periode Zulkabir, yang
sebenarnya harus berakhir pada tahun 1978 atau akhir
tahun 1979 (paling lambat), ternyata masih merasa
kurang cukup waktu dalam melaksanakan amanah hasil
Mukatamar IMM III dan IV. Tahun 1979, bukannya
Muktamar IMM V yang diadakan, tetapi justru tentang
Tanwir V yang diadakan di Jakarta, yang salah satu
keputusannya akan bermuktamar pada bulan Oktober
1979. dan Tanwir V inipun sesungguhnya merupakan
desakan dari DPD IMM DKI Jakarta yang saat itu di
Ketua Umumi oleh Drs. M. Yunan Yusuf. Dan dalam
Tanwir IMM V di Jakarta tahun 1979 inipun terdapat
rekomendasi untuk Muhammadiyah dan untuk DPP itu
sendiri supaya segera melaksanakan Mukatamr IMM V.
Sampai beberapa tahun kemudian DPP IMM
periode 1975-1978 tidak mampu mengadakan Muktamar
lanjutan (ke-5). Personalia DPP IMM periode ini yang
terpencar-pencar, ada yang di Yogya, Solo, Bandung dan
Jakarta, dan lain-lain mengakibatkan komunikasi antar
anggota DPP menjadi renggang bahkan terputus. Pada

28
gilirannya terjadilah kevakuman IMM ditingkat nasional.
DPD IMM DKI Jakarta pada tanggal 14-15 Maret 1981
mengadakan Musyda V dan dalam Musyda inilah
disuarakan bahkan mendesak supaya DPP IMM periode
1975-1978 segera melaksanakan amanah Muktamar.
DPP IMM nampaknya kurang mendengar suara
Musyda IMM DKI Jaya tersebut, maka, pada tanggal 3
Juni 1982 para alumni IMM DKI Jaya, Drs. H. Rustan
SA, M. Rusaini Rusin, SH, Drs. E. Kusnadi, Sudirman
Arif, Drs. Husni Thoyar, Drs. Hadjid Dharnawidagda,
MP, Drs. Yudi Ruspandi, Drs. A. Sabuki, Drs. Abdul
Muis, ZA, Drs. H. M. Yusuf Muchtar, Drs. Salman
Harun (sekarang Doktor), Drs. Sadimin, Drs. M. Yunan
Yusuf, Drs. Muh. Isa Anwari Bah, dan Firdaus Jamain,
telah menandatangani surat himbauan kepada
PP.Muhammadiyah supaya turun tangan dan segera
melaksanakan Muktamar IMM V, dan surat ini
ditembuskan kepada seluruh PWM seluruh Indonesia,
tetapi juga, Muktamar masih tetap belum dilaksanakan.
Tahun 1984 DPD IMM DKI Jakarta memprakarsai
untuk membentuk karakteker DPP IMM, yang tujuannya
akan mengantarkan IMM untuk segera melaksanakan

29
Muktamar, tetapi karakteker ini banyak tentangan
akhirnya bubar sendiri.
Kembali pada permasalahan bahwa, penilaian
yang objektif sesungguhnya DPP IMM sejak periode
1975-1978/1979 terjadilah kekosongan, atau sejak itulah
IMM tidak mempunyai DPP IMM-nya. IMM yang pada
periode Drs. HM. Djasman dan Drs. HA. Rosyad Soleh,
memiliki potensi nasional yang meyakinkan, ternyata
hampir tenggelam gara-gara ketiadaan DPP IMM sejak
tahun 1979 tersebut. Namun demikian, kekosongan DPP
IMM sesungguhnya sama sekali tidak mempengaruhi
aktivitas IMM di setiap daerah dan cabang, walaupun
DPP IMM tidak ada. Tetapi anggota IMM tidak ambil
pusing, Identitas IMM ternyata begitu melekat pada
IMM, di daerah-daerah dan cabang-cabang, IMM masih
tetap tumbuh bahkan semakin subur. IMM saat ini ibarat
sebuah pohon besar yang rindang kemudian terserang
kemarau panjang yang menggugurkan dedaunannya
tetapi akarnya semakin menerobos ke perut bumi.
Atasnya rontok, tetapi bawahnya semakin mantap, itulah
IMM saat itu.

30
Kondisi DPP IMM yang banyak memendam
cerita nyata tersebut, lama kelamaan terdengar pula oleh
PP Muhammadiyah, satu hal yang amat menguntungkan
bagi IMM, yaitu bahwa anggota-anggota Pimpinan Pusat
saat itu banyak mantan DPP IMM seperti Drs. Muh.
Djasman, Drs. Sutrisno Muhdam, Drs. A. Rosyad Saleh,
Drs. Abu Sri Dimyati, dll. Sementara itu, Bapak HS.
Prodjokusumo sendiri selaku Ketua PP Muhammadiyah
Mapendappu saat itu merasa terpanggil yang akhirnya
keluarlah animo beliau untuk menulis tentang IMM yang
nadanya hampir menjerit dengan judul “IMM Anakku,
Bangkitlah”! yang kemudian tulisan ini disamping
dimuat di suara Muhammadiyah nomor. 12 tahun ke-63
Juni 1983 juga disebarluaskan oleh BKP-AMM dalam
bentuk buku diterbitkan pada tahun 1983. Dengan
demikian, maka akhirnya PP Muhammadiyah yang
merasa telah mengesahkan berdirinya IMM dan merasa
bahwa IMM adalah anak kandungnya, segera turun
tangan, turut campur kedalam pembenahan IMM dalam
hal ini DPP-nya.

31
Standard Operational & Procedure (SOP)
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Pimpinan Cabang Cirendeu

A. Komponen dan Jenjang Perkaderan Ikatan


Mahasiswa Muhammadiyah
I. Pengertian
Komponen perkaderan di lingkungan IMM
adalah seperangkat kelembagaan perkaderan yang
menjadi ciri khas dan terprogram baik pra
perkaderan, perkaderan utama, perkaderan khusus
maupun perkaderan pendukung. Sedangkan jenjang
perkaderan adalah stratifikasi pentahapan perkaderan
menurut tingkat kualifikasi peserta dan level
kepemimpinan penyelenggara.
II. Komponen Pra Perkaderan (MASTA)
a. Pengertian
Yaitu suatu komponen awal yang berfungsi
untuk mengenalkan dan memasyarakatkan IMM,
sekaligus sebagai wahana rekruitmen anggota
serta sebagai persiapan untuk memasuki

32
perkaderan Darul Arqam Dasar (DAD).
Komponen pra perkaderan ini selanjutnya disebut
Masa Ta’aruf yang disingkat Masta.
b. Peserta
Prasyarat Peserta :
1) Memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
penyelenggara.
c. Penanggung jawab
Masa Ta’aruf (MASTA) dilaksanakan
dibawah tanggungjawab Pimpinan Komisariat
berkoordinasi dengan Koordinator Komisariat.
d. Pengelola
Pengelola Masta adalah orang-orang yang
ditunjuk oleh Pimpinan Komisariat.
e. Target
Rekruitmen Anggota
f. Kurikulum
1) Semangat ber-Islam dan berorganisasi
(landasan Al-quran surat al-Imran ayat 104)
2) Pengenalan IMM, Khususnya di tingkat
komisariat
3) Pengenalan Muhammadiyah

33
4) Pengenalan Dunia Kemahasiswaan
g. Pendekatan
Masa Ta’aruf (Masta) dilaksanakan dengan
pendekatan persuasif dan rileks.
h. Metode
1) Ceramah
2) Diskusi
3) Game
4) Evaluasi
Aspek-aspek yang dinilai dalam Masta
disesuaikan dengan kebutuhan pengelola.
III. Komponen dan Jenjang Perkaderan Utama
1. Darul Arqam Dasar
a. Pengertian
DAD merupakan kegiatan perkaderan
formal IMM tingkat pertama dan merupakan
prasyarat bagi calon pimpinan IMM tingkat
Komisariat serta menjadi tanggung jawab
pimpinan cabang (Bidang Kader) dengan
wewenang pelimpahan konsep dan teknis kepada
korps instruktur cabang (KIC).
b. Prasyarat Pelaksanaan DAD

34
1) Minimal 3 bulan setelah Masta
2) Komisariat wajib merumuskan formulasi
pra DAD
c. Peserta
 Prasyarat peserta :
1) Menghafal surat Ali – Imran ayat 104, Al
– Ma’un ayat 1-7, Al – Baqarah ayat 143
2) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan pra
DAD yang diadakan oleh masing-masing
komisariat
3) Mengikuti seluruh proses Screening
 Karakteristik Umum Peserta :
1) Sudah mengenal IMM
2) Berada dalam tahap usia dewasa awal
3) Jenjang pendidikan tinggi relatif masih
rendah
4) Sifat, persepsi, motivasi masih beragam

 Jumlah peserta
Jumlah peserta Darul Arqam Dasar minimal
20 maksimal 40, Rasio peserta dengan
instruktur diharapkan 1 : 5.
35
d. Penanggung Jawab
Darul Arqam Dasar dilaksanakan dibawah
tanggung jawab Pimpinan Komisariat IMM.
e. Pelaksana
Panitia pelaksana Darul Arqam Dasar adalah
panitia yang dibentuk oleh Pimpinan Komisariat
IMM.
f. Instruktur
Instruktur DAD adalah tim instruktur yang
ditetapkan oleh PC IMM dan terdiri dari
sekurang-kurangnya :
1) 1 orang Master Of Training
2) 1 orang Imam Training
3) 2 orang observer
4) 3 orang anggota instruktur
g. Tujuan
Membentuk karakter dan kepribadian serta mutu
anggota hingga mencapai kualifikasi kader IMM
yang mempunyai wawasan tingkat komisariat
dan cabang serta internalisasi dasar-dasar islam
dan meletakkan dasar pemahaman intelektualitas.
h. Target

36
1) Internalisasi nilai-nilai ideologis
2) Menumbuhkan wacana intelektual
3) Terbentuknya kader yang siap menjadi
pimpinan di tingkat komisariat
4) Terdistribusinya kader yang siap menjadi
pimpinan di lembaga internal kampus.
i. Profil Kader Dasar
1) Keagamaan
a) Tartil dalam membaca al-qur’an dan
dapat menuliskannya.
b) Ibadah mahdhah sesuai majlis tarjih
c) Memahami ideologi Muhammadiyah
2) Kemahasiswaan
a) Memiliki etos belajar yang tinggi
b) Progresitifas dalam mengembangkan
potensi pribadi
c) Memperkaya wacana keilmuan berbasis
literasi
3) Kemasyarakatan
a) Menjadikan masjid sebagai basis interaksi
sosial

37
b) Menjadikan kader sebagai problem solver
dalam permasalahan sosial di lingkungan
kampus.
j. Kurikulum
1. Materi
 Materi wajib
a) Al-islam
b) Ke-Muhammadiyahan
c) Ke-IMMan
d) Filsafat
e) Terapan :
- Analisis Sosial
- Managemen Aksi
- Managemen Konflik
- Problem Solving
- Teknik sidang
2. Pendekatan
Darul Arqam Dasar dilaksanakan dengan
pendekatan pedagogi
3. Metode
a) Ceramah
b) Diskusi

38
c) Praktek
d) Penugasan
4. Waktu
Darul Arqam Dasar diselenggarakan dalam
satuan waktu 4 hari 3 malam atau 84 jam.
Alokasi waktu 84 jam dibagi dalam :
a) Materi wajib
 Al-islam = 6 jam
 Ke-Muhammadiyahan = 9 jam
 Ke-IMMan = 12 jam
 Filsafat = 3 jam
 Terapan = 4 jam
b) Istirahat = 15 jam
Setelah mengikuti perkaderan DAD
maka peserta wajib mengikuti follow-up
sekurang-kurangnya enam bulan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara yang
dibantu oleh Tim Instruktur yang
bersangkutan.

39
k. Evaluasi
 Aspek yang dinilai :
a. Pengamatan saat berlangsungnya
kegiatan, menyangkut :
1. Tertib Ibadah
2. Partisipasi Kehadiran
3. Sikap (akhlaq al karimah)
b. Penilaian aktifitas, menyangkut :
1. Tingkat keseriusan
2. Daya tangkap dan daya tanggap
3. keterampilan
c. Klasifikasi peserta
- UPPER =
- MIDDLE =
- LOWER =
Penentuan kelulusan ditentukan oleh tim
instruktur bersama PC IMM sebagai
penanggung jawab perkaderan.
c) Evaluasi pelaksanaan
Evaluasi yang dilakukan oleh
pimpinan penyelenggara yang menyangkut
pelaksanaan keseluruhan kegiatan perkaderan

40
yang dilakukan. Penilaian diarahkan pada
aspek esensi dan teknis operasional.
IV. Tahap-tahap DAD
1. Pendaftaran
 DAD dimulai dari sosialisasi tawaran
pelaksanaan oleh bidang kader cabang kepada
komisariat.
 Komisariat wajib mengajukan jadwal
pelaksanaan DAD dan draft Grand Desain
DAD minimal 1 bulan setelah sosialisasi yang
telah diberikan oleh bidang kader cabang
dengan menyertakan persyaratan administrasi
yang telah ditetapkan.
 Komisariat dikenakan biaya administrasi
sebesar Rp.5.000,00 dikali jumlah peserta
DAD, biaya tersebut akan digunakan untuk
pembuatan syahadah DAD.
 Apabila terdapat kesamaan jadwal pelaksanaan
yang diajukan oleh beberapa komisariat yang
telah mengajukan, maka akan dikomunikasikan
oleh Bidang Kader Cabang kepada komisariat

41
yang bersangkutan dengan mempertimbangkan
skala prioritas (surat masuk).
2. Koordinasi Awal (Instruktur - panitia )
Koordinasi awal dengan panitia dilakukan
setelah pengajuan surat permohonan pelaksanaan
DAD kepada Pimpinan Cabang (bidang kader).
Dalam hal ini bidang kader PC memfasilitasi
Rapat Koordinasi dengan Intensitas maksimal 3
kali sebelum pelaksanaan DAD yang terdiri dari :
 Pembahasan pertama :
- Sosialisasi sistem DAD, konsep dan teknis
pelaksanaan DAD
- Penjelasan Job description team DAD

 Pembahasan kedua :
- Pengumpulan DRH (daftar riwayat hidup)
dan pemantapan pelaksanaan 2 hari
sebelum hari H.
3. Laporan Akhir
a. Sistem pelaporan
1) Maksimal 2 minggu setelah
pelaksanaan DAD, instruktur
42
menyerahkan laporan selama kegiatan
DAD kepada bidang kader PC, yang
isinya :
 Perkembangan Kader selama DAD
dan dikelompokan menjadi 3
klasifikasi :
- Upper
- Middle
- Lower
 Resume, DRH, dan segala hal
yang berkaitan dengan arsip
peserta selama DAD.
2) Selanjutnya, bidang kader PC
melakukan rapat koordinasi dengan
bidang kader komisariat dan instruktur
yang bertugas untuk melaporkan hasil
laporan peserta selama pelaksanaan
DAD.
3) Selanjutnya, bidang kader komisariat
mampu memberikan pengayaan
keilmuan kepada kader setelah

43
pelaksanaan DAD sesuai dengan
klasifikasi peserta.
V. Ketentuan Lain-lain
a. Penentuan tempat
Tempat yang akan digunakan seminimal
mungkin harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
 Bersih
 Tertutup untuk akses komunikasi
 Tidak dilalui angkutan umum.
 Jauh dari keramaian dan hiruk pikuk
 Menyulitkan peserta untuk izin pulang
 Tidak ada atribut yang mengganggu
pelaksanaan DAD seperti: jam dinding,
televisi, gambar atau foto-foto, meja kursi
dan tulisan-tulisan,terutama pada ruangan
yang akan digunakan sebagai tempat
diskusi.
 Penerangan secukupnya.
 Memenuhi standar kesehatan seperti: MCK,
sirkulasi udara yang lancar, tidak terlalu

44
terpanas disiang hari dan tidak
menyebabkan peserta kedinginan di malam
hari.
b. Penjelasan job description dan sosialisasi
team DAD (KIC)
Penjelasan deskripsi tugas menyangkut
tanggung jawab panitia dan instruktur dilakukan
pada pertemuan pertama koordinasi awal.
Instruktur disamping memberikan penjelasan
menyangkut tugas dan wewenangnya, juga
memberikan rekomendasi kepada komisariat
pelaksana untuk menyusun kepanitiaan yang
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan DAD.
c. Penjelasan strategi DAD
Dalam koordinasi awal instruktur sudah
menjelaskan secara terperinci kepada panitia tentang
keseluruhan strategi DAD sampai ke masalah
pemberian konsumsi.

45
d. Penyerahan kelengkapan awal DAD Instruktur-
panitia
Penyerahan kelengkapan awal DAD berupa
DRH, pre test serta hal-hal yang harus dipersiapkan
oleh panitia.
e. Koordinasi (Instruktur-instruktur)
Hal-hal yang dibicarakan dalam koordinasi ini
adalah pembagian tugas Master Of Training (MOT),
Imam Of Training (IOT), Observer, Instruktur.
 Master Of Training (MOT) memiliki tugas dan
tanggung jawab mengkoordinasikan seluruh
elemen-elemen yang ada dalam DAD mulai
dari panitia, instruktur hingga peserta.
Menentukan sebuah kebijakan darurat yang
mungkin harus diambil dalam pelaksaan
dengan pertimbangan yang muncul dari rapat
koordinasi panitia dan team instruktur.
 Imam Of Training (IOT) bertanggungjawab
terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual
peserta, instruktur, panitia (menentukan imam
shalat, kultum, tadarus, azan, dll) sesuai
dengan majlis tarjih.
46
 Instruktur yang akan diterjunkan memiliki
perbandingan 1 : 5. Artinya, satu orang
instruktur menaungi 5 orang peserta.
 Observer sesuai namanya, secara umum adalah
melakukan pengamatan terhadap keseluruhan
sistem yang sedang berjalan dan secara khusus
melakukan pengamatan terhadap dinamika
kelas dengan menggunakan perangkat
observasi yang telah dipersiapkan sebagai alat
untuk melakukan pemetaan secara kasar
terhadap potensi kader.
- observer keliling : melakukan pengamatan
terhadap keseluruhan sistem yang sedang
berjalan.
- observer kelas : melakukan pengamatan
dinamika kelas dengan menggunakan
perangkat observasi yang telah disiapkan.

f. Penyusunan Naskah Program dan Manual Acara


Pembuatan naskah program meliputi langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Penentuan Tema
47
Tema DAD erat kaitannya dengan
kebutuhan visi dan misi yang ingin dicapai oleh
komisariat dari pelaksanaan DAD tersebut, ini
menjadi tujuan khusus DAD disamping tujuan
umum yang baku (ideologisasi nilai nilai ikatan).
Visi dan misi yang diusulkan oleh komisariat ini
menunjukkan repesentasi karakteristik dan
kekhasan masing-masing komisariat.
2. Penentuan Materi
Penentuan materi :
- (contoh tema : menciptakan kerangka berfikir
kader yang kritis, progresif dan revolusioner).
Cara penentuannya adalah dengan
mengajukan sebuah pertanyaan : materi apa
yang kira-kira bisa membuat orang memiliki
kualitas berpikir yang kritis, progresif dan
revolusioner ?
- Untuk menjawab ini diperlukan diskusi antar
instruktur yang dilakukan secara matang dan
dengan rasionalisasi yang logis.
3. Penentuan target dan indikator

48
Dalam penyusunan naskah program
menggunakan bahasa yang mudah, spesifik, tidak
abstrak (seperti : perubahan paradigma,
peningkatan religiusitas,dsb) terutama pada
penentuan target.
4. Penentuan pemateri
Pemateri
- Penentuan pemateri melewati diskusi dan
pertimbangan-pertimbangan matang
instruktur mengenai kualitas pemateri yang
akan diundang dan bukan hasil inisiatif
seseorang .
5. Penentuan alur materi
Alur penyampaian materi memiliki dua syarat
yang harus dipenuhi, yaitu :
 Materi harus dengan fase-fase yang berlaku
dalam training (pendobrakan, rehabilitas dan
pembinaan)
 Materi bersifat terstruktur secara kronologis
(misal: materi ke IMM-an diberikan setelah
materi kemuhammadiyahan)

49
6. Penyusunan Manual acara
Manual acara berdasarkan standar yang
telah kita tentukan adalah meliputi keterangan
tanggal/bulan/tahun, jam pelaksanaan, nama
kegiatan, penanggungjawab acara tersebut.
g. Sistem observasi
Setelah membuat naskah program, instruktur
mulai menyiapkan peralatan observasi yang
terdiri dari :
 Naskah program
 Pre-test
 Daftar riwayat hidup
 Lembar kepribadian
 Catatan khusus
 Lembar komunikasi
 Lembar perizinan
 Sosiogram
 Lembar catatan penyakit peserta
 Lembar akumulasi catatan perkembangan
peserta
 Lembar post test

50
 Lembar komitmen/ikrar
 Lembar motivasi
 Lembar manajemen waktu
 Lembar kontrol materi
Catatan semua lembaran kerja diatas
menggunakan kertas dengan ukuran dan jenis
yang sama misalkan berukuran A4.
1. Mekanisme Observasi Awal
 Setelah bersama-sama dengan instruktur
lainnya menyelesaikan naskah program,
observer kemudian menyiapkan pre-test yang
terdiri dari seluruh materi inti.
 Pre-test tersebut berserta daftar riwayat hidup
dan lembar kepribadian disampaikan ke
komisariat yang bersangkutan untuk
dilengkapi.
 Jarak penyampaian berkas dilakukan pada
koordinasi pertama instruktur dan panitia.
 Pengumpulan berkas paling lama 2 hari
sebelum pelaksanaan DAD dimulai. Untuk itu,
dalam koordiansi panitia pelaksana dari

51
komisariat, informasi ini harus dipastikan dan
tidak ada toleransi bagi peserta yang belum
melengkapi berkas berkas tersebut, karena hal
itu mengacaukan sistem observasi awal.
 Setelah berkas masuk, observer kemudian
melakukan klasifikasi observasi menjadi :
a. Kategori peserta (pengalaman organisasi
dan training)
b. Pembagian lokal peserta ( dengan
memasukan nama nama peserta dalam
lembar sosiogram )
c. Motivasi peserta
d. Jenis penyakit khusus yang diderita
peserta ( untuk rekomendasi bagi peserta
dan instruktur )
e. Kondisi peserta pra-materi
f. Lembar kepribadian
g. Lembar manajemen waktu
2. Observasi Lanjut :
 Berkaitan dengan pencatatan dinamika peserta
dalam sosiogram, pengisian catatan khusus dan

52
lembar komunikasi, serta pengamatan
pelaporan seluruh sistem yang sedang berjalan.
 Instruktur dan observer harus mencari waktu
untuk menghafalkan nama-nama peserta dalam
kelompoknya, selambat-lambatnya sebelum
acara, makan bersama peserta dilaksanakan.
 Observer kelas dan observer keliling
melaporkan hasil observasinya kepada
koordinator observer yang selanjutnya akan
dibawa kepada koordinator observer untuk
dilaporkan dalam koordinasi instruktur dan
panitia.
 Lembar kontrol materi diberikan kepada
peserta diisi sebelum materi berakhir
 Dalam rapat koordinasi, observer harus
melaporkan kepada forum instruktur – panitia
tentang perkembangan yang terjadi. Secara
spesifik, ini bisa menyangkut pencapaian target
per-materi, dinamika peserta, kinerja panitia
dan peran yang telah dijalankan instruktur di
dalam kelas.

53
 Mekanisme perijinan dipegang sepenuhnya
oleh master of training dan wajib diisi bagi
seluruh peserta, panitia dan instruktur yang
akan meninggalkan prosesi training. Kecuali
bagi panitia yang memiliki tugas dengan
mobilitas tinggi.
3. Observasi Akhir:
 Observasi akhir dimulai dengan memberikan
lembar post test pada peserta dengan
menggunakan soal yang sama pada pre-test.
 Seluruh peserta harus melengkapi lembar
kepribadian dan mengerjakan Post-Test dengan
tidak diperkenakan membuka catatan ataupun
mencontek teman sebelahnya, karena berkaitan
dengan penilaian daya tangkap peserta.
 Selanjutnya seluruh observer (dengan sistem
persidangan juga) “menterjemahkan”
sosiogram pada kolom perkembangan peserta,
grafik perkembangan personal dan grafik
perkembangan lokal serta penilaian post-test
materi, untuk secara bersama-sama (dengan

54
kesimpulan sosiogram), dijadikan standar nilai
pada “syahadah” dan landasan depkripsi
peserta dalam menentukan prospek.

VI. Lain-lain
Segala hal yang belum diatur dalam SOP
ini akan ditetapkan kemudian sesuai dengan
kebutuhan.

Ditetapkan di : Cirendeu
Tanggal : 14 Mei 2017

Mengetahui,
Ketua Sekretaris
Bidang Kader Bidang Kader

Ardyansyah Cucum Sumiati A

55
VISI DAN MISI

KETUA UMUM PC IMM


CIRENDEU

PERIODE 2016/2017

VISI :
Membumikan Gerakan Intelektual
Progresif Demi Terwujudnya IMM yang
Berkemajuan
MISI :
- Mewujudkan ghirah ukhuwah dan
kekeluargaan dalam berorganisasi dan
serta dapat mempertahankan eksistensi
organisasi .

- Mengembangkan bakat dan atau potensi


serta pemikiran kader, sehingga
terwujudnya kualitas dalam diri kader .

- Mempertegas sistem perkaderan


yang di jalankan oleh seluruh

56
komisariat yang ada di lingkup
cabang cirendeu.

- IMM menjadi panutan sebagai basis


kajian dan menjadi pelopor
pergerakan mahasiswa .

- Mengambil peran dan langkah


konkrit dalam menjawab
permasalahan social
kemasyarakatan.

- Memperkuat karakter kepemimpinan


kader.

- Menguatkan pola komunikasi


organisasi (struktural dan kultural) yang
intensif di lingkungan IMM cabang
cirendeu.

- Membangun jaringan serta menjalin

57
hubungan eksternal dengan berbagai
pihak yang mendukung perjuangan
IMM.

BIDANG KADER

PC IMM CIRENDEU INTELEKTUALITAS


PERIODE 2016/2017

Target perkaderan :
1. Kader memiliki kemampuan intelektual sesuai
dengan pedoman yang ada agar sesuai dalam
berfikir dan bertindak
2. Terwujudnya kader yang intelektualitas yakni
mampu menerapkan nilai-nilai intelektual-nya
dalam setiap aktivitas organisasi maupun
keseharian, sehingga dalam aktivitas organisasi
diarahkan pada penguatan nilai-nilai intelektual.
3. Terwujudnya kader yang memiliki jiwa

58
intelektual dan kepekaan dalam menganilisis
realitas social yang ada di sekitar lingkungan-
nya.

59
Desain Perkaderan
 Pra Perkaderan :
1. Observasi :
- Minat
Sejauh mana minat calon seorang kader
dalam melihat kegiatan kegiatan perkaderan
- Pengenalan
Seberapa eksistensi organisasi perkaderan
dalam memperkenalkan para calon kadernya
 Pelaksanaan :
1. Realita Sosial/ Menganalisis Masalah :
- Kurangnya minat calon kader dalam
berorganisasi
- Kurangnya eksistensi dalam pengenalan
organisasi
- Kurangnya pemahaman keorganisasian
secara mendasar

2. Tujuan :
- Meningkatkan jiwa keorganisasian dalam diri
kader

60
- Memperkenalkan eksistensi organisasi secara
general
- Memberi pemahaman organisasi secara
terstruktur

3. Tema :
Tema yang kita ambil adalah dari sebuah analisis
dan tujuan yang akan dijadikan suatu tema besar
dan pencapaian suatu perkaderan yang kita
jalankan .

4. Alur :
- Materi
- Metode
- Falsafah

5. Output :
Pencapaian hasil perkaderan
 Pasca perkaderan :
1. Follow up :
BPH wajib membantu dan mengkoordinir untuk

61
mengarahkan pembentukan jiwa loyalitas.
2. RTL :
Dari pemikiran teman teman peserta

62
Tujuan IMM

Lahap garap/ Trilogi IMM :


- Keagamaan
- Kemahasiswaan
- Kemasyarakatan

Pola perkaderan
IMM Cabang
Cirendeu

Trikopetensi Dasar IMM :


- Religiusitas
- Intelektualitas
- Humanitas

Profil Kader Ikatan

63
MUATAN MATERI
1. Masta
Materi :
- Semangat berislam dan berorganisasi
(landasan Alquran surat ali Imran ayat 104)
- Pengenalan IMM, khususnya di tingkat
komisariat
- Pengenalan muhammadiyah
- Pengenalan Dunia Kemahasiswaan

2. DAD

64
65
No Materi Sub Materi
 Pemaknaan Syahadatain
- Pengertian Syahadatain
- Makna dan urgensi syahadatain
ditinjau dari segi bahasa
- Hubungan syahadahtain dengan
habluminallah, habluminnannas, dan
hablumminalalam
- Berbagai konsekuensi syahadatain dan
1 Al- Islam Ideologi realisasinya dalam kehidupan
 Tauhid
- Sejarah ilmu tauhid
- Pengertian tauhid
- Fungsi akal dan wahyu
 Tauhid sebagai pandangan hidup muslim
66
No Materi Sub Materi
- Kh. Ahmad dahlan dan
gerakan pembaharuan
islam di Indonesia
- Landasan normatif dan
historis berdirinya
muhammaiyah
- Identitas gerakan
muhammadiyah
2 Kemuhammadiyahan Ideologi - Peran muhammadiyah
dalam konteks kebangsaan
- Sejarah perumusan
muqadimah ADM dan
MKCHM
- Matan muqadimah ADM
dan MKCHM
- Kontekstualisasi
muqadimah ADM dan
MKCHM
67
No Materi Sub Materi
- Sejarah kelahiran IMM
- Filosofi dan makna atribut IMM
- Perjuangan IMM dari masa ke masa
- Imm dalam konteks kekinian
- Landasan normatif kelahiran IMM
- Landasan filosofis gerakan intelektual IMM
- Enam penegasan IMM
- Identitas IMM
3 Ke IMMan Ideologi - Nilai Dasar IKatan
- Kontekstualisasi ideologi gerakan IMM
- Konsep kepemimpinan
- Kepemimpinan dalam IMM (struktur)
- AD/ART IMM
- Filsafat
68
No Materi Sub Materi
- Sejarah ilmu
Wawasan,
4 Filsafat - Sumber-sumber ilmu pengetahuan
Kapita Selekta - Batasan ilmu-ilmu pengetahuan
- Fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan
69
No Materi Sub Materi
- Ansos
5 Terapan - Managemen Aksi
- Terapan
- Managemen diri
- Managemen konflik
AL ISLAM
A. Pengertian

Kata ‘di:n berasal dari kata’da:na – yadi:nu yang berarti


cara, peraturan, undang-undang, taat dan patuh,
pembalasan, perhitungan dll. Sedangkan kata Islam
berasal dari kata kerja ‚‘aslama – yuslima – isla:man‘
yang berarti berserah diri, atau dari kata salima yang
berarti selamat, sejahtera atau damai.

Dengan demikian dienul islam ialah agama yang


menentukan manusia untuk berserah diri kepada Allah
SWT, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup
manusia, menciptakan perdamain antara sesama
manusia.

Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW


merupakan ajaran hidup yang sempurna, mencakup dan
sangat kompleks, namun tetap sederhana dan diletakkan
pada posisi yang serasi dan berkeseimbangan dalam
segala aspeknya.

70
B. Manusia dan Agama

Manusia sejak berada di alam arwah telah ditanamkan


benih iman, kepercayaan dan penyaksian (syahadah)
terhadap keberadaan Allah SWT. (QS. Al A’raf: 172).

Manusia adalah makhluk bertuhan atau homo divinan.


Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai
naluri termasuk didalamnya naluri bertuhan, naluri
agama, yakni agama Islam. Fitrah bertuhan ini akan
bertambah kokoh manakalah ditunjang dengan
pengembangan daya nalarnya untuk membaca ayat-ayat
Allah SWT yang berupa ayat kauniyah.

