Menurut Freud alam bawah sadar adalah alam yang merupakan bagian besar dari gambaran jiwa
manusia yang terdiri dari perilaku dimasa lalu yang dilupakan dan kunci untuk memahami
perilaku dan masalah kepribadian. Pembuktian secara klinis alam bawah sadar secara klinis
dapat dibutikan dengan:
1) Adanya mimpi yang merupakan perwujudan dari keinginan tidak sadar, harapan-harapan
yang belum tercapai, dan konflik batin.
2) Salah ucap dan mengalami kelupaan terhadap nama-nama yang mudah diingat.
3) Sugesti ketika hipnotis
4) Teknik asosiasi bebas
5) Perilaku tidak sadar yang ditimbulkan berdasarkan pemakaian obat psikotropika.
Menurut Freud (Waslam, 2015) Alam tidak sadar (unconscious) menjadi tempat bagi segala
dorongan, desakan, maupun insting yang tidak kita sadari tetapi ternyata mendorong pernyataan,
perasaan, dan tindakan kita yang dibuktikan dengan makna yang ada dibalik mimpi, kesalahan
ucap (slip of the tongue), dan berbagai jenis lupa, yang dikenal sebagai represi (repression).
Alam Sadar (conscious), didefinisikan sebagai elemen mental yang setiap saat berada dalam
kesadaran, ini adalah satu-satunya tingkat kehidupan mental yang bisa diraih. Ada dua pintu
yang dapat dilalui oleh pikiran agar bisa masuk ke alam sadar. Pintu pertama adalah melalui
sistem kesadaran perseptual (perceptual conscious), yaitu terbuka pada dunia luar dan berfungsi
sebagai perantara bagi persepsi kita tentang stimulus dari luar. Kedua, elemen alam sadar ini
datang dari dalam struktur mental dan mencakup gagasan-gagasan tidak mengancam yang
datang dari alam bawah sadar maupun gambaran-gambaran yang membuat cemas, tetapi
terselubung dengan rapi yang berasal dari alam tidak sadar.
d. Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan takut yang dihasilkan oleh perasaan, ingatan, hasrat, dan
pengalaman yang muncul dari alam kesadaran. Fungsinya adalah untuk memperingatkan adanya
bahaya yang datang berupa sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika ada tindakan-
tindakan yang layak untuk mengatasi bahya yang terjadi. Kecemasan terbagi tiga yaitu :
a. Kecemasan realitas, dirasakan karena adanya ancaman yang nyata atau ancaman yang
akan dihadapi dilingkungan. Contoh, cemas meninggalkan kendaraan yang baru dibeli
ditempat yang sunyi.
b. Kecemasan moral, kecamasan yang dihasilkan dari hati nurani. Contoh, cemas akan gagal
dalam menghadapi ujian.
c. Kecemasan neurotik, kecemasan yang muncul karena rasa bimbang, tidak ada yang
mengontrol tingkah lakunya, bersifat tidak sadar.
Pada bagian lain Freud (Juraman, 2017) mengeluarkan konsep chateix dan antichateix sebagai
energy pendorong dan energi penolak dari susunan kepribadian. Dalam memahami hal tersebut
diperlukan pemahaman bahwa fungsi dari kedua konsep ini adalah sebagai pereda keadaan
ketegangan yang mana kecemasan yang sangat dakat dengan ego individu seperti kecemasan
tentang kenyataan, kecemasan neurotis (Syaraf) kecemasan moral.
