Anda di halaman 1dari 5

1.

Thales (625-547 SM)


Thales merupakan seorang naturalis yang menekankan penejlasan alamiah, meminimalisir
supernatural. Baginya duania dunia merupakan sesuatu yang bisa di pahami dan di mengerti
manusia. Menurut Thales “segala seseuatu yang ada di dunia terdiri dari substansi yang sifatnya
alamiah tersebut. Thales berusaha mencari substansi atau elemen dasar mengendsaliakan
bahwa elemen dasar sari segala sesuatu adalah air. Kesimpulan tersebut bukan tanpa argument.
Sebab, air ada di mana-mana. Bisa berubah kedalam bentuk, menjadi kunci dari sebuah
kehidupan.
Pandangan thales tersebut diaangap sebagai upayanya dalam membangun teori mengenai alam.
Ia mengamati fenomena alam, dan melakukan reduksi serta abstraksi. Diskursus mengenai
elemen dasar ini.
Walaupun terkenal dengan filasat alamnya, thales pun mrmpunyai pandangan tertentu mengani
jiwa. Jiwa di pandangnya sesuatu yang meliputi alam semesta, dan sebagai sesuatu yang dpat
menggerakkan (Fiesser & Dowden 2016) bagi Thales, magnet sekalipun memiliki jiwa karena
dapat mengerakkan besi.
2. Heraclistus (540-480 SM)
Heraclitus berpendapat bahwa api-lah sebagai substansi dari segala hal. Hal ini bisa di pahmi
karena api memiliki kekuatan untuk mengubah. Api dapat mengubah air menjadi uap, benda
keras menjadi abu atau cairan.
Pemikiran Heraclitus, walaupun di tujukan untuk gejala-gejala lam, tapi angat relavan dengan
ilmu psikologi. Realitas subjektif manusia dengan cara konstan mengalami perubahn akan
menimbulkan kesulitan dan memahaminya, sehingga apa yang di peroleh kemudian hanyalah
kemungkinan -kemungkinan. Ketika mempeljari kasus perkasus manusia akhirnya penedkatan
ideografiklah yang di kedepankan dari pada pendekatan nomothetic.
Selain itu, menurut Heraclitus (Greenwood,2009), jiwa manusia itu sendiri yang tidak sehat di
sebut sebagai jiwa yang basah. Jiwa yang sma sekali tidak basah akan menghadirkan kematian,
sendangkan jiwa yang lembab akan berakibat pada tidak berfungsinya jiwa secar normal.
3. Empedocles (492-435 SM)
Empedocles tidak sependapat dengan Thales ataupun Heraclitus yang menggangpa penting
sebagian elemen-elemen dari pada yang lainnya. Menurutnya terdapat empat elemen penting
yang tidak dapat di redukasi, dan menjadi dasra dari semua hal, yaitu api, udara, tanah, dan air.
Pandangan Empedocles tersebut sangat berpengaruh terhadap ilmu kedoktrena dan psikolgi.
Bagi Empedocles, jiwa kan sehat pabila terdapat keimbangan atau equilibrium diantar empat
elemn yang sudah di sebutkan sebelumnya, yang kemudian di kembangankan oleh Hippocrate
dan Galen.
4. Parmenides (540-470 SM)
Permenides merpakan salah satu filsuf yang pemikirannya berpengaruh terhadap filsuf-filsuf
berikutnya, termasuk Plato. Ia dianggap filsuf pertama yang memperkenalkan philosophy of
being, berbeda dengan Heraclitus yang terlebih dahulu memperkenalkan philosophy of
becoming. Jika Heraclitus menganggap yang pasti itu adalah perubahan, Parmeindes justru
menggangap bahwa segala semua perubhan itu adalah ilusi
Bagi Permenides, “realitas yang sesungguhnya itu (real bing), apa pun itu, mestinya bersifat
abadi, tidah beruabah dan eksistensi yang seperti itu tdk akan pernah bisa di pahami oelh indra.
Menurut Permenide , “realitas iti satu, tdk berunah, tdk bergerak, abadi, dan tidak berubah
tersebut hanya di pahami melalui penalaran , dan penalaran bisa membawa kita melewat batas-
batas relativitas pemhaman indrawi. Rasionalitas merupak instrument yang bisa di pakai untuk
mendapatkan pengetahuan yang pasti, sendangkan pengalam indrawi dianggapnya sebagai
