Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengenal biografi tentang para imam mazhab merupakan manfaat besar


bagi umat muslim. Kerena biografi beliau (para ulama) akan menginspirasi kita
guna menghidupkan kembali tradisi islam sebagai panutan kehidupan. Mereka
bukan sekedar fuqaha’ yang menjelaskan berbagai masalah keagaamaan atau
menyimpulkan hukum-hukum syariah,namun lebih dari itu. Mereka adalah tulang
punggung dimana umat islam bertopang di atasnya. Dan di ingat sebagai pendiri
mazhab islam,pelopor pemikiran,penyuru kebenaran,pekerja keras dan pejuang
keadilan. Mereka merupakan golongan ,sebagaimana yang terekam dalam sabda
Nabi  “Ulama dari umatku seperti para nabi Bani Israil”. Menyinari jalan bagi
orang banyak ,meskipun jalan itu sangat terjal dan sulit untuk di dalui. Dalam
lintasan sejarah kita akan mengenal sosok imam Al-Auza’I dan Abu Tsaur
Ibrahim bin Khalid. Mereka semua adalah para imam mujtahid yang telah berjasa
membentangkan jalan lurus dan memberikan jalan petunjuk manusia ke jalan
benar sehingga mereka mengenal hukum-hukum agama.
         Para imam merupakan panutan yang saleh dalam ilmu. Tetapi,ilmu saja
belum cukup menjadikan seseorang sebagai panutan. Karena itu mereka
merupakan panutan dalam segala hal berkaitan dengan
agama,pengetahuan,pemerintahan kepada para,kekuasaan dan kehidupan. Mereka
merupakan panutan bagi ulama dalam menghormati ilmu. Ia berkata kepada
khalifah “Ilmu itu di datangi,bukan datang”. Para imam juga merupakan panutan
dalam memberi nasihat kepada para khalifah dan penguasa lainnya. Seperti Al-
Mansur,Al-abbasi,meminta Ibnu Tawus agar meriwayatkan kepadanya hadits dari
bapaknya dan pada saat itu hadir juga Imam Malik. Maka,ia meriwayatkan Hadits
bahwa manusia yang paling pedih azabnya pada Hari Kiamat nanti adalah
seseorang yang di beri amanat oleh Allah swt.

1
Para imam juga merupakan panutan dalam hal berpegang teguh pada pendapat.
Seperti misalnya, keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal dalam mempertahankan
pendapatnya bahwa Al-quran bukan makhluk. Sedangkan tiga khalifah Bani
Abbasiyah pada zamannya memaksanya untuk menyatakan bahwa Al-qur’an
adalah makhluk.

B. Rumusan Masalah
a.       Bagaimana sejarah munculnya madzhab Hanafi ?
b.      Apa dasar-dasar hukum yang di pakai dalam madzhab Hanafi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Profil Imam Abu Hanifah

Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Seorang
keturunan bangsa Ajam dari Persia. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada
tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya
Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An
Nu’man.Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Kata "Hanif"
dalam bahasa Arab yang berarti "cenderung" pada agama yang benar. Menurut
riwayat lain dijelaskan bahwa gelar "Abu Hanifah" itu beliau peroleh karena
sedemikian eratnya dengan tinta. Kata "Hanifah" itu menurut lughat Irak artinya
"dawat" atau "tinta".
Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga ia
merupakan seorang mujtahid besar (imamul a"zdam ) sepanjang masa. Meskipun
demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang
dalam rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan
sendiri, ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin , terutama bagi
mereka yang berhajat akhlak yang mulia yang dimilikinya mampu mengendalikan
hawa nafsu, tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu
sabar dalam mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang ia hidup
sebagai kehidupan sufi dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Kalau kita hayati
kehidupannya maka akan tampak kepada kita bahwa Abu Hanifah hidup dengan
ilmu dan bimbingan umat dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri
tidak memberatkan orang lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga
hidup dengan ibadah yang intensif siang dan malam.
Di waktu muda beliau juga merasakan keadilan khalifah Umar bin Abdul
Aziz, dan hidup beliau terus berlanjut ketika Bani Umayyah jatuh dan digantikan
oleh Bani Abbasiyah. Jadi bisa dikatakan bahwa beliau sangat mengetahui tentang
polemik, kemajuan dan kemunduran kekhalifahan Bani Umayyah. Sedangkan

3
ketika beliau wafat umat Islam berada dibawah kekhalifahan al-Manshur dari
Bani Abbasiyah.
Beliau termasuk kalangan Tabi’in, sebab waktu itu beberapa Shahabat
masih hidup, seperti Anas bin Malik r.a di Basrah, Abdullah bin Abi Aufa di
Kufah, Abu Thufail Amir bin Wailah di Makkah dan Sahal bin Sa’ad bin Sa’idi di
Madinah, namun beliau tidak pernah bertemu dengan seorangpun diantara
mereka. Dengan demikian mazhab ini adalah mazhab yang tertua diantara
mazhab-mazhab Ahlu Sunnah.