Adalah teknik konseling yang dapat digunakan oleh konselor untuk membantu mengatasi
kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme pertahanan sama-sama memiliki dua ciri
menyangkal atau mendistorsi kenyataan dan beropreasi pada taraf tak sadar. Teori ini
menggunakan cara pengurangan ketegangan atau system homeostatis. Beberapa penjabaran
mengenai mekanisme pertahanan ego :
1. Represi 7. Proyeksi
2. Kompensasi 8. Pembentukan Reaksi
3. Penyangkalan 9. Regresi
4. Memindahkan 10. Sublimasi
5. Identifikasi 11. Simpatisme
6. Introyeksi
Menurut Freud dalam (Saraswati, 2011), pembagian mekanisme pertahanan ego dibagi menjadi
semibilan yaitu:
1. Represi 5. Rasionalisasi
2. Pembentukan Reaksi 7. Sublimasi
3. Proyeksi 8. Kompensasi
4. Penempatan yang keliru 9. Regresi
Menurut Freud, tiga area yang menjadi landasan perkembangan individu untuk menuju
kepribadan selanjutnya yang dimulai pada usia lima tahun pertama kehidupan:
a. Perkembangan personal
b. Perkembangan sosial
c. Pengembangan positif terhadap seksualitas.
Pembahasan mengenai fase pembentukan kepribadian pada usia lima tahun pertama menurut
Freud:
a. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun), fokus pada mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan
dasar akan makanan atau air.
b. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun), energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta
kesenangan atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-
aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai
bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya.
c. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun), fokus pada energi libido sasarannya dialihkan dari daerah
dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya
sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan.
Freud (dalam Ikramah) membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan. Pertama,
tahap infantil (0-5 tahun), yang terbagi menjadi tiga fase. tahap yang paling menentukan dalam
membentuk kepribadian yang terbagi menjadi tiga fase, yaitu; fase oral (usia 0;0-1;0); fase anal
(usia 1;0-2/3;0), dan; fase falis (usia 2/3;0-5/6;0). Pada masa ini timbul Oedipus complex, yang
diikuti fenomena catration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Kedua,
tahap laten atau periode laten (5/6-12/13tahun). Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan
sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual, khususnya bidang
intelektual, atletik, ketrampilan, dan hubungan teman sebaya. Ketiga, tahap genital (>12 tahun).
Fase genedital berlanjut hingga tutup usia, di mana puncak perkembangan kepribadian dicapai
ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepribadian yang ditandai dengan menunda
kesenangan, memproritaskan tangggung jawab, pemindahan/ sublimasi, dan identifikasi.
a) Menyadarkan konseli bahwa ada perilaku-perilaku tertentu yang muncul dipicu oleh alam
bawah sadar.
b) Menguatkan ego sehingga perilaku yang ditimbulkan oleh Id harus dilakukan berdasarkan
pada realitas, rasional dan tidak terpaku pada keinginan insting.
c) Mengentaskan masalah melalui membangunkan kembali pengalaman masa kecil yang bisa
dibahas, ditafsirkan, dan dianalisis guna memecahkan masalah dan mempelajari perilaku
baru.
d) Melakukan penyelidikan yang lebih dalam ke masa lalu untuk mengembangkan tingkat
pemahaman diri sendiri yang diperlukan untuk perubahan karakter.
e) Menurut Kartono (Ikramah:5) psikoterapi bukan semata-mata menghilangkan sindrom yang
tidak dikehendaki, tetapi terutama bertujuan memperkuat Ego sehingga mampu mengontrol
impuls insting, dan memperbesar kapasitas individu untuk mencintai dan berkarya.
Hayes Gelso, dan Hummel (201) menyajikan pedoman mengenai countertransferensi antara
konselor dengan konseli:
1. Konselor sebaiknya tidak melakukan pemindahan konseli dengan alasan untuk mendapat
konselor dan proses konseling lebih baik sebelum melakukan proses konseling.
2. Konselor memiliki pemahaman sendiri dan membangun batas-batas yang disetujui dengan
klien guna mewujudkan konseling efektif.
3. Adanya pengawasan dari konselor lebih senior sangat membantu dalam memahami
bagaimana reaksi internal konselor mempengaruhi proses terapi dan cara menggunakan
reaksi balik ini untuk memperoleh manfaat dari terapi.