titipan. Indra hanya bisa menangkap keberagaman dan perubahan sendangkan untuk
menangkap prinsip umum yang mendasarinya hany bisa di lakukan oleh rasio.
5. Pythagoras (580-500 SM)
Pythagoras dianggap sebagai filsuf yang sangat berpengaruh besar pada pemikiran Plato, dan
pemikiran Plato berepengaruh pada St. Augustine dan pemikir lainnya termasuk Sigmund Freud.
Menurutnya, dunia ini di penuhi dangan jiwa. Jiwa di anggaapnya tidak akan pernah mati, dan
bisa berpindah-pindah atau metempsychosis. Perbuatan baik atau buruk manusialah yang akan
menentukan apakah jiwanya tersebut akan menjelma dalam bentuk manusia kembali tau
binatang. Namun demikan, hal tersebut bisa diatasi dengan melakukan penyecuian jiwa.
6. Protagoras (485-410 SM)
Protagoras merupak seorang sofis. Ia seseorang guru professional mengenai public speaking dan
seni bernalar. Ia seorang yang sangat mayakini bhawa semua pengetahuan di peroleh melalui
pengalam indrawi itu itu bersifat unik, personal, dan berubah seiring bertambah usia, maka
pengetahuan pun menjadi individual.
Bagi Protagoras, kebenran itu bersifat relaatis, ia terkenal dengan kata-katanya “man is the
measure of all things”. Ia memandang bahwa kebenaran tegantung pada pikirannya masing-
masing. Kebenran objektif dianggapnya tdk ada. Hergenhahn menyebutkan beberapa implikasi
dari pernyataan tersebut adalah 1) kebenaran tergantung pada persepsi dan realitas, 2).
Bersepsi bervariasi sesuai dengan pengalam per orang, 3). Kebenaran akan berbeda secara
kultural krena pengalam orang di pengaruhi budaya, 4) untuk memahami keyakinan, seseorang
harus memahami yang bersangkutan.
7. Socrates (470-399 SM)
Menurut pendapat Socrates tidak semua kebenaran itu relative. Untuk membuktikan
adanya kebenaran yang objektif, Socrates menggunakan metode yang bersifat praktis
dan dijalankan melalui percakapan-percakapan ia menganalisis pendapat-pendapat
setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah. Metode yang
digunakan Socrates biasanya disebut dialektika yang berasal dari kata Yunani dialegesthai
artinya bercakap-cakap atau berdialog. Metode Socrates disebut dialektika karena dialog
mempunyai peranan penting di dalamnya. Socrates membuktikan kepada orang sofis bahwa
pengetahuan yang umum ada yaitu definisi jadi orang sofis tidak seluruhnya benar yang
benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian pengetahuan bersifat
khusus sedangkan yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif .Dengan
mengajukan definisi itu Socrates telah dapat menghentikan laju dominasi relatifisme
kaum sofis dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan agama.
Menurut Socrates, jiwa adalah Tuhan. Tuhan menyatu dalam jiwa. Manusia pada hakikatnya
adalah jiwa yang menguasai dirinya. Oleh karena itu, setiap manusia yang tak berjiwa, bukan
berarti tak bernyawa, melainkan tak lagi memiliki kemampuan menangkap pesan-pesan. Tuhan
tentang moral dan kebaikan. Inilah pandangan Socrates tentang jiwa dengan potensi yang paling
mendasar dalam menemukan hakikat akal budi dan kebenaran.
Socrates juga berpandangan bahwa sebenarnya pada diri setiap manusia terpendam
pemecahan berbagai masalah mengenai berbagai persoalan dalam kehidupan nyata, oleh
karena itu, sebenarnya setiap orang mampu untuk menghadapi segala macam persoalan yang
dihadapi. Hanya saja mereka tidak mampu menyadari bahwa sesungguhnya dalam diri setiap
orang terpendam kemampuan atas jawaban-jawaban bagi segala macam persoalan yang
dihadapinya.
8. Plato (427-347 SM)
Menurut Plato, kebenaran (definisi) itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif
seperti pada Socrates, pengertian umum itu sudah tersedia di alam ide. Definisi pada
Socrates dapat saja diartikan tidak memiliki realitas.3Plato mengatakan : realitas seluruhnya
terbagi atas dua dunia yaitu dunia indrawi dan dunia ide. Dunia indrawi mencakup benda-
benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita. Dunia indrawi ini
tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia idea. Selalu terjadi perubahan,
Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati. Dunia
idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan,
semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, yang indah
Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang
kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah
intelektual.
Plato adalah penganut idealisme yang sebenar benarnya, mengenai psyche. Plato berpendapat
tentang manusia yaitu manusia memiliki 3 (tiga) kekuatan rohaniah yang disebutnya sebagai
"Trichotom" dan membaginya dalam tiga bagian, yaitu:
Berpikir, berpusat di otak dan disebut logisticon.
Berkehendak, berpusat di dada disebut thumetikon.
Berkeinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen.
Oleh karena pendapat tersebut maka Plato dipandang sebagai ahli pikir pertama yang beraliran
idealisme dan tokoh trichotomi sesuai pandangan yang di sebutnya. Plato juga dianggap sebagai
penggagas filsafat klasik baru.
Plato telah mengeluarkan pendapatnya "bahwa suatu kebenaran yang hakiki tidak dapat di
capai dengan suatu yang tampak oleh indra manusia, karena segala sesuatu yang tampak oleh
indra adalah bayangan dari hakikat". Adapun yang hakiki adalah "Ide" atau cita cita dari segala
yang ada ini. "Ide" tidak lain adalah "Pengertian yang mencakup kenyataan dari segala sesuatu,
dan dapat dicapai hanya dengan "pikiran". Ide tertinggi adalah tuhan, dan segala sesuatu yang
ada berasal dari alam ide dan segalanya akan kembali ke alam ide
9. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato. Dari kecil ia mendapat asuhan dari ayahnya. Ia belajar tentang
teknik membedah. Maka dari itu, keilmuannya lebih banyak tertuan pada ilmu-ilmu alam,
terutama pada ke Sains biologi. Sampai berumur 18 tahun, pendidikannya diperoleh dari
ayahnya. Aristoteles dianggap sebagai penggagas filsafat klasik baru. Menurut Aristoteles, ilmu
jiwa adalah ilmu tentang gejala kehidupan setiap makhluk hidup. Gejala hidup adalah keadaan
jiwa yang sebenarnya. Yang berjiwa bukan hanya manusia sebab hewan dan tumbuhan pun
memiliki, Makhluk berjiwa di alam ini adalah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Masing-
masing memiliki jiwa yang berurutan rendah tingginya. Tumbuh-tumbuhan mengandung jiwa
terendah yang disebut "Anima Vegetativ", fungsinya hanya terbatas pada makan dan
berkembang biak. Kemudian Hewan mempunyai jiwa yang lebih tinggi, ia menyebutnya "Anima
Sensitive”, fungsinya mengindra, menggunakan nafsunya untuk bergerak dan berbuat. Manusia
memiliki jiwa tertinggi yang disebut "Anima Intelektiva". fungsinya dikatakan sangatlah penting,
yaitu yang sangat pokok adalah berpikir dan berkehendak.
Aristoteles membagi fungsi jiwa manusia atas dua, yaitu berpikir dan berkehendak. Oleh sebab
itulah, pandangannya ia namakan "Dichotomi", berbeda dengan Plato yang " Trichotomi".

https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=0CAQQw7AJahcKEwiYsL72-
_f5AhUAAAAAHQAAAAAQAg&url=http%3A%2F%2Fwawasankoe.blogspot.com
%2F2020%2F10%2Fpsikologi-menurut-pandangan-
tokoh.html&psig=AOvVaw2Af1hkIcDRE7rGLVnhzhlN&ust=1662271917764759

Anda mungkin juga menyukai