Oleh:
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur kita ucapkan atas nikmat dan hidayah Allah swt
yang senantiasa memberi kita kesehatan dan umur yang panjang, tak lupa pula
kita kirimkan Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, seorang revolusioner sejati
yang mampu menerjemahkan kekuatan langit yang diutus untuk meluruskan
akhlak kader Hmi dan ummat manusia.
Makalah ini, sebagai prasyaratan dalam mengikuti jengjang perkaderan
Intermediate Training (LK-2) Hmi Cabang Palu. Penulis menyadari akan
kekurangan dan minimnya kualitas makalah yang saya susun ini. Maka dari itu,
saya sangat berharap kritikan dan koreski konstruktif dari saudara (i) untuk
menyempurnakan isi makalah ini dan menjadi konsumsi pengetahuan kepada kita
semua di masa yang akan datang.
Ucapan terimah kasih terkhusus kepada orang tua saya, yang telah
mendukung ananda untuk tetap berproses dan menafkahi kehidupan ananda. Dan
ucapan terima kasih pula saya ucapkan kepada keluarga besar Hmi Komisariat
Syariah Dan Hukum Cabang Gowa Raya, kepada dewan senior yang telah
mendukung saya sampai sejauh ini yang tak sempat saya sebutkan satu persatu.
Wassalam
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB 1
Pendahuluan 1
a.Latar Belakang 1
b.Rumusan Masalah 2
BAB II
Pembahasan 3
BAB III
Penutup Dan Kesimpulan 16
Daftar Pustaka 18
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sungguh memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk
lainnya. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna
(lihat surat at-Tiin)1. Meskipun demikian, manusia berpotensi (berpeluang)
untuk menjadi makhluk paling mulia atau paling hina. Hanya orang yang
beriman dan beramal shalih yang akan menjadi makhluk mulia di sisi Allah.
Potensi inilah yang menjadikan manusia sangat disayang oleh Allah. Di
antara bukti kasih sayang-Nya adalah penciptaan alam semesta ini. Alam
sengaja diciptakan oleh Allah dengan penuh keseimbangan dan keteraturan,
bukan tercipta secara kebetulan. Penciptaan alam ini terkait dengan
kepentingan manusia sebagai khalifah fil ardh (pemakmur di muka bumi ini),
karenanya alam diciptakan dalam pola-pola tertentu yang teratur agar
manusia dapat dengan mudah memahami alam dan memanfaatkannya.
Manusia, sebagai makhluk Allah Swt, memiliki sifat fitrah (kesucian)
dan hanif (cenderungan kepada kebenaran). Hal ini ditegaskan dengan ikrar
kesaksian pada ketauhidan (QS al-A'raf: 172)2. Manusia ketika masih di alam
arwah telah berjanji akan senantiasa beriman kepada Allah. Namun Allah
tidak membiarkan manusia berkata seperti itu begitu saja. Allah akan menguji
kebenaran janji mereka. Ujian keimanan itu adalah menjadi makhluk
penghuni bumi. Lantas Allah juga membekali manusia dengan hati, akal, dan
nafsu untuk menjalankan misi khalifah tersebut. Sisi keunggulan inilah yang
menempatkan manusia layak menerima amanat khalifah Allah Swt di muka
bumi ini.3
Kesadaran akan eksistensi diri sebagai langkah awal dalam melakukan
kerja kemanusiaan memuat dimensi penting yaitu dimensi Ilahiyah. Dimensi
inilah yang mendatangkan pencerahan dalam gerak langkah setiap individu,
karena hal itu sekaligus berperan sebagai sumber energi yang memotivisir
1 Lihat QS at-Tiin
3 Lihat QS Al-Baqarah: 30
dan menggerakkan langkah. Sebagai titik berangkat (depature point), maka
tiada gerak dan kerja yang tidak memiliki dimensi Ilahiyah tersebut, karena
tanpa itu hanya merupakan sesuatu perjalanan tanpa tujuan, sehingga bagi
HMI, semua kerja-kerja di muka bumi merupakan suatu rangkaian ibadah
kepada Allah SWT. Sekaligus merupakan satu simbol dari penghambaan diri
dan pengakuan terhadap ke Maha Kuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, kata
terakhir dari rumusan tujuan HMI adalah .. yang diridhoi Allah
SWT.
Dengan kecenderungan yang terjadi pada saat ini, maka penguatan
dimensi Ilahiyah menjadi sesuatu yang mutlak. Bukan saja terhadap diri
individu, tetapi juga dalam menghadapi tantangan mondial. Kemajemukan
masyarakat menimbulkan adanya variasi unsur (yang sering disebut
primordialisme), sehingga untuk terciptanya suatu harmoni dalam
kemajemukan itu dituntut adanya satu simbol besama berupa consensus.
Untuk itu, maka penguatan terhadap jati diri individu berdasar basis unsur
kemasyarakatan (bukan primordalisme) seperti terhadap agamanya justru
diperlukan bagi penegasan itu, maka suatu harmoni dapat dieleminir dengan
munculnya identitas dan prioritas masalah yang dihadapi.4
B. Rumusan Masalah
1. Pemahaman al-Quran tentang manusia?
2. Kenapa Manusia diciptakan?
3. Bagaimana Konsep Khalifah Fil Ardh?
BAB II
PEMBAHASAN
17 Al-Ragib Al-Ashfahani, tt. Mujam Mufradat alfad al-Quran hal 156, Bairut,
Lubnan : Darul Fikr.
21 Lihat QS Al-Anam [6]:165, QS. Al-Hijr [15]:21, dan QS. Fussilat [41]:
51.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :