Hakikat IMM
Pionir muhammadiyah
Epidermis IMM
Kh syam
Pada Muktamar ke-31 (1950, Yogyakarya) dihembuskan lagi keinginan tentang perguruan tinggi
Muhammadiyah dan lagi-lagi belum berhasil. Karena NA dan PM kenyataanya masih banyak
mahasiswa yang berkecimpung didalamnya. Disamping itu ada hubungan dekat yang tak kentara
antara HMI dan Muhammadiyah. Selanjutnya hal ini mempengaruhi perjalanan IMM. Muncul
kesalahan berpikir dalam perkaderan Muhammadiyah. HMI-lah yang melahirkan tokoh-tokoh
Muhammadiyah. Dengan asumsi di atas, maka yang benar adalah dengan dekatnya hubungan
HMI-Muhammadiyah yang tak kentara itu telah menjadikan kader-kader awal yang ada dalam
HMI kemudian terbina dalam wadah Muhammadiyah. Sehingga dalam perjalanan muncul
istilah,
embrio operasional
Pertama, karena tahun ini Muhammadiyah secara formal melalui keputusan Muktamar
membentuk BPK. Kedua, Muhammadiyah bertekad kembali pada identitas sebagai gerakan
Islam, dakwah, dan tajdid melaui khittahnya 1956-1959. Ketiga, perguruan tinggi
Muhammadiyah telah didirikan. Keempat, puncak dari gagasan nyata adalah keputusan
Muktamar Pemuda Muhammadiyah 1956 di Palembang, “menghimpun pelajar dan mahasiswa
Muhammadiyah agar kelak menjadi Pemuda Muhammadiyah”. Awal 1959, tiga tahun lebih
keputusan tersebut dan pengajian mahasiswa semakin semarak, namun juga belum membentuk
organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Ini tidak lain adalah karena masalah klasik, ada
organisasi sebagai ganti yaitu HMI. Serta rasa komitmen Muhammadiyah terhadap Masyumi,
sebagai anggota istimewa. Baru pada 8 September 1958 dengan surat Pimpinan Partai Masyumi
tentang berakhirnya keanggotaan istimewa Masyumi. Untuk itu, PP Muhammadiyah
mengeluarkan maklumat No. 761/I-A/U-B/M/P-M 12 Desember 1959, yang ditanda tangani oleh
Farid Ma’ruf dan M. Jindar Tamimi, intinya Muhammadiyah kembali menjadi gerakan dakwah
dan tidak akan menjadi partai politik.
Embrio akhir
Dengan demikian, jelas kelahiran IMM sudah dimulai sejak awal ide pembinaan kader
mahasiswa Muhammadiyah melalui pendirian PTM pada kongres Muhammadiyah 1936.
Ternyata orang-orang yang berada dalam LDM inilah yang menjadi motor, penggerak
terbentuknya IMM lokal Yogyakarta dengan sponsor utama Djazman Al-Kindi. Akhirnya, tiga
bulan penjajagan, maka dengan mantap dan yakin berdirilah IMM pada 29 Syawal 1384 H/ 14
Maret 1964 M. Adapun peresmian IMM ditandani dengan ditandatanganinya “Enam Penegasan
IMM” ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah KH Ahmad Badawi di Gedung DINOTO
Yogyakarta. Sehingga IMM menjadi sebuah organisasi pergerakan dan kader Muhammadiyah.
Arah gerak
IMM harus tampil dan menancapkan suatu gagasan perubahan bahwa organisasi IMM yang
bergerak di tingkat mahasiswa diperuntukkan untuk memberikan kesadaran secara intelektual
dan akademis serta pembentukan integritas bagi kader-kadernya. Salah satu alasan pembentukan
IMM adalah untuk menciptakan daya kritis dan karakter seorang pejuang yang beriman kepada
kebenaran dan keberpihakannya kepada nilai-nilai idealisme tanpa batas. Nilai idealisme tersebut
didapatkan melalui perenungan yang mendalam secara sadar dan berkesinambungan (Qs. 3:190).
Kesinambungan perjuangan itulah yang kelak membentuk jiwa-jiwa manusia yang
melaksanakan ritualisasi gerakan keberpihakan pada kebenaran, keadilan dan nilai kemanusiaan
serta nilai keTuhanan.
IMM, pada intinya sudah menjadi suatu keharusan mengambil bagian dari fungsi sosial
sebagai pemain dari peradaban profetik ditingkat mahasiswa. pada tataran idealnya IMM harus
menjadi ruang yang sejuk dan penawar segala penyakit yang melanda mahasiswa ditingkat
kampus serta menjadi pelopor utama dalam mendorong gerakan kemahasiswaan disegala
levelnya. Tentu hal ini bisa diperankan dengan baik jika kader-kader IMM memahami
paradigma IMM dalam bergerak serta mengambil peran strategis ditubuh ikatan. Paradigma
gerakan IMM yang saya dimaksud disini adalah trilogi gerakan IMM. Yakni, gerakan
intelektualitas, humanitas dan spritualitas. trilogi gerakan tersebut menuju pada muara gerakan
pencapaian profil kader yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual,
dan kompetensi dasar humanitas. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Hal tersebut bisa tercapai kalau Trilogi gerakan ini
berjalan seimbang dan beriringan dalam sebuah pengawalan kepemimpinan yang kuat dan utuh.
Oleh karena itu pendidikan perkaderan seharusnya dirumuskan dalam kerangka mewujudkan
kader cerdas yang berkarakter.
Bung Hatta menyampaikan bahwa “pendidikan bukan sekedar mencerdaskan.
Mengantarkan seseorang menjadi cerdas adalah mudah, tapi membentuk kepribadian yang
berkarakter teramat susah”. Terlebih bila karakter yang ingin dibentuk memiliki penguasaan
atas paradigma yang dibangun berdasar pada: spiritualitas, intelektualitas dan Humanitas. Tiga
dasar ini bukanlah sesuatu yang terpisah atau salah satu lebih unggul dari lainnya. Ia adalah
kesatuan utuh karakter kader. Ternyata kader Ikatan memang teramat cerdas merumuskan
banyak hal, tapi kurang berkarakter dan menggigit dalam melakukan tindakan. Tidak semua
anggota IMM adalah kader. Tidak semua kader adalah aktivis, sebagaimana tidak semua aktivis
di dalam IMM bervisi kader. Masa depan IMM berada di tangan kader-aktivis. Karakter kader
aktivis dapat terbentuk dengan perumusan tafsiran baru atas spiritualitas, intelektualitas dan
humanitas. Kebutuhan identitas karakter atas tiga pondasi tersebut mensyaratkan adanya
kepaduan ideologis dan simbolis.
IMM, disatu sisi bertanggung jawab pada mahasiswa dan pada sisi yang lain bertanggung
jawab pada muhammadiyah, karena IMM adalah ortom Muhammadiyah yang tentunya memiliki
relasi ideologis dengan Muhammadiyah yang telah mentanfidzkan diri sebagai “gerakan
dakwah amar makruf nahi munkar” serta gerakan kultur. IMM harus mendaulatkan komitmen
untuk menopang perjuangan dan cita-cita sosial muhammadiyah. Dalam kerangka strategis
gerakan muhammadiyah, IMM merupakan generasi intelektual dan tunas muda muhamadiyah
pada jalur organisasi otonom. Visi identitas dan konsepsi gerakan IMM merepresentasikan
kepedulian gerakan sosial Muhammadiyah pada wilayah kemahasiswaan. Sinergitas gerakan ini
mencerminkan proses transmisi intelektual kolektif, baik pada aras konsepsi organisasi maupun
pada ranah perkembangan masyarakat kampus. Elaborasi ideologis dan organisatoris IMM dan
Muhammadiyah, mengharuskan IMM menjadi lokomotif, mobilisator dan motor penggerak serta
pelopor dan pelangsung perjuangan Muhammadiyah. IMM sebagai organisasi ke Islaman serta
kader Muda Intelektual Muhammadiyah harus menjadikan Islam sebagai Ideologi yang hanya
mengakui Allah sebagai kebenaran mutlak. IMM juga harus menyerukan Islam sebagaimana
diajarkan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya sebagai kebenaran, selain itu salah. Pada prinsipnya
hidup adalah mengajak dan diajak, tidak bisa netral apalagi bebas nilai sebagaimana
diungkapkan salah seorang Ustadz Kritis, Murobby Neo- Marxis dari Pesantren Frankfurt, Kyai
Jurgen Habermas dalam kitabnya “Knowlwdge and Human Interest”;Hidup tidak bisa bebas
nilai apalagi netral, hidup harus menentukan pilihan. Tinggal kita memilih memihak pada
siapa atau apa, Teosentris/antroposentris.
Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antaralain ialah sebagai berikut (Farid
Fathoni, 1990: 102) :1.
Trilogy
1. Keagamaan
2. Kemasyarakatan
3. Kemahasiswaan
Trikompetensi dasar
Trilogy dan Trikompetensi dasar Memiliki keterkaitan satu sama lain , segitiga sama dasar yang
sama besar pada setiap sisinya dengan berjalan beriringan
Indicator
1. Ideology
2. Nilai nilai
3. Identitas imm
4. Trilogy
5. Trikometensi
6. Slogan
7. Nilai dasar
Terbentuknya akademisi
Tujuan IMM terwujudnya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam mencapai tujuan
muhammadiyah
Apabila ada kekeringan intlektual muhammadiyah yang akan disalahkan adalah IMM
Perlu diingat, kader IMM disiapkan bukan hanya untuk menjadi penerus roda organisasi saja.
Namun lebih jauh yakni sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa, sehingga diperlukan
penempaan yang serius, komprehensif dan terstruktur sehingga kualitas kader IMM dapat
dipertanggung jawabkan.
Pengungkapan tujuan Muhammadiyah terlihat dalam tujuan Ikatan serta bentuk perjuangan yang
akan dilakukan oleh ikatan. Sebagaimana tercantumkan dalam tujuan IMM yang sesuai dengan
AD IMM dalam Bab II pasal 6 adalah “mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang
berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”.Dari sini, tujuan ikatan
merupakan cita-cita dari personal kader dan organisasi secara kolektif menjadikan spirit dalam
diri untuk berproses dalam menjalankan kehidupan serta jalannya roda organisasi. Sebagai pionir
Muhammadiyah dalam hal keilmuan, hal ini dikarenakan tujuan serta basis massa dalam ikatan
merupakan masyarakat akademis yang berfikir rasional dan ilmiah. Ahmad Mansur Surya
Negara selaku pendiri ikatan dan sejarawan UNPAD Bandung mengemukakan bahwa warna
merah didasari oleh dua alasan yakni memiliki nuansa Islami dan sifat rahim. Menurut
sejarahnya bahwa warna yang disukai oleh nabi Muhammad Saw adalah merah dan putih. Warna
merah memiliki arti terdekatnya dengan sifat Allah yang rahmaan dan rahiim. Warna merah juga
diidentikan dengan sifat yang pemberani, pantang menyerah dan sungguh-sungguh. Selain warna
merah, ikatan juga memiliki semboyan yang terinternalisasi oleh kadernya. Semboyan ikatan
yakni “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”, merupakan doktrin dan spirit bagi
kader dalam meneguhkan gerak dan langkahnya di ikatan.