Anda di halaman 1dari 19

PEMBAHASAN

A. ANNA FREUD

Dalam http://akbarkebba.blogspot.com/2013_05_01_archive.html Anna Freud (3


Desember 1895 - 9 Oktober 1982) adalah anak keenam dan terakhir dari Sigmund Freud dan
Martha. Lahir di Wina, ia mengikuti jalan ayahnya dan memberikan kontribusi untuk bidang
yang baru lahir dari psikoanalisis. Di samping Melayani Klein, dia mungkin dianggap sebagai
pendiri psikologi anak psikoanalitik. Dibandingkan dengan ayahnya, pekerjaannya menekankan
pentingnya ego dan kemampuannya untuk dilatih sosial.

Karyanya memberikan jembatan antara teori struktural Freud dan psikologi ego.
Pendekatannya pada pemahaman perkembangan anak, Ego -focus ego, mekanisme pertahanan
diri.Anna freud Lebih tertarik dalam dinamika jiwa daripada di struktur, dan terutama terpesona
oleh tempat ego. Sehingga ia memusatkan perhatiannya pada sadar, operasi defensif ego dan
memperkenalkan banyak pertimbangan teoritis dan klinis yang penting.

1. Psikoterapi Anak
a. Terapi Gabungan

Teknik psikoanalisis seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi dan analisis transferensi
tidak dapat dikenakan begitu saja kepada anak-anak. Prosedurnya harus dimodifikasi atau
digabung dengan teknik yang lebih langsung, agar dapat langsung membantu anak berjuang
untuk tumbuh, masak, berbuah, dan menguasai realitas didalam dan diluar dirinya. Disini, Anna
Freud belajar pentingnya persiapan panjang yang dirancang untuk menempatkan analisis sebagai
orang yang penting, dapat dipercaya, sungguh-sungguh, sangat dibutuhkan dalam kehidupan
anak saat ini. Dengan menggabungkan kekaguman dan kepercayaan, anak dapat menerima
analisis sebagai guru yang khususs, seorang akhli dalam pengetahuan mengenai diri dana sebagai
teman melawan serangan luar yang tidak terfahami.

b. Melampaui Konflik Struktural: Bahaya Perkembangan


Kelenturan anak dan perkembangan menuju kemasakan yang berkelanjutan, memaksa
analis anak memfokuskan diri bukan pada simtom neorotik yang tampak sekarang, tetapi lebih
pada tujuan agar berfungsi sehat pada masa yang akan datang. Menurutnya, kristalisasi sindrom
neorotik hanya bagian kecil dari masalah anak-anak. Gangguan perkembangan, ncaman
kemasakan berkelanjutan- fisik maupun psikis- harus lebih banyak diperhatikan. Bahkan kalau
simtom neorotik jelas-jelas muncul pada tingkah laku anak, indikator patologi yang serius itu
mempunyai dinamika dan makna yang berbeda dengan gejala yang sama pada orang dewasa.
Anna Freud mengembangkan sistem diagnosis yang mementingkan pembentukan
kepribadian dalam tahap-tahap perkembangannya dan ancaman- ancaman serius terhadap
penyelesaian perkembangan kepribadian, serta memperkecil peluang hal-hal yang mengganggu
integritas anak. Dampaknya, Anna keluar dari konsep klasik neorosis dan salah suai sebagai
perang yang tidak disadari id, ego, dan super ego. Anak mengalami gangguan yang berkenaan
dengan kerentanan alami dalam usaha mengembangkan diri.

c. Asesmen Metapsikologi
Persiapan untuk psikoterapi anak cukup panjang, begitupula pengumpulan data dan
assesment juga membutuhkan waktu yang panjang. Agar semua dapat ternagkum dengan baik,
Anna Freud memakai profil metapsikologi. Dengan memakai profil asssesment metapsikologi
dapat diperoleh keuntungan:
1. Profil metapsikologi memberi arahan yang konkrit dan seragam, data apa saja yang harus
diungkap dari klien.
2. Profil itu mengharuskan terapis untk mengintegrasikan hasil observasi dengan data
sejarah kehidupan klien menjadi gambaran yang utuh bagaimana kepribadian anak
berfungsi dan berkembang.
3. Profil metapsikologi membutuhkan kecanggihan penerapan teori perkembangan
psikoanalitik, teori dorongan, dan teori ego. Untuk memperoleh makna “metapsikologi”
dari ata hasil observasi. Dengan kata lain, profil memakai konsep-konsep psikoanalisis,
mengintegrasikan teori-teori yang ada untuk memperoleh peta psikologi.

d. Pentingnya Realitas Sosial


Tidak seperti orang dewasa, anak lebih tergantung dan lebih mudah dipengaruhi oleh
realitas eksternal saat itu. Psikoanalis anak harus siap menerima proposisi bahwa ketergantungan
kliennya kepada orang tuanya, konflik klien dengan saudara, hubungan nya dengan guru dan
otoritas lain nya-yang terjadi saat itu-tercermin dalam gangguan yang mereka alami. Gangguan
neorotik pada orang dewasa, umumnya bersifat internal dan sumbernya ada pada masa lalu atau
konflik yang belum terselesaikan. Pada anak, suatu simtom bisa disebabkan oleh peristiwa yang
baru saja terjadi.

2. GARIS PERKEMBANGAN (Developmental Lines)

Interaksi anatara id dan ego, dimulai dari dominasi id untuk memperoleh kepuasan, secra
bertahap akan bergeser ke ego, untuk pada akhirnya ego dapat menguasai realitas internal
maupun eksternal. Interksi itu oleh Anna Freud disebut garis perkembngan, suatu urutan tahap-
tahap kematangan anak dari ketergantungan menjadi mandiri, dari irasional menjadi rasional,
dari hubungan yang pasif dengan realita menjadi aktif. Garis-garis perkembngan menunjukkan
usaha ego untuk mampu menghadapi situasi hidup, tanpa harus menarik diri dan tanpa memakai
mekanisme pertahanan secara berlebihan. Anna Freud mengemukakan enam garis perkembngan,
masing-masing bergerak dari dominasi id menuju realitas ego;

a. Dari Ketergantungan menjadi percaya diri


1. Ketergantungan biologis kepada ibu, tidak mengenal bahwa dirinya terpisah dengan orang
lain.
2. Membutuhkan hubungan yang memuaskan, ibu dianggap sebagai pemuas dari luar.
3. Tahap objek-tetap, gambaran ibu tetap ada, walaupun dia tidak hadir.
4. Pre- odipus, tahap memeluk, ditandai dengan mendominasi obyek yang dicintai.
5. Fase odipus-falis, ditandai dorongan memiliki orang tua lain jenis dan bersaing dengan
orang tua sejenis.
6. Fase laten dengan menurunnya dorongan, transfer libido ke teman, kelompok dan figur
otoritas.
7. Fase pra adolesen, kembalinya kebutuhan hubungan yang memuaskan dengan obyek yang
dicintai.
8. Fase adolesen, berjuang untuk mandiri, memutus cinta dengan orang tua, kebutuhan
kepuasan seksual.
b. Dari Mengisap Menjadi Makan Makanan Keras
1. Disusui teratur sesuai jadwal atau kalau membutuhkan.
2. Disapih dari botol/susu ibu, mengalami kesulitan makan makanan baru.
3. Peralihan dari disuapi menjadi makan sendiri, makan masih identik dengan ibu.
4. Makan sendiri, berbeda pendapat dengan ibu mengenai banyaknya makanan.
5. Seksual infantil membentuk sikap terhadap makanann: fantasi takut gemuk/ hamil melalui
mulut.
6. Senang makan, memiliki kebiasaan makan yang ditentukan senddiri.

c. Dari Ngompol dan Ngobrok Menjadi dapat mengontrol urinasi/defakasi


1. Bebas membuang kotoran tubuh
2. Fase anal, menolak kontrol orang lain dalam hal pembuangan kotoran, perang kemauan
latihan kebersihan.
3. Identifikasi dengan aturan orang tua, mengontrol sendiri pembuangan kotoran. Minat
kebersihan dan keteraturan didasarkan pada keteraturan anal.
4. Kepedulian dengan kebersihan tanpa tekanan orang tua, ego dan super ego mengontrol
dorongan anal secara otonom.

d. Dari tidak bertanggung jawab menjadi bertanggung jawab mengatur tubuh.


1. Agresi diubah dari diri sendiri menjadi kepada duni luar.
2. Meredakan keinginan yang berbahaya, mengenali bahaya eksternal seperti api, ketinggian,
air.
3. Sukarela menerima aturan kesehatan, menolak makanan yang tidak sehat, kebersihan
tubuh, melatih kebugaran tubuh.

e. Dari egosentrik menjadi kerjasama


1. Mementingkan diri sendiri, narkistik, anak kecil lain tidak ada atau dipandang sebagai
pengganggu dan saingan memperoleh cinta orang tua.
2. Anak kecil didekatnya dipandang sebagai benda mati, atau mainan yang dapat
diperlakukan kasar tanpa tanggung jawab.
3. Anak kecil didekatnya dianggap sebagai teman untuk mengerjakan sesuatu, lamanya
kerjasama tergantung pada tuntutan tugas.
4. Teman dipandang partner sederajat, memiliki kemauan sendiri,mereka dapat dihormati,
ditakuti, dijadikan saingan, dicintai, dibenci, atau ditiru, membutuhkan sahabat sejati.

f. Dari tubuh menjadi mainan, dan dari bermain menjadi bekerja


1. Permainan bayi adalah perasaan tubuh, kepekaan jari, kulit, dan mulut. Tidak dibedakan
antara tubuh sendiri dengan tubuh ibu.
2. Sensasi tubuh ibu dipindah keobyek yang lembut seperti beruang mainan atau sarung
bantal.
3. Memeluk obyek yang lembut, menyenangi barang yang lembut, obyek benda mati.
4. Puas menyelesaikan suatu kegiatan, dan puas mencapai prestasi sesuatu.

3. Mekanisme Pertahanan
Menurut Siti Sundari(2005:54), mekanisme pertahanan diri lazim disebut pula
mekanisme penyesuaian diri. Bila kita mengalami kekecewaan sering ketentraman batin
terganggu atau dengan kata lain keseimbangan mental terganggu. Maka dengan segera kita
berusaha mencari jalan agar keseimbangan itu tetap terjadi. Usaha itu terjadi secara mekanis.
Maka mekanisme pertahanan terjadi secara wajar dan normal. Mekanisme pertahanan ada yang
bersifat positif dan ada pula yang negatif.

Anna Freud memperluas defence mechanism. Sigmund Freud mengajukan 7 defence


( identifikasi, displasemen, represi, projeksi, reaksi formasi, fiksasi dan regresi) yang ditambah
Anna Freud dengan Repression, isolation, ascetism, denial, sublimation, undoing, introjection,
reversal, turning againt the self, sublimation/displacement. Anna juga meneliti hubungan antara
tingkat perkembangan dengan pilihan defense, dan dialah pakar pertama yang memandang,
berbagai defense sebagai fungsi penyesuaian diri yang normal dipakai anak untuk menyesuaikan
diri dengan dunia luar.

Anna Freud menganggap itu tugas analis, "dalam kaitannya dengan ego, untuk
menjelajahi isinya, batas-batasnya, dan fungsinya, dan untuk melacak sejarah ketergantungan
pada dunia luar, id, dan superego, dan, dalam Sehubungan dengan id, untuk memberikan
penjelasan tentang naluri, yaitu isi id, dan untuk mengikuti mereka melalui transformasi yang
mereka menjalani ". Faktanya adalah bahwa ketika turunan id membuat penyerangan ke dalam
kesadaran, ego rentan terhadap serangan balasan dengan menerapkan mekanisme pertahanan .

Pendeknya, mekanisme pertahanan (defense mechanism) adalah reaksi seseorang untuk


menghadapi dan merespons pada sebuah situasi yang tidak disukai, supaya tidak jatuh pada
reaksi insting (dan, dengan demikian, lebih “manusiawi.”).  Mekanisme pertahanan ini juga
melindungi seseorang dari kegelisahan dalam menghadapi kelemahan diri. Bentuk- Bentuk
Mekanisme Pertahanan Diri dalam https://yumizone.wordpress.com/2009/08/06/the-
mechanisms-of-defense-mekanisme-pertahanan.

a. Represi
Represi merupakan paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan
untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi terjadi
secara tidak disadarai.7 Ini merupakan sarana pertahanan yang biasa mengusir pikiran serta
perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran.2 Mekanisme represi secara
tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang mengganggu, memalukan dan menyedihkan
dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar.

Bila seseorang bersama-sama dengan saudaranya mengalami sesuatu kecelakaan dan saudaranya
kemudian meninggal maka oia merasa “lupa” terhadap kejadian tersebut. Dengan cara hynosis
atau suntikan Phenobarbital, pengalaman yang direpresi itu dapat dipanggil (di”recall”) dari alam
tak sadar kealam sadar.

Represi mungkin tidak sempurna bila itu yang terjadi maka hal-hal yang direpresikan akan
muncul ke dalam impian, angan-angan, lelucon dan keseleo lidah. Menurut Freud, represi
merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam terjadinya neurosis.

b. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk
melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan
cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan menghilangkan data sensoris.
Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan normal maupun patologis.

Sebagai contoh, mereka tidak mau mengerti bahwa dirinya berpenyakit yang berbahaya,
menutup mata karena tidak mau melihat sesuatu yang ngeri, tidak mau memikirkan tentang
kematian, tidak mau menerima anaknya yang terbelakang dan sebagainya.

c. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang dihasilkannya adalah dirasakan dan
ditanggapi seakan-akan berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk
waham yang jelas tentang kenyataan eksternal,  biasanya waham kejar, dan termasuk persepsi
persaan diri sendiri dalam orang lain dan tindakan selanjutnya terhadap persepsi (waham
paranoid psikotok). Impuls mungkin berasal dari id atau superego (tuduhan halusinasi) tetapi
dapat mengalami tranformasi dalam proses. Jadi menurut analisis Freud tentang proyeksi
paranoid, impuls libido, homoseksual dirubah menjadi rasa benci dan selanjutnya diproyeksikan
kepada sasaran impuls homoseksual yang tidak dapat diterima. Proyeksi merupakan usaha untuk
menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik.
Misalnya presentasi olah raga yang kurang baik dengan alasan sedang sakit flu atau tidak naik
kelas karena gurunya sentiment. Mekanisme proyeksi ini digunakan oleh pasien yang
menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.

d. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat diterima
oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima
bahkan ada yang mengagumi.2 Orang yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi
disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif disalurkan menjadi
dokter ahli bedah, mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari.

e. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang berbahaya baik yang
diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri hati
terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menyayangi secara
berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang perjudian dan kejahatan lain
dengan maksud agar dapat menekan kecendrungan dirinya sendiri ke arah itu.

f. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam penderiannya
berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu
seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta kan menjadi milikinya beberapa nilai serta
peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan prilakunya dan dapat mencegah pelanggaran
serta hukuman sebagai akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter maka
banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai perlindungan terhadap
perilaku yang dapat menyusahkan mereka.

g. Pengelakan atau salah pindah (Displacement)


Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang
atau obyek lain yang kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya 
dielakkan atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik yang distruktif dan
desus-desus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan cara yang terselubung dalam
menyatakan perasaan permusuhan

h. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan menyamakan
diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang yang meniru
gaya orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya atau daerahnya
yang maju.

i. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah
dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ;
anak yang sudah besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak kecil
agar keinginannya dipenuhi.
j. Pelepasan (Undoing)
Pelepasan merupakan upaya untuk menembus sehingga dengan demikian meniadakan
keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya, misalnya seorang pedagang yang
kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan sumbangan besar
untuk usaha social.

k. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)


Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional. Misalnya bila orang yang kematian
keluarganya maka kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau
“sekarang sudah tidak menderita lagi”  dan sambil tersenyum.

B. HEINZ HARTMANN
Dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Heinz_Hartmann Heinz Hartmann (November 4,
1894 di Wina, Austria-Hongaria - 17 Mei 1970 di Stony Point, New York), adalah seorang
psikiater dan psikoanalis. Dia dianggap sebagai salah satu pendiri dan wakil utama ego
psikologi. Hartmann lahir dari keluarga yang dikenal untuk memproduksi penulis dan akademisi.
Ayahnya sendiri adalah seorang profesor sejarah, dan ibunya adalah seorang pianis dan
pematung. Setelah menyelesaikan sekolah menengah ia masuk ke Universitas Wina di mana ia
menerima gelar medisnya pada tahun 1920. Minatnya dalam teori Freudian.
Sigmund Freud menawarinya analisis gratis jika ia tinggal di Wina seperti ia ditawari
posisi di Johns Hopkins Institute. Dia memilih untuk masuk ke dalam analisis dengan Freud dan
tercatat sebagai bintang bersinar di antara analis dari generasinya, dan murid favorit Freud.
Pada tahun 1937, di Wina Psychological Society, dia menunjukkan sebuah studi tentang
psikologi ego, topik yang ia kemudian akan memperluas dan yang menjadi dasar bagi gerakan
teoritis dikenal sebagai ego-psikologi.
Pada tahun 1938 ia meninggalkan Austria dengan keluarganya untuk melarikan diri dari
Nazi. Melewati Paris dan kemudian Swiss, ia tiba di New York pada tahun 1941 di mana ia
dengan cepat menjadi salah satu pemikir terkemuka New York psikoanalitik Masyarakat.
Pada tahun 1945 ia mendirikan sebuah publikasi tahunan psikoanalitik Studi Anak
dengan Kris dan Anna Freud; sedangkan pada tahun 1950 ia menjadi Presiden Asosiasi
Psikoanalisis Internasional (IPA) dan setelah beberapa tahun kepresidenannya, ia menerima gelar
kehormatan presiden seumur hidup.

1922 melihat publikasi dari artikel pertama Hartmann, pada depersonalisasi, yang diikuti oleh
sejumlah penelitian tentang psikosis, neurosis, kembar, dll
Perkembangan selanjutnya ego-psikologi dalam psikoanalisis, dengan pergeseran yang
dari teori naluri untuk fungsi adaptif ego telah dilihat sebagai memungkinkan psikoanalisis dan
psikologi untuk bergerak lebih dekat satu sama lain. Ego-psikologi menjadi sebenarnya dominan
psikoanalitik kekuatan di Amerika untuk setengah abad berikutnya atau lebih, sebelum teori
hubungan objek mulai datang ke kedepan Ia terbentuk. Namun jelas semua sama bahwa ego
psikologi memiliki keturunan Freudian asli, bahkan jika itu tidak dapat dilihat sebagai ahli waris
sendiri.

