Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEORI RELASI OBJEK

Mata Kuliah : Teori Kepribadian


Dosen Pengampu : Ayu Siska Tri Mayasari, M.Pd

Disusun Oleh :
Muhammad As’ad Al-Huda (2101000093)
M. Ilmi Maulana Ashar (2101000090)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING II


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NAHDLATUL ULAMA TEGAL
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..


BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..
A. Latar Belakang ………………………………………… …..
B. Tujuan Pembahasa ………………………………….……..
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……...…………………………………....
A. Teori Relasi Objek…………………………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………….
DAFTAR PUSATAKA ………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam psikologi, tentunya membahas tentang individu atau
manusia. Di dalam diri manusia terdapat satu aspek yang disebut sebagai
kepribadian. Kepribadian sendiri merupakan karakteristik seseorang yang
tidak dikenai nilai. Kepribadian seseorang ini salah satunya terbentuk
karena interaksi sosial antar individu satu dengan individu lain, karena
menusia sendiri merupakan mahluk sosial. Hal ini juga berkaitan dengan
hubungan batin diantara ibu dan anaknya yang sangat kuat. Hubungan
antara anak dan ibu tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena keduanya
saling membutuhkan. Sehingga munculah teori tentang relasi objek yang
membahas tentang hubungan yang berasal dari kedekatan seorang ibu
dengan anaknya. Beberapa tokoh dunia yang meneliti dan
mengembangkan teori tentang hubungan ibu dan anak ini diantaranya;
teori Melani Klein, Paranoid-Skizoid yaitu tentang kehidupan Psikis bayi.

B. Rumusan Masalah
1. Gambaran umum mengenai teori relasi objek
2. Biografi Melanie klein
3. Kehidupan psikis bayi
4. Posisi
5. Mekanisme pertahanan psikis
6. Internalisasi
7. Pandangan mengenai relasi objek

C. Tujuan Pembahasan

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah analisis


pemahaman tingkah laku dan memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
secara terperinci tentang teori relasi objek.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Teori Relasi Objek

Klein menekankan pentingnya empat sampai enam bulan setelah


kelahiran. Ia juga menekankan bahwa dorongan-dorongan pada bayi
(lapar, seks, dan lainnya) dilandasi oleh sebuah objek, yaitu payudara,
penis, vagina, dan seterusnya. Menurut Klein, hubungan anak dengan
payudara merupakan dasar dari sebuah hubungan dan berperan sebagai
prototipe dari hubungan selanjutnya, seperti ibu dan ayah.
Kecenderungan awal seorang bayi untuk menghubungkan bagian-
bagian dari suatu objek membuatnya mengalami suatu kondisi tidak
realistis atau serupa dengan khayalan yang memengaruhi hubungan
interpersonalnya di kemudian hari. Selain teori Klein, ada beberapa
teori lain yang juga berpendapat mengenai pentingnya pengalaman
awal seorang anak dengan ibunya. Margaret Mahler percaya bahwa
penginderaan pembentukan identitas seorang anak bergantung pada
tiga tahap hubungan dengan ibunya. Pertama, bayi memiliki kebutuhan
dasar untuk disayangi dan diasuh oleh ibunya; kemudian, mereka
mengembangkan hubungan simbiotik yang aman; dan akhirnya,
mereka keluar dari lingkaran perpektif ibunya dan membangun
identitas individualis mereka. Heinz Kohut berteori bahwa anak
mengembangkan pengindraan diri selama periode awal kehidupan
bayi. Hal ini terjadi ketika orang tua dan yang lainnya memperlakukan
mereka layaknya bayi yang bisa mengenali identitas diri mereka
sendiri. John Bowlby menyelidiki kedekatan bayi dengan ibunya.
Mary Ainsworth dan partnernya mengembangkan teknik untuk
mengukur tipe gaya kedekatan yang dikembangkan seorang bayi
terhadap orang yang mengasuhnya.