C. Pengertian Tauhid
Tauhid berasal dari kata wahada – jahhidu - tauhid,
artinya menjadi satu, manunggalkan, dan maniadakan
bilangan darinya.
Dalam agama Islam Kalimat Tauhid “laa ilaa haa
illallah” marupakan ajaran yang menempati posisi kunci
atau sentral. Kalimat Ilah mengandung arti “Yang
Berhak Disembah” yaitu dari segi kebesaran, keagungan,

71
dan dan ketinggian derajat-Nya layak untuk disembha
oleh manusia dimana mereka menundukkan kepala
dalam beribadah.
Jadi Tauhid berarti mengesakan atau menunggalkan
Allah SWT sebgai satu-satunya pencipta, penguasa, dan
pengatur alam semesta beserta isinya. Beriman kepada
Allah SWT atau mentauhidkan Allah SWT baru dapat
dikatakan sempurna kalau didalamnya terdapat tiga
prinsip yang bulat dan padu yaitu: menyakini dalam hati
(tasdi:qun bi al-qalbi), diikrarkan dengan ucapan atau
lisan (iqra:run bi al-lisa:ni) dan diamalkan dengan
tindakan yang konkret dan real (almalun bial al-
jana:ni)dalam kehidupan sehari hari
D. Unsur-unsur Tauhid
Unsur tauhid yang terkandung dalam pengertian yang
objektif dan proporsional ada tiga yakni: Tauhid
Rubuhiyah, Tauhid Mulkiyah, Tauhid uluhiyah.
1. Tauhid Rubuhiyah
Berarti kesadaran dan keyakinan bahwa Allah_Lah
satu-satunya Dzat yang menciptakan serta mengatur
alam semesta dengan seluruh isinya (Rabbul ’alamin.

72
Allah adalah satu-satunya Dzat yang mencipta,
mengasuh, memelihara, dan mendidik umat Manusia.
(Rabbun-Nas)
2. Tauhid Mulkiyah
Berarti mengimani dan mengakui Allah sebagai satu-
satunya Dzat yang menyandang nama dan sifat-sifat
kemuliaan sebagaimana tercermin dalam
asmaul:husna’yang salah satu di antaranya adalah
Allah bersifat Ma:lik,Raja diraja pemilik dan
penguasa seluruh jagad raya.
3. Tauhid Uluhiyah
Mentauhidkan Allah tidak cukup sekedar menyakini
dan mengakui bahwa Allah satu- – satunya dzat yang
mencipta,memelihara serta pemilik tunggal terhadap
alam semesta dengan segala isinya. Pengakuan
terhadap Keberadaan Allah SWT harus disertai
dengan adanya perubahan sikap hidup. Dan
mentauhidkan Allah yang dapat melahirkan
perubahan sikap hidup secara total
Menurut Ibnu Taimiyah yang dimaksud dengan
tauhid Uluhiyah adalah Dzat yang dipuja dengan

73
penuh kecintaan hati. Tunduk kepada_Nya, tempat
berpasrah diri ketika berada dalam kesulitan.
E. Kosentrasi pernyataan La Ilaha illah Allah
Pernyataan la ila ha illah Allah pada hakekatnya
mengandung empat sikap sebagai konsekuensinya yaitu :
a. Tidak ada yang dipertuhankan yang berhak di cintai
kecuali hanya cinta kepada Allah semata.
b. Tidak ada sesuatu yang dipertuhankan yang berhak
ditakuti kecuali hanya takut kepada Allah semata.
c. Tidak ada sesuatu yang dipertuhankan yang berhak
ditaati kecuali hanya taat kepada Allah semata.
d. Tidak ada sesuatu yang dipertuhankan yang berhak
diagungkan dan disembah kecuali hanya menyembah
dan mengabdikan diri kepada Allah semata.

F. Pengaruh tauhid dalam kehidupan


Tauhid bila diyakini dan dihayati secara sungguh –
sungguh akan melahirkan sikap hidup yang tegar,
konsisten (istiqamah), yang akan dapat merubah seluruh
hidupnya. Abu a’la maududi menemukan beberapa
macam pengaruh yang positif, antara lain :

74
Seseorang akan memiliki pandangan yang luas, karena ia
percaya bahwasanya allah-lah yang memberikan rezeki
dan manusia hanya dapat beriktiar dan bertawakkal.
Akan melahirkan rasa bangga dan harga diri. Ia
mengetahui bahwa tidak ada yang memberi manfaat dan
mudharat kecuali allah dan tidak ada yang
menghidupkan dan mematikan kecuali Allah S.W.T
Manusia akan mengetahui dengan penuh keyakinan,
bahwa tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan
keberuntungan kecuali semata- mata dari
anugerahnya.Akan menumbuhkan rasa rendah diri pada
diri manusia karena ia memiliki keyakinan bahwa yang
berkuasa atas diri dan segala kemampuannya adalah
Allah SWT. Akan menumbuhkan sikap optimisme dan
jauh dari putus asa dan hilang harapan dalam keadaan
bagaimanapun juga karena ia beriman kepada yang
memiliki langit dan bumi.
G. Tauhid yang membebaskan
Ketika manusia memiliki keyakinan akan kekuasaan.
Keesaan, dan kebesaran Allah SWT terhadap segala
sesuatu baik yang ada dibumi maupun yang ada dilangit
maka ketundukan dan ketaatan seseorang hanya kepada

75
Allah SWT tidak lagi kepada penguasa, materi, nafsu
akan kekuasaan dan yang lainnya, manusia akan
terbebaskan dari segala bentuk belenggu dunia dan
hanya akan patuh kepada-Nya.
Tauhid membebaskan manusia dari penghambaan
kepada sesama manusia yang didasarkan kepada jabatan
kekuasaan, dan kedudukan dalam masyarakat. Sehingga
seorang hamba shaya, buruh, pembgantu,m tidak harus
merasa malu dan takut berhadapan dengan pejabat
negara, gubernur, bupati, konglomerat dan kyai dan
seluruh manusia memiliki derajat yang sama dihadapan
Allah SWT. Seseorang juga tidak harus berada dibawah
belenggu persepsi dan opini manusia yang lainnya
selama apa yang diucapkan dan dilakukan adalah benar
dalam pandangan Islam.
Tauhid juga membebaskan manusia dari cinta kepada
dunia. Keyakinan terhadapa kekuasaaan Allah bahwa
rezki sepenuhnya berada dalam kendali-Nya akan
membebaskan manusia dari perbudakan manusia atas
manusia karena tidak ada lagi manusia yang dengan
menjual harga dirinya, imannya bahkan keyakinan

76
kepada adapa saja dan siapa saja disebabkan oleh cinta
harta.
Nafsu dan kekuasaan adalah nafsu yang paling besar
dimilikin manusia selain nafsu sex. Serah telah
membuktikan manusia senantiasa ingin saling
menguasai, ingin mengontrol, memrintah, dan
menundukkan manusia yang lainnya dalam konteks yang
lebih besar nasfu kekuasaan ini dalam bentuk penjajahan
negara atas negara. Hanya tauhid yang mampu
membebaskan manusia dari belenggu nafsu kekuasaan.
Manusia dengan kenyakina akan kekuasaan dan
kebesaran Allah SWT tidak akan pernah melihat
kekuasaan sebagai alat untuk menindas, menguasai
bahkan membunuh orang lain. Kekuasaan bagi mereka
yang bertauhid adalah amanah alat untuk mengangkat
manusia dari kebodohan. Kesengsaraan, ketertindasan,
dan kezaliman manusia yang lainnya.
Maka dengan begitu tidak akan terjadi penindasan,
penyiksaan, pembunuhan manusia oleh manusia atas
nama negara, agama kelompok, dan suku tetapi yang ada
adalah perdamaian bagi semua.

77
H. Pengertian Syahadatain
Syahadatain terdiri dari syahadat tauhid dan syahadat
risalah. Syahadat tauhid (Asyhadu allaa Ilaa ha Illallah)
adalah pengakuan dan persaksian bahwa “Tidak ada
tuhan selain Allah”, dan syahadat risalah (Wa asyhadu
anna Muhammadan Rasulullah) adalah pengakuan dan
persaksian bahwa “Muhammad adalah utusan
Allah.”Kata Asyhadu secara etimologis berasal dari kata
syaha – da yang mempunyai tiga pengertian :
musyahadah (menyaksikan), syahadah (kesaksian) dan
half (sumpah). Antara ketiga pengertian tersebut terdapat
relevansi yang kuat, yaitu : seseorang akan bersumpah
bila dia memberi kesaksian, dan dia akan memberikan
kesaksian bila dia menyaksikan. Berdasarkan pengertian
tersebut maka syahadat seseorang (bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan selain Allah semata, dan sesungguhnya
Muhammad itu utusan Allah) harus mencakup ketiga
pengertian diatas :
- Musyahadah dengan hati dan pikiran
- Syahadah dengan lisan
- Half dengan menghilangkan segala keraguan.

78
Inti syahadah yang pertama (Asyhadu allaa Ilaa ha
Illallah) adalah beribadah hanya kepada Allah SWT
semata. Sedangkan inti dari syahadah yang kedua (Wa
asyhadu anna Muhammadan Rasulullah) adalah
menjadikan Rasulullah sebagai titik pusat keteladanan
(uswah hasanah) baik dalam hubungan dengan Allah
SWT secara vertikal maupun dalam hubungan dengan
manusia secara horisontal.

1. Urgensi seorang Muslim bersyahadat :


a. Pintu Masuk dalam Islam (Al-Madkhal ila Al-
Islam)
Jika seseorang memasuki ruang yang
tetrutup, dia memerlukan password atau kunci
untuk membuka pintunya. Demikian juga untuk
masuk Islam, seseorang harus terlebih dahulu
harus mengucapkan kalimat syahadatain (dua
syahadat), yaitu laa ilaaha illallah dan
Muhammadurrasuulullah, inilah kunci Islam itu.
Dengannya, seorang Muslim bisa mendapatkan
semua yang dijanjikan Allah SWT, baik berupa
diterimanya amal di dunia hingga pahala yang

79
melimpah ruah di akhirat kelak. Tanpa kunci itu,
semua amal –sebaik apapun dalam pandangan
manusia- tidak ada nilainya di hadapan Allah
SWT.

b. Konklusi Ajaran Islam (Khulaashah Ta’alim


Al-Islam)
Materi dua kalimat syahadat terdiri dari
dua prinsip. Pertama, pengakuan akan tiadanya
tuhan (ilah) selain Allah, dan kedua, pengakuan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kedua
prinsip ini mengandung dua konklusi ajaran
Islam, yang keduanya menjadi landasan bagi
diterimanya amal. Jika seorang Muslim
mengamalkan suatu amalan, baik itu berupa
ibadah mahdhah (khusus), seperti shalat, atau
ibadah amah (umum) seperti sedekah, maka
kedua landasan itu harus melekat padanya.
Pertama, ikhlas karena Allah dan kedua, sesuai
dengan petunjuk Rasulullah SAW.

80
c. Ikhlas Karena Allah SWT
Kalimat laa ilaaha illallah, mengandung prinsip
ikhlas. Demikian itu karena kata ilah, yang
umumnya diterjemahkan dengan “tuhan” ternyata
mengandung pengertian yang jauh lebih spesifik.
Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan arti kata “ilah”
dengan mengatakan, “Segala sesuatu yang
dicenderungi hati dengan seluruh perasaan cinta,
pengagungan, penghormatan, pemuliaan, rasa
takut, rasa harap, dan lainnya.” Maka kalimat laa
ilaaha illallah berarti tidak ada sesuatu yang
dicenderungi oleh hati dengan seluruh perasaan
cinta, kecuali Allah SWT. Dalam kalimat ini
terkandung hakikat ikhlas itu, di mana seseorang
hanya mengharapkan ridha dan pahala Allah
dalam beramal, sebelum mendapatkan berbagai
tujuan duniawi.

d. Mengikuti Petunjuk Rasulullah SAW


Kalimat syahadat yang kedua adalah
Muhammadurrasuulullah yang artinya
“Muhammad adalah utusan Allah.” Syahadat

81
kedua ini juga mengandung prinsip dasar ajaran
bahwa Muhammad SAW adalah ikutan dan
rujukan dalam praktik ibadah kepada Allah SWT,
karena beliaulah wasiithah (perantara) yang
menghubungkan umat manusia dengan Allah
SWT. Untuk dapat menegakkan prinsip ini,
seorang Muslim harus ittiba’ (mengikuti)
petunjuk Rasulullah dalam setiap gerak dan
amalannya. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah
aku…” (QS. Ali Imran : 31)

2. RUKUN SYAHADAT AIN


a. Rukun syahadat tauhid (Laa ilaaha illallah)
Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun: An-
Nafyu atau peniadaan: “Laa ilaha” membatalkan
syirik dengan segala bentuknya.

Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan


bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali
Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan

82
konsekuensinya. Makna dua rukun ini banyak
disebut dalam ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” [Al-
Baqarah: 256]
Firman Allah, “siapa yang ingkar kepada
thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha” rukun
yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan
beriman kepada Allah” adalah makna dari rukun
kedua, “illallah”. Begitu pula firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Ibrahim alaihis
salam : “Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri
terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku
menyembah) Tuhan yang menjadikanku ”. [Az-
Zukhruf: 26-27]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
“Sesungguhnya aku berlepas diri” ini adalah makna
nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan
perkataan, “Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang

83
menjadikanku”, adalah makna itsbat (penetapan)
pada rukun kedua.

b. Rukun Syahadat Risalah (Muhammad


Rasulullah)
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu
kalimat “‘abduhu wa rasuluh (hamba dan
utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath
(berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada
hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk
yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia
ini, di sini artinya hamba yang menyembah.
Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan
dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia
lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas
orang lain. Beliau hanya memberikan hak ubudiyah
kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh
manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai
basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi
peringatan). Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu

84
‘alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan
ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.

3. APLIKASI MAKNA SYAHADATAIN DAN


IMPLIKASINYA
Syahadatain memiliki makna yang sangat luar biasa
bagi umat islam, karena beberapa hal :
a. Pintu Masuk dalam Islam
Diterimanya iman dan amal seseorang adalah
dengan pernyataan syahadatain. Tanpa
mengucapkan kalimat syahadat maka amal yang
dikerjakan bagaikan abu atau fatamorgana yang
terlihat tapi tidak ada. Karena ia adalah pembeda
antara keimanan dan kekufuran. Allah berfirman
dalam. “Dan Kami menghadap kepada apa yang
mereka telah kerjakan dari amal (baik), lalu Kami
jadikan dia debu yang berterbangan.” (QS 25:23)
Kesempurnaan iman seseorang bergantung
kepada pemahaman dan pengamalan syahadat.
Pada dasarnya setiap manusia telah mengakui
Allah sebagai Tuhan mereka ketika di dalam

85
rahim, Allah berfirman : “Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”. (QS 7:172). Pengakuan atas
keesaan Allah SWT ini perlu disempurnakan di
dunia dengan mengucapkan, memahami dan
melaksanakan syahadatain sesuai dengan ajaran
Islam.

b. Intisari Ajaran Islam


Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung
kepada pemahaman pada syahadatain. Ketika
seorang memahami makna syahadat dengan
benar dan mengetahui tuntutan syahadat itu,
sesungguhnya ia telah memahami intisari ajaran

86
islam. Karena di dalam dua kalimat sederhana ini
mengandung tiga hal penting.

Pertama : Pernyataan Laa Ilaaha illa Allah


merupakan penerimaan penghambaan
kepada Allah SWT saja. Wujud
penyerahan diri seorang hamba hanya
kepada Allah saja yang menciptakan
manusia. Allah berfirman : “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah
Ku”. (QS 51:56)
Kedua : Pernyataan Muhammad Rasulullah
merupakaan pengakuan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah,
teladan dan panutan dalam mengikuti
aturan Allah. Sebagaimana firman
Allah: “Sesungguhnya telah ada pada
diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan

87
(kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah..” QS 33:21.
Ketiga : Penghambaan kepada Allah SWT
meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia
mengatur hubungan manusia dengan
Allah SWT, dengan dirinya sendiri dan
dengan masyarakatnya. Seluruh
aktifitas hidup manusia secara individu,
masyarakat dan negara mesti ditujukan
mengabdi kepada Allah SWT saja.
Allah berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan)
ini adalah jalanKu yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalanNya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu bertakwa.” QS 6:153

88
c. Dasar Perubahan
Syahadatain mampu merubah manusia dalam
aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan
hidupnya. Perubahan meliputi berbagai aspek
kehidupan manusia secara individu maupun
masyarakat. Ada perbedaan penerimaan
syahadat pada generasi pertama umat
muhammad dengan generasi sekarang.
Perbedaan tersebut disebabkan pemahaman
terhadap makna syahadatain secara bahasa dan
pemaknaan, serta sikap konsisten terhadap
syahadat tersebut dalam pelaksanaan ketika
menerima maupun menolak.
Umat terdahulu langsung berubah ketika
menerima syahadatain. Sehingga mereka yang
tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur
menjadi beriman, yang bergelimang dalam
maksiat menjadi takwa dan ahli ibadah, yang
sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang
tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan
AllahSWT.

89
Perubahan individu contohnya terjadi pada
Mush’ab bin Umair yang sebelum mengikuti
dakwah Rasul merupakan pemuda yang paling
terkenal dengan kehidupan glamour di kota
Mekkah. Tetapi setelah menerima Islam, ia
menjadi pemuda yang sederhana, sebagai dai
Rasul untuk kota Madinah. Yang kemudian
syahid pada peperangan Uhud.
Beberapa reaksi masyarakat Quraisy terhadap
kalimat tauhid sangat beragam. Mereka yang
menggunakan akalnya akan dapat mudah
menerima kalimat tauhid tetapi sebaliknya
mereka yang menggunakan hawa nafsu serta
adanya berbagai kepentingan akan menyulitkan
mereka memahami kalimat tauhid. Allah
berfirman : “Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha
illa Allaah (Tiada Tuhan melainkan Allah)
mereka menyombongkan diri dan mereka
berkata: “Apakah sesungguhnya kami gila?”
Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang

90
membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-
rasul sebelumnya.” (QS 37:35-37)

91
KEMUHAMMADIYAHAN

A. Sejarah Kelahiran
Muhammadiyah menurut bahasa dari kata
Muhammad dan Iyah. Muhammad berarti Nabi dan
Rasul terakhir sedangkang Iyah berarti pengikut, jadi
Muhammadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad.
Sedangkan menurut istilah berarti sebuah Ormas Islam
atau organisasi Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada
tanggal 18 November 1912 M atau betepatan dengan
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H di Kampung Kauman.
Yogyakarta. Latar belakang kelahiran Muhammadiyah
secara garis besar disebabkan oleh 2 hal yakni; faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah realitas
umat Islam pada masa itu yang tidak menjalankan agama
Islam secara utuh dan murni sehingga tidak lagi terlihat
dengan Al Qur’an dan Al Hadits, yang terlihat adalah
praktek TBC (Takhayul, Bid’ah dan Khurafat) nasib
rakyat Indonesia yang tertindas dan mengalami

92
kemisknan dan pembodohan sistemik oleh Pemerintah
Belanda pada masa itu.
Maka KH. Ahmad Dahlan setelah melakukan
kontemplasi – perenungan – dan pembacaan terhadap
realitas umat yang tidak sesuai dengan nafas/ajaran
Islam yang membebaskan manusia dari ketertindasan
dan pembodohan ia kemudian berinisiatif untuk
membentuk organisasi yang bertujuan untuk
mengajarkan kepada umat islam agar menjalankan
agama Islam secara benar dan murni sekaligus
membantu masyarakat lepas dari ketertindasan dan
memberikan sumbangan ide, pemikiran dan bantuan
nyata untuk mencerdasarkan masyarakat.

B. Landasan berdirinya Muhammadiyah

1. QS. Al Imran : 104


Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; [1] merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS. Al Imran: 104)

93
2. QS. Al Maun
Artinya:
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama
?,
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya,
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
[1] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita
kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan
yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[2] Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak
untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk
mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.
[3] Sebagian Mufassirin mengartikan: enggan
membayar zakat.

94
C. Tujuan Muhammadiyah
Berdasarkan Anggaran Dasar Bab II Pasal 2
menyebutkan bahwa tujuan Muhammadiyah adalah:
“Menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran agama Islam
sehingga terwujudnya masyrarakat Islam yang sebenar-
benarnya yang berlandaskan alquran dan asunnah”.

D. Visi dan Misi Muhammadiyah


Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang
berlandaskan al Qur’an dan al Hadist dengan watak
TAJDID yang dimiliki senantiasa Istiqamah dan aktif
dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar di segala bidang. Sehingga menjadi rahmatan lil
alamin, bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan
menuju terciptanya masyarakat utama yang di ridhoi
Allah SWT dalam kehidupan ini.
Misi
Muahammadiyah seabagai gerakan Islam dan Dakwah
amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi yang mulia
dalam kehidupan yaitu:

95
1. Menegakkan keyakinan TAUHID yang murni sesuai
dengan ajaran Allah SWT, yang dibawa oleh Rasul-
Nya.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal
fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan yang bersifat duniawi.
3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber
pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
4. Mewujudkan amalan Islam dalam kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat.

E. Jenjang Struktural Organisasi

Muhammadiyah memiliki jenjang struktural organisasi


sebagai berikut:
1. Pimpinan Ranting berkedudukan di Kelurahan
2. Pimpinan Cabang berkedudukan di Kecamatan
3. Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di Kota
atau Kabupaten
4. Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di
Provinsi

96
5. Dewan Pimpinan Pusat berkedudukan di Jakarta
dan Yogyakarta (Nasional)

F. Organisasi Otonom Muhammadiyah


Organisasi Otonom disingkat ORTOM adalah organisasi
yang berada dibawah naungan Muhammadiyah namun
diberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Ortom Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1. ‘Aisyiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiatul ‘Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
6. Hizbul Wathan (HW)
7. Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM)

G. Identitas Gerakan Muhammadiyah


Identitas Muhammadiyah adalah ciri-ciri atau sifat-sifat
khusus yang dimiliki dan melekat pada Muhammadiyah,
yang menunjukkan keunikan Muhammadiyah, dan
membedakannya dengan organisasi lain. Ciri-ciri itu
merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang tumbuh,

97
hidup dan berkembang dalam kehidupan
Muhammadiyah.

Ciri-ciri khusus yang berbeda, selain memiliki kesamaan


dengan organisasi lain, perlu dibahas dan
disosialisasikan untuk dapat memahami dengan baik apa
sesungguhnya hakekat Muhammadiyahi itu. Pembahasan
dan sosialisasi identitas Muhammadiyah, menurut
Haedar Nashir, bukan dimaksudkan untuk secara
berlebihan menonjolkan atau membangga-banggakan
keunggulan Muhammadiyah, seraya memposisikan
organisasi lain di bawah Muhammadiyah. Juga tidak
dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap fanatik
butaserta memperlebar jarak antara Muhammadiyah
dengan organisasi lain, yang menjurus timbulnya
perpecahan. Pembahasan dan sosialisasi identitas
Muhammadiyah dimaksudkan untuk lebih mengenal
keperibadian dan cirri-ciri Muhammadiyah dibandingkan
dengan organisasi lain. Bagi warga, aktivis dan pimpinan
Muhammadiyah, pengenalan terhadap identitas
Muhammadiuyah ini akan menumbuhkan kecintaan dan

98
kebanggaan, yang pada gilirannya akan melahirkan
komitmen yang tinggi kepada Muhammadiyah.

Pengenalan identitas Muhammadiyah sangat diperlukan,


mengingat kondisi internal Muhammadiyah dewasa ini,
yang dilihat dari sisi ideologis masih memprihatinkan,
disamping secara eksternal Muhammadiyah juga
menghadapi berbagai tantangan yang perlu disikapi
dengan tepat, sehingga eksistensi dan keberlangsungan
Muhammadiyah dapat dipertahankan.

Substansi identitas Muhammadiyah dijumpai dalam


berbagai pokok pikiran formal, baik yang bersifat
ideologis maupun strategis, seperti Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Keperibadian
Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah,
Khittah Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Muhammadiyah dan sebagainya. Dari pokok
pikiran-pokok pikiran tersebut, Haedar Nashir
menyimpukan, bahwa identitas dan karakter
Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut :

99
Pertama, Muhammadiyah adalah Gerakan Islam,
Dakwah Amar makruf nahi munkar dan tajdid, berasas
Islam, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dengan tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.

Kedua, dalam beragama, Muhammadiyah selalu


memperlihatkan sikap wasathiyah (tengahan) dan tidak
ghulul (ekstrim), dengan tetap istiqamah pada prinsip-
prinsip Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan As
Sunnah yang shahihah/maqbulah serta mengembangkan
akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam.

Ketiga, Muhammadiyah memandang Islam sebagaai


agama yang berkemajuan (Dinul hadharah) dan
mengandung kesatuan yang utuh, menyangkut aspek-
aspek aqidah, ibadah, akhiaq dan mu’amalah
dunyawiyah, tanpa memandang satu aspek lebih penting
dari yang lainnya, serta mewujudkannya dalam
kehidupan peribadi, keluarga, dan masyarakat melalaui
dakwah yang terus menerus. Keempat, pandangan

100
Muhammadiyah tentang tajdid atau pembaharuan
cenderung seimbang antara pemurnian (purifikasi) dan
pembaruan/pengembangan (modernisasi, dinamisasi).

KE-IMM-AN

IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah


organisasi mahasiswa Islam di Indonesia yang memiliki
hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah
dengan kedudukan sebagai organisasi otonom. Memiliki
tujuan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak
mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Keberadaan IMM di perguruan tinggi
Muhammadiyah telah diatur secara jelas dalam qoidah
pada bab 10 pasal 39 ayat 3: "Organisasi Mahasiswa
yang ada di dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah
adalah Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM)”. Sedangkan di kampus
prguruan tinggi lainnya, IMM bergerak dengan status
organisasi ekstra-kampus sama seperti Himpunan
Mahasiswa Islam mapun KAMMI dengan anggota para

101
mahasiswa yang sebelumnya pernah bersekolah di
sekolah Muhammadiyah.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
didirikan di Yogyakarta pada tangal 14 Maret 1964,
bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H.
Dibandingkan dengan organisasi otonom lainya di
Muhammadiyah, IMM paling belakangan dibentuknya.
Organisasi otonom lainnya seperti Nasyiatul `Aisyiyah
(NA) didirikan pada tanggal 16 Mei 1931 (28 Dzulhijjah
1349 H); Pemuda Muhammadiyah dibentuk pada tanggal
2 Mei 1932 (25 Dzulhijjah 1350 H); dan Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM, yang namanya diganti menjadi
Ikatan Remaja Muhammadiyah [IRM]) didirikan pada
tanggal 18 Juli 1961 (5 Shaffar 1381 H).
Setelah melewati periode pergolakan dan
pemantapan serta pengembangan, pada tahun 1975-1985
IMM berada dalam periode tantangan. Dalam periode ini
Muktamar IV IMM di Semarang (21-25 Desember
1975), menghasilkan Zulkabir sebagai Ketua Umum;
dan M. Alfian Darmawan sebagai Sekjen. Dalam periode
ini IMM sebetulnya tidak menghadapi konflik atau
tantangan yang berarti, yang menyebabkan organisasi ini

102
mengalami stagnasi. Namun persoalannya terletak pada
terjadinya kevakuman kepemimpinan di tingkat nasional
(DPP IMM) selama lebih kurang satu dasawarsa. Selama
periode ini di tingkat DPP tidak terjadi suksesi dan
regenerasi kepemimpinan, atau dengan kata lain tidak
terselenggara musyawarah nasional atau muktamar, yang
seharusnya berlangsung pada tahun 1978.
Kevakuman dan terjadinya kemandegan IMM di
DPP ini menimbulkan keprihatinan dan keheranan bagi
banyak pihak, khususnya di kalangan Muhammadiyah
dan ortomnya. Pada tahun 1983, H.S. Prodjokusumo
misalnya menanggapi masalah ini dalam tulisannya
IMM Bangkitlah. Kemudian dengan nada menyindir dan
dalam gaya personifikasi tanpa bisa menutupi
kekecewaannya tehadap IMM, Umar Hasyim menulis :
"Merenungi sejarahmu, kita jadi heran, ketika sejak
Muktamar ke-4 tahun 1975 itu anda dengan lelapnya
tidur nyenyak selama sepuluh tahun, karena pada bulan
April 1986 engkau baru berhasil bermuktamar dan
memilih kepengurusan DPP lagi. Sungguh luar biasa
sekali, suasana dunia dimana anda berada ini demikian
gegap gempitanya, tetapi anda bisa lelap tidur." Namun

103
demikian, kendati di tingkat DPP terjadi kevakuman,
justru di bawahnya IMM tetap eksis dan bergerak.
Aktivitas kegiatan, program kerja, dan kaderisasi di
tingkat bawah itu terus berjalan. Kevakuman DPP IMM
tidak memengaruhi aktivitas IMM di Daerah, Cabang,
dan Komisariat. Identitas IMM ternyata begitu kuat
melekat pada jiwa para pimpinan dan kader IMM di
bawah.
Di level bawah IMM masih tetap tumbuh subur.
Meski berada dalam periode tantangan, IMM masih tetap
berusaha untuk melahirkan ide dan gagasan
pemikirannya. Di antara ide dan gagasannya itu adalah
mengenai perlunya Menteri Negara Urusan Pemuda. Ide
dan gagasan pemikiran tersebut berangkat dari latar
belakang kemahasiswaan dan kepemudaan yang tidak
mempunyai saluran yang semestinya. Untuk itulah IMM
mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk
mengangkat seorang Menteri Negara Urusan Pemuda
yang menyelenggarakan dan membina komunikasi
dengan seluruh eksponen generasi muda. Kemudian,
ketika terjadi Keputusan 15 November 1978 (KNOP 15),
IMM mengusulkan perlunya pengendalian dan

104
pengarahan konsumsi masyarakat. Hal ini mengingat
telah terjadinya bentuk konsumsi yang non-esensial dan
tidak produktif. Di samping itu, perlunya perlindungan
dan pembinaan industri kecil agar dapat bersaing dengan
industri besar, oleh IMM dikemukakan kepada
pemerintah. Demikian pula halnya dengan pemerataan
pendapatan dan kesempatan kerja perlu diperhatikan
oleh pemerintah. Setelah mengalami kevakuman dan
kemandegan selama satu dasawarsa itu, maka pada tahun
1985 IMM mulai memasuki periode kebangkitan.
Periode ini dimulai dengan adanya SK PP
Muhammadiyah No. 10/PP/1985 tertanggal 31 Agustus
1985 tentang pembentukan DPP (Sementara) IMM.
DPP(S) ini terdiri dari :
- Ketua : Immawan Wahyudi (DIY)
- Ketua I : Drs. Anwar Abbas (DKI)
- Ketua II : Drs. M. Din Syamsuddin (DKI)
- Ketua III : Farid Fathoni AF (Surakarta)
- Sekretaris I : Mukhlis Ahasan Uji (DIY)
- Sekretaris II : Nizam Burhanuddin (DKI)
- Sekretarus III: Agus Syamsuddin (DIY)
- Bendahara I : St. Daulah Khoiriati (DIY)

105
- Bendahara II : Asmuyeni Muchtar (DKI)

Setelah dilantik pada tanggal 1 september 1985,


DPP(S) IMM mulai menata organisasi dan menjalankan
aktivitasnya. Pada tanggal 7-10 desember 1985 DPP(S)
berhasil mengadakan Tanwir ke-7 IMM di Surakarta.
Tanwir yang bertemakan "Bangkit dan Tegaskan
Identitas Ikatan" ini pada akhirnya mampu
membangkitkan IMM dari tidurnya yang panjang.
Hingga kemudian pada tanggal 14-18 april 1986 DPP(S)
berhasil menyelenggarakan Muktamar ke-5 IMM di
Padang, Sumatra Barat. Selain pada akhirnya berhasil
menyusun kepengurusan DPP IMM yang baru periode
1986-1989 (Ketua Umum: Nizam Burhanuddin; dan
Sekjen: M. Arifin Nawawi), Muktamar V itu juga
mampu merumuskan konsep pengembangan wawasan
bangsa dan umat kaitannya dengan identitas Ikatan,
penyusunan ulang sistem perkaderan, pengembangan
organisasi dan pembahasan program kerja.

106
A. Struktural Organisasi di IMM
Susunan dan Struktur Organisasi seperti
Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, secara
vertikal IMM memiliki susunan organisasi mulai dari
tingkat pusat sampai komisariat. Lengkapnya:
Komisariat > Cabang > Daerah dan > Pusat.
Kepemimpinannya disebut Pmpinan Komisariat (PK),
Pimpinan Cabang (PC), Dewan Pimpinan Daerah
(DPD), dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Komisariat ialah kesatuan anggota dalam suatu
fakultas/akademi atau tempat tertentu. Cabang ialah
kesatuan komisariat-komisariat dalam suatu Daerah
Tingkat II atau daerah tertentu. Daerah ialah kesatuan
cabang-cabang dalam suatu Propinsi/Daerah Tingkat I.
Pusat ialah kesatuan daerah-daerah dalam Negara
Republik Indonesia. Sebagai salah satu organisasi
otonom Muhammadiyah, maka masing-masing level dari
susunan organisasi tersebut mempunyai hubungan
keorganisasian yang horizontal dengan Pimpinan
Muhammadiyah. DPP IMM dengan PP Muhammadiyah;
DPD IMM dengan PW Muhammadiyah; PC IMM

107
dengan PD Muhammadiyah; dan PK IMM dengan
PC/PR Muhammadiyah.
Adapun struktur organisasi IMM, berdasarkan hasil
Muktamar IX di Medan adalah sebagai berikut. Mulai
dari tingkat DPP sampai PK terdiri dari Ketua Umum,
Sekretaris Jenderal - khusus untuk DPP, sedang untuk
DPD sampai PK : Sekretaris Umum - , Bendahara
Umum (bersama dua wakilnya); ditambah dengan
beberapa Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang
(Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Hikmah. Sosial Ekonomi, dan Immawati). Struktur
organisasi ini dibantu oleh sebuah biro, beberapa
lembaga studi, dan dua korps (Biro Kerjasama Luar
Negeri dan Hubungan Iternasional [hanya ada di DPP];
Lembaga Studi Kelembagaan dan Pengembangan
Organisasi ; Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Sumber Daya Kader ; Lembaga Pengembangan Ilmu
Agama dan Sosial Budaya; Lembaga Penelitian,
Pengkajian dan Penerapan Teknologi; Lembaga Pers
IMM [hanya ada di tingkat DPP dan DPD]; Lembaga
Pengkajian Strategi dan Kebijakan; Lembaga
Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan Hidup; Lembaga

108
Studi dan Pengembangan Ekonomi Ummat [istilah
lembaga hanya untuk DPP dan DPD, sedang di PC
menggunakan istilah departemen]; Korps Instruktur
[hanya ada di tingkat DPP sampai PC]; dan Korps
Immawati). Kemudian di tingkat PK, departemen yang
ada adalah: Departemen Organisasi, Kader, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah, dan Sosial
Ekonomi.

STRUKTUR DAN ORIENTASI ORGANISASI


 Pimpinan Komisariat berada pada tingkat Fakultas
atau Akademik
Orientasi: Kemahasiswaan, perkaderan,
keorganisasian, dan kemasyarakatan. (Penguatan
Intelektual/exercise intelektual)
 Pimpinan Cabang berada pada tingkat
Kabupaten/Kota
Orientasi: Perkaderan, Kemahasiswaan,
keorganisasian, dan kemasyarakatan. (Penguatan dan
pembinaan kader)
 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) berada pada tingkat
provinsi
109
Orientasi: keorganisasian,kemasyarakatan,
perkaderan, dan kemahasiswaan. (Penguatan
organisasi internal dan eksternal)
 Dewan Pimpinan Pusat (DPP) barada pada tingkat
Pusat/Nasional
Orientasi: Kemasyarakatan, keorganisasian,
perkaderan, dan kemahasiswaan. (Penguatan
humanitas/pengabdian kepada umat dan bangsa)

B. Program Kerja
Secara umum program kerja IMM dilaksanakan
untuk memantapkan eksistensi organisasi demi mencapai
tujuannya, "mengusahakan terbentuknya akademisi
Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah" (AD IMM Pasal 6). Untuk
menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka
perencanaan dan pelaksanaan program kerja
diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang
memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar
intelektual, dan kompetensi dasar humanitas. Sebagai
organisasi yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka program

110
kerja IMM pada dasarnya tidak bisa lepas dari tiga
bidang garapan tersebut. Perencanaan dan pelaksanaan
program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-
beda (berurutan dan saling menunjang) pada masing-
masing level kepemimpinan.
- Di tingkat Komisariat : kemahasiswaan,
perkaderan, keorganisasian, kemasyarakatan.
- Di tingkat Cabang : Perkaderan, kemahasiswaan,
keorganisasian, kemasyarakatan.
- Di tingkat Daerah : keorganisasian,
kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
- Di tingkat Pusat : Kemasyarakatan,
keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.

Berkaitan dengan program kerja jangka panjang,


maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya
perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki
abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar untuk
memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan
organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan
program jangka panjang ini merujuk pada dan
melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan

111
pada Muktamar VII IMM di Purwokerto (1992).
Program dimaksud menetapkan strategi pembinaan dan
pengembangan organisasi secara bertahap, sistematis,
dan berkelanjutan selama lima periode muktamar IMM.
Periode Muktamar IX diarahkan pada pemantapan
konsolidasi internal (organisasi, pimpinan, dan program)
dengan meningkatkan upaya pembangunan kualitas
institusional dan pemantapan mekanisme kaderisasi
dalam menghadapi perkembangan situasi sosial politik
nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X
diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan dengan
meningkatkan mutu sumber daya kader sebagai
penopang utama kekuatan organisasi dalam transformasi
sosial masyarakat. Periode Muktamar XI diarahkan pada
penguatan peran institusi organisasi baik secara internal
(pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan
pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun
eksternal (kader umat dan kader bangsa).
Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan
peran IMM dalam wilayah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang
lebih luas. Periode Muktamar XIII diarahkan pada

112
pemberdayaan institusi organisasi serta pemantapan
peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.

Kemudian pelaksanaan program jangka panjang itu


memiliki sasaran khusus pada masing-masing
bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada
terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta
mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung
gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program
konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi
terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke dalam maupun
ke luar sebagai modal penggerak bagi pengembangan
gerakan IMM. Bidang Kaderisasi diarahkan pada
penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah,
intelektual, dan humanitas) yang secara dinamis mampu
menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial
bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diarahkan pada
pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma
ilmu yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan
IMMdalam menyikapi tantangan zaman. Bidang Hikmah
diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di

113
tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya
dalam peran serta dan partisipasi sosial politik generasi
muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan
pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan
wiraswasta di lingkungan IMM, terutama dalam
membangun dan memberdayakan potensi ekonomi
kerakyatan. Bidang Immawati diarahkan pada upaya
penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader
puteri IMM dalam transformasi sosial menuju
masyarakat utama.
Tingkatan Kepemimpinan
- DPP (Dewan Pimpinan Pusat) berkedudukan di
Ibukota Indonesia
- DPD (Dewan Pimpinan Daerah) berkedudukan di
Ibukota Provinsi
- PC (Pimpinan Cabang) berkedudukan di Ibukota
Kabupaten
- PK (Pimpinan Komisariat) berkedudukan di
Fakultas/Universitas

114
C. Identitas IMM
 IMM adalah organisasi kader
 IMM merupakan organisasi kaderisasi yang
bergerak dibidang keagamaan, kemahasiswaan,
dan kemasyarakatan dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah.
 IMM sebagai Ortom Muhammadiyah
 IMM merupakan organisasi otonom
Muhammadiyah, menjiwai semangat
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
khususnya di tengah-tengah mahasiswa, yaitu
menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, sebagai
mana yang tertuang dalam ayat 104 surat Ali
Imron yang berbunyi : “dan hendaklah diantara
kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
keutamaan, menyuruh kepada yang baik (ma’ruf)
dan mencegah yang buruk (munkar), merekalah
orang-orang yang menang (falah)”.
 IMM sebagai gerakan Religius & Intelektual.
Aktualisasi yang dilakukan merupakan proses
integrasi dari nilai-nilai religius dan ilmiah,

115
artinya pola gerakan yang dibangun senantiasa
mengedepankan wacana dzikir dan fikir.
 Setiap kader IMM harus mencirikan :
1. Tertib dalam ibadah sebagai wujud ke-taqwa-
an
2. Tekun dalam mengkaji dan mengamalkan
ilmu
3. Konsisten dalam perjuangan keagamaan dan
kemasyarakatan
dan dalam memegang teguh identitas, Ikatan
mahasiswa Muhammadiyah di setiap gerak
perjuangannya telah meletakkan beberapa
dasar falsafah :
1) Semua amal gerak harus diabadikan
untuk Allah SWT.
2) Keikhlasan menjadi landasannya
3) Ridho Allah harus menjadi ghoyah
terakhir, karena tanpa ridho-Nya tidak
akan pernah ada hasilyang akan dicapai
4) Tenaga praksis (power of action)
sangatlah menentukan, karena nasib kita

116
akan sangat tergantung pada usaha dan
perbuatan kita sendiri.

D. Misi & Visi IMM


Seperti yang dirumuskan dalam AD IMM, tujuan
didirikannya IMM adalah : “Mengusahakan
terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia
dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Tujuan
ini kemudian dijabarkan dalam bentuk misi yang wajib
diemban oleh setiap kader ikatan yang terdiri dari misi
keagamaan, keintelektualan, dan kemasyarakatan.
Visi adalah “seperangkat pengetahuan yang
diyakini kebenarannya yang akan memberi arahan tujuan
yang akan dicapai sekaligus memberi arahan proses
untuk mencapai tujuan”. Dalam konseptualisasi gerakan
ini visi yang dicita-citakan harus senantiasa terpelihara
secara kokoh di dalam “state of mind” kader-kader
persyarikatan yang dibina oleh Ikatan sebagai bentuk
pelestarian dokrin dan loyalitas kelembagaan. Dengan
demikian integrasi dari misi dan visi ikatan ini menjadi
mainstream yang secara komunalitas akan membingkai
kader-kader Ikatan dalam satu kerangka keseragaman

117
paradigmatik atau pola pikir yang dikembangkan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah.

Misi dan Visi gerakan IMM tertuang dalam Tri


Kompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah :

 Keagamaan (religiusitas)

Sebagai organisasi kader yang berintikan nilai-


nilai religiusitas, IMM senantiasa memberikan
pembaruan keagamaan menyangkut pemahaman
pemikiran dan realisasinya, dengan kata lain
menolak kejumudan. Menjadikan Islam dalam
setiap proses sebagai idealitas sekaligus jiwa
yang menggerakkan. Motto indah yang harus
diaktualisasikan adalah : “Dari Islam kita
berangkat (landasan & semangat) dan kepada
islam lah kita berproses (sebagai cita-cita)”

118
 Keintelektualan (Intelektualitas)

Dalam tataran intelektual IMM berproses untuk


menjadi “centre of excellent”, pusat-pusat
keunggulan terutama sisi intelektual. Organisasi
ini diharapkan mampu menjadi sumber ide-ide
segar pembaharuan. Sebagai kelompok
intelektual, kader IMM harus berpikir universal
tanpa sekat eksklusivisme. Produk-produk
pemikirannya tidak bernuansa kepentingan
kelompok dan harus bisa menjadi rahmat untuk
semua umat.

 Kemasyarakatan (humanitas)

Perubahan tidak dapat terwujud hanya dengan


segudang konsepsi. Yang tak kalah pentingnya
adalah perjuangan untuk mewujudkan idealitas
(manifestasi gerakan). Kader IMM harus
senantiasa berorientasi objektif, agar idealitas
dapat diwujudkan dalam realitas. Namun perlu
dicatat, membangun peradaban tidak dapat
119
dilakukan sendirian (eksclusif), dalam arti kita
harus menerima dialog dan bekerjasama dengan
kekuatan lain dalam perjuangan.

E. Profil Kader IMM


Tiga kompetensi dasar di atas harus
terinternalisasi melalui proses dan kultur IMM.
Indikasi dari terpenuhinya kemampuan-
kemampuan tersebut dapat dinilai dari 3 kadar
indikator, yaitu :

1) Kompetensi Dasar Keagamaan


 Akidah yang terimplementasi.
 Tertib dalam ibadah.
 Menggembirakan dakwah Islam amar
ma’ruf nahi mungkar.
 Akhlaqul karimah.

120
2) Kompetensi Dasar Keintelektualan
 Kemampuan bersikap rasional dan logis.
 Ketekunan dalam kajian dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
 Pengembangan kemampuan manajerial.
 Terbuka terhadap pandangan baru.
 Memiliki tanggung jawab sosial dengan
mengembangkan kesadaran ilmiah.

3) Kompetensi dasar Humanis atau Kerakyatan


 Agamis dan senantiasa setia terhadap
keyakinan dan cita-cita.
 Rasa solidaritas sosial.
 Sikap kepemimpinan sosial dan
kepeloporan.
 Bersikap kritis terhadap diri dan
lingkungan.
 Kedewasaan sikap yang tercermin dari
kedalaman wawasan.
 Berpribadi Muhammadiyah.

121
F. Arti Lambang Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM)

1. BENTUK

 Bentuk: Perisai Pena, berarti lambang orang yang


menuntut ilmu.
 Berlapis tiga maknanya : Iman, Islam dan Ikhsan
atau Iman, Ilmu dan Amal.

122
2. WARNA

 Hitam : Kekuatan, ketabahan, dan keabadian.


 Kuning : Kemuliaan tujuan.
 Merah : Keberanian dalam berfikir, berbuat dan
bertanggung jawab.
 Hijau : Kesejahteraan.
 Putih : Kesucian

3. GAMBAR

 Sinar Muhammadiyah : Lambang


Muhammadiyah.
 Melati : IMM sebagai kader muda
Muhammadiyah
 Tulisan dalam pita : Fastabiqul Khairat
(berlomba-lomba dalam kebajikan)

123
G. 6 Penegasan IMM
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan
mahasiswa Islam.
2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah
adalah landasan perjuangan IMM.
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen
mahasiswa dalam Muhammadiyah.
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi
mahasiswa yang sah dengan mengindahkan
segala hokum, undang-undang, peraturan serta
falsafah negara.
5. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan
amal adalah ilmiah.
6. Menegaskan bahwa IMM adalah Lillahi Ta’ala
dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan
rakyat.

H. Nilai Dasar Ikatan

Sebagai organisasi pergerakan dan perkaderan, IMM


memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini tercermin

124
dari Nilai Dasar Ikatan yang harus dipahami dan
dilaksanakan oleh setiap kadernya.
1. IMM adalah gerakan mahsiswa yang bergerak di
tiga bidang gerakan, yaitu : keagamaan,
kemasyarakatan, dan kemahasiswaan.
2. Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan
pada agama islam yang hanif dan berkarakter
rahmat bagi sekalian alam (rahnmatan
lil'alamin).
3. Segala bentuk ketidak adilan,kesewenang-
wenangan dan kemungkaran adalah lawan besar
gerakan IMM, dan perlawanan terhadapnya
adalah kewajiban bagi setiap kader IMM.
4. Sebagai gerakan mhasiswa yang berdasarkan
islam dan beranggotakan individu-individu
mukmin, maka kesadaran melaksanakan syariat
islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus
mempunyai tanggungjawab untuk
mendakwahkan kebenaran ditengah
masyarakat.
5. Kader IMM merupakn inti masyarakat utama,
yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan,

125
kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat sesuai
dengan semangat pembebasan dan pencerahan
yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW.
Motto Mulia IMM : "Anggun dalam moral, unggul
dalam intelektual"

I. Jenjang Perkaderan IMM

1. Perkaderan Utama
 Darul Arqam Dasar (DAD)
Diarahkan pada penanaman nilai-nilai aqidah dan
membangun moral agama dan dasar-dasar
kepemimpinan. Bertujuan untuk membentuk
kader pimpinan komisariat.
 Darul Arqam Madya (DAM)
Diarahkan pada penguatan intelektual: elaborasi
dan kritik pemikiran dan teori serta pembentukan
karakter pemimpin tingkat menengah. Bertujuan
untuk membentuk kader pimpinan di tingkat
cabang dan DPD.

126
 Darul Arqam Paripurna (DAP)
Diarahkan pada penguatan humanitas:
menciptakan antitesa pemikiran dan teori
sekaligus melahirkan metodologi sosial untuk
persolan-persoalan keummatandan kebangsaan.
Bertujuan untuk membentuk kader pimpinan di
tingkat pusat (DPP).

2. Perkaderan Pembina
 Latihan Instruktur Dasar (LID)
Bertujuan untul melahirkan kader Pembina di
tingkat dasar atau DAD
 Latihan Instruktur Madya (LIM)
Bertujuan untuk melahirkan kader Pembina di
tingkat menengah atau DAM
 Latihan Instruktur Nasional (LIN)
Bertujuan untuk melahirkan kader Pembina di
tingkat nasional atau DAP

127
3. Perkaderan Pendukung
 Pendidikan Khusus Immawati (Diksuswati) I, II,
dan III (Nasional)
 Latihan Advokasi
 Latihan Jurnalistik
 Sekolah Pelopor
 Pelatihan-pelatihan lainnya.

J. Ideologi IMM
Upaya memahami ideologi gerakan IMM
merupakan hal yang sangat penting. Apabila
ditelisik, persoalan ideologi merupakan pusat kajian
ilmu sosial. Namun hingga kini, kajian tentang
ideologi khususnya dalam gerakan mahasiswa sangat
minim. Maka, identitas ideology IMM yang niscaya
terefleksikan dalam praksis gerakan IMM perlu
dikaji.
Dalam tataran konseptual sebenarnya IMM
memiliki sebuah konsep yang komprehensif. Trilogi
Iman-Ilmu-Amal yang kemudian juga berkaitan
dengan Trilogi lahan garapan Keagamaan-

128
Kemasyarakatan-Kemahasiswaan dan juga
trikompetensi kader Religiusitas-Intelektualitas-
Humanitas memiliki konsep yang khas dibanding
pola gerakan lain.
Hal ini bisa dilihat dalam struktur organisasi
IMM yang ingin mengakomodasi semua realitas
Mahasiswa : Bidang IPTEK yang berorientasi pada
Profesionalisme, Bidang Sosek yang berorientasi
pada Gerakan Kongkrit Pemihakan-Dakwah-
Pemberdayaan dan Bidang Khikmah yang
berorientasi pada peran IMM sebagai organ
intelektual kritis-etis-politis. Dari asal katanya, kata
intelek berasal dari kosa kata latin : Intellectus yang
berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan.
Sedangkan kata intelektual berarti suatu sifat cerdas,
berakal, dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan. Kata intelektual juga berkonotasi
sebagai kaum yang memiliki kecerdasan tinggi atau
juga disebut kaum cendekiawan.

129
K. Identitas IMM
 IMM adalah organisasi kader
IMM merupakan organisasi kaderisasi yang
bergerak dibidang keagamaan, kemahasiswaan,
dan kemasyarakatan dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah.
 IMM sebagai Ortom Muhammadiyah
IMM merupakan organisasi otonom
Muhammadiyah, menjiwai semangat
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
khususnya di tengah-tengah mahasiswa, yaitu
menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, sebagai
mana yang tertuang dalam ayat 104 surat Ali
Imron yang berbunyi : “dan hendaklah diantara
kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
keutamaan, menyuruh kepada yang baik (ma’ruf)
dan mencegah yang buruk (munkar),
merekalahorang-orang yang menang (falah)”
 IMM sebagai gerakan Religius & Intelektual
Aktualisasi yang dilakukan merupakan proses
integrasi dari nilai-nilai religius dan ilmiah,

130
artinya pola gerakan yang dibangun senantiasa
mengedepankan wacana dzikir dan fikir.
 Setiap kader IMM harus mencirikan :
1. Tertib dalam ibadah sebagai wujud ke-taqwa-
an
2. Tekun dalam mengkaji dan mengamalkan
ilmu
3. Konsisten dalam perjuangan keagamaan dan
kemasyarakatan
Dan dalam memegang teguh identitas, Ikatan
mahasiswa Muhammadiyah di setiap gerak
perjuangannya telah meletakkan beberapa
dasar falsafah :
1) Semua amal gerak harus diabadikan
untuk Allah SWT.
2) Keikhlasan menjadi landasannya
3) Ridho Allah harus menjadi ghoyah
terakhir, karena tanpa ridho-Nya tidak
akan pernah ada hasilyang akan dicapai
4) Tenaga praksis (power of action)
sangatlah menentukan, karena nasib kita

131
akan sangat tergantung pada usaha dan
perbuatan kita sendiri.

L. TRILOGI
 Religiusitas
Adalah kemampuan kader untuk
memformulasikan kehidupan berjiwa tauhid
menurut ajaran Islam. Senantiasa melakukan
dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
 Intelektualitas
Adalah kemampuan untuk mengaktualisaikan diri
melalui berfikir sendiri, integral, liberatif,
inovatif, dengan mengembangkan pemahaman
serta amaliah rasional sehingga akademisi terlibat
secara kritis dengan nilai kehidupan yang Islami,
tujuan cita-cita yang mengatasi praktis sesuai
dengan basis ilmu pengetahuan yang diserap.
 Humanitas
Adalah kemampuan kader untuk
mengimplementasikan nilai-nilai dan ciri-ciri
Muhammadiyah secara lahiriah, konsisten, dan

132
konsekuen dalam suatu disposisi sikap, sehingga
memiliki identitas khusus.

M. TRI KOMPETENSI IMM


• Keagamaan (religiusitas)
Sebagai organisasi kader yang berintikan nilai-
nilai religiusitas, IMM senantiasa memberikan
pembaruan keagamaan menyangkut
pemahaman pemikiran dan realisasinya, dengan
kata lain menolak kejumudan. Menjadikan
Islam dalam setiap proses sebagai idealitas
sekaligus jiwa yang menggerakkan. Motto
indah yang harus diaktualisasikan adalah :
“Dari Islam kita berangkat (landasan &
semangat) dan kepada islam lah kita berproses
(sebagai cita-cita)”

• Keintelektualan (Intelektualitas)
Dalam tataran intelektual IMM berproses untuk
menjadi “centre of excellent”, pusat-pusat
keunggulan terutama sisi intelektual.
Organisasi ini diharapkan mampu menjadi

133
sumber ide-ide segar pembaharuan. Sebagai
kelompok intelektual, kader IMM harus
berpikir universal tanpa sekat eksklusivisme.
Produk-produk pemikirannya tidak bernuansa
kepentingan kelompok dan harus bisa menjadi
rahmat untuk semua umat.

• Kemasyarakatan (humanitas)
Perubahan tidak dapat terwujud hanya dengan
segudang konsepsi. Yang tak kalah pentingnya
adalah perjuangan untuk mewujudkan idealitas
(manifestasi gerakan). Kader IMM harus
senantiasa berorientasi objektif, agar idealitas
dapat diwujudkan dalam realitas. Namun perlu
dicatat, membangun peradaban tidak dapat
dilakukan sendirian (eksclusif), dalam arti kita
harus menerima dialog dan bekerjasama
dengan kekuatan lain dalam perjuangan.

134
Referensi
1. Yusnan, Chusnan, dkk. 2014. “6 Dimensi
Kuliah Kemuhammadiyahan”. Jakarta :
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
2. Desain Perkaderan IMM Malang Raya, PC IMM
Malang Raya tahun 2016.

135
136

Anda mungkin juga menyukai