2. Pengertian
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku
psikologis manusia. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga
“psikoanalisis” dan “psikoanalisis Freud” sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan
ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” (bahasa
Inggris: analitycal psychology) dan “psikologi individual” (bahasa Inggris: individual psychology) bagi ajaran masing-masing.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:
1. suatu metode penelitian dari pikiran.
2. suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
3. suatu metode perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis dapat dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi.
Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari segi struktur, dinamika, dan
perkembangannya.
Psikoanalisis merupakan teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dalam menganalisis psikologis manusia. Menurutnya, tingkah
laku manusia justru didominasi oleh alam bawah sadar yang berisi id, ego, dan super ego. Beberapa karya besar Freud yang banyak
mendapat kritik dan tanggapan dari para ahli, yaitu teori mimpi dan teori tentang seksualitas.
8. Aplikasi Model Psikoanalisa dalam Keperawatan Jiwa (Kasus dan Penyelesaian menggunakan Model Psikoanalisa)
Contoh kasus:
Seorang anak mengalami suatu depresi (murung dan menarik diri) oleh penolakan terhadap peristiwa meninggal ayahnya, karena dia
tidak bisa mengarahkannya kepada orang lain, sehingga ia mengarahkan rasa bersalah itu kepada dirinya sendiri.
Analisis
Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Dari kasus diatas, depresi
(murung atau menarik diri) yang dialami anak tersebut merupakan tindakan mekanisme pertahanan ego, karena adanya ketidak
seimbangan antara id, ego dan superego, yaitu dengan melakukan represi dan penolakan terhadap peristiwa meninggal ayahnya,
karena belum menerima sepenuhnya bahwa ayahnya telah tiada. Ia mengarahkan rasa bersalah tersebut kepada dirinya karena ia
merasa belum dapat memberikan yang terbaik untuk ayahnya. Dengan dia menarik diri dari lingkungannya, dia akan mengalami
masalah dengan hubungan interpersonalnya.
Salah satu bentuk penanganannya, bisa dengan asosiasi bebas dimana konselor membantu konseli untuk mengingat kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan-pelepasan emosi yang berkaitan dengan peristiwa kematian ayahnya. Pada
teknik asosiasi bebas konseli mengalami proses katarsis, dimana konseli dapat dengan bebas untuk mengemukakan segenap perasaan
dan pikiran yang terlintas di benaknya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Kemudian konselor berusaha untuk mengenali
peristiwa-peristiwa yang direpres dan dikurung oleh konseli dalam ketidaksadarannya. Selain itu juga konselor perlu melakukan
esesmen dengan mengidentifikasi konflik-konflik bawah sadar dari konseli, meliputi persepsi konseli terhadap dirinya, hubungan
interpersonalnya, dorongan dan dinamika psikologis yang dialami, serta bagaimana konseli mengkontrol emosinya.
Penyelesaian oleh konselor dengan teori psikoanalisa:
Dalam konseling psikoanalisis hubungan konselor dengan konseli (si-A), yaitu,
1. Konselor membantu konseli untuk dapat bersikap yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis, hal ini merupakan pra-kondisi
untuk terwujudnya keberhasilan konseling psikoanalisis.
2. Konselor mengalihkan segenap pengalaman masa lalu konseli terhadap ayahnya kepada konselor. Kemudian, konselor membantu
konseli untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon
pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
Tujuan konseling
Untuk membentuk kembali struktur karakter konseli dengan cara merekonstruksi, membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau, yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu konseli untuk membentuk kembali struktur
karakternya dengan menjadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli Secara spesifik, membawa konseli dari
dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) berupa pengalaman masa lalu baik dengan orang tunya sebelum ayahnya
meninggal dan hal-hal yang mengakibatkan kecemasan konseli, menuju ke arah perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan
kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik yang ditekan berupa urusan yang tidak selesai di masa lampau, memberikan
kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya yaitu peristiwa kematian ayahnya.