B. Biografi Melanie Klein

Melanie Reizes Klein lahir pada tanggal 30 Maret 1882 di Wina,


Austria. Ayahnya Dr. Moriz Reizes adalah seorang dokter yang
bekerja dibidang obat-obatan, yang kemudian bekerja sebagai asisten
dokter gigi. Ibunya, Libussa Deutsch Reizes memiliki sebuah toko
tumbuhan dan reptil.
Hubungannya dengan ayah dan ibunya dirasa tidak sehat. Ia
merasa diabaikan oleh ayahnya, yang dipandangnya sebagai sosok
yang dingin dan jauh. Sedangkan dengan ibunya dirasakan sangat
kaku, walaupun ia sangat mencintai dan mengidolakan ibunya.
C. Kehidupan Psikis Pada Bayi
Seorang bayi tidak memulai hidupnya sebagai individu yang
kosong. Bayi membawa presdiposisi untuk mengurangi pengalaman
kecemasan yang dihasilkan oleh dorongan insting hidup dan insting
mati.
1. Fantasi
Seorang bayi sudah memiliki fantasia tau khayalan
kehidupan yang aktif. Fantasi ini merupakan representasi psikis
dari ketaksadaran insting id; yang tidak bisa dicampuradukkan
dengan fantasi kesadaran yang dimiliki oleh anak-anak dan orang
dewasa. Muncul fantasi ketidaksadaran lainnya yaitu Oedipus
complex atau keinginan anak untuk menghancurkan salah satu
orang tuanya dan untuk terlibat secara seksual dengan orang tua
satunya. Fantasi ini dibentuk melalui kenyataan yang dialami dan
presdiposisi bawaan.
2. Objek
Klein sependapat dengan freud bahwa manusia memiliki
dorongan bawaan atau insting. Insting atau dorongan tersebut
berupa objek. Klein yakin pada masa bayi awal, anak sudah
berkaitan dengan objek-objek eksternal, misalnya dorongan lapar
untuk mendapatkan payudara, dorongan seksual, dan lain-lain baru
kemudian bayi mulai berminat dengan wajah dan tangan ibunya.
Dalam khayalan aktifnya, bayi mengintroyeksikan atau
mencapai struktur psikis pada objek-objek eksternal, misalnya
penis ayahnya, tangan, dan wajah ibunya. Mereka juga berkhayalan
dengan menginternalisasikan objek dalam suatu istilah-istilah yang
berwujud dan konkret, contonya mempercayai ibunya akan selalu
didalam dirinya. Klein berpendapat bahwa objek internal
mempunyai kekuatannya sendiri.
D. Posisi
Bayi mengatur pengalaman mereka berdasarkan posisi tertentu,
dalam usahanya untuk menghadapi dikotomi baik dan buruk atau
dalam menghadapi objek internal dan objek eksternal. Ada dua posisi,
yaitu:
1. Posisi Paranoid-Schizoid
Cara bayi untuk mengatur pengalamannnya yang juga
mengandung perasaan paranoid sebagai pelaksana pemisahan
objek internal dan eksternal menjadi objek yang baik dan buruk.
2. Posisi Depresif
Kekhawatiran akan kehilangan objek yang dicintainya
bergabung dengan perasaan bersalah karena menginginkan
kehancuran konstitusi objek. Posisi depresif ini menghilang saat
anak berkhayalan bahwa mereka sudah membuat perbaikan dan
mengenali bahwa ibunya tidak akan menghilang selamanya, tetapi
akan kembali setiap kali ia pergi. Saat posisi depresif menghilang,
anak menghapuskan pandangan mengenai ibu baik dan ibu buruk.
E. Mekanisme Pertahanan Psikis
1. Introyeksi
Khayalan yang diperoleh bayi mengenai persepsi dan
pengalaman mereka dengan objek eksternal, yang asalnya dari
payudara ibu.
2. Proyeksi
Khayalan yang dirasakan oleh seseorang dan impuls-impuls
yang sebetulnya dipindahkan pada orang lain, tidak berasal dari
dalam diri sendiri.
3. Pemisahan
Memisahkan impuls-impuls yang tidak sesuai untuk
mengatur aspek-aspek baik dan buruk serta objek eksternal.
Apabila pemisahan dilakukan tidak secara ekstrem dan tidak kaku,
maka bisa berdampak positif dan bermakna, baik pada bayi
maupun pada orang dewasa. Serta memungkinkan seseorang untuk
melihat aspek positif dan negatif pada kepribadiannya sendiri dan
membedakan antara kepribadian yang disukai dan tidak disukai.
