BAB I
PENDAHULUAN
b.
Apa sajakah faktor penyebab mahasiswa menjadi peka terhadap berbagai
permasalahan kemasyarakatan?
c.
Apakah problematika yang menghambat pelaksanaan peran mahasiswa sebagai
agen perubahan?
d.
1.3 Tujuan
Selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, makalah ini juga bertujuan untuk menyadarkan mahasiswa akan
betapa pentingnya peran mereka bagi kelangusungan hidup bangsa ini, sehingga para
mahasiswa tidak lagi mempunyai pola pikir yang lebih mementingkan dirinya sendiri
dengan sibuk mendapatkan nilai yang baik dan lulus dengan baik, namun lebih daripada
itu para mahasiswa haruslah lebih peka terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di
lingkungan mereka. Begitu juga para dosen yang sudah seharusnya lah memberikan
keleluasaan mahasiswa untuk menyatakan pendapat mereka dan tidak menilai mahasiswa
dari satu sisi saja, sehingga para dosen tidak hanya mencetak mahasiswa yang baik secara
akademik, terlebih secara sosial dan emosional.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
PEMBAHASAN
yang selama ini menggemukkan dinamika mahasiswa, semakin dikuras. Pada saat
berikutnya, sumber cumber rekruitment yang potensial ikut mengalami nasib yang
serupa. Lembaga kemahasiswaan ekstra universiter semakin diciutkan peranannya.
Problematika kedua, justru merupakan akibat langsung dari problematika
pertama, yakni semakin terbukanya dunia kemahasiswaan terhadap intervensi
kepentingan kepentingan lain yang kadang kadang destruktif adanya. Bisa kita
bayangkan runyamnya keadaan, jika di satu sisi para kader tidak lagi dipersiapkan di
sumber-sumber rekruitment secara terkonsentrasi, sementara ladang orbitasi pun tidak
lagi terlalu subur. Sulit untuk dibantah bahwa dasar bagi restrukturisasi lembaga
kemahasiswaan yang dilakukan tahun 1978 adalah upaya untuk mencegah konsentrasi
mahasiswa di tingkat universitas dan antaruniversitas sebagai suatu kekuatan pendobrak.
Jadi sangat politis. Tetapi yang kurang diperhitungkan ialah, di samping tereliminasinya
salah satu substansi pembangunan pendidikan yaitu pembentukan kepribadian, juga
terpecahnya mahasiswa ke dalam puluhan atau bahkan ratusan lembaga non afiliatif yang
justru membuat kerepotan baru bagi para penentu kebijaksanaan politik pendidikan
Kondisi saat ini, GM mengambil posisi dan menciptakan isu yang berbeda-beda
tanpa dikawal oleh semangat sebuah mainstream utama. Sehingga ketika akan melakukan
reposisi, seharusnya mengagendakan main stream utama dari isu-isu yang akan digagas
dan perjuangkan oleh masing-masing organ. Sampai saat ini menurut hemat saya, main
stream yang memungkinkan melakukan konsolidasi sekaligus perjuangan demokrasi
yakni bagaimana melakuklan proses pemberdayaan atau penguatan terhadap peran rakyat
yang selama ini terpinggirkan oleh dua kekuatan besar, yakni Oligarki Negara dan
Imperialisme Neo Liberal. Dengan kata lain agenda besarnya dalah radikalisasi peran
rakyat agar lebih berdaulat.
3.3 Radikalisasi Peran Rakyat
Salah satu yang menjadi problem besar dari demokratisasi di Indonesia adalah
tidak ketidakmampuan rakyat bersikap secara mandiri, rasional dan kritis dalam melihat
permasalahan bangsanya. Rakyat tidak memiliki kekuatan yang utuh dan hegemonik
untuk melakukan perlawanan menuju kemandirian dan kebebasan bersikap. Sebagian
masyarakat kita masih memiliki nalar pragmatisme yang cukup akut. Salah satu
indikasinya adalah ketika menentukan hak-hak politiknya dan pilihan politiknya kepada
partai politik, rakyat tidak berangkat dari sebuah pemahaman yang utuh tentang makna
dan fungsi partai politik, visi partai politik beserta calegnya. Pilihan dan sikap politik
tidak berangkat dari kesadaran kritis. Sehingga kita sulit menemukan masyarakat yang
secara sukarela bergerak dalam aktivitas dukung mendukung kepentingan politik tertentu
(Peserta Pemilu). Mereka akan bergerak kalau dibayar, diberikan dukungan materi yang
membuat hidup mereka senang dan survive.
Dengan demikian, apapun yang dilakukan oleh gerakan Pro Demokrasi termasuk
dalam halnya GM akan tertolak oleh pragmatisme masyarakat, karena mereka tidak
memerlukan gagasan-gagasan yang berat dan bagi mereka utopis. Mereka berprinsip
bagaimana saya bisa makan dan kenyang hari ini. Sehingga tidak mengherankan, ketika
kekuatan orde baru mencoba mengajak masyarakat mengingat kembali kemakmuran
semu yang dibangun oleh Suharto, masyarakat langsung tersadarkan dan merasa rindu
dengan kondisi ketika Suharto berkuasa.
Di sinilah mainstream penguatan, penyadaran dan pendidikan politik rakyat
sebagai bagian dari proses radikalisasi peran rakyat menjadi penting. Ada beberapa alasan
mainstream ini menjadi fokus Pertama, Kran demokratisasi yang mulai terbuka lebar
pasca lengsernya Suharto, yang diiringi oleh kebebasan partisipasi yang luar biasa, tidak
diiringi oleh mental dan sikap yang demokratis. Kebebasan berpolitik, tidak ditopang
oleh rasionalitas, kekritisan dan kemandirian berpikir dan bersikap. Sehingga
Demokratisasi yang muncul adalah anarkisme, kekerasan, perpecahan tapi bukan
perubahan yang paradigmatik dan konstruktif.
Kenyataan tersebut diperparah oleh faktor kedua yakni semakin menguatnya
penjajahan yang dilakukan kapitalisme dengan Neo Liberal nya. Kapitaslime
menawarkan dan meninabobokan masyarakat dengan cara menggembor-gemborkan sikap
hidup yang hedonis, serba mewah dan menempatkan materi di atas segala-galanaya.
Semua level masyarakat, berkompetisi untuk meraih materi sebanyak-banyaknya dan
bersaing untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak. Kapitalisme menjadikan
segala sesuatu harus dihargai dengan materi. Sehingga tidak mungkin mangajak apalagi
menggerakkan masyarakat yang sedang kelaparan untuk memikirkan format serta
bangunan demokratisasi di Indonesia. Masyarakat dengan kungkungan kapitalisme, tidak
memiliki ruang-ruang berpikir rasional dan kritis.
Faktor ketiga, Ketergantungan masyarakat kepada kaum kapital itu diperparah
lagi oleh pragmatisme negara dalam memberikan ruang pastisipasi secara sehat kepada
masyarakat. Negara gagal dalam menciptakan ruang-ruang berpikir rasional kepada
masyarakat, akan tetapi justru sebaliknya negara mempertontonkan sikap dan budaya
kapitalistik dan feodalistik dalam mengurus negara. Fenomena Korupsi dan Nepotisme
menunjukkan betapa negara tidak pernah memiliki keberpihakan terhadap rakyat.
Birokrasi yang kaku dan korup yang diperagakan negara tidak memberi ruang partisipasi
yang sehat di tengah ruang demokrasi yang seharusnya mengalami keterbukaan. Negara
lewat kebijakan-kebijakan dan Undang-undangnya kebih banyak memihak kepada kaum
kapital daripada memberdayakan masyarakat.
Sementara itu sistem politik saat ini sama sekali tidak memberikan jalan alternatif
untuk keluar dari permasalahn-permasalahan di atas. Partai Politik sebagai salah satu
instrumen dan infrastruktur demokrasi, gagal melakukan pendidikan dan komunikasi
politik yang sehat kepada masyarakat. Bahkan ada beberapa partai politik yang sangat
memamfaatkan, kebodohan, ketidakberdayaan serta irrasonalitas masyarakat pemilihnya.
Karena dengan demikian mereka begitu mudah mendapat dukungan hanya dengan
memberikan masyarakat kepuasan materi, tapi tidak menjalankan kewajibannya yakni
melakukan pendidikan politik
Dari ekplorasi di atas, maka Reposisi Gerakan Mahasiwa Pasca Pemilu 2004
adalah dengan mengagendakan penguatan basis dan radikalisasi peran rakyat dalam
mewujudkan demokratisasi di Indonesia.
3.4 Faktor-faktor Penyebab Lunturnya Gerakan Mahasiswa
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melemahnya gerakan
mahasiswa. Pertama, lunturnya ideologi gerakan. Saat ini gerakan mahasiswa telah
kehilangan ideologi sehingga stigma mahasiswa yang terjun di berbagai organisasi
kampus baik intra maupun eksra sudah mengalami titik kejenuhan dan kebosanan. Hal itu
mengakibatkan lunturnya rasa sensitivisme serta responsbility aktivis mahasiswa
terhadap perubahan sosial, dampaknya adalah gerakan mahasiswa mengalami disorientasi
Kedua, gerakan mahasiswa sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar dalam
mengawal perubahan. Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat
berbagai aksi demonstrasi yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara
mahasiswa sebagai manifestasi suara rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan kritik
serta kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itulah yang pada akhirnya menjadikan
gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.
Ketiga, sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang aktivis. Gerakan
mahasiswa selalu identik dengan para aktivis kampus, namun saat ini menjadi seorang
aktivis kampus bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa karena dianggap sebagai batu
sandungan dalam meraih prestasi akademik. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika saat
ini jumlah aktivis kampus semakin sedikit.
Keempat, adanya tindakan represif dari pemerintah. Sebagai langkah preventif
untuk menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat ini pemerintah lebih memilih tindakan
yang represif. Tak jarang kekerasan fisik dilakukan aparat pemerintah untuk mencegah
aksi dan gerakan mahasiswa. Sehingga tidak mengherankan jika gerakan mahasiswa
menjadi melemah karena adanya rasa takut akan eksistensi dan keselamatan jiwa para
aktivis.
Kelima, minimnya dukungan dari masyarakat. Gerakan mahasiswa yang sering
berakhir dengan kericuhan, serta seringnya mahasiswa melakukan pengrusakan terhadap
berbagai fasilitas umum saat melakukan aksi-aksi demonstrasi menjadikan citra
mahasiswa menjadi menurun di mata masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan
bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia
dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci.
Sebaiknya, kaum muda Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan,
hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar
dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa dan negara
kita ke depan. Bayangkan, jika semua anak muda kita terjebak dalam politik dan hanya
pandai berwacana, tetapi tidak mampu merealisasikan ide-ide yang baik karena ketiadaan
kemampuan teknis, ketrampilan manajerial untuk merealisasikannya, sungguh tidak akan
ada perbaikan dalam kehidupan kebangsaan kita ke depan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Peran mahasiswa bagi bangsa dan negeri ini bukan hanya duduk di depan meja
dan dengarkan dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai berbagai
perannya dalam melaksanakan perubahan untuk bangsa Indonesia, peran tersebut adalah
sebagai generasi penerus yang melanjutkan dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan pada
suatu kaum, sebagai generasi pengganti yang menggantikan kaum yang sudah rusak
moral dan perilakunya, dan juga sebagai generasi pembaharu yang memperbaiki dan
memperbaharui kerusakan dan penyimpangan negatif yang ada pada suatu kaum.
Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpartri didalam dada mahasiswa
Indonesia baik yang ada didalam negeri maupun mahasiswa yang sedang belajar diluar
negeri. Apabila peran ini bisa dijadikan sebagai sebuah pegangan bagi seluruh mahasiswa
Indonesia, ruh perubahan itu tetap akan bisa terus bersemayam dalam diri seluruh
mahasiswa Indonesia.
4.2 Saran
Pada bagian ini penyusun ingin mengajak yang dalam hal ini ditujukan kepada
para generasi muda pelajar dan mahasiswa, para Dosen dan Guru, seluruh elemen
pemerintah baik yang ada di daerah maupun yang ada di pusat serta seluruh lapisan
masyarakat Indonesia secara luas agar tetap bersatu demi mempertahankan keutuhan
NKRI. Terkadang masalah sepele akan menjadi kompleks jika tidak ada solidaritas di
antara sesama kita. Penyusun berharap tak akan ada lagi perselisihan di negeri kita
tercinta sehingga cita-cita bangsa Indonesia akan tercapai.
Pepatah dalam bahasa Inggris mengatakan Student Today, Leader Tomorrow.
Penyusun meyakini bahwa kunci tercapainya cita-cita itu ada di tangan para generasi
muda. Oleh karena itu, tetaplah semangat dalam meraih apa yang telah menjadi tujuan
hidup kita.
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidi Ahmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.
Diktat Kuliah.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL%202.pdf
http://fauzulandim.blogspot.com/2012/11/membangkitkan-spirit-gerakan-mahasiswa.html
http://herlan231.blogspot.co.id/2012/12/makalah-tenatang-kemahasiswaan.html