ini, Muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat bawah (jelata) atau
masyarakat heterogen. Ada masyarakat petani, pedagang, peternakan dan masyarakat padat karya
dan ada masyarakat administratif dan lain sebagainya yang juga termasuk didalamnya
masyarakat kampus atau intelektual yaitu Masyarakat Mahasiswa.
Persinggungan Muhammadiyah dalam maksud dan tuiuannya, terutama terhadap masyarakat
mahasiswa, secara teknisnya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhi
mahasiswa yang berarti orang-orang Mahasiswa, khususnya para mubalighnya yang langsung
terjun ke mahasiswa. Tapi dalam hal ini Muhammadiyah memakai teknis yang jitu yaitu dengan
menyediakan yang memungkinkan menarik animo atau simpati mahasiswa untuk memakai
fasilitas yang telah disiapkan.
Pada mulanya para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak-jejak Muhammadiyah
oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dalam organisasi otonom yang ada dalam
Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah (PM) Yang diperuntukkan pada mahasiswa
dan Nasyi'atul Aisyiyah (NA) untuk mahasisiwi yang lahir pada 27 Dzulhijjah 1349 H dan
Pemuda pada tanggal 25 Dzulhiijjah 1350 H.
Anggapan Muhammadiyah tersebut lahir pada saat-saat Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di
Jakarta pada tahun 1936 Yang pada saat itu dihembuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah
untuk mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan pada saat itu pula Pimpinan
Pusat (PP) Yang dipegang oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dan pada dikatakan bahwa
anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan
Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25 tersebut.
Namun demikian keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah pada
saat itu masih vakum, karena pada waktu itu Muhammadiyah masih belum memiliki Perguruan
Tinggi seperti yang diinginkannya sehingga para mahasiswa yang berada di Perguruan Tinggi
lain baik negeri ataupun swasta yang sudah ada pada waktu itu secara ideologi tetap berittiba'
pada Muhammadiyah dalam kondisi tetap mereka harus mau bergabung dengan PM, NA ataupun
Hizbul Wathon (HW). Pada perkembangan keberadaan mereka yang berada dalam ketiga
organisasi otonom tersebut merasa perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa yang secara
khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu bergabung
dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan ada image waktu itu yang menyatakan
bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah yang diberi tugas khusus untuk membawa mahasiswa
dalam misi dan visi yang dimiliki oleh Muhammadiyah, karena waktu itu ditubuh HMI sendiri
dipegang
oleh
tokoh-tokoh
Muhammadiyah
yang
secara
aktif
mengelola
HMI.
Pada waktu itu Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengelolai HMI baik dari segi moral
ataupun material, sampai belakangan ini menurut data-data yang ada di PP Muhammadiyah
menyatakan bahwa Muhammadiyah (terutama PTM dan RS Sosial) secara materiil turut
membiayai hampir setiap aktifitas HMI baik mulai dari tingkat konggres sampai aktifitas sehari
-hari. Disinilah sekali lagi bukan HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah tapi
sebaliknya bahwa Muhammadiyah yang dulu ikut aktif membesarkan HMI. Mengapa hal itu
dilakukan? Jawabannya seperti dikemukakan diatas, yaitu bahwa HMI diharapkan akan tetap
konsisten dengan faham keagamaan yang diilhami oleh Muhammadiyah. Namun pada
perkermbangannya dahulu mengalami perubahan-perubahan khususnya dalam independensi
diinginkan oleh Muhammadiyah oleh Muhammadiyah lebih cenderung liberal dalam segala
dalam segala aliran yang ada dalam teologi Islam boleh mewarnai tubuh HMI aliran-aliran
Asy'ariyah (cenderung menghidupkan kembali sunnah-sunnah rosul), aliran syi'ah (yang
cenderung mengkultuskan syaidina Ali bin Abi Tholib r.a), Mu'tazilah, nasionalisme,
sekularisme, pluralisme lainnya. Sementara dalam Muhammadiyah tidaklah independensi
Muhammadiyah ditekankan pada berpendapat namun masih dalam konteks wacana Islam masih
tetap berideologi Al-quran dan As-sunnah dalam Muhammadiyah tidak mengenal madzabmadzab yang ada seperti madzab Syafi`i, Hambali dan Maliki.