B.   Dasar-dasar Hukum Yang Di Pakai Dalam Madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi merupakan pandangan hidup yang jelas dalam kehidupan


islam pada masa kedepannya. Dalam mengistinbatkan suatu hukum imam Abu
Hanifah menggunakan beberapa dasar hokum diantaraanya :
1. Al-Qur’an: Al-qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw melalui malaikat Jibril. Menurut ulama Ushul Al-qur’an adalah, “Kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam
mushhaf, berbahasa arab, dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir,
diawali dari surat Al-Fatihah, diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya
merupakan ibadah. Penguraian garis besar juga menegaskan bahwa Al-Qur’an
dirinci oleh Rasulullah saw. Dalam menentukan kebijakan hukum islam,dan
pembatasannya. Karena Al-Qur’an memberikan isyarat tentang tugas sunnah
dalam hal ini “Apa yang diberikan Rasul kepadamu,maka terimalah. Dan apa
yang di larangnya bagimu,maka tinggalkanlah” (QS. AL-Asyr : 7). Al-Qur’an
merupakan sumber pokok hukum yang digunakan dalam madzhab hanafi dan
juga sebagai sumber pokok dalam islam sampai akhir zaman.
2. Hadits: merupakan perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani
ataupun sifat akhlaq. Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al
Quran. Sunnah berfungsi merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang
musykil, membatasi yang muthlak, dan memberikan penjelasan hukum.
Demikian sunnah mengikut Al-Qur’an sebagai penjelas kaidah umum dalam

4
Al-Qur’an. Maka memahami Sunnah secara umum merupakan sesuatu yang
pasti dalam memahami Al-qur’an maka kalau tidak kitab suci ini tidak
mungkin bisa di pahami dan di praktikkan dengan benar. Jadi seseorang ahli
fiqih akan mencari dalil terlebih dahulu dari Al-Qur’an kemudian dari Sunnah
yang di riwayatkan dalam sebuah hadits.
3. Ijma’ adalah Kesepakatan para ahli fiqih dalam sebuah periode tentang suatu
masalah urusan agama setelah wafatnya Rasulullah saw. Sejumlah ayat dan
sunnah menjelaskan bahwa Ijma adalah sumber dan hujjah dalam menetapkan
hukum. Allah berfirman : ‘’Barang siapa yang durhaka kepada Rasul setelah
petunjuk datang dan mengikuti jalan selain jalan orang yang beriman. (QS.An
Nisa : 115) dan Rasulullah bersabda “Umatku tidak akan bersepakat dalam
kesesatan “ dalam hadits lain “Apa yang menurut orang islam baik maka ia
baik di sisi Allah dan apa yang menurut mereka buruk maka buruk di sisi
Allah”
4. Qiyas adalah menyamakan (menganalogikan) suatu perkara dengan
perkara (yang sudah ada ketetapan hukumnya) dalam hukum syariat kedua
perkara ini ada kesamaan illat (pemicu hukum). Menurut ulama ushul qiyas
adalah, “Memberlakukan suatu hukum yang sudah ada nashnya kepada hukum
yang tidak ada nashnya berdasarkan kesamaan illat. Contoh, Allah
mengharamkan khamar karena memabukan, maka segala makanan dan
minuman yang memabukan hukumnya sama dengan khamar yaitu haram.
5. Aqwalus shahabah (Ucapan Para Sahabat): ucapan para sahabat menurut Imam
hanafi itu sangat penting karena menurut beliau para sahabat meupakan
pembawa ajaran rasul setelah generasinya.
6. Istihsan: merupakan kelanjutan dari Qiyas. Istihsan menurut bahasa adalah
“menganggap lebih baik”, menurut  ulama Ushul Fiqh Istihsan adalah
meninggalkan ketentuan Qiyas yang jelas Illatnya untuk mengamalkan Qiyas
yang bersifat samar.
7. Urf, beliaua mengambil yang sudah diyakini dan dipercayai dan lari dalam
kebutuhan srta memeperhatikan muamalh manusia dan apa yang
mendatangkan maslahat bagi mereka. Beliau menggunakan segala urusan (bila

5
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an ,As-Sunnah dan Ijma’ atau Qiyas ), beliau
akan menggunakan Istihsan, jika tidak bisa digunakan dengan istihsan maka
beliau kembalikan kepada Urf manusia.
Pembagian ini tidak merupakan topik Thaharah karena Thaharah adalah kunci
pembuka sekaligus syarat shalat yang telah di sebutkan dengan jelas. Pembahasan
ini dibagi dalam beberapa  pengertian yaitu :
1. Pembahasan tentang Persusuan dan Perceraian Mengingat bahwa tujuan 
Pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan (Anak),dan biasanya  anak
itu tidak bisa hidup pada masa awal pertumbuhannya tanpa menyusui,maka
oleh karena itu persusuan harus di tempatkan sesudah  pembahasan hukum
perkawinan.
2. Memerdekakan Hamba Mengenai permasalahan memerdekakan hamba
langsung sesudah masalah perceraian,karena perceraian merupakan
pembahasan diri seseorang dari kekuasaan perbudakan ,kenikmatan badawi.
Sedangkan memerdekakan hamba adalah seseorang dari kekuasaan pemilikan
kebebasan berbuat membebaskan.
3. Masalah Sumpah di dahulukan atas masalah pemerdekaan karena adanya
kaitan rasional antara keduanya,yaitu sama-sama tidak trpengaruh oleh sikap
main-main dan paksaan.
4. Masalah Hudud kaitannya dengan masalah sumpah,bahwa pada sumpah itu
terdapat kaffarah atau hukuman fisik sedangkan hudud termasuk hukuman
murni. ulama Al-Kamal berkata “Kalaulah tidak ada keharusan membedakan
antara ibadat murni dengan ibadat lainnya yang bertentangan dengan
kekerasan ini,hingga urutan akan menjadi Shalat, Sumpah,Puasa,Hudud, dan
Haji. Perbedaan Hudud dan Jihad :Hudud berlaku di kalangan penganut islam
pada umumnya. Sebagaimana perbuatan minum yang memabukkan. Jihad
berlaku untuk orang kafir oleh karena itu umat islam lebih mementingkan
hudud di bandingkan dengan jihad. Karena jihad merupakan peringatan keras
terhadap asal dari segala maksiat (kekufuran). Sedangkan hudud merupakan
peringatan keras agar tidak melakukan kefasiqan,hingga naik secara bertahap
dari yang rendah kepada yang tinggi.

6
5. Masalah Perjalanan Assyiyaru adalah menjelaskan cara dan keadaan
perjalanan. Tetapi makna kata ini lebih lazim di pakai untuk cara yang di
tempuh oleh orang islam dalam pergaulannya dengan orang kafir dan para
pembangkanglainnya. Berbeda dengan jihad,ia berlaku untuk orang-orang
kafir dan oleh karenanya maka mendahulukan ketetapan-ketetapan hukum
yang berhubungan dengan penganut islam tentu lebih yang utama.
6. Masalah Jual-Beli untuk meringankan kebutuhan umat islam dalam
mendapatkan keuntungan maupun mendapatkan kerugian,jika jual beli dahulu
menggunakan sistem barter (tukar menukar pada zaman Rasul) berbeda
dengan zaman sekarang yang sudah menggunakan uang. Telah diketahui
bahwa segala yang disyari’atkan oleh al-syari’ itu terbagi dalam beberapa
hal :
a. Hak-hak Allah yang murni.
b. Hak-hak Hamba yang murni.
c. Hak gabungan antara Allah dan manusia tetapi hak Allah lebih menonjol
daripada hak    manusia.
d. Hak-hak Allah ta’ala berupa  ibadat,hukuman dan kafarrah.
7. Masalah Peradilan Al-kamal ibn al-human menyebutkan bahwa “Perselisihan
itu terjadi  karena masalah hutang piutang dan barang dagangan,sedangkan
perselisihan memerlukan penyelesaian yang rumit sehingga harus
diselesaikan sampai tuntas”. Dan yang dapat menyelesaikan permasalahan itu
hanya peradilan. Sepintas lalu,mendahulukannya atas masalah qadha’ lebih
utama sebab peradilan itu tergantung pada kesaksian karena kepastian hak itu
adalah dengan adanya kesaksian.
8. Masalah Iqrar “Al-Itqani rahimahullah berkata : bahwa masalah iqrar adalah
Perdamaian.
Masalah barang titipan di belakang masalah tuduhan adalah :
Bahwa orang yang dituduh melakukan seuatu itu adakalanya mengakui
tuduhan yang dituduhkan kepadanya,dan adakalnaya menyangkal tuduhan
tersebut jika tidak melakukannya. Jika ia mengakui tuduhan itu, maka itu ia

7
menjadi pembahasan dalam pengakuan. Jika ia menyangkal tuduhan
tersebut,maka akan terjadi pertengkaran    dan perselisihan, hingga
perselisihan itu mengundang perdamaian.
9. Masalah Pembagian Harta,pembagian harta kepada hak waris harus
dibagi secara merata,adil dan harus ada tanda bukti pengesahan atas warisan
yang telah dibagikan kepada anak,menantu atupun mertua dari pihak yang
memiliki harta. Al-Allamah Ibn Abidin mengatakan bahwa “Didahulukan al-
syuf’ah karena ia merupakan  yang masalah pemilikan penuh, sedangkan al-
qismah hanyalah pemilikan atas sebagian harta karena itu al-syuf’ah lebih
kuat. Hubungan rasionalnya dengan wasiat adalah bahwa wasiat itu adalah
saudara dari masalah kewarisan,dan terjadinya dalam keadaan sakit yang
membawa kematian,hingga sebelum kematian itu datang maka pewarisan
harta harus tertulis jelas tentang pembagian dari masing-masing harta yang
dimilikinya.
Dalam berbagai masalah yang terdapat perselisihan riwayat Imam Agung
selalu mengambil keputusan yang melepaskan dirinya dari
tanggungan,berupa sekuat tenaga tidak menyalahi akal sehat,berusaha
memihak kaum fakir miskin dan kaum lemah lainnya.

8
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan (kata benda
keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri,I‘ânah ath-Thalibin,
I/12). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-
tharîq) (Abdullah, 1995: 197; Nahrawi, 1994: 208).
Dalam madzhab Hanafi berpegang kapada beberapa dasar hukum diantaranya :
Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas,
Al-qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
melalui malaikat Jibril. Menurut ulama Ushul Al-qur’an adalah, “Kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam mushhaf,
berbahasa arab, dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir, diawali dari surat
Al-Fatihah, diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah.
Sunnah adalah, “Sesuatu yang datang dari Nabi saw. berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani ataupun sifat akhlaq. Ijma adalah
Kesepakatan para ahli fiqih dalam sebuah periode tentang suatu masalah urusan
agama setelah wafatnya Rasulullah saw. Qiyas adalah menyamakan
(menganalogikan) suatu perkara dengan perkara (yang sudah ada ketetapan
hukumnya) dalam hukum syariat kedua perkara ini ada kesamaan illat (pemicu
hukum).

A. SARAN

Demikianlah makalh ini k ami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kami menyadari bahwa dalam peulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga kami mengharapkan aadanya kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, 2011, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah

Chalil, Moenawar, 1986, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: Bulan
Bintang

Musyafa’, Fadholan Mu’thi, 2007, Shalat di Pesawat dan Angkasa, Tuban:


Syauqi Press

Syaltut, Mahmud, 2005, Perbandingan Masalah Madzhab dalam Masalah Fiqih,


Jakarta: Bulan Bintang

Teungku Muhammad Hasbi, 1999, Pengantar Ilmu Fikih, Semarang: Pustaka


Rizki Putra

Abdullah, Taufiq, 1987, Sejarah dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Firdaus

Abdul Wahab Khallaf, 1985, Mengenal Sejarah Perundangan Islam, penterjemah


Yusoff Zaky Yacob, Bharu: Dian Darunaim

Abu Zahrah, Muh., 2007, Ushul al-Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus

Bik, Khudlori, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamy, Surabaya: Al-Hidayah

Fikri, Ali, 2003, Ahsan Al-Qshshash, Yogyakarta: Mitra Pustaka

10

Anda mungkin juga menyukai