1. Fungsi Ego di Ranah Bebas Konflik (Conflict Free Sphere)


Menurut Hartmann, istilah ranah bebas konflik diadaptasi dari psikoanalisis untuk
merancang kegiatan ego yang terjadi diluar ranah konflik mental. Menurutnya, fungsi ego
tergantung kepada tujuan yang akandiselesaikan, ada tujuan yang akan menyelesaikan konflik
ada tujuan yang tidak berlatar belakang konflik. Misalnya ingatan dan belajar, mengkin
terperangkap dalam usaha ego mengatasi konflik itu dilakukan. Ingatan, fikiran, asosiasi dan
fungsi ego lainnya, merupakan bagian dari ego sehingga ego bisa berkomunikasi dengan id,
bukan hasil dari interaksi ego dengan id. Ego bukan berasal dari id, yang memunculkan id agar
dapat melayani insting tak sadar, tetapi ego dan id muncul bersamaan, berfungsi independen dan
sinkron dengan insting. Masing-masing sistem berasal dari disposisi, dan berkembang secara
independen. Ego bukan hanya didorong oleh insting seks dan agresi, tetapi jug aditentukan oleh
faktor luar. Ego bersifat otonom dean aktif mencari penyesuaian dengan dunia luar.

2. Otonomi Primer dan Otonomi Sekunder Ego: Adaptasi


Ada dua jenis otonomi ego: otonomi primer memancu ke sumber biologikal, kemasakan
fungsi persepsi, belajar, ingatan, dan gerakan membuat ego mampu berfungsi otonom. Fungsi-
fungsi ini berasal dari keturunan dan berperan sebagai adaptasi dengan lingkungan. Otonomi
sekunder merupakan kemampuan ego untuk mengubah fungsi-fungsi yang dikembangkan dalam
konflik dengan id menjadi sarana yang juga membantu adaptasi yang sehat dengan kehidupan.
Berarti otonomi sekunder itu produk dari interaksi kemasakan fisik dengan belajar.
Otonomi sekunder mirip dengan otonomi fungsional dari Allport. Antara lain tampak dari
konsep Hortmann bahwa ego dapat menetralisir dorongan seks dan agresi untuk berfungsi yang
bukan mendapatkan kenikmatan dan merusak, untuk mengejar selain peredaan dorongan.
Netralisasi itu mengubah enerji libido dan agresi menjauh dari insting, ini terjadi ketika fungsi
ego menjadi semakin independen dari id dan melakukan aktivitas untuk dirinya sendiri.
Adaptasi merupakan hasil dari otonomi ego primer dan sekunder, yakni hasil dari usaha
ego untuk mempertahankan keseimbangan di dalam kepribadiannya, dan keseimbngan anatar
dirinya dengan lingkungan. Kemampuan adaptif menjadi sangat penting, karena setiap orang
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan dunia, semacam “kerelaan soaial.”

3. Fungsi Ego dan Prinsip Realita


Ego relatif independen dari id,sejak awal dan perkembangannya beroperasi untuk
membantu dari bertahan, bahkan ketika hal itu menyakitkan dan menunda kepuasaan. Ego
memakai prinsip realita dalam arti yang luas: yakni, kemampuan untuk mengantisipasi
kebutuhan aksi pada masa yang akan datang, yang tujuan utamanya terus-menerus menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang diharapkan, disamping mungkin member kepuasaan id. Untuk
mencapai tujuan itu, ada empat harmoni di dalamdan diluar diri yang harus dipertahankan ego,
yakni:
1. Mempertahankan keseimbangan yang indah antara keseluruhan indivindu dengan realitas
eksternal sosial dan fisik.
2. Karena id mempunyai beberapa drive instingtif yang semuanya menuntut kepuasaan, ego
harus memantapakan harmoni keseimbangan di dalam ranah id.
3. Ego harus menyeimbangkan tiga unsure mental yang saling bersaing, id-ego-superego.
4. Ego harus menjaga harmoni diantara berbagai tujuannya sendiri yang saling berbada
yakni: keseimbangan antara peran membantu id dengan peran sebagai ego indepeden
yang tujuannnya tidak untuk memuaskan drive id.
Untuk mencapai harmoni ini, ego beroperasi secara sintetis: mengintegrasikan dan
mendamaikan tujuan yang berbeda dan informasi yang bertentangan dengan satu koordinasi.
Kemampuan sintetik dapat membuat ego mendamaikan konflik intersistemik (konflik antara id-
ego-superego-realitas), dan konflik intrasistemik (konflik di dalam ego sendiri).
Hartmann mengemukakan 12 fungsi ego yang harus diperhatikan, agar fungsi sosial dan
kognitif dapat berjalan baik, namun itu belum semuanya dan tidak dimaksudkan untuk
membatasi fungsi ego, sebagai berikut:
1. Mengatur gerakan (spontan).
2. Mengorganisasi persepsi di dalam dan di luar realita.
3. Membuat batas yang melindungi diri dari stimulasi internal dan eksternal yang
berlebihan.
4. Uji realitas.
5. Berfikir dan inteligensi.
6. Menterjemahkan fikiran menjadi perbuatan.
7. Menghambat dan menunda pengurangan tegangan.
8. Mengenali bahaya, member tanda kecemasan dan pertahanan.
9. Antisipasi aksi, tujuan, dampak, dan konsekuensi pada masa yang akan datang.
10. Persepsi waktu.
11. Pembentukan karakter (gaya pribadi).
12. Kemampuan sintetik (kemampuan mengintegrasikan semua fungsi di atas,
mengharmonisasi konflik intrasistemik dan intersistemik).

C. ROBERT W.WHITE
Dalam http://akbarkebba.blogspot.com/2013_05_01_archive.html Robert W. white,
psikolog kepribadian, meninggal pada 6 Februari di Weston, 96. Awalnya seorang sejarawan (ia
menerima gelar master dalam sejarah Amerika di Harvard pada tahun 1926), Pada tahun 1937,
juga di Harvard, ia menerima gelar Ph.D. dalam psikologi.
White adalah direktur Klinik Psikologi di Harvard 1946-1950, dan ketua Departemen
Hubungan Sosial 1957-1962.
Setelah menerima gelar sejarah dari Harvard, White mengajarkan sejarah dan
pemerintahan di University of Maine selama beberapa tahun sebelum memutuskan untuk belajar
psikologi. Kembali di Harvard ia belajar di bawah Henry A. Murray, dengan menerbitkan
"Explorations in Personality" pada tahun 1938.
menolak gagasan bahwa satu-satunya motivasi berperilaku adalah dorongan untuk
menurunkan dan pencapaian kepuasan biologis. Menurut White (1959) otot dan otak, mata, dan
organ sensori lainnya haruslah diaktifkan untuk dapat tumbuh dan sehat, dengan demikian
kehidupan manusia mencari stimulus; mereka tidak pasif bahkan berjuang keras untuk bisa
mengurangi dorongan-dorongan.
Ketika ada usaha-usaha berhasil, individu akan merasa kompeten. Kompetensi
merupakan salah satu konsep yang penting dalam teori White (1959) adalah suatu kecakapan
(ability) dari individu untuk melakukan perjanjian dengan lingkungan, baik yang hidup maupun
yang tidak, dengan cara yang sukses, membantu individu untuk tumbuh, matang dan survive
dalam hidup.
1. Tema Kompetensi dalam Tahap Psikoseksual
Teori White merupakan rekonseptualisasi dari tahap-tahap perkembangan psikoseksual,
memakai tema belajar tuntas. Pada setipa fase perkembangan psikoseksual Freud, ada elemen
penting yang ikut berkembang. Elemen itu harus dipelajari namun terkait dengan kepuasaan
instingtif. Ego dimotivasi bukan hanya oleh kebutuhan memuaskan dorongan biologik tetapi juga
oleh kebutuhan eksplorasi,belajar, dan menguasai lingkungan. Kecenderungan untuk
memperoleh rangsangan, aktif berusaha untuk mempengaruhi lingkungan ini disebut effectance
motivation. Apabila usaha itu berhasil, orang merasa kompeten yang membuat orang itu tumbuh,
masak, dan siap menghadapi tantangan hidup. Perasaan bisa menguasai realitas lingkungan
semacam itu disebut efikasi dari (self effication). Kompetensi apa saja yang dipelajari sepanjang
tahap perkembangan psikoseksual dalam perbandingan dengan teori Frued.

2. Effectance Motivation
Konsep pokok dari White adalah effectance motivation. Manusia mempunyai dorongan
instintif untuk belajar, memahami lingkungan, kompeten mempengaruhi lingkungan untuk
kepentingan kesejahteraan dirinya. Insting ini melengkapi insting insting hidup dan insting mati
dari Freud. Fenomena motif belajar dapat dilihat pada aktivitas uji realitas, pemisahan diri dan
non diri serta penyimpangan perkembangan ego.
3. Uji Realita: Kompetensi melalui kegiatan
Teori klasik reality testing menempatkan ego dalam posisi sentral yang menghubungkan
kebutuhan kepuasaan obyektif dengan realita. Bayi semakin banyak berpaling ke realita untuk
memuaskan kebutuhannya, tetapi cara untuk memperoleh kebutuhan itu hanya dengan menangis,
mengharapakan bantuan pengasuhnya. Kepuasan tidak dapat selalu diperoleh, sehingga bayi
kemudian mengembangkan kemampuan untuk menunda kepuasan, dan penundaan bisa
dilakukan kalau dia mampu mengantisipasi realita yang akan datang.
Menurut White, kemampuan mengantisipasi dan menunda kepuasaan itu merupakan hasil
dari aktivitas bayi di lingkungannya. Ego mempunyai kemampuan menunda dan mengantisipasi
karena bayi belajar dari “aktivitas yang dilakukannya,” mereka menjadi kompeten untuk
memperpanjang penundaan karena melihat kedepan bahwa penundaan itu bersifat sementara.
Pada mulanya bayi hanya marah, menggeliat, menangis, dan memukul ketika lapar; semuanya
itu adalah aksi yang membuat ibunya berlari mendekat. Jika meenangis dapat selalu dan segera
memperoleh peredaan dan makanan, bayi belajar untuk mempercayai lingkungan sekaligus
mempercayai kemampuannya membuat sesuatu terjadi. Bayi belajar mengembangkan efikasi
diri.

Tabel Perkembangan Insting dan Kompetensi Yang Dipelajari


NO Aktivitas insting (Freud) Kompetensi Yang dipelajari (White)
1. a. Insting lapar berusaha a. Makan sebagai tempat berlatih
(Oral) mereduksi tegangan. menguasai diri sendiri dan belajar
b. Ketergantungan pasif menguasai lingkungan manusia.
pada obyek yang dicintai b. Belajar menguasai orang lain melalui
untuk bertahan hidup. memaksimalkan cinta dan
c. Memesukkan makanan meminimalkan pengabaian.
dan obyek cinta sebagai c. Sensori motor berperan sebagai
bagian dari self latihan ketrampilan motorik dan
kognitif masa yang akan datang.
2. a. Kepuasan libido dari a. Perkembangan intrinsik negtivisme
(Anal) memakan dan anak usia 2 tahun.
mengeluarkan kotoran b. Memakai gerakan dan negativisme
b. Belajar patuh pada untuk mengembangkan anatomi.
tuntutan kultural orang c. Tiga sifat (kikir, keras kepala, sangat
tua. teratur), dipandang sebagai cara
c. Mungkin reaksi defensif penyesuaian terhadap lingkungan,
terhadap kepribadian anal kalau membangun pada tingkat
menjadi sifat kikir, keras cukupan.
kepala dan sangat
teratur
3. a. Odipus kompleks dengan a. Gerakan, bahasa dan imajenasi
(Falis) sensivitas genetikal. dikembangkan untuk menguasai
b. Perkembangan superego kata-kata dan mengembangkan
melalui identifikasi perasaan berkemampuan.
dengan ayah dan takut b. Dramatisasi diri dan meniru peran
dengan kemarahan ayah. dewasa dengan tekanan pada
c. Intereseksual diarahkan produktifitas pribadi.
ke anggota keluarga.
4. a. Menghilangnya motif a. Memantapkan kompetensi sosial
(Laten) seksual dalam kelompok sebayadan aktivitas
b. Periode yang relatif sekolah dan hubungan
tenang. heteroseksual.
b. Kerjanyata disekolah, tempat kerja,
permainan
c. Belajar kompromi diri dan
bagaimana melindungi diri.
5. a. Pilihan obyek a. Perasaan identitas, perasaan
(Genital) heteroseksual. kompetensi masa lalu yang kini
b. Ekspresi libido dalm disatukan.
wujud genital b. Pilihan pekerjaan yang aktif
dipelajari atau disiapkan.
c. Pacaran sebagai kepuasan sosial dan
seksual.
4. Memisahkan Diri dengan Non Diri
Salah satu kemampuan yang dikembangakan ego sejak awal perkembangan adalah
memisahkan mana yang berjalan dari diri dan mana yang bukan dari diri. Pada mulanya, putting
susu dan putting botol sebagai sumber kepuasaan dipahami sebagai bagian dari diri bayi, sama
halnya dengan jempolnya sendiri yang member kepuasaan ketika disap seperti mengisap putting.
Secara bertahap, dari pengalaman tingkah lakunya sendiri dan dampakdari tingkah laku itu, bayi
belajar membedakan mana bagian dari self dan mana ynag bukan self.
Menurut White, hubungan bayi dengan realita tidak pasif, yang timbul sebagai akibat ada
dorongan yang harus dipuaskan dengan realita. Gambaran tentang realita itu dibangun oleh bayi
itu sendiri, melalui belajar betahap apa yang mungkin mereka kerjakan dan yang tidak mungkin
dipenuhi. Bayi belajr memahami apa yang biasanya diperoleh ketika mereka melihat dunia luar,
yang ternyata tidak sesuai dengan kemauannya.

5. Perkembangan Ego menjadi Patologis


Konsep asli dari Teori Freud menyatakan bahwa patologi adalah kegagalan ego
berkembang normal. Mengikuti konsep ini banyak ahli psikoanalisis yang meneliti apa yang
dimaksud dengan kegagalan ego, apa yang menyebabkan ego gagal mengembangkan tenggung
jawab sosial secara normal, dan apa yang menyebabkan kapasitas uji realitanya tidak
berkembang. Umumnya mereka menyalahkan ibu, pengasuhnya tidak tepat, dingin, penanganaan
yang mekanis, atau terlalu melindungi yang dimotivasi oleh perasaan berdosa , semua menjadi
menyebab kegagalan ego dan psikosis.
White dengan kompetensi dan motivasi efektanya, mengubah fokus perhatian, dan apa
yang menyebabkan kapasitas ego gagal menganai enerji id, menjadi apa yang salah dari
perkembangan perasaan efikasinya. Menurutnya, sebagian dari kesalahan perkembangan ego,
ada pada bayi itu sendiri. Bila terjadi ibu yang siap dengan cinta dan pengabdian, ternate
menghadapi bayinya yang dari lahir hiperaktif atau tak terkontrol, atau yang temperamennya
pasif dan tidak responsif, akhirnya ibu itu justru akan memandang dirinya tidak mampu merawat
anaknya. Interaksi ibu dan anak semancam itu mungkin dapat menggangu perkembangan
perasaan efikasi diri atau menyia-yiakan energi motivasi efektan bayi, yang semuanya itu
menjadi sumber patologi ego. White mengemukakan tiga penyebab kerusakan motivasi efektan,
yaitu:
1. Insting lapar dan insting bebas dari rasa sakit terus menerus muncul karena pengasuhnya
yang kurang baik. Bayi menghabiskan seluruh waktunya untuk menangani insting lapar
dan rasa sakit itu sehingga tidak mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan yang
menghasilkan efikasi diri.
2. Bayi tidak memperoleh reinforsemen dari usaha penegmbangan efikasi dirinya. Ibu tidak
mau terpengaruh oleh aktivitas bayinya, tidak mampu menterjemahkan bahasa tubuh dan
tangis bayinya, akan membuat bayi berhenti berusaha memanipulasi dunianya. Motivasi
efektan menjadi tidak berkembang.
3. Gangguan atau hambatan langsung terhadap aktivitas bermain. Anak yang dilarang
melakukan aktivitas, kehilangan kemampuan menstimulasi lingkungan dan memperoleh
stimulasi diri yang cukup. Enegi dari independen dari ego terlambat, dan ego tidak dapat
berkembang melalui ekspresi kegiatan bebas. Dampaknya dalah kecemasan. Malu, ragu,
dan hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efikasi diri.

D. APLIKASI
Pengikut-pengikut Freud ketika mengaplikasikan psikoanalisis merasakan ada yang
kurang dari teori Freud, dan mereka kemudian berusaha melengkapinya, lahirlah psikologo ego.
Psikologi ego bukan konsep yang radikal, tetapi konsep yang mengsisi bagian-bagian yang
terlewat dari elaborasi Freud.
Anna Freud menjadi pelopor psikoanalisis kepada anak-anak, yang dengan cermat
menyiapkan metodelogi dan sistematikdari psikoanalisis anak. Sistem itu tampaknya dipakai
juga pada psikoanalisis orang dewasa, karena lebih menjamin pemahaman yang komprehensif.
Anna Freud juga memberikan peringatan kemungkinan analisis terhadap anak yang keterlaluan,
yang justru membahaya perkembangan nak itu sendiri. Hartmann dan White bnayak memberikan
masukan tentang kerja ego. Banyak gangguan kejiwaan yang dapat diatasi dengan memperkuat
ego, dan konsep-konsep psikologi ego sangat membantu usaha mengembangkan kopentensi ego
menguasai intersystem dan intrasistemnya.
E. Evaluasi
Psikologi ego menjadi wacana yang menarik dalam kaitannya dengan psikoanalisis.
Ketika banyak pakar mengkritik teori Freud sambil tetap mengakui kebenaran dan daya guna
teori itu, psikologi ego mengambil posisi memperbaiki, melengkapi, dan menyempurnakan apa
yang menjadi kelemahan asumsi Freud. Apa yang dilakukan oleh Anna Freud, Hartmann dan
white kemudian akan menjadi model yang ditiru banyak pakar psikoanalisis. Psikologi ego
menghargai kemampuan orang untuk menentukan nasibnya sendiri melalui berfikir dan belajar,
ini menjadi jembatan rekonsiliasi antara paradigm psikoanalisis dengan paradigm kognitif.
Walaupun teori ini dikembangkan ketika metodologi penelitian telah berkembang pesat,
kelemahan dari psikoanalissi tetap menonjol. Banyak konsep-konsep yang tidak didukung oleh
data obyektif, dan analisi subyektif menjadi alat utama untuk mengelaborasi konsep-konsep
psikologi ego. Metodologi baru mendapatkan perhatian yang besar ketika teori itu diaplikasikan.
Teknik inventarisasi, catatan organnisasi data, dan sitem diagnosis dan analisisnya distandardisir
sehingga kemungkinan adanya replikasi. Psikologi bukan lagi keajaiban yang dilakukan di
ruangan terapi yang menjadi milik pribadi terapis, tetapi psikoterapi adalah tehnik standar yang
sistemnya harus diikuti terapis agar tidak terjadi malpraktek.

Anda mungkin juga menyukai