Melihat fenomena diatas, HMI yang kian melesat kealam berideologi tersebut maka dengan
diplomasinya pihak PP Muhammadiyah mengeluarkan suatu policy atau kebijakan yaitu
menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang masih berada dijenjang pendidikan menengah
atau Pendidikan Tinggi.
Pada tanggal 18 Nopember 1955 keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan PTM ini, PP
Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya membentuk departemen pelajar dan
mahasiswa
yang
menampung
aspirasi
aktif
dari
para
pelajar
dan
mahasiswa.
Maka pada saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama di Palembang tahun 1956 di dalam
Akhirnya dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh
bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah
yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan anggota M. Husni Thamrin,
A. Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arief dll.
Jadi Pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs. Moh.
Djazman Al-kindi yang juga merupakan koordinator dan sekaligus ketua pertama. Muktamar
IMM yang pertama pada 1-5 Mei 1965 di kota Barat, Solo dengan menghasilkan deklarasi yang
dibawah ini
1. IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam
2. Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan perjuangan IMM
3. Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai
stabilisator dan dinamisator).
4. Ilmu adalah amaliah dan amal adalah Ilmiah IMM.
5. IMM adalah organisasi yang syah-mengindahkan segala hukum, undang-undang,
peraturan dan falsafah negara yang berlaku.
6. Amal IMM dilakukan dan dibaktikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Selanjutnya yang juga termasuk faktor intem dalam melahirkan IMM adanya motivasi etis
dikalangan keluarga Muhammadiyah. Dalam upaya mewujudkan maksud dan tujuan
Muhammadiyah baik yang berada di struktural ataupun diluar dan simpatisan, baik yang
berekonomi atas, menengah ataupun bawah harus dapat memahami dan mengetahui
Muhammadiyah secara general ataupun secara spesifik sehingga tidak muncul kader-kader
Muhammadiyah yang radikal (berwawasan sempit). Penegasan motivasi etis ini sebenarnya
merupakan interpretasi (pemahaman) dari firman Allah SWT. dalam QS. Al-Imran:104 dan
diharapkan kader-kader Muhammadiyah yang khusunya IMM dapat merealisaasikan motivasi
etis diantaranya dengan melakukan dakwah amar ma`ruf nahi munkar, Fastabiqul Khoirot
membumi,
mereka
akan
menjadi
jumud
dan
mengalami
kemunduran.
berusaha membubarkannya.
Pada saat HMI semakin terdesak itulah IMM lahir, yaitu pada tanggal 14 Maret 1964. Inilah
sebabnya, ada stereotype atau persepsi yang muncul ke permukaan bahwa IMM lahir sebagai
penampung anggota-anggota HMI manakala HMI dibubarkan oleh PKI maka IMM tidak perlu
lahir. Namun persepsi yang terputar itu tidak rasional dan kurang cerdas dalam menginterprestasi
fakta dan data sejarah.
Interprestasi Yang benar dan rasional sesuai dengan data dan fakta sejarah adalah IMM salah satu
faktor historisnya adalah untuk membantu eksistensi HMI agar tidak mempan atas usaha-usaha
yang akan membubarkannya. Sekali lagi bahwa kelahiran IMM untuk membantu dan turut Serta
mempertahankan HMI dari usaha- usaha komunis yaitu PKI Yang akan membubarkannya dan
sesuai dengan sifat IMM itu sendiri yang akan selalu bekerjasama dan saling membantu dengan
saudaranya (saudaranya seaqidah Islam) dalam upaya beramar ma'ruf nahi mungkar Yang
merupakan prinsip perjuangan IMM.
Itulah sekilas kelahiran IMM yang sampai sekarangpun masih ada oknum-oknum yang
mempersoalkannya (walaupun sudah terbit buku Yang menangkal isu tersebut dengan judul
'Kelahiran Yang Dipersoalkan oleh Farid Fatoni). Dan sekarang kita telah tahu bahwa IMM lahir
memang merupakan suatu kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap dakwahnya
dan sekaligus merupakan suatu aset bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam kemerdekaan ini.
Karena IMM merupakan suatu kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh PP
Pemuda Muhammadiyah yang berawal dari HMI kembali ke IMM sebagai anak atau ortom
Muhammadiyah. Mereka yang dulu turut mengembangkan HMI disebabkan karena IMM belum
lahir dan keterlibatan mereka dalam tubuh HMI hanya sebatas mengembangkan ldeologi
Muhammadiayah. Dan sampai sekarangpun HMI masih dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari
berbagai unsur ormas Islam, yang pada akhimya berbeda dengan orientasi Muhammadiyah.
Mungkin, untuk menangkal klaim seperti tersebut PP Pemuda Muhammadiyah diatas, adalah
bahwa Para aktifis akan berdirinya IMM & NA Yang berusaha mengusahakan berdirinya IMM
tidak terlibat dalam aktifitas HMI secara langsung maupun tidak langsung. Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah benar-benar murni didirikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yang pada
waktu itu diketuai oleh Bapak H.A. Badawi.
Muktamar
ke
Muktamar
Yakni
Muktamar
I,
II,
II,
IV,
dst.
Muktamar IMM ke I
Muktamar Ikatan mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke-1, lebih dikenal dalam sejarah IMM
yaitu dengan Musyawarah nasional (Munas). Untuk yang pertama kalinya setelah IMM resmi
disetujui oleh PP Muhammadiyah dan bahkan oleh Persiden RI ke-1 Bung karno, IMM
mengadakan mengadakan Musyawarah Nasional I yaitu pada tanggal 1-5 Mei 1965 di Solo.
Dalam Muktamar IMM ke-1 inilah yang telah menelorkan deklarasi Kota Barat (Solo) 1965 dan
komposisi Personalia Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang isi
deklarasi dan susunan personalianya termaktub di landasan gerakan.
Satu hal yang patut dicatat, yaitu pada saat deklarasi atau pada saat berlangsungnya Muktamar
IMM ke-1 ini, situasi bangsa dan ormas mahasiswa sedang dalam keadaan kurang tegap,
sempoyongan, gara-gara asap kota Madiun yang terberontak PKI sekitar tahun 1948 (setelah
merdeka) sampai tahun 1965. pemberontajkan PKI ini terjadi di mana-mana, yang kontan
tercatat dalam sejarah bahwa Jawa Tengah termasuk basis PKI. Tahun 1963-1965 merupakan era
kejayaan PKI, dan pada saat-saat itulah IMM bangkit yaitu di tengah-tengah era kejayaan PKI,
dan pada pertengahan tahun 1965, atau tepatnya 1-5 Mei 1965, IMM mengadakan Muktamar I,
sementara PKI pun disetiap tempat sedang mengatur strategi untuk merebut kekuasaan RI yang
berpuncak pada tanggal 30 September 1965 yang kini dikenal dengan gerakan 30 September (G
30 S PKI) yang telah melakukan penculikan kepada 7 orang jendral. Secara historis, kehadiran
Munas (Musyawarah Nasional ) IMM ke-1 merupakan langkah politis yang tepat untuk
menanamkan semangat juang mempertahankan kemerdekaan RI sekaligus menambah kekuatan
ormas-ormas Mahasiswa termasuk HMI.
Secara historis-politis pula, pada saat kelahiran IMM tahun 1964, kelahiran IMM antara lain
dalam tinjauan politis ini, yaitu bertujuan untuk memperkuat barisan MMI (Majelis Mahasiswa
Indonesia) yang lahir pada tahun 1962 dimana Drs. Lukman Harun sebagai wakil sekjennya.
Tetapi pada kongres MMI tahun 1964, yang semula diniatkan tetap mampu menguatkan ormas
mahasiswa ternyata gagal. PKI dalam hal ini nampaknya masih kuat dan kelahiran MMI ini
belum mampu mengimbangi kekuatan PKI akhirnya dengan penuh dialektika organisatoris yang
tidak terlepas dari niatan baik untuk menghadang gerakan PKI bubarnya MMI tidak
memudarkan niat mendirikan IMM dan kelahiran IMM tetap melangkah mantap.
Masih dalam situasi menjelang Munas I IMM, sekitar bulan Januari tahun 1965 tepatnya pada
tanggal 13 Januari 1965, antek-antek PKI telah melakukan penyerangan terhadap PII (Pelajar
Islam Indonesia) yang pada waktu itu tengah melangsungkan Mentara (mental training) di
sebuah desa Kanigoro (Jawa timur). Dengan serbuan yang ganas terhadap acara Mentra PII di
arena mesjid jami yakni pada saat peserta melaksanakan kuliah subuh. PKI datang bersenjata
dan merusak segala yang ada di sekelilingnya kemudian peristiwa ini tersiar dan mengusik
keimanan kaum muslimin. Pada tanggal 1 Februari 1965 umat Islam di Jawa Timur mulai
melakukan aksi. Di Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI dan daerah sekitarnya juga turut
melaksanakan aksi protes terhadap prilaku PKI. IMM sebagai organisasi yang baru lahir segera
ambil bagian dalam gerakan-gerakan aksi dengan meneriakkan jargon ganyang PKI.
Para pemimpin IMM hasil Munas I yang diamanati untuk memimpin IMM periode 1965-1968,
dalam melaksanakan program kerjanya senantiasa harus berhadapan dengan CGMI (Concentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia). Ikatan pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), Pemuda Rakyat dan
lain-lain yang termasuk organ PKI. Organ-organ PKI yang senantiasa mengganggu aktivitas
ormas pemuda dan mahasiswa Islam termasuk IMM, selalu meneriakan yel-yel bubarkan HMI
dan lain-lain. Hal ini sesungguhnya tidak memudarkan gerakan IMM. Pemuda Muhammadiyah
secara organisatoris sebagai kakak kandung IMM senentiasa menggandeng IMM untuk maju ke
medan penggayangan PKI untuk mempertahankan HMI dan bangsa yang berlandaskan Pancasila
serta berusaha mendekati BungKarno yang semakinterdesak dibujukdan difitnah PKI.
Pada hari Kamis, 30 September 1965 yang pada malam harinya terjadi pemberontakan G30 S
PKI kira-kira jam 20.00anpara anggota dan pimpinan IMM yang berada di Jakarta turut
mendengarkan ceramah yang dibawakan oleh Kasad Jendral TNI A.H. Nasution di depan peserta
Latihan kader Pemuda Muhammadiyah Jakarta yang bertempat di kompol UMJ Jl. Limau
Jakarta Selatan (kini menjadi kampus UHAMKA). Kemudian pagi harinya, setelah terdengar
berita adanya penculikan 7 jendral (termasuk Pak Nasution yang alhamdulillah lolos) atau G 30
S PKI, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang juga telah bergabung dengan GENUIS
dan telah melakukan aksi membela HMI pada tanggal 11 September 1965 dan 13 September
1965, secara cepat melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah atas
anjuran PP Muhammadiyah yang ada di Jakarta kemudian berkumpul di tempat yang sama. Drs.
Lukman Harun yang pada waktu itu menjadi ketua PP Pemuda Muhammadiyah memberi
briefing, begitu pula HS projokusumo, Sutrisno Muhdam, Suwardi, Samani, Sumarsono, Djalal
Sayuti, Drs. Habian HS, H. Suyitno, mereka inilah yang kemudian mengadakan rapat tertutup di
ruang Rektor Universitas Muhammadiyah yang kemudian salah satu hasilnya adalah membentuk
KOKAM (Komando Kewaspadaan dan Kesiapasiagaan Muhammadiyah), Sumarsono dan
Sutrisno Muhdam adalah anggota DPP IMM.
Dalam KOKAM itulah IMM berperan penting, sebagai ortom Muhammadiyah yang
beranggotakan para mahasiswa militan senantiasa bergerak dan menggerakan aksi-aksi protes
menentang PKI, menuntut pembubaran PKI. Dan melalui KOKAM ini pulalah IMM bisa bekerja
sama dengan unsur TNI dan ABRI yang anti PKI.
Pada hari senin 4 Oktober 1965 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) turut ambil bagian
dalam pembentukan KAP GESTAPU (Kesatuan Aksi Penggayangan Kontra Revolusi G. 30 S.
PKI), yang kemudian bergabung pula dengan aksi-aksi lain, KAMI (KesatuanAksi Mahasiswa
Indonesia), KAPPI ( Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) IMM pun turut ambil bagian
Immawan Saiful Alam termasuk penandatanganan Kebulatan Tekad yang intinya antara lain:
Mengutuk sekeras-kerasnya terhadap tindakan teror dan penculikan para jendral. Mendesak
Bung Karno selaku presiden untuk membubarkan PKI dan antek-anteknya dan ormas-ormas
yang simpati terhadap G. 30 S PKI
Muktamar IMM IV
Amanah muktamar IMM III di Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 14-17 Maret 1971 di
Yogyakarta bahwa muktamar IMM ke IV akan dilaksanakan di Medan atau Jakarta. Sebelumnya
telah diputuskan oleh Tanwir IV yaitu Medan (SUMUT). Kemudian karna pertimbangan
integrasi sesama AMM cq Pemuda Muhammadiyah maka DPP IMM memutuskan untuk
memindahkan tempat Muktamar dari Medan - Malang (JATIM).Akan tetapi setelah berembug
dengan PP Pemuda Muhammadiyah dan OC Muktamar akhirnya diputuskan tempat Muktamar
IMM IV yaitu di Semarang( Jateng ) pada Tanggal 18-22 Djulhijjah 1395 H/21-25
Desember1975
berbarengan
dengan
Muktamar
Pemuda
Muhammadiyah
Ke-6.
Dalam Muktamar IV tersebut disamping menyusun personalia DPP IMM Periode 1975-1978
yang diketuai oleh Drs. Zulkibar dan M. Alfian Darmawan (Sekretaris Jenderal) juga telah
menelorkan deklarasi yang didalam perkembangan sejarah IMM mengalahkan popularitas DPP
IMM selakigus menggusur program produk Muktamar yang ditanfizkan dengan SK No.002/A1/76 tgl 8 Syafar 1396 H./8 Pebruari 1976.
Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman Semarang ditandatangani oleh 36 orang, 17 orang generasi
awal dan 19 orang generasi penerus. Ke-17 orang generasi awal tersebut Yaitu: Drs. H
Moh.Djazman, dr.Sudibyo MarkusDrs. H Rosyad Saleh, dr Moh Arief, Drs. Syamsu udaya
Nurdin, Drs. Zulkabir, Drs. H. Sutrisno Muhdam, H. Nurwijoyo Sarjono, Drs Basri Tambuh, Drs.
Fathurrahman HM. Sumarwan, Bsw, Ali Kyai Demak, SH, Drs. M. Husni Tamrin, M. Susanto
BA, Dra. Siti Romlah, dan dr. Deddy Abubakar. Sedangkan ke 19 generasi Penerus yaitu wakilwakil DPD IMM Se- Indonesia yang nengikuti Muktamar IMM IV tersebut, yang berarti secara
otomatis deklarasi tersebut merupakan tekad Pimpinan dan anggota IMM seluruh Indonesia.
Mereka itu adalah: Hindun Rosidi ( Aceh ), M. Jaginduang dalimunthe ( Sumut ) Agus Aman
( Riau ) Bazar Abas ( Sumbar ) A.Roni Umar ( Jambi ) Fauzi Fatah ( Lampung ) Rafles ( DKI
Jakarta) Anda Suahanda ( Bandung/Jawa Barat )Ahmad Sukarjo ( Jateng ) Tufik Dahlan ( DIY
Yogjakarta) Ishak Soleh ( Kalbar / Pontianak ) Mahrani Said ( Kalsel )M. Nurdin HS.
(Samarinda/ Kaltim) M.Yasin Ahmad ( Suselra/Ujung Pandang) M.Yunus Hamid( Sulteng)
M.NurAbdullah ( NTB / NTP ) Joko Santoso ( Malang /Jawa Timur ) A. Muiz ZA ( DPP IMM
Periode 1971-1974 ) dan Mahnun Husein ( DPP IMM 1971-1974).
Dewan Pimpina Pusat Ikatan Mahasiswa Muahmadiyah Periode Muktamar IV atau periode
1975-1978) dalam pelaksanaan program hasil Muktamar yang telah ditanfizkannya melalui surat
keputusan No.002/A-1/1976 8 Februari 1976. Kurang banyak melakukan suatu aktifitas tingkata
nasional. Namun, satu inforamsi yang bias dipercaya, bahwa DPP IMM Periode 1975-1978 telah
mengusulkan kepada pemrintah RI dalam melakukan pembibitan bagi generasi muda dan
mahasiswa diperlukan adanya seorang pembantu Presiden yakni seorang menteri yang bertugas
menangani kepemudaan, yang akhirnya lahirlah dalam komposisi Kabinet Pembangunan III dr.
Abdul Gafur sebagai Menpora dan Ir. Akbar Tanjung untuk Kabinet Pembangunan IV (19881993) konon, kehadiran meneteri pemuda ini salahsatunya adalah merupakan usulan DPP IMM
periode 1975-1978 yang diketuai oleh Drs. Zulkabir.
Kemudian, kaitannya dengan pengembangan ikatan pada dan atau lewat Muktamar IMM IV di
Semarang tersebut, telah merekomendir penggeseran azas pengorganisasian IMM dari azas
teritorial kepada azas potensial. Penggeseran ini menurut pola katifitas ikatan dimaksudkan
supaya IMM senantiasa berorientasi kepada bidang-bidang gerak Muhammadiyah. Dan
kebutuhan dasar mahasiswa. Kalau sekarang kita mempunyai keyakinan penuh bahwa komisariat
adalah sebagai institusi terbawah dalam jenjang kepemimpinan ikatan, adalah merupakan basis
kegiatan, maka dengan penggeseran azas tersebut berarti posisi komisariat dan atau kelompok
dipandang penting dan menentukan. Program yang seperti ini sesungguhnya merupakan hasil
rumusan Muktamar IMM IV tersebut. Dan dengan ini memang terjadilah upaya perluasan IMM
melalui rekomendasinya kepada PP Muhammadiyah.
Atas dasar rekomendasi dari Muktamar IV IMM kepada Muhammadiyah kaitannya dengan
pengembangan IMM tersebut, maka Muhammadiyah dalam hal ini Majelis Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan (sekarang majelis ini dipecah menjadi dua; Majelis Diktilitbang dan
Majelis Pendidikan dan Kebudayaan) telah mengeluarkan petunjuk mengenai pembinaan
mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah yang juga merupakan rekomendasi dari hasil
lokakarya yaitu dengan suratnya nomor: E.1/234/1978 tertanggal 31 Oktober 1978 nomor:
E.1/001/79 tanggal 2 Januari 1979 dan nomor E.3/014/1979 tertanggal 6 Januari 1979.
Selain itu, DPP IMM periode Zulkabir, yang sebenarnya harus berakhir pada tahun 1978 atau
akhir tahun 1979 (paling lambat), ternyata masih merasa kurang cukup waktu dalam
melaksanakan amanah hasil Mukatamar IMM III dan IV. Tahun 1979, bukannya Mukatamar
IMM V yang diadakan, tetapi justeru tentang Tanwir V yang diadakan di Jakarta, yang salah satu
keputusannya akan bermuktamar pada bulan Oktober 1979. dan Tanwir V inipun sesungguhnya
merupakan desakan dari DPD IMM DKI Jakarta yang saat itu di Ketua Umumi Drs. M. Yunan
Yusuf. Dan dalam Tanwir IMM V di Jakarta tahun 1979 inipun terdapat rekomendasi untuk
Muhammadiyah dan untuk DPP itu sendiri supaya segera melaksanakan Mukatamr IMM V.
Sampai beberapa tahun kemudian DPP IMM periode 1975-1978 tidak mampu mengadakan
Muktamar lanjutan (ke-5). Personalia DPP IMM periode ini yang terpencar-pencar, ada yang di
Yogya, Solo, Bandung dan Jakarta, dan lain-lain mengakibatkan komunikasi antar anggota DPP
menjadi renggang bahkan terputus. Yang pada gilirannya terjadilah kevakuman IMM ditingkat
nasional. DPD IMM DKI Jakarta pada tanggal 14-15 Maret 1981 mengadakan Musyda V dan
dalam Musyda inilah disuarakan bahkan mendesak supaya DPP IMM periode 1975-1978 segera
melaksanakan amanah Muktamar.
DPP IMM nampaknya kurang mendengar suara Musyda IMM DKI Jaya tersebut, maka, pada
tanggal 3 Juni 1982 para alumni IMM DKI Jaya, Drs. H. Rustan SA, M. Rusaini Rusin, SH, Drs.
E. Kusnadi, Sudirman Arif, Drs. Husni Thoyar, Drs. Hadjid Dharnawidagda, MP, Drs. Yudi
Ruspandi, Drs. A. Sabuki, Drs. Abdul Muis, ZA, Drs. H. M. Yusuf Muchtar, Drs. Salman Harun
(sekarang Doktor), Drs. Sadimin, Drs. M. Yunan Yusuf, Drs. Muh. Isa Anwari Bah, dan Firdaus
Jamain, telah menandatangani surat himbauan kepada PP. Muhammadiyah supaya turun tangan
dan segera melaksanakan Muktamar IMM V, dan surat ini ditembuskan kepada seluruh PWM
seluruh Indonesia, tetapi jugaMuktamar masih tetap belum dilaksanakan. Tahun 1984 DPD
IMM DKI Jakarta memprakarsai untuk membentuk karakteker DPP IMM, yang tujuannya akan
mengantarkan IMM untuk segera melaksanakan Mukatamar, tetapi karakteker ini banyak
tentangan akhirnya bubar sendiri.
Kembali pada permasalahan bahwa, penilaian yang objektif sesungguhnya DPP IMM sejak
periode 1975-1978/1979 terjadilah kekosongan, atau sejak itulah IMM tidak mempunyai DPP
IMMnya. IMM yang pada periode Drs. HM. Djasman dan Drs. HA. Rosyad Soleh, memiliki
potensi nasional yang meyakinkan, ternyata hampir tenggelam gara-gara ketiadaan DPP IMM
sejak tahun 1979 tersebut. Namun demikian, kekosongan DPP IMM sesungguhnya sma sekali
tidak mempengaruhi aktivitas IMM di setiap daerah dan cabang, walaupun DPP IMM tidak ada.
Tetapi anggota IMM tidak ambil pusing. Identitas IMM ternyata begitu melekat pada IMM, di
daerah-daerah dan cabang-cabang, IMM masih tetap tumbuh bahkan semakin subur. IMM saat
ini ibarat sebuah pohon besar yang rindang kemudian terserang kemarau panjang yang
menggugurkan dedaunannya tetapi akarnya semakin menerobos ke perut bumi. Atasnya rontok,
tetapi bawahnya semakin mantap, itulah IMM saat itu.
Kondisi DPP IMM yang banyak memendam cerita nyata tersebut, lama kelamaan terdengar pula
oleh PP Muhammadiyah, satu hal yang amat menguntungkan bagi IMM, yaitu bahwa anggotaanggota Pimpinan Pusat saat itu banyak mantan DPP IMM seperti Drs. Muh. Djasman, Drs.
Sutrisno Muhdam, Drs. A. Rosyad Saleh, Drs. Abu Sri Dimyati, dll. Sementara itu, Bapak HS.
Prodjokusumo sendiri selaku Ketua PP Muhammadiyah Mapendappu saat itu merasa terpanggil
yang akhirnya keluarlah animo beliau untuk menulis tentang IMM yang nadanya hampir
menjerit dengan judul IMM Anakku, Bangkitlah! yang kemudian tulisan ini disamping dimuat
di suara Muhammadiyah nomor. 12 tahun ke-63 Juni 1983 juga disebarluaskan oleh BKP-AMM
dalam bentuk buku diterbitkan pada tahun 1983. Dengan demikian, maka akhirnya PP
Muhammadiyah yang merasa telah mengesahkan berdirinya IMM dan merasa bahwa IMM adlah
anak kandungnya, segera turun tangan, turut campur kedalam pembenahan IMM dalam hal in
DPPnya.
copy right @DPP IMM 2010
Retrieved from:
http://www.imm.or.id/index.php?