Anda di halaman 1dari 3

IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)

IMM ialah organisasi mahasiswa islam di Indonesia yang memiliki hubungan structural
dengan orgnaisasi Muhammadiyah dengan kedudukan sebagai organisasi otonom. Memiliki
tujuan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah.

Keberadaan IMM di perguruan tinggi Muhammadiyah telah diatur secara jelas dalam qoidah
pada bab 10 pasal 39 ayat 3: "Organisasi Mahasiswa yang ada di dalam Perguruan Tinggi
Muhammadiyah adalah Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)”.
Sedangkan di kampus prguruan tinggi lainnya, IMM bergerak dengan status organisasi
ekstra-kampus sama seperti Himpunan Mahasiswa Islam mapun KAMMI dengan anggota
para mahasiswa yang sebelumnya pernah bersekolah di sekolah Muhammadiyah.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan di Yogyakarta pada tangal 14 Maret


1964, bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H. Dibandingkan dengan organisasi
otonom lainya di Muhammadiyah, IMM paling belakangan dibentuknya. Organisasi otonom
lainnya seperti Nasyiatul `Aisyiyah (NA) didirikan pada tanggal 16 Mei 1931 (28 Dzulhijjah
1349 H); Pemuda Muhammadiyah dibentuk pada tanggal 2 Mei 1932 (25 Dzulhijjah 1350
H); dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM, yang namanya diganti menjadi Ikatan Remaja
Muhammadiyah [IRM]) didirikan pada tanggal 18 Juli 1961 (5 Shaffar 1381 H).

Latar Belakang Sejarah

Sesungguhnya ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah
berdirinya IMM, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor intern
adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan
faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar
Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan umat dan bangsa serta dinamika
gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.

Faktor intern sebetulnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu
dorongan untuk mengembangkan ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk
mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti
bersinggungan dan berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang
majemuk. Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual, profesional, mahasiswa.
dan sbagainya.

Interaksi dan persinggungan Muhammadiyah dengan mahasiswa untuk merealisasikan


maksud dan tujuannya itu, cara dan strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi
dan memengaruhinya di kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan
menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan mengembangkan
potensi mahasiswa. Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa tersebut lahir
pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran
Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula cita-cita
besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah.

Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa-mahasiswa


Muhammadiyah tersebut tidak bisa langsung terwujud, karena pada saat itu Muhammadiyah
belum memiliki perguruan tinggi sendiri. Untuk menjembataninya, maka para mahasiswa
yang sepaham, atau mempunyai alam pikiran yang sama, dengan Muhammadiyah itu
diwadahi dalam organisasi otonom yang telah ada seperti NA dan Pemuda Muhammadiyah,
serta tidak sedikit pula yang berkecimpung di HMI. Pada tanggal 18 November 1955,
Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan perguruan tinggi yang
sejak lama telah dicetuskannya pada tahun 1936, yaitu dengan berdirinya Fakultas Hukum
dan Filsafat di Padang Panjang. Pada tahun 1958, fakultas serupa dibangun di Surakarta;
kemudian di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah; dan Fakultas Ilmu Sosial
di Jakarta, yang kemudian berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kendati
demikian, cita-cita untuk membentuk organisasi bagi mahasiswa muhammadiyah tersebut
belum bisa terbentuk juga pada waktu itu. Kendala utamanya karena Muhammadiyah yang
waktu itu masih menjadi anggota istimewa Masyumi—terikat Ikrar Abadi umat Islam yang
dicetuskan pada tanggal 25 Desember 1949, yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya
organisasi mahasiswa Islam adalah HMI.
Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto Yogyakarta; dan
ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang
berbunyi:

1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam;

2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM;

3. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amala adalah ilmiah;

4. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan seenantiasa diabdikan untuk
kepentingan rakyat.

Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di
luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat
Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan
mahasiswa. Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh
tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa,
banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat. Sementara itu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis
(PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan
partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20
tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Demokrasi dan kedaulatan rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan
otoritarianisme merajalela akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai