Anda di halaman 1dari 16

KONSEP ASWAJA

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA),


Ahl adalah keluarga, golongan atau pengikut. As-Sunnah secara bahasa adalah
jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan, baik dalam perkara
kebaikan maupun kejelekan. Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu
nama suatu jalan yang mendapatkan ridlo yang telah ditempuh oleh Rasulullah
SAW, para khulafa‟ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Al-Jama’ah, secara bahasa,
berasal dari kata “Al- Jam ‟u” dengan arti mengumpulkan yang bercerai- berai.
Adapun secara istilah syari‟ah berarti orang-orang terdahulu dari kalangan
shahabat Nabi SAW..
Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang konsisten berpegang
teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu „alaihi wasallam. Mereka adalah dari
kalangan shahabat Nabi SAW.
KONSEP ASWAJA
• Nahdlatul Ulama memahami bahwa perbedaan dan keragaman
merupakan sebuah keniscayaan, dan bahkan merupakan garis
sunnahtullah yang tidak bisa diingkari. Karena itu sejak awal berdirinya,
Nahdlatul Ulama senantiasa mengembangkan sikap keterbukaan dan
sangat menghormati perbedaan. Dalam mengamalkan prinsip-prinsip ini,
Nahdlatul Ulama mengamalkan kosep dari pemahaman Aswaja, yaitu:
1. Tawasuth, artinya mengambil jalan tengah atau pertengahan. Bahwa
Nahdlatul Ulama tidak berpihak kepada siapapun. Karena kebijakan
memang selamanya terletak diantara dua ujung. Sebagaimana
termaktub dalam firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 143:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
TASAMUH
Berarti toleran. Maksudnya adalah NU toleran terhadap
perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan.
Begitu pula masalah yang berhubungan dengan sosial
budaya atau kemasyarakatan, sebagaiman dilakukan
oleh walisongo ketika berdakwah.
Tasamuh, yang berarti toleran. Maksudnya adalah NU
toleran terhadap perbedaan pandangan dalam masalah
keagamaan. Begitu pula masalah yang berhubungan
dengan sosial budaya atau kemasyarakatan, sebagaiman
dilakukan oleh walisongo ketika berdakwah.
TAWAZUN
Berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak
berlebihan suatu unsur atau kekurangan suatu
unsur. Prinsip tawazun ini diambil dari kata Al-
Waznu yang berarti alat penimbang. Yang
dimaksud disini adalah bahwa NU menyerasikan
antar khidmah kepada Allah dan khidmah
kepada manusia. Bagi NU tujuan hidup yang
ideal adalah bahagia dunia dan akhirat
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar,
Mengajak pada kebajikan dan mencegah pada
kemungkaran. Maksudnya mendorong kepada
kebaikan, selalu mempunyai kepekaan terhadap
kejadian-kejadin di lingkungan dan mencegah
hal-hal yang dapat merusak moralitas
masyarakat
SEJARAH ASWAJA
Perselisihan pada masa kekhalifahan ke-1
Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka
terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin
dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin
kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan
mengakibatkan perselisihan antar kaum muslimin
Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing
mengajukan delegasi untuk menentukan siapa Khalifah
pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum
muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.
Fitnah pada masa kekhalifahan ke-3
Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah
yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang
mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya
ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin
Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan
hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun
pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak
saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku
pembunuhan terhadap Utsman, berhasil membunuh dia dengan
sadis ketika dia sedang membaca Qur'an
Fitnah pada masa kekhalifahan ke-4
Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah
bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham
mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, yang
bersama dengan Thalhah dan yang kedua ialah bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu domba hingga
terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian Muawiyah yang diangkat oleh Utsman sebagai
Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin,
maka pihak yang berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Dari peristiwa inilah umat islam terpecah
menjadi dua golongan yaitu syi‟ah dan khawarij. Syi‟ah adalah golongan pendukung Ali RA, sedangkan khawarij
(kharaja, keluar) adalah golongan dimana tidak memihak kepada Ali RA atau muawiyah, dengan alasan hukum
Allah atau al- quran. Sehingga pada masa pemerintahan Muawiyah terpecah menjadi tiga golongan. Golongan
pertama adalah pengikut setia Ali RA, golongan ke-dua penolak Ali RA dan yang ke-tiga adalah pendukung
muawiyah. Sekitar pada akhir tahun 40-an hijjriyah, Muawiyah membuat ajaran baru yang disebut jabariyah.
Ajaran jabariyah mengambil dasar “segala yang terjadi adalah atas kehendak Allah”, seperti yang tertulis dalam
al-quran surah al-anfal:17. “Dan bukan engkau memanah ketika engkau memanah melainkan Allah yang
memanah”. Itu adalah salah satu ayat yang digunakan para kiyai untuk mendukung jabariyah. Mungkin para
ulama, kyai yang ingin dekat dengan kekuasaan kemudian menyebarkan paham jabariyah tersebut. Akibatnya
muncul pengemis-pengemis, ekonomi hancur, manusia banyak yang tidak berusaha mencari rezeki, karena
memandang rezeki telah diatur oleh Allah
Muncul Faham Qodariyah

Cucu Ali RA (muhammad bin ali muhammad bin abi talib) membuat aliran
bernama qodariyah Faham ini memiliki kehendak mutlak, Allah tidak ikut
campur dengan apa yang dilakukan manusia seperti yang tertulis dalam Al-quran
surah Ar-ra‟du:11 yang berarti “ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah
keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”. Disinilah mulai
ada reformasi dan dapat menggatikan kekuasaan dinasti Umayyah digantikan
dengan dinasti Abasyiah. kemudian muncul faham mu‟tazilah yang menjadi
spirit pembangunan negara. Paham ini yang mulanya memberikan semangat
pada manusia bahwa manusia memiliki hak mutlak, dan dengan perinsip akal.
Segala sesuatu yang masuk akal adalah segala sesuatu yang harus dirasionalkan.
Sehingga kelewatan, karena semua serba akal dan semua kehendak manusia
(akal mutlak). Hingga terjadi sebuah peristiwa ketika salah satu keturunan
abbasiyah menggunakan paham mu‟tazilah sebagai paham resmi negara
sehingga timbul korban yang tidak mengikuti paham mu‟tazilah akan diberikan
panismen berupa hukuman mati dan lain sebagainya
Lahirnya Aswaja

Akhirnya lahir seorang ulama yang dulunya adalah aktifis mu‟tazilah yang bernama Abu
Hasan Al-Asy‟ari menyatakan keluar dari paham mu‟tazilah, beliau tidak berada dalam
paham ekstrim jabariyah ataupun qodariyah melainkan berada di tengah-tengah, beliau
meproklamasikan kembali “ma ana ilaihi wa ashabihi” sebuah kelompok di mana
Rosulullah saw dan para sahabatnya berada. Paham yang dideklarasikan oleh Abu hasan
inilah yang disebut dengan ASWAJA. Teologi ASWAJA yang dirumuskan oleh Abu Hasan
ini menyatakan bahwa manusia itu memiliki kehendak namun kehendak tersebut
terbatasi oleh takdir Allah SWT. Paham ASWAJA konteksnya kembali pada semangat akal
islam “ma ana ilaihi wa ashabihi” yang dipelopori oleh dua ulama‟ besar Abu Hasan Al-
Asy‟ari dan Abu Mansur Al- Maturidi ini dalam bidang tauhid atau teologi kemudian
mendasar pada Ahlusunnah atau kebiasaan-kebiasaan Nabi saw dan para sahabat-
sahabatnya artinya wal jama‟ah. Kemudian lahir Imam Hanbali, Imam Hanafi, Imam
Maliki, dan Imam Safi‟i. Imam Hanbali inilah yang menjadi korban dari kekuasaan Bani
Abassiyah, ketika mengharuskan warganya menggunakan aliran yang dikembangkan
mu‟tazilah dalam bidang fiqih. Dan masih banyak yang lain, tapi yang kita sering dengar
atau kita kenal adalah ini. Yang kita sebut dengan empat mazhab.
Perkembangannya Aswaja
Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari
bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh
Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal
kekuasaan Bani Abbasiyah. Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh
Muslim Sunni. Di dalam sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti.
Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan mazhab
bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah. Para Imam
mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang tida ada
keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan suatu hadis
bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain dalam tema yang
sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal
akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah
Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah memerintahkan untuk beribadah
dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib
bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat
mudah.
Pokok-Pokok Ajaran Aswaja
Aqidah dalam Islam bisa dikelompokan menjadi 6 pembahasan, yaitu : tentang Ketuhanan, Malaikat, Kitab
Suci, Rasul, Hari Akhir dan Qada‟ qadar.
1. Ketuhanan (Tauhid) Dalam masalah teologi ketuhanan, Ahlussunah wal Jamaah meyakini bahwa Tuhan
memiliki banyak sifat.
2. Malaikat , Paham aswaja (Ahlussunah Wal Jama‟ah) meyakini bahwa ada makhluk yang tidak bisa dilihat
manusia, ia diciptakan dari cahaya, makhluk tersebut bernama malaikat. Malaikat merupakan ciptaan Allah
yang ditugaskan mengatur seluruh jagat raya dengan tugas masing-masing yang diberikan tuhanya, dan ia
terhindar dari perbuatan salah.
3. Kitaab Allah Aliran aswaja meyakini bahwa Allah menurunkan mukjizat kepada sebagian NabiNya yang
berupa kitab, sebagai tuntunan hidup manusia.
4. Nabi Dan Rasul Dalam menyampaikan syari‟at kepada hambanya, Allah memilih sebagian manusia untuk
mengabarkan dan mengajak manusia agar melaksanakan syari‟at yang dibawanya, orang tersebutlah yang
dinamakan Rasul(Utusan Allah). Sedangkan yang hanya mendapatkan wahyu tetapi tidak diperintahkan
untuk menyampaikan syariat tersebut kepada manusia disebut nabi.
5. Hari Kiamat Umat Islam wajib meyakini bahwa setelah kehidupan di dunia ada kehidupan lain, yaitu
kehidupan akhirat. Dimana semua manusia dihidupkan kembali dan dimintai pertanggung jawaban atas
semua perbuatanya di dunia, kemudian menerima balasanya, berupa surga dan neraka.
6. Qadha dan Qadar Qadha ialah rencana Allah yang telah ditetapkan terhadap sesuatu sebelum
menciptakanya, sedangkan Qadar ialah pelaksanaan dari ketetapan tersebut. Contoh: Allah menetapkan
Fulan dilahirkan di Indonesia sebelum Allah menciptakanya, inilah yang dinamakan Qadha. Kemudian
Fulan dilahirkan di Indonesia, inilah yang dinamakan Qadar.
Fiqih
Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja
mengikuti pola bermadzhab dengan mengikuti
salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan
oleh para ulama‟ yang mencapai tingkatan
mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab yang
digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab
Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali.
Tasawuf
Dalam bidang tasawuf Aswaja memiliki prinsip untuk dijadikan pedoman
bagi kaumnya. Sebagaimana dalam masalah akidah dan fiqih, dimana
Aswaja mengambil posisi yang moderat, tasawuf Aswaja juga demikian
adanya. 6 Manusia diciptakan Allah semata-mata untuk beribadah, tetapi
bukan berarti meninggalkan urusan dunia sepenuhnya. Akhirat memang
wajib diutamakan ketimbang kepentingan dunia, namun kehidupan dunia
juga tidak boleh disepelekan. Dalam memenuhi urusan dunia dan akhirat
mesti seimbang dan proporsional. Dasar utama tasawuf Aswaja tidak lain
adalah Al-Qur‟an dan Sunnah. Oleh karena itu, jika ada orang yang
mengaku telah mencapai derajat Makrifat namun meninggalkan al-Qur‟an
dan sunnah, maka ia bukan termasuk golongan Aswaja. Meski Aswaja
mengakui tingkatan-tingkatan kehidupan rohani para sufi, tetapi Aswaja
menentang jalan rohani yang bertentangan dengan al-Qur‟an dan as-
Sunnah
Tokoh aswaja
• Umat Islam sejak dahulu hingga sekarang, mayoritas menganut faham Ahlussunnah
Wal Jama’ah, dengan mengikuti madzhab Syafi‟i dalam bidang fiqih. Dalam hal ini umat Islam mendapatkan
faham tersebut dari ulama serta para dai yang mengajak dan mengajarkan tentang agama Islam kepada
mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang menyebarkan agama Islam tidak menganut faham
Aswaja, sementara yang diajak adalah penganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah. Di sisi lain, semua sepakat
bahwa dai yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di Pulau Jawa, adalah Walisongo. Karena
itu, maka dapat dikatakan bahwa Walisongo adalah penganut Aswaja. Kecuali jika ada fakta sejarah yang
menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan merubah faham keagamaan yang telah
berkembang terlebih dahulu. Terkait sunan, Prof. KH. Abdullah bin Nuh, mengatakan bahwa sunan adalah
sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh dai Islam di Jawa. Nasab mereka bersambung
kepada Al-Imam Ahmad Al Muhajir. Dan berdasarkan apa yang diajarkan oleh mereka, dapat dipahami bahwa
mereka semua adalah ulama pengikut Madzhab Syafi‟i dan Sunni dalam dasar dan akidah keagamaannya.
Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan “Walisongo”. (Al Imam Al Muhajir, hal 174). Ada beberapa
bukti bahwa Walisongo termasuk golongan Aswaja. Selanjutnya Prof. KH. Abdullah Nuh menjelaskan:“Jika kita
mempelajari primbon, yakni kumpulan ilmu dan rahasia yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim
(Sunan Bonang), maka di sana kita akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang menjadi referensi utama
para dai sembilan. Berupa pendapat dan keyainan, sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fiqih
dengan susunan yang bagus sekali, dengan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Madzhab As Syafi‟i. Dan dari
sini, menjadi jelas bahwa para dai yang sangat terkenal dalam sejarah masyarakat Jawa dengan gelar
Walisongo itu, termasuk tokoh utama dalam penyebaran
• Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah.” (Al Imam Al Muhajir, hal
182)
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Saifuddin Zuhri
(1919-1986). Ia menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan
Madzhab Syafi‟i di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Yaitu :
Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Giri, dan lainnya. Bahkan Sunan Giri merupakan
lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis sejak abad ke-
15 M. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu Nusantara
melalui kekuatan politik dan militernya, maka Sunan Giri menjadi
pemersatu melalui Ilmu dan pengembangan pendidikannya.
(Sejarah Kebangkitan Islam, 286-287)

Anda mungkin juga menyukai