Pendahuluan
Alhamdulillahirobbil ‘Alamin, segala puji kita haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah memberikan kepada kita berbagai kenikmatan, yang salah satunya adalah akal, sehingga
kita mampu untuk menelaah setiap wahyuNya, yang mana interpretasi yang kita dapatkan dari
penelaahan tersebut, mampu menjadikan penguat bagi keimanan kita. Sholawat serta salam kita
sampaikan kepada uswah hasanah kita, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, nabi akhir
zaman, imam para nabi, dimana ia datang membawa risalah Islam, yang mana Islam adalah agama
yang benar dialam semesa ini.
Pada sesi 1 sekolah kader ini, akan disampaikan materi mengenai Ideologi IMM, yakni :
1. Hakikat IMM
2. Arah Gerak IMM
3. Nilai Dasar Ikatan
4. Profil Kader Ikatan
yang mana 4 submateri diatas akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya. Materi-materi
mengenai Ideologi sudah didapatkan saat DAD yang lalu, diskusi kita kedepan hanya bersifat recall
dari materi-materi yang sudah immawan dan immawati dapatkan sebelumnya.
Ideologi IMM
Berbicara masalah ideologi, maka akan timbul beberapa definisi dari berbagai sumber. Yang
pada dasarnya ideologi saya artikan sebagai gagasan atau cita-cita yang cenderung mendorong
orang untuk mencapainya, sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan, atau paham
dari seseorang untuk melakukan perbuatan.
Dalam pendirian dan pengembangan organisasi diperlukan dasar perjuangan untuk
memperjelas ranah gerak organisasi tersebut. Berbagai referensi yang kami telaah ideologi IMM
sama seperti organisasi Induknya, yakni Muhammadiyah. Didalam buku Memahami Ideologi
Muhammadiyah karangan Prof. Haedar Nashir disebutkan bahwa ideologi Muhammadiyah adalah
Islam berkemajuan. Maka dapat disimpulkan bahwa ideologi IMM adalah Islam berkemajuan,
adapun enam penegasan, identitas IMM, Trilogi, Tri Kompetensi Dasar, Slogan IMM, NDI, dan
PKI adalah nilai-nilai turunan dari ideologi itu sendiri.
Hakikat IMM
Ikatan merupakan suatu ortom dari organisasi sosial kemasyarakatan Muhammadiyah, maka
yang dilakukan oleh ikatan adalah mencerminkan dari Muhammadiyah itu sendiri. Muhammadiyah
dalam gerakannya menggambarkan kondisi masyarakat yang ideal. Gambaran masyarakat ideal
Muhammadiyah ini tertuang dalam ideologi Muhammadiyah pada Muqadimah AD dan ART.
Tujuan didirikannya Muhammadiyah sebagai “baldatun thayyibatun warabbun ghafur”.
Penggambaran ideal masyarakat dalam cita-cita Muhammadiyah yakni masyarakat yang indah,
bersih suci, dan makmur dibawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun. Masyarakat
tersebut menurut Muhammadiyah merupakan pengantar pada gerbang surga dengan keridhaan
Allah yang Maha Rahman dan Rahim. (AD dan ART Muhammadiyah, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah). Pengungkapan tujuan Muhammadiyah terlihat dalam tujuan Ikatan serta bentuk
perjuangan yang akan dilakukan oleh ikatan. Sebagaimana tercantumkan dalam tujuan IMM yang
sesuai dengan AD IMM dalam Bab II pasal 6 adalah “mengusahakan terbentuknya akademisi Islam
yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Dari sini, tujuan ikatan
merupakan cita-cita dari personal kader dan organisasi secara kolektif menjadikan spirit dalam diri
untuk berproses dalam menjalankan kehidupan serta jalannya roda organisasi. Ikatan sebagai pionir
Muhammadiyah dalam hal keilmuan, hal ini dikarenakan tujuan serta basis massa dalam ikatan
merupakan masyarakat akademis yang berfiki rasional dan ilmiah. Melihat dari tujuan serta harapan
Muhammadiyah terhadap ikatan bahwa yang dilakukan oleh ikatan adalah gerakan ilmu amaliah
dan amal ilmiah. Ikatan memiliki tugas yang berat, dikarenakan ikatan sebagai proses dan
eksperimentasi masyarakat ilmu sebagaimana dikatakan oleh Kuntowijoyo sebagai masyarakat
ilmu.
Ada pertanyaan yang mendasar mengenai kelahiran IMM. Apakah IMM ada dengan
sendirinya atau merupakan suatu kreasi manusia dalam menyikapi realitas pada waktu itu ?
Sejarahnya keberadaan IMM ada dikarenakan bentuk kreasi, dimana Muhammadiyah perlu
melakukan kaderisasi dilingkungan kampus pada umumnya dan PTM pada khususnya. Kaderisasi
oleh Muhammadiyah bukannya dalam tingkatan pemuda yang tergabung dengan Pemuda
Muhammadiyah (PM) atau pemudi yang tergabung pada Nasyatul ‘Asiyah (NA), serta kalangan
pelajar yang tergabung dengan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tetapi kalangan Mahasiswa
yang belum ada. Oleh karena itu perlu kita melacak kelahiran IMM.
A. Embrio Pemikiran
Proses gagasan nyata melahirkan IMM, ialah mulai dari keinginan Muhammadiyah
untuk mengadakan pembinaan kader dilingkungan pendirian pergutuan tinggi. Yaitu tahun
1936 melalui Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-25 di Jakarta. Saat itu PP
Muhammadiyah dipimpin oleh KH Hisyam (1934-1937). Namun, Muhammadiyah belum
memiliki PT. Keinginan ini logis dan realistis, karena putra-putri Muhammadiyah semakin
banyak dalam menyelesaikan pendidikan menengah. Sehingga sementara pembinaan kader
dititipkan pada Pemuda Muhammadiyah (1932) dan Nasyiatul Aisyiyah (1931).
Pada Muktamar ke-31 (1950, Yogyakarya) dihembuskan lagi keinginan tentang
perguruan tinggi Muhammadiyah dan lagi-lagi belum berhasil. Karena NA dan PM
kenyataanya masih banyak mahasiswa yang berkecimpung didalamnya. Disamping itu ada
hubungan dekat yang tak kentara antara HMI dan Muhammadiyah. Selanjutnya hal ini
mempengaruhi perjalanan IMM. Muncul kesalahan berpikir dalam perkaderan
Muhammadiyah. HMI-lah yang melahirkan tokoh-tokoh Muhammadiyah. Dengan asumsi di
atas, maka yang benar adalah dengan dekatnya hubungan HMI-Muhammadiyah yang tak
kentara itu telah menjadikan kader-kader awal yang ada dalam HMI kemudian terbina dalam
wadah Muhammadiyah. Sehingga dalam perjalanan muncul istilah, “HMI keponakan
Muhammadiyah” dan “IMM anak kandung Muhammadiyah”.
Wajar menjelang kelahiran IMM, terjadilah perdebatan yang sengit di lingkungan PP
Pemuda Muhammadiyah dengan HMI. Bahkan beberapa pimpinan yang merangkap
kepengurusan di HMI menolak kelahiran IMM, dengan alasan mereka cukup diwadahi di
Pemuda Muhammadiyah di departemen kemahasiswaan atau di HMI. Sementara yang tidak
aktif di HMI mengharapkan segera diwujudkan wadah mahasiswa di Muhammadiyah.
Sehingga berakibat pada sikap bapak-bapka Muhammadiyah yang tidak adil terhadap IMM.
Seolah IMM ditengah-tengah keluarga besar Muhammadiyah belum diperlukan. IMM
dianggap bukan sebagai anak kandungnya, dan sebaliknya menganak emaskan HMI.
Hal ini menunjukkan kepada bapak-bapak Muhammadiyah (khususnya yang pernah
aktif HMI) menghendaki agar IMM tidak dihadirkan, karena cukup ada HMI. Sikap seperti
inilah yang menghambat perkaderan. Berdasarkan situasi diatas, maka Muhammadiyah
konsisten dengan perkaderan IMM mengeluarkan SK PP Muhamammdiyah No. E/001/1967, 2
januari 1997, tentang pembinaan kekompakan AMM termasuk IMM. Ini merupakan kesadaran
Muhammadiyah terhadap pembinaan kader-kadernya.
Dalam perkembangannya, IMM dan HMI memiliki kesamaan ideologis. Disinilah
muncul beberapa asumsi tentang kelahiran IMM, seperti “IMM lahir karena HMI mau
dibubarkan” dan lainnya. Akhirnya pada Muktamar ke-33 (Palembang, 1956) didirikanlah
Perguruan Tinggi Muhammadiyah pada saat ini IMM belum terlahir. Tetapi dibentuk Badan
Pendidikan Kader yang kemudian mengadakan pengajian mahasiswa yang penyelenggaraanya
diserahkan kepada PP Pemuda Muhammadiyah. Pengajian ini dimulai bulan Juli 1958 di
Gedung PP Muhammadiyah, Jl. KHA Dahlan 99 Yogyakarta. Bahkan gedung tidak mampu
menampung jumlah mahasiswa hingga terpaksa di jalan-jalan.
Di sini nampak bahwa sebenarnya banyak mahasiswa Muhammadiyah yang tak
tertampung di Pemuda Muhammadiyah dan Nasiatul Aisyiyah, yang dianggap cukup mewadai
pelajar-mahasiswa. Pendirian IMM tidak hanya menjadi kebutuhan mahasiswa di lingkungan
Muhammadiyah, tetapi mahasiswa diluar lingkungan Muhammadiyah. Bahkan dalam
pembentukan IMM terdapat dua tokoh dari luar, yaitu Rosyad Saleh (dibesarkan aktivitas NU)
dan Sudibyo Markus (lingkungan gereja yang ayahnya seorang misionaris dari Kediri).
B. Embrio Operasional
Pada 1956 ini disebut sebagai tahun “Tahap Embrio Operasional” pendirian IMM dalam
bentuk pemenuhan gagasan penghimpunan wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah.
Pertama, karena tahun ini Muhammadiyah secara formal melalui keputusan Muktamar
membentuk BPK. Kedua, Muhammadiyah bertekad kembali pada identitas sebagai gerakan
Islam, dakwah, dan tajdid melaui khittahnya 1956-1959. Ketiga, perguruan tinggi
Muhammadiyah telah didirikan. Keempat, puncak dari gagasan nyata adalah keputusan
Muktamar Pemuda Muhammadiyah 1956 di Palembang, “menghimpun pelajar dan mahasiswa
Muhammadiyah agar kelak menjadi Pemuda Muhammadiyah”.
Awal 1959, tiga tahun lebih keputusan tersebut dan pengajian mahasiswa semakin
semarak, namun juga belum membentuk organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Ini tidak lain
adalah karena masalah klasik, ada organisasi sebagai ganti yaitu HMI. Serta rasa komitmen
Muhammadiyah terhadap Masyumi, sebagai anggota istimewa. Baru pada 8 September 1958
dengan surat Pimpinan Partai Masyumi tentang berakhirnya keanggotaan istimewa Masyumi.
Untuk itu, PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat No. 761/I-A/U-B/M/P-M 12 Desember
1959, yang ditanda tangani oleh Farid Ma’ruf dan M. Jindar Tamimi, intinya Muhammadiyah
kembali menjadi gerakan dakwah dan tidak akan menjadi partai politik.
C. Embrio Akhir
Pada saat Konpida Pemuda Muhammadiyah se-Indonesia di Surakarta, 18 – 20 Juli
1961 disahkan berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Mengapa wadah mahasiswa belum
terwujud ? Toh Masyumi juga sudah dibubarkan. Baru menjelang Muktamar setengah abad di
Jakarta dimana setelah diadakannya Kongkres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di
Yogyakarta. Dihembuskanlah tentang perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa
Muhammadiyah. Dan lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinir oleh
margono (UGM), Sudibyo Markus (UGM) Rosyad Saleh (IAIN), sedangkan ide
pembentukkannya ialah Djazman Al-Kindi (UGM). Akhirnya 1963 diadakanlah penjajagan
untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah oleh LDM disponsori oleh Djazman Al-
Kindi.
Dengan demikian, jelas kelahiran IMM sudah dimulai sejak awal ide pembinaan kader
mahasiswa Muhammadiyah melalui pendirian PTM pada kongres Muhammadiyah 1936.
Ternyata orang-orang yang berada dalam LDM inilah yang menjadi motor, penggerak
terbentuknya IMM lokal Yogyakarta dengan sponsor utama Djazman Al-Kindi. Akhirnya, tiga
bulan penjajagan, maka dengan mantap dan yakin berdirilah IMM pada 29 Syawal 1384 H/ 14
Maret 1964 M. Adapun peresmian IMM ditandani dengan ditandatanganinya “Enam Penegasan
IMM” ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah KH Ahmad Badawi di Gedung DINOTO
Yogyakarta. Sehingga IMM menjadi sebuah organisasi pergerakan dan kader Muhammadiyah.
Penutup
Sebagai penutup saya sampaikan bahwa tidak cukup mempelajari IMM dari bacaan maupun
diskusi saja, namun diperlukan penyempurnaan dalam bentuk praksis gerakan atau yang sering kita
kenal dengan ilmu amaliyah dan amal ilmiyah. Semoga ikhtiyar kita dipermudah oleh Allah SWT,
dan kita senantiasa mampu istiqomah dalam berproses melalui IMM. Futur pasti akan
menghinggapi setiap kader, namun jangan terlalu larut dengan situasi semacam itu, bangun dan
bangkitlah untuk kemudian berlari menggapai asa dan cita-cita untuk menuju surgaNya dengan cara
berproses dan berdakwah ditengah-tengah masyarakat.
Referensi
1. Memahami Ideologi Muhammadiyah (Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si.)
2. Sistem Perkaderan Ikatan. (DPP IMM)
3. Manifesto Gerakan Intelektual Profetik (M Abdul Halim Sani)
4. IMM Autentik (Ahmad Sholeh)
5. Sukma Intelektualisme (Bayu Jati Prakoso)