Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PAPER

PERSONALITY

Dosen Pengampu: Vinna Ramadhany Sy, M.Psi., Psikolog


Mata Kuliah: Pengenalan Ilmu Psikologi

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Angelita Nurul Fajriah (1801622015)


2. Delviana Gela Kolin (1801622002)
3. Dianati zahrina (1801622229)
4. Lola Eka Saputri (1801622121)
5. Zahra Nurfathiya (1801622003)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2022
ISI

A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas dan karakteristik pemikiran, emosi, dan
perilaku yang menghasilkan gaya pribadi (khas) individu ketika berinteraksi dengan
lingkungan fisik dan sosial.

Seringkali saat kita diminta untuk menjelaskan kepribadian seseorang, kita akan
cenderung menyebutkan istilah yang mendekati pada ciri–ciri kepribadian yang
mungkin sering kita dengar, contohnya ekstrovert.

B. Pendekatan Psikoanalisis
Corey (2009) mengatakan bahwa psikoanalisis merupakan teori pertama yang muncul
dalam psikologi khususnya yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan
perilaku neurotis. Psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986.

Teori psikoanalisis merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan tentang


hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Unsur-unsur yang diutamakan
dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini
mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik
dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
atau usia dini. Psikoanalisis memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada
pendidikan. Hubungan di antara mereka seperti sebuah perkawinan di mana kedua
pasangan sadar akan kebutuhan bersama mereka, tapi tidak terlalu mengerti satu
sama lain dan karena juga tidak mengerti akan namanya menyatu. Jadi tujuan
pendidikan yang dinyatakan berdasarkan analisis psikoanalisis adalah memberi
tuntunan bagi pendidik dan anak didik tentang apa yang hendak dicapai,
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, dan tentang kemajuan yang dicapai oleh
anak didik.

C. Struktur Kepribadian
Berdasarkan pengamatan Freud, struktur kepribadian manusia dibagi menjadi 3 yaitu
Id, Ego, dan Superego. Ini menandakan bahwa tahap perkembangan mental kita
dibentuk oleh 3 struktur tersebut.

1. Id
Id merupakan aspek biologis. Dari semenjak kita bayi, akan muncul
keinginan-keinginan dasar yang belum disandarkan kepada moralitas dan
kenyataan. Id berisi tentang insting, nafsu, ataupun gairah sex. Apapun hal
yang dapat membuat kita senang dan terhindar dari rasa sakit terdapat di
dalam id. Tidak peduli dengan akibat dari tindakannya, jika itu menciptakan
sebuah kesenangan, maka akan selalu dilakukan. Maka dari itu id biasanya
dianggap tidak rasional.
2. Ego
Ego merupakan aspek psikologis dan bekerja dengan mempertimbangkan
prinsip realita atau kenyataan. Saat masa kanak-kanak, mereka akan sadar
bahwa keinginan hati mereka tidak bisa segera untuk dipenuhi karena adanya
tuntutan realitas. Maka dari itu, ego bersifat rasional karena selalu
mengedepankan fakta dan logika dalam setiap keputusannya.
3. Superego
Superego merupakan aspek sosiologis dan berisi tentang benar salahnya suatu
tindakan. Lebih tepatnya, superego bekerja berdasarkan prinsip moralitas.
Menurut Freud, superego berkembang sekitar anak berusia 5 tahun. Superego
diperoleh dari orang tua dan masyarakat sekitar sehingga ada
bermacam-macam akibat yang ditimbulkannya entah itu kesenangan,
kecemasan, atau bahkan rasa penyesalan.

Id, ego, dan superego selalu berinteraksi untuk mempengaruhi kepribadian dan
perilaku individu secara keseluruhan. Tidak jarang terjadi perdebatan di antara
ketiga struktur ini dan menyebabkan seseorang merasa cemas. Untuk
mengurangi kecemasan tersebut, ego memunculkan sistem pertahanan diri
atau defense mechanism supaya ego tidak terluka.

D. Defense Mechanism
Defense Mechanism atau Metode Pertahanan Diri menurut Sigmund Freud Adalah
proses tidak sadar yang melindungi individu dari kecemasan melalui
memutarbalikkan kenyataan. Artinya mekanisme pertahanan diri ini merupakan
bentuk penipuan diri. Ada 7 Metode Pertahanan Diri :
1. Represi
Saat di mana seseorang tidak bisa meng-handle memori tidak sesuai atau
menyedihkan dan secara tidak sadar menekannya ke alam bawah sadar.
Contoh : Seorang adik yang melihat kematian kakak nya karena kecelakaan
dan seketika lupa semua kejadiannya karena sangat membuatnya terpukul.
2. Regresi
Saat tingkat perkembangan seseorang mundur ke tingkat sebelumnya.
Contoh : Seorang anak yang tiba-tiba mengompol lagi setelah memiliki adik
karena merasa kurang perhatian dari ibunya.
3. Displacement
Tindakan pengalihan objek dari sumber ke orang lain untuk memuaskan
kebutuhan karena tidak dapat dilakukan kepada sumber.
Contoh : Saat seorang karyawan sangat marah kepada atasannya tetapi tidak
bisa marah kepada atasannya kemudian ia melampiaskan amarahnya kepada
istri dan anaknya dirumah.
4. Reaction
Reaksi mencegah keinginan yang berbahaya biasanya diekspresikan dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan.
Contoh : Saat seorang mahasiswa bersikap hormat secara berlebihan kepada
dosen yang sebenarnya sangat ia tidak suka.
5. Sublimation
Mengubah atau mentransformasikan suatu perilaku yang tidak sesuai dengan
norma dan masyarakat luas menjadi perilaku yang sesuai dengan norma dan
budaya yang berlaku.
Contoh : Seseorang tidak suka berkelahi kemudian ia menjadi atlet petinju
atau Mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari.
6. Projection
Menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya sendiri yang tidak baik. Atau
dengan kata lain, proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain
mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik.
Contoh : Saat mahasiswa tidak lulus 1 mata kuliah dan menyalahkan dosennya
dengan berkata dosennya tidak menyukainya padahal ia memang kurang
berusaha di mata kuliah ini
7. Rasionalisasi
Upaya seseorang membenarkan perilakunya yang jelas-jelas salah.
Contoh : Melakukan korupsi dan beralasan karena gajinya tidak cukup.

E. Tes Kepribadian
Ada 3 test yang diulas dalam buku susan nolen, yaitu:
1. Tes proyektif
2. Tes Rorschach
3. Tes Apersepsi Tematik

1. Projective Tests
Menilai keinginan, motivasi, dan konflik bawah sadar sangat penting bagi psikolog
kepribadian yang menganut paradigma psikoanalitik Freud. Akibatnya, mereka
menyukai penilaian yang mencerminkan metode asosiasi bebas Freud, di mana subjek
diizinkan untuk mengekspresikan apapun yang terlintas dalam pikiran. Mereka
menciptakan tes proyektif sebagai hasilnya. Sebuah ujian proyektif melibatkan
penyajian stimulus ambigu dan memungkinkan subjek untuk memilih bagaimana
bereaksi. Dianggap bahwa orang tersebut memproyeksikan kepribadiannya pada
stimulus karena bersifat ambigu dan tidak memerlukan respon yang tepat, sehingga
mengungkapkan sesuatu tentang dirinya. Tes Rorschach dan Tes Apersepsi Tematik
adalah dua prosedur proyektif (TAT) yang paling populer.

2. Tes Rorschach
Dibuat pada tahun 1920 oleh psikiater Swiss Hermann Rorschach, terdiri dari sepuluh
kartu yang masing-masing memiliki noda tinta rumit yang rumit. Bercak datang
dalam banyak warna dan variasi hitam dan putih. Individu diminta untuk fokus pada
satu kartu pada satu waktu dan mendaftar setiap kesamaan yang mereka lihat di noda
tinta. Pemeriksa biasanya memeriksa setiap tanggapan setelah subjek menyelesaikan
sepuluh kartu, meminta subjek untuk mengklarifikasi beberapa pernyataan dan
mengidentifikasi aspek mana dari noda yang membentuk kesan tertentu. Komentar
orang tersebut dapat dinilai dalam berbagai cara.. Lokasi (apakah responnya berlaku
untuk seluruh noda tinta atau hanya sebagian saja), penentu (apakah orang tersebut
bereaksi terhadap bentuk, warna, atau variasi tekstur dan bayangan noda tersebut),
dan konten adalah tiga kategori utama (apa yang diwakili oleh respons). Mayoritas
penguji juga memberikan poin tanggapan berdasarkan frekuensi kemunculannya;
misalnya, sebuah respons dianggap "populer" jika banyak orang menetapkannya ke
noda tinta yang sama. Atas dasar kategori ini, sejumlah sistem penilaian yang
kompleks telah dikembangkan, namun mayoritas dari mereka telah terbukti memiliki
kekuatan prediksi yang kecil. Akibatnya, banyak psikolog mendasarkan kesimpulan
mereka pada penilaian impresionistik dari catatan respon dan respons keseluruhan
subjek terhadap lingkungan pengujian (misalnya, apakah orang tersebut defensif,
terbuka, kompetitif, kooperatif, dan sebagainya). Sebuah sistem didirikan pada tahun
1974 yang berupaya untuk mengambil komponen yang diverifikasi dari setiap sistem
penilaian dan menggabungkannya menjadi satu sistem yang komprehensif. Ini telah
mengalami revisi ekstensif dan sekarang dilengkapi dengan perangkat lunak untuk
mikrokomputer dan layanan penilaian komputer (Exner & Weiner, 1995). Saat ini,
konteks forensik dan klinis sering menggunakan teknik ini (Lilienfeld, Wood, & Garb,
2000)

3. The Thematic Apperception Test


Henry Murray menciptakan Thematic Apperception Test (TAT) di Universitas
Harvard pada 1930-an, yang merupakan tes proyektif lain yang sangat disukai.
Peserta diinstruksikan untuk membuat cerita untuk masing-masing hingga 20 gambar
ambigu orang dan tempat. Orang tersebut dinasehati untuk membiarkan imajinasinya
menjadi liar dan untuk menceritakan setiap kisah yang muncul di benaknya. Tujuan
dari ujian ini adalah untuk mengidentifikasi tema-tema mendasar yang berulang
dalam imajinasi seseorang. (Apersepsi adalah kapasitas untuk jenis persepsi tertentu
tergantung pada pengalaman sebelumnya.) Orang menafsirkan gambar ambigu
berdasarkan indera mereka, dan mereka membangun cerita berdasarkan tema atau plot
favorit mereka, yang sering kali mencerminkan imajinasi mereka sendiri. Jika isu-isu
tertentu mengganggu mereka, isu-isu tersebut mungkin muncul dalam beberapa cerita
atau menyimpang dari topik umum dalam satu atau dua cerita. Ketika diperlihatkan
gambar yang mirip, misalnya, seorang subjek laki-laki berusia 21 tahun menceritakan
kisah berikut:

Dia membuka pintu untuk melihat sekilas ke sekeliling ruangan setelah


mempersiapkannya untuk kedatangan seseorang. Dia mungkin mengantisipasi
anaknya kembali ke rumah. Dia bekerja untuk mengatur semuanya persis seperti
sebelum dia pergi. Dia menganggap saya sebagai pribadi yang sangat otoriter. Dia
mengambil alih kehidupan putranya saat dia pergi dan akan melakukannya sekali lagi
ketika dia kembali. Putranya tidak diragukan lagi terintimidasi oleh sikapnya yang
memaksa dan akan segera kembali ke cara hidupnya yang tertata dengan baik karena
ini hanyalah awal dari dominasinya.. Dia akan bekerja keras melalui kehidupan
mengikuti jalan yang telah disiapkannya untuknya. Semua ini melambangkan kontrol
totalnya atas hidupnya sampai titik kematiannya. (1949, hlm. 100; Arnold). Terlepas
dari kenyataan bahwa gambar aslinya hanya menggambarkan seorang wanita berdiri
di ambang pintu terbuka menatap ke sebuah ruangan, kesediaan anak laki-laki untuk
mendiskusikan hubungannya dengan ibunya memunculkan kisah tentang seorang ibu
yang mendominasi anaknya. Interpretasi dokter bahwa cerita tersebut mewakili
masalah pria itu sendiri kemudian didukung oleh informasi yang dikumpulkan.
Psikolog mencari tema yang berulang saat memeriksa balasan kartu TAT yang dapat
menjelaskan kebutuhan, motivasi, atau metode pilihan seseorang dalam menangani
interaksi interpersonal.

F. Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke
lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa
perkembangan kepribadian berlangsung melalui 5 fase, yang berhubungan dengan
kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif
terhadap rangsangan. Kelima fase perkembangan kepribadian adalah sebagai
berikut (Kuntojo, 2005:172—173).
1. Fase oral (oral stage): 0 sampai dengan 18 bulan. Bagian tubuh yang sensitif
terhadap rangsangan adalah mulut.
2. Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini
bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3. Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun. Bagian tubuh yang
sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4. Fase laten (latency stage): kira-kira usia 6 sampai pubertas. Pada fase ini
dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5. Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan
selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ
reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Nolen, S., Fredrickson, B., Loftus, G., & Wagenaar, W. (2009). Atkinson & Hilgard’s
Introduction to Psychology. Cengage Learning EMEA

Anda mungkin juga menyukai