Sebaliknya, jika pemisahan dilakukan secara berlebihan, bisa
menyebabkan represi patologis.
4. Identifikasi
Proyektif Bayi memisahkan bagian dari diri mereka yang
tidak dapat diterimanya.
F. Internalisasi
Hal ini berati bahwa orang melakukan introyeksi, yaitu memasukkan
aspek eksternal kemudian diolahnya menjadi rangka kerja yang
bermakna secara psikologis.
1. Ego
Klein meyakini bahwa ego atau sifat mementingkan diri
sendiri, sudah matang pada tahap yang jauh lebih awal daripada
yang diperkirakan oleh Freud.
2. Superego
Klein menyimpulkan bahwa semakin dewasa maka
superego akan menghasilkan perasaan bersalah dan inferior , tetapi
analisisnya terhadap anak-anak membuatnya percaya bahwa
superego awal yang muncul pada anak-anak bukan menghasilkan
perasaan bersalah tetapi perasaan terancam. Klein menyatakan
bahwa sperego berkembang sejalan dengan perkembangan odipus
complex dan akhirnya menyatu dalam perasaan bersalah yang
realiistis setelah oedipus complex berkembang sepenuhnya
3. Oedipus
Complex Klein mengungkapkan bahwa oedipus complex
terjadi bersamaan dengan tahap oral dan anal , dan mencapai
puncaknya pada tahap genital, yaitu sekitar usia tiga atau empat
tahun. Klein percaya bahwa bagian terpenting dari oedipus
complex adalah bahwa ketakutan anak akan adanya ancaman dari
orang tuanya karena anak berkhayal mengosongkan tubuh orang
tuanya. Klein juga menekankan pentingnya anak menjaga perasaan
positif terhadap kedua orang tuanya selama tahun Oedipal. Ia
berhipotesis bahwa selama tahap-tahap awal, Oedipus complex
menyediakan kebutuhan yang sama , baik anak laki-laki maupun
perempuan yaitu membangun sifat positif dengan objek yang baik
dan menyenangkan (payudara dan penis) dan menghindari objek
yang buruk dan menakutkan (payudara dan penis)
4. Perkembangan Oedipal pada Perempuan
Perkembangan Oedipal feminin yaitu selama bulan
pertama dalam kehidupan , seorang anak melihat payudara ibunya
sebagai objek baik atau buruk. Pada usia enam bulan melihatnya
sebagai hal yang positif, kemudian melihat ibunya secara
keseluruhan. Pada masa ini, seorang bayi berimajinasi dan
berkhayal bahwa penis ayahnya bisa memberikan beberapa hal
kepada ibunya seperti bayi, maka anak perempuan ini
mengembangkan hubungan positif terhadap penis ayahnya dan
berkhayal ayahnya bisa memenuhi dengan bayi-bayi. Namun, anak
perempuan ini akan merasa tersaingi dengan ibunya.
Ketika anak perempuan bisa melewati perkembangan
oedipus dengan mulus, maka akan menjadi feminin dan
mengembangkan hubungan positif dengan orangtuanya. Namun
pada situasi yang tidak terlalu ideal bayi perempuan memiliki
paranoid bahwa ibunya akan menyakitinya dengan cara menyakiti
dan mengambil bayi-bayinya,kecemasan ini timbul dari dalam diri
anak yang merasa dilukai ibunya. Perasaan ini akan hilang ketika
dia melahirkan bayi yang sehat. Menurut Klein, rasa iri akan penis
datang dari keinginan anak perempuan untuk diinternalisasi oleh
penis ayahnya dan memperoleh bayi darinya. Khayalan ini menjadi
penyebab semua hasrat akan penis eksternal.
5. Perkembangan Oedipal pada laki-laki
Anak laki-laki memandang payudara ibunya sebagai objek
baik dan buruk. Pada bulan pertama anak laki-laki mengganti tahap
oralnya dari payudara menjadi penis ayahnya. Pada masa ini,anak
menjadi feminin dimana mengadopsi sikap homoseksual pasif
terhadap ayahnya, kemudian menjadi hubungan heteroseksual
dengan ibunya. Klein percaya bahwa posisi homoseksual pasif ini
merupakan faktor awal terbentuknya hubungan heteroseksual yang
sehat dengan ibunya. Sederhananya, seseorang anak laki-laki
harus memiliki perasaan yang baik terhadap penis ayahnya terlebih
dahulu , sebelum dia menilai miliknya. Klein percaya bahwa setiap
orang terlahir dengan dua dorongan kuat, insting hidup dan insting
mati. Tahap yang paling penting dalam kehidupan adalah beberapa
bulan pertama yang merupakan tahap dimana hubungan dengan ibu
dan objek signifikan lainnya menjadi model untuk hubungan
interpersonal di kemudian hari. Kemampuan orang dewasa untuk
untuk mencintai atau membenci berasal dari relasi objek yang
didapatkan pada masa-masa awal kehidupannya.
G. Pandangan Mengenai Relasi Objek
Semenjak pemikiran Melanie Klan yang menggambarkan teori
relasi objek dengan sangat jelas dan kuat. Beberapa ahli turut
mengembangkan teori ini. Diantaranya adalah Margaret Mahler, Heinz
Kohut, John Bowlby, dan Mary Ainsworth.
1. Margaret Mahler
Margaret Schoenberger Mahler (1897-1985) lahir di
Sopron, Hongaria. Ia mendapatkan gelar kedokteran dari
University of Vienna pada tahun 1923. Setelah itu ia pindah ke
New York dan menjadi konsultan di Children’s Service of The
New York State Psychiatric Institute pada tahun 1938. Kemudian
mengembangkan observasinya di Masters Children’s Centre, New
York. Pada tahun 1955 hingga 1974, ia menjadi profesor psikiatri
klinis di Albert Einstein College of Medicine.
Pada awalnya Mahler tertarik pada kelahiran psikologis
individual yang terjadi saat tiga tahun pertama kehidupan
seseorang, yaitu ketika seorang anak secara bertahap mengubah
rasa aman menjadi rasa otonomi. Gagasan ini berasal dari hasil
observasi yang dilakukan oleh Mahler sendiri yang membahas
tentang perilaku anak Psikologi yang terganggu dalam berinteraksi
dengan ibunya. Kemudian, ia juga turut mengobservasi bayi-bayi
normal yang telah dekat dengan ibunya selama 36 bulan pertama
kehidupannya.
Menurut Mahler, psikologis individu muncul pada minggu
awal pertama setelah kelahiran bayi tersebut dan berlanjut hingga
tiga tahun kemudian dan seterusnya. Menurut Mahler, kelahiran
psikologis (psychological birth) adalah seorang anak dapat menjadi
individu yang terpisah dari pengasuhnya (ibunya), sehingga akan
mendorong munculnya kepekaan akan identitas (sense of identity).
Kelahiran psikologis dan individu akan dapat dicapai, jika
seorang anak dapat melewati serangkaian proses yang terdiri dari
tiga tahap perkembangan utama (mayor) dan empat subtahap.
Tahap perkembangan mayor yang pertama adalah autisme
normal (normal autism). Tahap ini berlangsung dari lahir hingga
pada usia tiga atau empat tahun. Tahap ini digambarkan oleh
Mahler dalam bentuk perbandingan antara kelahiran psikologi
dengan telur burung yang tidak menetas. Menurut pandangannya,
burung tersebut telah mampu untuk memenuhi kebutuhan
nustrisinya secara autis (tanpa adanya realitas eksternal) karena
asupan makanan yang dibutuhkan telah terdapat pada cangkang
telurnya. Hal ini dapat diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir,
yang memenuhi kebutuhan dasarnya dari asuhan ibunya yang kuat
dan protektif.
Hal tersebut tidak seperti yang Klein kemukakan tentang
konsep rasa takut yang dialami oleh bayi yang baru lahir. Mahler
justru menekankan pada periode tidur yang panjang dan narsisme
awal yang absolut dimana seorang bayi tidak menyadari kehadiran
orang lain.
Autisme normal dipandang sebagai tahap “tanpa objek”
yang berarti waktu yang dibutuhkan si bayi untuk mencari
payudara ibunya. Mahler juga tidak setuju dengan gagasan Klein
yang menyatakan bahwa bayi memasukan payudara dan objek lain
ke dalam egonya.
Bayi secara bertahap mulai menyadari bahwa mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga mereka mulai
mencoba untuk mengenali pengasuh utama mereka dan mencari
simbol hubungan (bounding) dengan mereka. Hal tersebut
merupakan proses simbiosis yang normal, yang merupakan tahap
perkembangan kedua dalam teori Mahler.
Simbiosis normal (normal symbiosis) merupakan tahap
mayor kedua menurut Mahler. Tahap ini dimulai sekitar usia empat
hingga lima minggu dan akan mencapai puncaknya pada usia
empat sampai lima bulan. Selama masa ini “bayi berperilaku dan
berfungsi layaknya ia dan ibunya adalah sistem omnipotent, yang
berarti satu kesatuan dalam batasan umum”. Hal ini jika
dianalogikan dengan telur burung, maka pada saat itulah cangkang
telur sudah mulai retak, akan tetapi membran psikologisnya masih
dalam bentuk simbiosis yang melindungi janinnya.
Simbiosis ini ditandai dengan adanya sinyal-sinyal dari
bayi ke ibunya. Bayi akan mengirimkan sinyal kepada ibunya yang
akan menunjukan bahwa dirinya sedang lapar, sakit, senang, dan
sebagainya. Selanjutnya sang ibu akan merespon sinyalsinyal
tersebut dengan caranya sendiri, seperti menyusui, memegang, atau
tersenyum. Pada usia ini, bayi telah dapat mengenali wajah ibunya
dan mempersepsikannya sebagai perasaan senang atau sedih. Pada
tahap ini, relasi dengan objek belum dimulai. Ibu dan objek lainnya
masih sekedar menjadi “praobjek” bagi sang bayi.
Tahap perkembangan mayor yag ketiga adalah pemisahan
individuasi (separation individuation). Tahap ini berlangsung pada
usia empat atau lima bulan hingga pada usia tiga puluh sampai tiga
puluh enam bulan. Pada masa ini, anak-anak mengalami pemisahan
secara psikologis dari ibunya. Anak mulai mencapai perasaan
individuasi dan mulai menegembangkan identitas personal atau
sering disebut dengan jati diri.
Pada tahap ini anak akan mengalami delusi omnipotence
dan mulai berusaha menghadapi ketakutan mereka terhadap
ancaman eksternal karena ia dan ibunya tidak lagi bersatu.
Singkatnya sang anak mulai belajar untuk mandiri.
Selain tiga tahap perkembangan yang utama, Mahler juga
membagi tahap-tahap perkembangan lainnya menjadi empat
subtahap yang saling tumpang tindih. Yang pertama adalah tahap
diferensiasi yang terjadi pada usia lima sampai tujuh bulan hingga
sepuluh bulan.
Perkembangan pada tahap ini ditandai oleh pemisahan pada
orbit simbiotik antara bayi dan ibunya. Pada usia ini, senyuman
kepada ibunya menandakan suatu ikatan yang spesifik pada orang
lain. Bayi-bayi yang sehat secara psikologis akan memperluas
keingintahuan mereka dengan dunia luar yang tidak ada
hubungannya dengan ibu mereka.
Hal ini berkaitan dengan kecurigaan akan kehadiran orang
asing dan terhadap orang asing itu sendiri. Sedangkan bayi yang
tidak sehat akan merasa takut pada orang asing dan cenderung
untuk menghindarinya.
Proses pemisahan para bayi dengan ibunya secara fisik
dapat terlihat pada usahanya untuk merayap dan berjalan. Pada saat
ini, mereka mulai berlatih untuk memasuki subtahap pemisahan-
individuasi yang terjadi pada usia tujuh sampai sepuluh bulan
hingga sekitar usia lima belas atau enam belas bulan. Selama dalam
subtahap ini, anak-anak dengan mudah untuk mencirikan tubuhnya
berdasarkan bentuk tubuh ibunya. Mereka juga telah menentapkan
suatu ikatan yang spesifik dengan ibunya dan mulai
mengembangkan satu ego yang otonomi. Anak-anak pada tahap
awal periode ini masih memiliki kecenderungan untuk tidak suka
jika tidak dapat melihat ibu mereka, sehingga mereka cenderung
untuk mengikutinya sebagai bentuk ketidaknyamanan jika ibunya
pergi. Pada usia enam belas hingga dua puluh lima bulan, anak-
anak kembali merasakan adanya kedekatan (rapprochement)
dengan ibu mereka, dan memiliki keinginan untuk kembali dekat
dengan ibunya, baik secara fisik maupun psikologis.
Menurut Mahler, anak-anak pada usia ini memiliki
keinginan untuk saling berbagi setiap pencapaian keterampilan dan
pengalaman baru yang diperoleh dari ibunya. Pada tahap
rapprochement, anak-anak menunjukan tingkat kecemasan yang
lebih tinggi karena terpisah dengan ibunya dibanding pada tahap
sebelumnya. Hal ini dikarenakan peningkatan keterampilan
kognitif yang membuat mereka lebih sadar akan terjadinya
pemisahan ini, sehingga mereka mencoba berbagai macam cara
untuk memperoleh kedekatan dengan ibunya kembali seperti yang
telah mereka rasakan dahulu. Usaha ini tidak sepenuhnya berhasil,
maka seringkali anak-anak akan bertengkar dengan ibunya secara
dramatis. Situasi ini disebut sebagai krisis rapprochement
(rapprochement crisis).
Subtahap yang terakhir dari teori Mahler adalah objek
kesetiaan konstan (libidinal object constancy) yang terjadi pada
anak ketika berusia tiga tahun. Selama masa ini, sang ibu akan
direpresentasikan oleh anaknya secara konstan kedalam diri
mereka.
Hal ini dilakukan sebagai usaha pemakluman akan
perpisahan terhadap ibunya secara fisik. Jika usaha ini gagal, maka
mereka akan tergantung sepenuhnya dan memerlukan kehadiran
ibunya secara fisik agar merasa aman. Kunci utama dari Teori
Mahler terletak pada uraiannya yang membahas tentang kelahiran
psikologis yang berdasarkan pengamatan empiris pada hubungan
ibu dan anak.
Walaupun banyak dari teorinya yang berasal dari reaksi
bayi pada masa sebelum bayi dapat berbicara (praverbal),
gagasannya juga dapat dengan mudah untuk diterapkan pada orang
dewasa. Menurut Mahler setiap kesalahan yang diperbuat pada tiga
tahun pertama dari kelahiran psikologisnya, akan dapat
menimbulkan regresi menuju ke tahap belum tercapainya
pemisahan dari ibu dan juga pemahamannya terhadap identitas diri.
2. Heinz Kohut
Heinz Kohut (1931-1981) lahir di Wina dari orang tua
Yahudi yang berpendidikan dan berbakat. Pada saat perang dunia
yang ke dua, ia terpaksa pindah ke Inggris dan satu tahun
kemudian menghabiskan sebagian besar waktunya di Amerika
Serikat. Ia menjadi dosen yang profesional pada Department of
Pscyhiatry, Universitas Chicago. Selain itu dia juga merupakan
anggota dari Chicago Institute for Psychoanalysis dan dosen tamu
kuliah psikoanalisis di University of Cincinnati. Kohut merupakan
seorang neurobiologis dan psikoanalisis. Kohut banyak
menyinggung tentang para psikoanalisis dan pada akhirnya dia
menerbitkan sebuah buku berjudul The analysis of The Self pada
tahun 1971. Pada buku tersebut konsep mengenai ego diganti
dengan konsep mengenal diri sendiri. Di dalam teorinya, Kohut
lebih menekankan proses dimana diri (self) berkembang dari suatu
gambaran yang tak terdiferensiasi atau samar-samar hingga
menjadi identitas individu yang jelas dan tepat. Seperti pencetus
relasi objek lainya, dia juga memfokuskan awal hubungan ibu dan
anak sebagai dasar pemahaman perkembangan manusia di
kemudian hari. Kohut mempercayai bahwa inti dari kepribadian
manusia adalah adanya hubungan antar manusia dan bukanlah
merupakan insting bawaan. Menurut Kohut, pola pengasuhan dari
orang dewasa tidak hanya digunakan oleh bayi sebagai media
untuk memuaskan kebutuhannya secara fisik saja, akan tetapi juga
untuk mencukupi kebutuhan dasar psikologisnya juga. Demi
memenuhi kebutuhan secara fisik dan psikologis sang bayi, maka
orang dewasa atau objek diri (selfobjects) akan memperlakukan
bayinya seperti dirinya sendiri. Contohnya adalah, orang tua akan
bertindak hangat, dingin, dan acuh tak acuh. Tindakan tersebut
dilakukan berdasarkan pada sebagian kelakuan dari bayi mereka.
Psikologi Kohut menggambarkan diri sebagai “pusat dari alam
semesta secara psikologis dari setiap individu”. Menurutnya diri
(sef) memberi keutuhan dan konsistensi pada pegalaman seseorang
yang relatif stabil dari waktu ke waktu dan sebagai “pusat dari
prakarsa dan penerima suatu impresi”.
Diri (self) juga merupakan fokus seorang anak pada
hubungan antarpribadi, yang merupakan awal dari terbentuknya
hubungan dengan orang tua dan objek lainnya. Kohut percaya
bahwa bayi memiliki sifat narsistik yang alami. Hal ini berpusat
pada diri sendiri dalam mencari kesejahteraan secara eksklusif bagi
diri mereka sendiri, serta adanya harapan agar dikagumi oleh orang
lain sebagai diri mereka sendiri dan atas apa yang telah mereka
lakukan. Kebutuhan narsistik menurut Kohut didasari oleh
kebutuhan untuk menampilkan kemegahan diri dan kebutuhan
untuk mencapai suatu gambaran yang ideal mengenai salah satu
atau kedua orang tuanya.
Keinginan ini lahir ketika bayi mulai menghubungkan
objek diri “pencerminan” yang merefleksikan pembenaran dari
tingkah lakunya. Gambaran orang tua yang ideal berlawanan
dengan gambaran diri yang megah. Hal tersebut dapat terjadi
karena adanya gambaran bahwa ada orang lain yang sempurna
juga. Akan tetapi, gambaran tersebut sebenarnya juga memenuhi
kebutuhan narsistik mereka. Hal tersebut dikarenakan oleh mereka
yang mengadopsi sikap “Anda sempurna, akan tetapi saya juga
bagian dari diri anda”. Kedua gambaran narsistik tersebut
merupakan bagian yang penting bagi pengembangan kepribadian
yang sehat.
Akan tetapi, hal tersebut harus berubah seiring dengan
masa pertumbuhannya menjadi dewasa. Jika hal tersebut tidak
dapat terjadi, maka di dalam dirinya akan timbul suatu kepribadian
narsistik secara patologis pada diri mereka ketika dewasa.
Gambaran akan kemegahan haruslah berubah menjadi suatu
pandangan yang realistis pada diri mereka sendiri. Gambaran orang
tua yang ideal juga haruslah tumbuh menjadi gambaran yang
realistis pula. Kedua gambaran ini tidak dapat hilang sama sekali.
Orang dewasa yang sehat tetap akan memiliki sikap-sikap
yang positif terhadap diri sendiri dan tetap akan memandang
kualitas yang dimiliki oleh orang tuanya tersebut. Orang dewasa
yang narsistik berarti dirinya tidak atau belum melampui
kebutuhan yang bersifat kekanak-kanakan ini dan tetap menjadi
individu yang Psikologi berpusat pada diri sendiri atau menjadi
pribadi yang masih bersifat kekanak-kanakan (childish). Menurut
Freud orang yang memiliki kecenderungan narsistik semacam itu,
merupakan calon yang lemah untuk psikoanalisis. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan pandangan Kohut yang menganggap
bahwa psikoterapi bisa berjalan secara efektif kepada paseien-
pasien semacam itu.
3. Teori Kedeketan John Bowlby
John Bowlby merupakan salah satu orang yang mengikuti
pelatihan dari Melanie Klein, khususnya pada bidang psikiatri
anak. Pada tahun 1950-an, Bowlby merasa tidak puas dengan teori
relasi objek, disebabkan karena kurangnya teori motivasi dan
kurang empirismya teori relasi objek. Kemudian ia
mengintegrasikan teori relasi objek dalam satu perspektif yang
evolusioner. Teori kedekatan (attachment theory) yang
dikemukakan Bowlby ini mempercayai bahwa proses kedekatan
pada masa anak-anak berdampak penting pada saat masa dewasa.
Bowbly mengamati tiga tahap kecemasan dari perpisahan
(separation anxiety). Pertama adalah tahap protes (protest), yaitu
dimana anak tidak tidak mau diasuh selain pngasuhnya sendiri.
Kemudian tahap putus asa (despair), tahap dimana bayi
menunjukkan reaksi ketika bayi terpisah dengan pengasuhya,
misalnya diam, sedih, lesu dan lain-lain. Tahap yang terakhir
adalah tahap melepaskan (detachment), pada tahap ini bayi mulai
bisa melepaskan orang lain secara emosional, mereka tidak lagi
merasa kecewa jika ditinggalkan oleh pengasuhnya. Bowlby
mengembangkan teori kedekatan yang dipublikasikan dalam suatu
trilogi yang berjudul Attachment and Loss. Ada dua asumsi utama
pada teori Bowlby ini, yaitu :
pertama adalah rasa aman yang dirasakan anak yang
diperoleh dari tanggung jawab dan hubungan pengasuhnya.
Kedua adalah suatu hubungan yang mengikat menjadi
terinternalisasi dan bertindak misalnya persahabatan dan cinta.
Gaya kedekatan merupakan suatu hubungan antara dua
orang, bukan sebuah karakter yang diberikan pada bayi oleh
pengasuhnya. Hubungan ini merupakan hubungan dua arah antara
bayi dan pengasuhnya yang dapat mempengaruhi perilaku satu
sama lainnya.
4. Maria Ainsworth dan Teori Situasi Asing
Psikologi Terpengaruh oleh teori dari Bowlby, Ainsworth
dan rekan-rekannya mengembangkan suatu teknik untuk mengukur
jenis gaya kedekatan yang ada antara pengasuh dan bayinya, yang
dikenal situasi asing (strange situation). Percobaan pada teknik ini
menghasilkan tiga skala gaya kedekatan, yaitu:
a. Rasa aman (secure attachment)
Bayi merasa gembira dan antusias ketika ibu mereka
kembali dan mau memulai kontak. Perasaan aman dan
bergantung pada pengasuh merupakan pondasi untuk keinginan
bermain dan eksplorasi.
b. Cemas menolak (anxious-resistant)
Bayi bersifat ambivalen. Jika pengasuhnya meninggalkan
mereka, mereka akan menjadi kesal dengan cara yang tidak
biasa. Namun, ketika pengasuhnya kembali, mereka berupaya
membina kontak sekaligus juga menolak kedekatan dengan
ibunya.
c. Cemas menghindar (anxious-avoidant).
Mereka sudah bisa menerima kehadiran orang asing
walaupun pengasuhnya meninggalkannya. Bayi yang tergolong
dalam kedua jenis gaya kedekatan yang diikuti perasaan tidak
aman (cemas menghindar dan cemas menolak) cenderung
kurang memiliki kemampuan untuk terlibat dalam permainan
dan eksplorasi efektif.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Teori relasi objek memandang kepribadian manusia
sebagai produk dari hubungan awal antara ibu dan anaknya
yang berusia empat hingga enam bulan pertama yang
merupakan masa paling kritis untuk perkembangan
kepribadian. Klein percaya bahwa terdapat representasi
internal psikis yaitu merupakan bagian terpenting dalam
objek signifikan awal, seperti pada payudara ibu dan penis
ayah. Menurut Klein, hubungan anak dengan payudara
merupakan dasar dari sebuah hubungan dan berperan
sebagai prototipe dari hubungan selanjutnya.
Perkembangan ini mencoba mencari tahu bagaimana
gambaran dan pola awal hubungan diri sendiri dengan
orang lain, yang dibangun pada masa kanak-kanak yang
mana bisa mempengaruhi konsep diri kita dan hubungan
sosial melalui tantangan-tantangan hidup dimasa
selanjutnya.
Teori relasi objek merupakan bagian dari teori
Freud mengenai teori insting, tetapi penyebabnya berbeda.
Teori relasi objek menekankan pada pentingnya pola yang
konsisten dalam hubungan interpersonal sedangkan teori
Freud menekankan dorongan-dorongan biologis, teori relasi
objek bersifat maternal yang menekankan keintiman dan
pengasuhan ibu sedangkan teori Freud bersifat paternal dan
menekankan pada kekuatan kontrol ayah, dan yang terakhir
teori relasi objek lebih memandang kontak dan hubungan
sebagai motif utama tingkah laku manusia sedangkan teori
Freud lebih memandang kesenangan seksual sebagai motif
utama tingkah laku manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Fiest, Jess., Fiest, Gregory J. 2010. Teori


Kepribadian. Edisi 7 Buku 1. Jakarta: Salemba
Humanika.
Friedman, Howard S., Schustack, Miriam W. 2006.
Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Edisi
3 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Larsen, Randy J., Buss, david M. 2002. Personality
Psychology: Domain of Knowledge About Human
Nature. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai