Anda di halaman 1dari 66

SIGMUND FREUD

A. INTI TEORI
1. Struktur Kepribadian
a. Id (Das Es) : Prinsip Kenikmatan (Pleasure Principle)
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yang
berusaha untuk memperoleh kenikmatan dengan segera dari semua
keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya
adalah kecemasan atau ketegangan. Id hanya mampu membayangkan
sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang
benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau
membedaka benar-salah. Alasan inilah yang kemudian membuat Id
memunculkan Ego.
b. Ego (Das Ich) : Prinsip Kenyataan (Reality Principle)
Ego merupakan pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality
principle) yang memuaskan dorongan id sesuai dengan cara-cara yang
diterima masyarakat atau sebagai kepribadian yang mengontrol kesadaran
seseorang.
c. Superego (Das Ueber Ich) : Prinsip Idealistik (Idealistic Principle)
Superego adalah kesadaran yang tertinggi yang ada dalam diri manusia,
yang terbentuk melalui proses identifikasi dalam nilai-nilai moral atau
norma yang berlaku di lingkungan masyarakat.

2. Struktur Kejiwaan :
a. Kesadaran (Conscious) :
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat
tertentu. Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental
(fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran
(consciousness).
b. Pra-sadar (Preconscious) :
Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat
kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman
yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi
dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar.
c. Ketidaksadaran (Unconscious) :
Ketidaksadaran adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran
dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara
khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi
hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi
insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman -
pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh
kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

B. Dinamika Kepribadian
1. Insting hidup (Eros), yaitu insting manusia untuk mempertahankan,
melanjutkan, dan mengembangkan hidupnya. Eros terdiri daridua bgaian yaitu:
a. Self Preservation Instinct, yaitu insting untuk mempertahankan diri
manakala ada ancaman pada kelangsungan kehidupan. Insting ini paling
dasar dan paling kuat, yang membuat orang mengerahkan segala upaya
untuk mempertahankan diri dari ancaman. Namun, bila ancaman sudah
tiada insting ini tidak lagi bekerja dan digantikan oleh sexual instinct.
b. Sexual Instinct, adalah insting untuk mendapatkan kenikmatan yang terus
meningkat. Bila tidak ada ancaman pada kehidupan, maka kecenderungan
manusia, yang paling dasar adalah untuk mencari kenikmatan.
2. Insting Mati (Thanatos), yaitu keterahan manusia pada kematian. Kematian
adalah sisi lain yang integral dari kehidupan. Dinamika dalam hidup manusia
adalah hasil dialektika antara kehidupan dan kematian.
C. Mekanisme Pertahanan Ego
1. Sublimasi, adalah Bentuk pengalihan impuls-impuls yang tidak dapat diterima
oleh diri sendiri menjadi tindakan yang lebih positif.
Contoh : Dorongan seksual di ubah menjadi dorongan kreatif untuk
menghasilkan karya seni, dorongan agresi diubah menjadi daya juang untuk
mengatasi berbagai hambatan dalam pencapain tujuan (goal).
2. Represi, Motivasi untuk melupakan, menekannya kedalam alam bawah sadar.
Contoh : Seorang saudara perempuan bisa selamanya menekan rasa marah pada
adik perempuannya karena rasa benci tersebut melahirkan kecemasan yang
terlalu besar.
3. Proyeksi, adalah pemberian makna pada orang lain ketika sesuatu terjadi yang
tidak dapat diterima, maka seolah-olah itu bukan bagian dari dalam diri kita.
Contoh : Dalam proyeksi seseorang mengatakan: ”Dia membenci saya” sebagai
pengganti ”Saya membenci dia”. Seorang suami yang baik dan jujur merasa
tertarik dengan wanita tetangga. Tapi dia tidak menyadari atau mengakui apa
yang dirasakan, namun malah menuduh istrinya selingkuh dengan pria lain.
4. Introyeksi, adalah Mengambil alih dan mengaplikasikan nilai-nilai standar
orang lain pada diri sendiri.
Contoh : Seorang remaja mengadopsi perilaku atau gaya hidup seorang bintang
film idolanya.
5. Reaksi formal, adalah upaya untuk melawan suatu dorongan libidinal yang
dipersepsikan dapat menimbulkan konflik, dengan cara melakukan
kebalikannya.
Contoh : Seorang mahasiswa yang bersikap hormat secara berlebihan terhadap
dosen yang sebenarnya tidak ia suka. Seorang anak yang iri hati terhadap
adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menyayangi
secara berlebihan.
6. Rasionalisasi. Dalam rasionalisasi seseorang tidak sadar bahwa persepsinya
tentang suatu realitas telah terdistorsi cukup jauh, dan alasan-alasan yang
dikemukakannya adalah palsu, ia merasa alasan-alasan itu memang benar.
Contoh : Seorang anak menolak bermain bulu tangkis dengan temannya karena
“kurang enak badan” atau “besok ada ulangan” (padahal takut
kalah). Melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.
7. Regresi, artinya mundur secara mental dari suatu tahap perkembangan, di mana
seseorang mengalami kesulitan yang tak mampu dihadapi, ke fase
perkembangan dimana ia merasa nyaman.
Contoh : Seorang anak yang sudah tidak ngompol, mendadak ngompol lagi
karena cemas mau masuk sekolah atau mulai menghisap jempol lagi setelah ia
memiliki adik, karena merasa perhatian ibunya terhadap dirinya berkurang.
8. Displacement, Proses mekanisme dimana emosi2 yang tertahan diberikan
tujuan yang lain ke arah ide2, objek2, atau orang2 lain daripada ke sumber
primer emosi. Luapan emosi terhadap seseorang atau objek dialihkan kepada
seseorang atau objek yang lain.
Contoh: Seorang anak yang dimarahi ibunya kemudian dia memukul adiknya
atau menendang kucingnya.
9. Fiksasi, adalah keterikatan permanen dari libido pada tahap perkembangan
sebelumnya yang lebih primitif dan bersifat universal.
Contoh : Seorang anak yang terlalu bergantung kepada pembantunya, sehingga
ketika ia pergi ke sekolah sendirian mangga timbul kecemasan sehingga dapat
mengganggu akifitas belajarnya.
10. Identifikasi, meningkatkan rasa kuat, aman dan atau terjamin dengan
menyamakan/meniru penampilan serupa dengan orang lain.
Contoh : Seseorang yang menjadi fans dari artis Rhoma Irama, lalu berdandan
persis dengannya dan meniru gaya bicaranya.
D. Perkembangan Kepribadian
1. Tahap Oral (0 – 2 Tahun)
Bayi memperoleh kenikmatan melalui rongga mulut. Bayi memperoleh
makanan yang menunjang kehidupannya melalui rongga mulut, tetapi di
samping itu mulut juga memperoleh kenikmatan dengan cara menghisap.
2. Tahap Anal (1 – 3 Tahun)
Dalam periode anal awal, anak memperoleh kepuasan dengan merusak dan
menghilangkan benda-benda. Pada periode ini, sifat destruktif dari insting
sadistik lebih kuat daripada insting erotik, dan anak serinng bertingkah laku
agresif terhadap orang tuanya karena memfrustasikannya dengan pembiasaan
kebersihan (toilet training). Kenudian ketika anak memasuki periode anal
akhir, ia kadang-kadang mncurahkan perhatian kepada fesesnya, perhatian
yang disebabkan oleh kenikmatan erotis dan defekasi.
3. Tahap Phalik (3 – 5 Tahun)
Tahap ini ditandai untuk pertama kali oleh dikotonomi antara perkembangan
laki-laki dan perempuan, suatu perbedaan yang dianggap Freud (1925/1961)
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan anatomi di antara dua jenis kelamin
4. Tahap Laten (5 – 12 Tahun)
Freud berpendapat bahwa dari tahun ke-4 atau ke-5 sampai pubertas anak laki-
laki dan anak perempuan mengalami suatu periode saat perkembangan
psikoseksual berhenti. Periode kehidupan anak ini yang disebut tahap laten
yang sebagian disebabkan oleh supresi terhadap insting seksual dan sebagian
lain disebabkan oleh faktor-faktor organik yang diterima dari orang-orang
prasejarah.
5. Tahap Genital (12 – Dewasa)
a. Anak remaja menghentikan auotuerotikisme dan mengarahkan energi
seksualnya kepada orang lain, bukan kepada siri sendiri.
b. Reproduksi sekarang menjadi suatu kmungkinan.
c. Meskipun iri terhadap penis mungkin tetap ada, namun vagina bagi anak
perempuan akhirnya memperoleh status sama dengan organ yang dimiliki
anak laki-laki pada masa bayi sehinga anak laki-laki melihat organ
perempuan sebagai objek yang dicari, bukan sebagai ancaman traumatik.
d. Seluruh insting seksual mendapat organisasi yang lebih lengkap dan bagian-
bagian insting yang telah beroperasi secara agak terlepas pada tahap awal
infantil mencapai sintesis pada masa adolense.

E. Mimpi
Bagi Freud, mimpi bukanlah sekedar “bunga tidur” yang terjadi secara acak dan
tidak memiliki makna, sebaliknya mimpi adalah via regia (jalan utama) untuk
memahami dunia internal individu, yaitu dunia ketidaksaran. adapun fungsi mimpi
yaitu:
 Wish Fulfillment, yaitu upaya psikis untuk memenuhi keinginan yang tidak
dapat tercapai dalam kenyataan. Bilamana ketidakseimbangan dialektika antara
individu dengan realitas eksternal berasal dari sisi individu itu sendiri, biasanya
penyebabnya adalah karena hasrat-hasrat individu yang tidak dapat di
wujudkan dalam kenyataan. Bilamana suatu hasrat tidak dapat terwujud di
kenyataan (eksternal), mimpi menjadi upaya kompensasi untuk
mewujudkannya di dunia internal yaitu di alam mimpi.
 Mastery Repetition, yaitu usaha psikis untuk menguasai eksitasi/stressor yang
tidak dapat dikuasainya di dalam kenyataan. Bilamana ketidakseimbangan
dialektika antara individu dengan realitas eksternal, berasal dari sisi realitas
eksternal, biasanya penyebabnya adalah karena mrealitas memberikan eksitasi
atau stressor yang melebihi kapasitas individu untuk menanganinya. Kondisi
itu menyebabkan kepribadian menjadi “kewalahan” menghadapi eksitasi
tersebut dan menjadi tidak seimbang. Dalam keadaan seperti ini, mimpi
merupakan usaha psikis individuuntuk menguasai eksitasi yang berlebihan
tersebut secara simbolik.
ANNA FREUD

A. Inti Teori
1. Terapi Gabungan : Kekaguman dan Kepercayaan.
Teknik psikoanalisis seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, dan analisis
transferensi tidak dapat dikenakan begitu saja kepada anak-anak. Prosedurnya
harus dimodifikasi atau digabung dengan teknik yang lebih langsung, agar dapat
langsung membantu anak berjuang untuk tumbuh, masak, berubah, dan menguasai
realitas di dalam dan di luar dirinya. Di sini, Anna Freud belajar pentingnya
persiapan yang panjang yang dirancang untuk menempatkan analis sebagai orang
yang penting, dapat dipercaya, sungguh-sungguh, sangat dibutuhkan dalam
kehidupan anak saat ini. Dengan menggabungkan kekaguman dan kepercayaan,
anak dapat menerima analis sebagai guru yang khusus, seorang ahli dalam
pengetahuan mengenai diri dan sebagai teman melawan serangan dunia luar yang
tidak terfahami.
a. Melampaui Konflik Struktural : Bahaya Perkembangan
Kelenturan anak dan perkembangan menuju kemasakan yang
berkelanjutan memaksa analis anak memfokuskan diri bukan pada
symptom neurotic yang tampak sekarang, tetapi lebih kepada tujuan agar
berfungsi sehat pada masa yang akan datang. Menurutnya, kristalisasi
sindrom neurotic hanya bagian kecil dan masalah anak-anak. Gangguan
perkembangan, ancaman kemasakan berkelanjutan fisik maupun psikis
harus lebih banyak diperhatikan. Bahkan kalau symptom neurotic jelas-
jelas muncul pada tingkah laku anak, indicator patologi yang serius itu
mempunyai dinamika dan makna yang berbeda dengan gejala yang sama
pada orang dewasa.
Anna Freud mengembangkan system diagnosis yang mementingkan
pembentukan kepribadian dalam tahap-tahap perkembangannya dan
ancaman-ancaman serius terhadap penyelesaian perkembangan
kepribadian, serta memperkecil peluang hal-hal yang mengganggu
integritas anak. Dampaknya, Anna keluar dari konsep klasik neurosis dan
salah sebagai perang yang tidak disadari antara id, ego, superego. Anak
mengalami gangguan yang berkenaan dengan kerentanan alami dalam
usaha mengembangkan diri.
b. Asesmen Metapsikologi
Persiapan untuk psikoterapi anak cukup panjang, begitu pula
pengumpulan data dan asesmen juga membutuhkan waktu yang panjang.
Agar semua data dapat terangkum dengan baik, Anna Freud memakai profil
metapsikologi, semacam penuntun yang mengorganisasi informasi dalam
kategorisasi yang komprehensif. Anna mengemukakan dengan memakai
profil asesmen metapsikologi dapat diperoleh sekurang-kurangnya tiga
keuntungan:
 Profil metapsikologi memberi arahan yang konkrit dan seragam, data
apa saja yang sekurang-kurangnya harus diungkap dari klien. Terapis
tidak perlu lagi memakai “intuisi” untuk menetapkan data apa yang
signifikan.
 Profil itu mengharuskan terapis untuk mengintegrasikan hasil observasi
dengan sejarah kehidupan klien menjadi gambaran yang utuh
bagaimana kepribadian anak berfungsi dan berkembang.
 Profil metapsikologi membutuhkan kecanggihan penerapan teori
perkembangan psikoanalitik, teori dorongan, dan teori ego, untuk
memperoleh makna “metapsikologi” dari data hasil observasi. Dengan
kata lain, profil memakai konsep-konsep psikoanalisis,
mengintegrasikan teori-teori yang ada untuk memperoleh peta
psikologi.
c. Pentingnya Realitas Sosial
Tidak seperti orang dewasa, anak lebih tergantung dan lebih mudah
dipengaruhi oleh realitas eksternal saat itu. Psikoanalis anak harus siap
menerima proposisi bahwa ketergantugan kliennya kepada orang tuanya,
konflik klien itu dengan saudara-saudaranya, hubungannya dengan guru
dan otoritas lainnya yang terjadi saat itu tercermin dalam gangguan yang
mereka alami. Gangguan neuritik pada orang dewasa, umumnya bersifat
internal dan sumbernya adapada masa lalu atau konflik yang belum
terselesaikan. Pada anak, suatu symptom bias disebabkan oleh peristiwa
yang baru saja terjadi.
2. 6 Garis Perkembangan (Six Development)
a. Dependency to Emotional Self-Reliance
(Dari Ketergantungan menjadi Percaya Diri)
- Ketergantungan biologis kepada ibu. Yang dianggap sebagai pemuas
dari luar
- Kebutuhan memenuhi hubungan dengan ibu dipandang sebagai pemuas
eksternal.
- Tahap objek tetap, gambaran ibu tetap ada, walaupun dia tidak hadir.
- Pre-Odipus, tahap memeluk, ditandai dengan mendominasi objek yang
dicintai.
- Fase Odipus Falis, ditandai dengan drive memiliki orang tua lain jenis.
- Fase Laten dengan menurunnya drive, lebih kepada teman, kelompok,
dan figure otoritas.
- Fase pre-remaja, kembalinya kebutuhan hubungan yang memuaskan
dengan objek yang dicintai.
- Fase remaja, berjuang untuk mandiri, memutuskan cinta dengan orang
tua, kebutuhan kepuasan seksual.
b. Suckling to Rational Eating
(Dari menghisap, menjadi makanan keras)
- Disusu secara teratur sesuai jadwal atau jika membutuhkan.
- Disapi dari botol/susu ibu, mengalami kesulitan makan makanan baru.
- Peralihan dari disuapi menjadi makan sendiri, makan masih identik
dengan ibu.
- Makan sendiri, berbeda pendapat dengan ibu mengenai banyaknya
makanan.
- Seksual infantile, membentuk sikap terhadap makanan: Fantasi takut
gemuk.
- Senang makan, memiliki kebiasaan makan yang ditentukan sendiri.
- Identifikasi dengan aturan orang tua, mengontrol sendiri pembuangan
kotoran.
- Membuang kotoran secara bebas, terlepas dari kontrol orang tua, ego
dan superego mengontrol dorongan membuang kotoran ini.
c. Wetting and Soiling to Bowel-Bladder Control
(Dari mengompol, menjadi dapat mengontrol urinasi/defekasi)
- Kebebasan penuh untuk mngompol atau tidak dikendalikan oleh ibu,
bukan diri sendiri.
- Fase anal, menolak kontrol orang lain dalam hal pembuangan kotoran.
(Toilet Training).
- Identifikasi dengan aturan orang tua, mengontrol sendiri pembuangan
kotoran.
- Membuang kotoran secara bebas, terlepas dari kontrol orang tua, ego
dan superego mengontrol dorongan membuang kotoran ini.
d. Dari yang tidak bertanggung jawab, menjadi bertanggung jawab
- Perubahan agresi, dari yang hanya peduli kepada diri sendiri, menjadi
lebih peduli kepada dunia luar.
- Ego semakin memahami prinsip sebab akibat, meredam keinginan yang
berbahaya, mengenali bahay yang eksternal seperti api, ketinggian, dll.
- Menerima aturan kesehatan, menolak makanan yang tidak sehat,
kebersihan tubuh, melatih kebugaran tubuh.
e. Egocentricity to Companionship
(Dari Egosentrik menjadi Kerjasama)
- Mementingkan diri sendiri.
- Mainan diperlakukan kasar tanpa tanggung jawab.Anak kecil
didekatnya, dianggap sebagai teman.
- Teman dipandang sebagai partner sederajat.
f. Body to Toy and Play to Work
(Tubuh menjadi mainan & mainan menjadi bekerja)
- Permainan bayi adalah perasaan tubuh, kepekaan jari, kulit dan mulut
- Sensasi tubuh ibu dipindah ke objek yang lebih lembut seperti boneka
- Memeluk objek yang lembut, menyenangi mainan yang lembut
- Puas menyelesaikan suatu kegiatan, dan puas mencapai prestasi
- Permainan sekolah untuk bekerja melalui hobi, lamunan, permainan,
dan olahraga. Anak dapat menahan impuls dirinya.
3. Mekanisme Pertahanan (Defense Mechanism)
a. Repression
Motivasi untuk melupakan, menekannya kedalam alam bawah sadar.
Contoh : Gadis remaja yang cemas dan merasa bersalah atas dorongan
seksualnya kepada laki-laki, mereka sering menyembunyikan nama pacarnya.
b. Denial
Motivasi untuk penolakan, menghalangi kejadian external kedalam kesadaran,
ketika stimulus tersebut mengancam kita, penolakan terhadap sebuah bahaya
"di luar sana" dengan cara meniadakan mereka.
Contoh : Seorang janda yang baru baru ini kehilangan suaminya, terus
menetapkan tempat di meja untuk suaminya yang sudah meninggal. dia juga
sering berfantasi tentang percakapan dia sedang mengalami dengannya
c. Asceticism(Penolakan Terhadap Kebutuhan)
Sifat dari penyangkalan diri yang lebih besar dengan cara menyangkal semua
keinginan & semua kesenangan duniawi. Biasanya terjadi pada masa Pubertas.
Pada tingkat yang ektrim, remaja mungkin "mengubah" diri mereka sendiri
dengan membatasi asupan makanan dan tidur dan menahan urin dan feses
selama mungkin.
Contoh : Itty lapar, tapi karena dia memikirkan tentang bentuk tubuhnya
sehingga dia tidak makan
d. Projection
Pemberian makna pada orang lain ketika sesuatu terjadi yang tidak dapat
diterima, maka seolah-olah itu bukan bagian dari dalam diri kita.
Contoh : A membenci B, tetapi superego melarang A membenci B (misalnya
karena B adalah bosnya), maka A mengatakan bahwa B yang membencinya.
e. Altruistic Surrender
Penyerah dari pemuasan langsung atau dari kebutuhan instingtual terjadi untuk
memenuhi kebutuhan orang lain dengan merugikan diri sendiri dan dimana
kepuasan dapat dinikmati hanya melalui introyeksi yang dilakukan untuk orang
lain.
Contoh : Itty sangat lapar. Murni pun demikian. Itty pun memberi makanannya
kepada Murni. Walaupun dia sangat lapar tapi dia puas melihat murni kenyang
f. Displacement
Pengalihan impuls, biasanya berperilaku agresif kepada target pengganti ketika
sasaran yang tepat terlalu mengancam
Contoh: A marah kepada B karna tidak menyelesaikan tugasnya, tapi A tidak
bisa marah kepada B, karna B sering memberikan A makanan, jadi A
melampiaskan kemarahnnya kepada C.
g. Turning-Against-Self
Pengalihan impuls batin terhadap diri sendiri yang bukan lahiriah, biasanya
menghasilkan perasaan masokis tidak mampu, depresi, & rasa bersalah.
Contoh : Wanita yang menyimpan kebencian kepada ibunya yang pilih kasih
dalam pemberian kasih sayang, cenderung menjadi pasif, suka menuduh dirinya
sendiri, merasa bodoh.
h. Reaction Formation
Upaya pengendalian dorongan-dorongan primitif agar tak muncul, serta secara
sadar mengungkapkan tingkah laku, sebaliknya tindakan defensif dengan cara
mengganti impuls atau perasaan tidak nyama dengan kebalikannya.
Contoh : Anak yang iri hati terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang
sebaliknya, yaitu sangat menyayangi secara berlebihan.
i. Reversal
Mengubah status ego dari aktif menjadi pasif.
Contoh : Benci pada ibu yang pilih kasih namun dibalik menjadi benci kepada
dirinya sendiri.
j. Sublimation
Bentuk pengalihan impuls-impuls yang tidak dapat diterima oleh diri sendiri
menjadi tindakan yang lebih positif.
Contoh: agresifitas yang disalurkan dalam prestasi olahraga bela diri.
k. Introjection
Mengambil alih dan mengaplikasikan nilai-nilai standar orang lain pada diri
sendiri.
Contoh: seorang anak melihat orang tua berdoa setiap ada masalah, maka dia
pun akan meniru hal yang sama bila ada masalah.
l. Identification-With-The-Aggressor
Mengadopsi sifat-sifat atau tindakan dari orang atau objek yang ditakuti.
Contoh : Anak kecil yang takut berjalan sendiri di lorong rumahnya karena
takut akan hantu maka menghadapinya dengan berjalan di lorong sambil
berkata “kamu pura-pura lah menjadi hantu yang mungkin akan bertemu.
m. Isolation
Tindakan penyekatan emosional (isolasi emosi).
Contoh : Seorang anak yang benci pada gurunya dapat bercerita tentang
gurunya pada orang lain tanpa menunjukkan bahwa ia memiliki rasa benci
tersebut.
n. Undoing
Upaya untuk menebus rasa bersalah dengan meniadakan keinginan atau
tindakan yang tidak bermoral. Biasanya muncul dengan perilaku yang
berulang-ulang.
Contoh: seorang anak yang sering mencuci tangannya, karena ingin
menghilangkan rasa bersalah akibat telah melakukan sesuatu keburukan yang
didistorsi menjadi perilaku yang berulang-ulang tersebut.
o. Regression
Kemunduran perilaku ke tahap sebelumnya.
Contoh : Anak yang sudah besar mengompol atau menghisap jarinya atau
marah-marah sampai berguling dilantai seperti anak kecil agar keinginannya
dipenuhi.
ERIK ERICKSON
1. Inti Teori
a. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi
orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya.
Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan
oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui
pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan
diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa
kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai
kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya,
maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu
curiga kepada orang lain.
b. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy – shame, doubt. Pada masa ini dia telah mulai memiliki rasa malu
dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau
persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages). Tugas
yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus
dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu
relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik,
maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua
dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya
akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
c. Inisiatif vs Kesalahan
Ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-
locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu
periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas
yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya
gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu
yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat
mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan
dan ide-idenya.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang
keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun
juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai
mengelolanya, mereka tidak akan peduli terhadap pendapat orang lain dan jika
ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan
disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada
pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu
merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri
(inhibition).
d. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–
inferiority. Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi
pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang
diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan
bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada
tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah
sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua
harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya, dan lain sebagainya.
e. Identitas vs Kekacauan identitas
Tahap kelima merupakan tahap remaja yang ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan,
sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan
atau kenakalan. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana
rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan
tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak
tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),
sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
f. Keintiman vs Isolasi
Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain
yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan
mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan
pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja
sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki
pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan
tumbuh sifat merasa terisolasi. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson
menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat,
selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari
kesendirian dan kesepian yang dirasakan. Oleh sebab itu, kecenderungan antara
keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai
yang positif yaitu cinta.
g. Generativitas vs Stagnasi
Masa Dewasa ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.
Pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan
antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat
dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan
otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara
baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa
dengan para penerusnya.
h. Integritas vs Keputusasaan
Masa hari tua ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada
masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang
telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah
mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin
ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi
karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai.
Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi
masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan
dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
2. Struktur Kepribadian
a. Ego Kreatif
Ego Kreatif merupakan ego yang berfungsi untuk memecahkan masalah
dengan lebih kreatif. Erikson memiliki tiga dimensi, faktualitas, universalitas,
dan aktualitas.
1. Faktualitas adalah kumpulan fakta, data dan metoda. Ego berisi kumpulan
fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataaan (sens of realita)
yang menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan
semesta.
3. Aktualisasi adalah cara dalam berhubungan satu sama lain, memperkuat
hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
 Body ego merupakan suatu pengalam individu terkait dengan tubuh
atau fisiknya sendiri. Individu cenderung akan melihat fisiknya
berbeda dengan fisik tubuh orang lain.
 Ego ideal merupakan suatu gambaran terkait dengan konsep diri
yang sempurna. Individu cenderung akan berimajinasi untuk
memiliki konsep ego yang lebih ideal dibanding dengan orang lain.
 Ego identity merupakan gambaran yang dimiliki individu terkait
dengan diri yang melakukan peran sosial pada lingkungan tertentu.\
b. Ego Otonomi Fungsional
Ego otonomi fungsional merupakan ego yang berfokus pada penyesuaian
ego terhadap realita. Contohnya yaitu hubungan ibu dan anak.
c. Pengaruh Masyarakat
Pengaruh masyarakat merupakan pembentuk bagian tersebesar ego,
mesikipun kapasitas yang dibawa sejak lahir oleh individu juga penting dalam
perkembangan kepribadian
CARL GUSTAV JUNG
A. Dinamika Kepribadian
Dalam dinamika kepribadian ada dua prinsip pokok, yaitu prinsip ekuivalens
dan entropi. Prinsip ekuivalens dalam kepribadian menyatakan bahwa apabila
sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu
tidak hilang dari kepribadian melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru.
Misalnya apabila penghormatan anak kepada keluarganya sendiri menurun maka
penghormatan kepada orang lain akan meningkat. Apabila orang meninggalkan
kegemarannya, maka dia akan menggantikannya dengan kegemaran yang lain.
Prinsip yang kedua yang diambil Jung adalah entropi untuk menggambarkan
dinamika kepribadian yaitu distribusi dalam kepribadian itu selalu menuju
keseimbangan.
Apabila ada dua nilai (intensitas energi) tidak sama kekuatannya, maka energi
akan mengalir dari yang lebih kuat ke yang lebih lemah sampai keduanya
seimbang. Prinsip entropi inilah yang menimbulkan hubungan kompensatoris
antara pasangan yang berlawanan seperti yang telah dijelaskan diatas. Aspek yang
lemah akan berusaha memperbaiki statusnya dengan menggunakan aspek yang
kuat (pasangan lawannya) dan ini akan menimbulkan ketegangan dalam
kepribadian.
B. Struktur Dimensi Kepribadian
1. Kesadaran (Consious)
 Dimensi keasadaran dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa sadar
yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego
melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang. Dari segi pribadi
ego dipandang berada pada dimensi keasadaran.
 Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok yaitu fungsi
jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan yang penting
dalam orientasi manusia dihidupnya. Fungsi jiwa adalah suatu bentuk
aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang
berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu
pikiran, perasaan, pendirian dan institusi. Pikiran dan perasaan adalah
fungsi jiwa yang rasional. Dalam fungsinya, pikiran dan perasaan bekerja
dengan penilaian. Pikiran menilai atas dasar menyenangkan dan tidak
menyenangkan

2. Ketidaksadaran (Unconsious)
a. Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian
 Tak sadar pribadi (Personal Unsconcious) dan kompleks (Complexes)
Pengalaman yang tidak disetujui ego untuk muncul ke sadar tidak
hilang, tetapi disamping dalam personal unconscious (taksadar pribadi
mirip dengan prasadar dari freud), sehingga tak sadar pribadi berisi
pengalaman yang ditekan, dan yang gagal menimbulkan kesan sadar.
Bagian terbesar dari isi tak sadar pribadi mudah dimunculkan kekesadaran
yakni ingatan siap yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan ke kesadaran.
 Tak sadar kolektif (Collective unconscious)
Tak sadar kolektif merupakan fondasi ras yang diwariskan dalam
keseluruhan strukutr kepribadian. Diatasnya dibangun ego, taksadar
pribadi dan pengalaman individu. Jadi apa yang dipelajari dari
pengalaman secara substansial dipengaruhi oleh tak sadar kolektf yang
menyeleksi dan mengarahkan tingkahlaku sejak bayi.
4. Arsetip (Archetype)
Jung memusatkan diri pada image dan bentuk fikiran yang muatan emosinya
besar, yang dinamakannya archetype (dinamakan juga dominan, primordial
image, imago, mitologic image, atau pola tingkah laku). Asertip adalah bentuk
tanpa isis, mewakili atau melambangkan peluang munculnya jenis persepsi dan
aksi tertentu
5. Persona
Persona adalah kepribadian public, aspek-aspek pribadi yang ditunjukkan
kepada dunia, atau pengapat public mengenai diri individu sebagai lawan dari
kepribadian privat yang berada dibalik wajah sosial.
6. Anima dan Animus
Manusia pada dasarnya biseks. Begitu pula dalam kepribadian, pada asertip
feminin dalam kepribadian pria, disebut anima, dan asertip maskulin dalam
kepribadian wanita disebut animus
7. Shadow
Bayangan adalah arsetip yang mencerminkan insting kebinatangan yang
diwarisi manusia dari evolusi dari binatang.
8. Self
Self adalah arsetip yang memotivasi perjuangan orang menuju keutuhan.
Arsetip self menyatakan diri dalam berbagai symbol, seperti lingkaran magis
atau mandala, dimana self menjadi pusat lingkaran itu.
C. Tipe Sikap Jung
1. Sikap pertama [introversi] biasanya ditandai dengan ragu-ragu, reflektif,
bersifat mundur untuk dirinya sendiri, mengecil dari objek, selalu sedikit pada
defensif dan lebih memilih untuk menyembunyikan pengawasan
ketidakpercayaan di belakang.
2. Kedua [ekstroversi] biasanya ditandai dengan sikap keluar (outgoing), apa
adanya, dan menyesuaikan diri dengan mudah untuk situasi tertentu, dengan
cepat membentuk keterikatan, dan, menyisihkan setiap perasaan was-was, akan
sering menjelajah dengan keyakinan yang ceroboh dalam situasi yang tidak
diketahui.
D. Tahap Perkembangan
1. Usia Anak (Childhood)
a. Tahap Anarkis (0 – 6 tahun) Tahap ini ditandai dengan kesadaran yang
kacau dan sporadic/kadang ada kadang tidak.
b. Tahap Monarkis (6 – 8 tahun) Tahap ini ditandai dengan perkembangan
ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini, anak
memandang dirinya secara obyektif.
c. Tahap Dualistik (8 – 12 tahun) Tahap ini ditandai dengan pembagian ego
menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini, kesadaran terus
berkembang. Anak kini memandang dirinya sebagai orang pertama, dan
menyadari eksistensinya sebagai individu yang terpisah.
2. Usia Pemuda (Youth and Young Adulthood)
Tahap ini ditandai oleh meningkatnya kegiatan, matangnya seksual, tumbuh
kembangnya kesadaran dan pemahaman bahwa era bebas masalah dari
kehidupan anak-anak sudah hilang.
3. Usia Pertengahan (Middle Age)
Tahap ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai dengan
aktualisasi potensi yang sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan, muncul
kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari jiwa,
tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena pada usia itu orang lebih tertarik
pada nilai materialistik. Usia pertengahan adalah usia realisasi diri.
4. Usia Tua (Old Age)
Usia tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke alam tak dasar. Banyak
diantara mereka yang mengalami kesengsaraan karena berorientasi pada masa
lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan
ALFRED ADLER

A. Dinamika Kepribadian
1. Striving For Superiority (Berjuang untuk Keberhasilan)
Prinsip pertama dari teori Adler adalah kekuatan dinamis di balik perilaku
manusia adalah berjuang untuk meraih keberhasilan dan superioritas.
Adler mereduksi semua motivasi menjadi satu dorongan tunggal-berjuang
untuk meraih keberhasilan. Psikologi individual mengajarkan bahwa setiap
orang memulai hidup dengan kelemahan fisik yang memunculkan perasaan
inferior. Individu yang tidak sehat secara psikologis akan berjuang untuk
superioritas pribadi, seda ngkan individu yang sehat secara psikologis mencari
keberhasilan untuk semua umat manusia.
Adler (Feist & Feist, 2013) menyebut kekuatan tunggal itu sebagai
berjuang untuk meraih superioritas. Namun, pada teori terakhirnya, ia
membatasi istilah ini pada manusia yang berjuang untuk meraih superioritas
pribadi di atas orang lain dan memperkenalkan istilah berjuang untuk meraih
keberhasilan yang menggambarkan manusia yang termotivasi oleh minat
sosial yang tinggi. Tanpa memperhatikan motivasi untuk berjuang, setiap
individu dikendalikan oleh tujuan akhir.
2. Fistional Final Goals (Tujuan Akhir)
Menurut Adler (Feist & Feist, 2013), manusia berjuang demi sebuah tujuan
akhir, entah itu superioritas pribadi atau keberhasilan untuk semua umat
manusia. Pada masing-masing kasus, tujuan akhir tersebut sifatnya khayal
atau filsional dan tidak ada bentuk objektifnya. Namun demikian, tujuan akhir
mempunyai makna yang besar karena mempersatukan kepribadian dan
membuat semua perilaku dapat dipahami.
3. Social Interest (Minat Sosial)
Prinsip Adler yang ketiga adalah nilai dari semua aktivitas manusia harus
dilihat dari sudut pandang minat sosial.
Minat sosial (social interest) adalah terjemahan Adler, yang sedikit
menyesatkan, dari istilah Jerman yang asli, yaitu Gemeinschaftsgefuhl. Minat
sosial adalah kondisi alamiah dari manusia dan bahan perekat yang mengikat
masyarakat bersama-sama (Adler dalam Feist & Feist,2013).
Adler menegaskan bahwa hanya orang dengan minat sosial yang kuatlah
yang bisa berhasil memecahkan masalah di hidup ini. Adler memahami
masing-masing tugas kehidupan ini sebagai masalah kehidupan universal
bahwa semua manusia dipanggil untuk menguasai. Adler mengelompokkan
mereka menjadi tiga kategori. Ide Adler di sini sangat mirip dengan konsep
Erik Erikson dari generativity. Keduanya sangat prihatin dengan dampak
keseluruhan dari kehidupan seseorang di dunia (Adler dalam Monte & Sollod,
2003).
 Occupational Tasks. Dalam seleksi dan mengejar liburan sebagai
produktif keberadaan, satu-satunya cara yang mungkin mitigasi perasaan
universal manusia rendah diri. Orang yang melakukan hidup pekerjaan
yang bermanfaat di tengah-tengah dari mengembangkan masyarakat
manusia dan membantu untuk memajukan itu.
 Societal Tasks. Dalam hal ini tujuannya adalah untuk membuat perbedaan
positif dalam masyarakat di mana orang menemukan dirinya. Satu karya
dengan orang lain untuk membangun komunitas masyarakat.
 Love Tasks. Hubungan antar jenis kelamin adalah tugas yang terakhir
yang harus di kuasai. Pendekatan kepada seks lain dan pemenuhan peran
seksualnya tergantung perannya dalam kelangsungan umat manusia.
4. The Style of Life (Gaya Hidup)
Prinsip Adler yang keempat adalah struktur kepribadian yang self-
consistent berkembang menjadi gaya hidup seseorang.
Gaya hidup (style of life) adalah istilah yang digunakan Adler untuk
menunjukkan selera hidup seseorang. Gaya hidup mencakup tujuan
seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap
dunia. Gaya hidup adalah hasil interaksi antara keturunan atau bawaan lahir,
lingkungan, dan daya kreatif yang dimiliki seseorang. Menurut Adler
(Suryabrata, 2003) gaya hidup ditentukan oleh inferioritas yang khusus, jadi
gaya hidup adalah suatu bentuk konpensasi terhadap kekurangsempurnaan
tertentu. Adler (Monte & Sollon, 2003) mengemukakan 4 macam gaya hidup
:
 The Rulling-Dominant Type : kepribadian ini tegas, agresif, aktif. Mereka
memanipulasi juga menguasai situasi kehidupan dan orang-orang di
dalamnya.
 The getting-Learning Type : jenis kepribadian individu ini mengharapkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka dan untuk menyediakan
kepentingan mereka. Mereka dapat dikatakan bersandar pada orang lain.
 The Avoidant Type : individual ini cenderung untuk mencapai sukses
dengan menghindari masalah dengan cara menarik diri dari itu. Pada
dasarnya, mereka mencapai penguasaan dengan menghindari kekalahan.
 The Socially Useful Type : tipe kepribadian ini yang paling sehat dari
semua pandangan adler ini. Jenis ini berorientasi sosial dan siap untuk
bekerja sama dengan orang lain untuk menguasai tugas-tugas kehidupan.
5. Creative Self (Diri yang Kreatif)
Prinsip terakhir dari teori Adler adalah gaya hidup dibentuk oleh daya
kreatif yang ada dalam diri manusia.
Adler percaya bahwa setiap orang memiliki kebebesan untuk
menciptakan gaya hidupnya sendiri. Pada akhirnya, setiap orang bertanggung
jawab akan dirinya sendiri dan bagaimana mereka berperilaku.
Adler berpendapat bahwa setiap orang memiliki kontrol terhadap hidupnya
sendiri dan bahwa mereka menciptakan style of life mereka sendiri. Diri kreatif
yang mereka miliki membuat mereka mengendalikan kehidupan mereka
sendiri, bertanggung jawab akan tujuan akhir mereka, menentukan cara yang
mereka pakai untuk meraih tujuan tersebut, dan berperan dalam membentuk
minat sosial mereka.

B. Struktur Kepribadian
Manusia dimotivasi oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan
inferior dan menjadi superior.Inferioritas berarti merasa lemah dan tidak memiliki
keterampilan untuk menghadapi tugas atau keadaan yang harus diselesaikan. Hal
itu tidak berarti rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum,
meskipun ada unsur membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan orang
lain yang lebih matang dan berpengalaman. Misalnya manusia yang lebih lemah
akan berjuang untuk menjadi lebih kuat.
Sedangkan superioritas bukan berarti lebih baik dibandingkan dengan orang
lain,melainkan mencoba untuk menjadi lebih baik, semakin dekat dengan tujuan
ideal seseorang.Adler meyakini bahwa motif utama setiap orang adalah untuk
menjadi kuat, kompeten, berprestasi dan kreatif.
C. Urutan Kelahiran
Adler (dalam Olson, 2013 : 198) menyebutkan bahwa urutan kelahiran dalam
keluarga mempunyai peranan penting dalam membentuk pandangan seseorang
terhadap dunia, tujuan hidup dan gaya hidup seseorang. Adler menggambarkan:
1. Anak sulung, mendapat perhatian yang utuh dari orangtuanya, sampai
perhatian itu terbagi saat ia mendapatkan adiknya. Perhatian dari orang tua
cenderung membuat anak memiliki perasaan mendalam untuk menjadi
superior atau kuat, kecemasan tinggi dan terlalu dilindungi. Saat kelahiran
adiknya, menimbulkan dampak traumatik kepada anak sulung yang turun
tahta sebagai anak tunggal.
2. Anak kedua/tengah, biasanya memulai hidup dalam situasi yang lebih baik
untuk mengembangkan kerjasama dan minat sosial. Pada tahap tertentu,
kepribadian anak dibentuk melalui pengamatannya terhadap sikap kakaknya.
Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin
menjadi sangat kompetitif, atau menjadi penakut dan sangat kecil hati.
Umumnya anak kedua tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak
dengan dorongan kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk
mengalahkan kakaknya. Jika dia banyak mengalami keberhasilan, anak akan
mengembangkan sikap revolusioner dan merasa bahwa otoritas itu dapat
dikalahkan.
3. Anak bungsu, seringkali dimanja, sehingga beresiko tinggi menjadi anak
bermasalah. mudah terdorong pada perasaan inferior yang kuat dan tidak
mampu berdiri sendiri. Namun demikian ia mempunyai banyak keuntungan,
ia termotivasi untuk selalu mengungguli kakak-kakaknya dan menjadi anak
yang ambisius.
4. Anak tunggal, mempunyai posisi unik dalam berkompetisi, tidak dengan
saudara-saudaranya melainkan dengan kedua orangtuanya. Mereka sering
mengembangkan perasaan superior berlebihan, konsep diri rendah dan
perasaan bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya bila kedua orangtuanya
terlalu menjaga kesehatannya. Adler menyatakan bahwa anak tunggal
mungkin kurang baik mengembangkan kerjasama dan minat sosial, memiliki
sifat parasit, dan mengharapkan perhatian untuk melindungi dan
memanjakannya. Anak tunggal sering kali tampil manis dan penuh sayang,
dan difase kehidupan selanjutnya bisa saja mereka mengembangkan cara-
cara yang menawan untuk menarik perhatian orang lain
KAREN HORNEY

A. Inti Teori
Horney mengemukakan bahwa relasi anak dan orangtua merupakan faktor yang
menentukan bagi perkembangan kepribadian seseorang. Ada dua kebutuhan dasar
anak, yaitu :
 Need for satisfaction, yaitu berkaitan dengan kebutuhan biologis untuk tetap
bertahan, seperti makan dan minum.
 Need for safety, yaitu berkaitan dengan kebutuhan psikologis, mental, seperti
kasih sayang, kehangatan, penerimaan, cinta dan sebagainya.
B. Kebutuhan Neurotic
1. Kebutuhan neurotic akan kasih sayang dan penerimaan
Orang yang mengharapkan dapat diterima baik oleh orang lain, sehingga
bertingkah laku untuk menyenangkan orang lain.
Contoh : Eka baru saja pindah tempat kerja, jadi ia berusahan untuk bersikap
baik dan sopan agar dapat diterima di tempat kerja barunya tersebut.
2. Kebutuhan neurotic akan rekan yang kuat
Kurangnya rasa percaya diri membuat orang – orang neurotic berusaha
mendekatkan diri mereka dengan pasangan yang lebih kuat atau berpengaruh.
Contoh : Putri adalah kakak dari Eka. Eka selalu mengikuti Putri kemanapun
Putri pergi, dan ia merasa takut jika tidak bersama Putri.
3. Kebutuhan neurotic untuk membatasi hidupnya dalam lingkungan yang sempit
Orang yang berusaha untuk tidak menonjol, berada di tempat kedua, dan merasa
puas dengan stimulus yang sedikit.
Contoh : Dita memiliki bakat di bidang olahraga basket, tapi ia tidak pernah
berlatih untuk mengembangkan bakatnya karena Dita menganggap hal tersebut
hanya sesuatu yang biasa
4. Kebutuhan neurotic akan kekuasaan
Kekuasan biasanya dikombinasikan dengan adanya kebutuhan akan
penghargaan social, yang berupa kebutuhan untuk mengontrol orang lain dan
menolak perasaan lemah
Contoh : Iin ingin sekali menjadi ketua dance dalam kelompok dancenya, ia
ingin menjadi ketua karena ia ingin mengatur kelompoknya dengan
kemauannya sendiri.
5. Kebutuhan neurotic untuk memanfaatkan orang lain
Orang neurotic sering menilai orang lain berdasarkan bagaimana orang – orang
tersebut bisa dimanfaatkan oleh mereka, tetapi pada saat yang sama, mereka
takut dimanfaatkan oleh orang lain.
Contoh : Nana selalu meminjam peralatan tulis Nisa jika ia lupa membawa
peralatannya sendiri. Akan tetapi, Nisa tidak pernah meminjamkan peralatan
tulisnya kepada Nana jika Nana lupa membawa peralatan tulisnya sendiri
6. Kebutuhan neuroticakan penghargaan social atau gengsi
Beberapa orang melawan kecemasan dasar dengan berusaha menjadi nomor
satu agar memperoleh penghargaan yang sebesar – besarnya dari masyarakat.
Contoh : Dica berusaha mengganti tasnya dengan tas ternama yang terbaru
karena ia malu jika dengan teman dekatnya yang selalu mengganti tas mereka
setiap ada keluaran terbaru.
7. Kebutuhan neurotic akan kekaguman pribadi
Orang – orang neurotic mempunyai kebutuhan untuk dikagumi atas diri mereka
daripada atas apa yang mereka miliki.
Contoh : Alfian pernah menjabat sebagai ketua OSIS, dan pada saat menjadi
Ketua OSIS, banyak siswa yang menghargainya karena kepribadiannya yang
baik dan ramah. Ketika masa periodenya telah habis, Alfian tetap berperilaku
sama saat menjadi ketua OSIS agar siswa – siswa lain tetap menghargainya.
5. Kebutuhan neurotic akan ambisi dan kekaguman pribadi
Orang neurotik sering memiliki dorongan untuk menjadi yang terbaik. Mereka
harus mengalahkan orang lain untuk membuktikan keunggulan mereka
Contoh : Ismail selalu rajin beribadah, rajin belajar, mengumpulkan tugas, dan
aktif di kelas agar ia menjadi mahasiswa lulusan terbaik di kampusnya
9. Kebutuhan neurotic akan kemandirian dan kebebasan
Banyak orang neurotic yang mempunyai kebutuhan yang kuat untuk menjauh
dari orang lain untuk membuktikan bahwa mereka bisa bertahan hidup tanpa
orang lain.
10. Kebutuhan neurotic akan kesempurnaan dan tidak mungkin salah.
Orang neurotic sangat takut membuka kesalahan dan mati-matian berusaha
menyembunyikan kelemahannya dari orang lain.
Contoh : Ezra mendapatkan nilai 100 saat ujian fisika, padahal saat ujian ia
mencotek hasil kerja Rama tanpa sepengetahuannya.
C. Dinamika Kepribadian
1. Mendekati Orang Lain
Konsep mendekati orang lain yang diutarakan Horney mengacu kepada
sebuah kebutuhan neurotic untuk melindungi diri dari perasaan
ketidakberdayaan. Dalam usaha mereka dalam melindungi diri mereka dari
perasaan ketidakberdayaan, orang-orang yang penurut menggunakan salah satu
atau kedua kebutuhan neurotic yang pertama, yaitu mereka berusaha
mendapatkan kasih sayang dan penerimaan dari orang lain atau mereka mencari
pasangan yang kuat yang akan bertanggung jawab atas hidup mereka. Horney
(1937) menjelaskan kebutuhan-kebutuhan ini sebagai “ketergantungan yang
tidak wajar” (morbid dependency), sebuah konsep yang mendahului istilah
“codependency”.
2. Melawan orang lain
Orang-orang neurotic yang agresif lebih memilih untuk melawan orang
lain dengan cara tampil kuat dan kejam. Mereka termotivasi oleh keinginan
kuat untuk memeras orang lain dan memanfaatkan orang-orang tersebut untuk
kepentingan pribadi. Mereka jarang mengakui kesalahan mereka dan tidak
henti-hentinya berusaha tampil sempurna, kuat dan unggul.

3. Menjauhi orang lain


Banyak dari orang-orang neurotic menganggap berhubungan dengan
orang lain sebagai tekanan yang berat. Sebagai akibatnya, mereka terdorong
untuk menjauh dari orang lain secara terus-menerus untuk memperoleh
kebebasan dan terpisah dari orang lain.
D. Konsep Diri
1. Diri rendah: konsep yang salah tentang kemampuan diri, keberhargaan dan
kemenarikan diri, yang didasarkan pada evaluasi orang lain yang
dipercayainya, khususnya orang tuanya. Evaluasi negatif mungkin mendorong
orang untuk merasa tak berdaya.
2. Diri Nyata: pandangan subyektif bagaimana diri yang sebenarnya, mencakup
potensi untuk berkembang, kebahagiaan, kekuatan, kemauan, kemampuan
khusus dan keinginan untuk realisasi diri, keinginan untuk spontan menyatakan
diri yang sebenarnya.
3. Diri Ideal: pandangan subyektif mengenai diri yang seharusnya, suatu usaha
untuk menjadi yang sempurna dalam bentuk khayalan, sebagai kompensasi
perasaan tidak mampu dan tidak dicintai.

E. Lingkaran Setan
Lingkaran Setan Karen Horney, (1-9 dan kembali ke 4-9 dan seterusnya)
1. Kurang kehangatan dan cinta orangtua
2. Permusuhan dan kemarahan karena diperlakukan buruk
3. Represi permusuhan agar tidak kehilangan cinta dan keamanan hanya sedikit
4. Kecemasan dasar dan permusuhan dasar terus diperkuat kalau lingkaran
kecemasan-permusuhan-represi berlanjut
5. Kebutuhan kasih sayang dan cinta semakin kuat
6. Semakin marah karena kebutuhannya semakin banyak terpenuhi
7. Perasaan permusuhan semakin kuat
8. Represi semakin kuat untuk memperthankan kasih sayang yang hanya sedikit
9. Tegangan kemarahan yang semakin kacau
HARRY STACK SULLIVAN

A. Struktur Kepribadian
1. Dinamisme (The Dynamism)
Menurut Sullivan, Dinamisme merupakan pola khas tingkah laku
(transformasi energy) yang menetap dan berulang terjadi yang menjadi ciri khas
seseorang. Dinamisme memiliki dua kelas utama, yaitu pertama, dinamisme
yang berkaitan dengan zona khusus pada tubuh termasuk mulut, anus, dan alat
genital. Kedua, dinamisme yang berkaitan dengan tegangan. Kelas kedua ini
terdiri dari tiga kategori yang disjungtif (berlawanan), yang mengasingkan, dan
yang konjungtif (menghubungkan).
2. Personifikasi (Personification)
Personifikasi adalah suatu gambaran mengenai diri atau orang lain yang
dibangun berdasarkan pengalaman yang menimbulkan kepuasan atau
kecemasan.
a. Personifikasi saya yang baik (good-me personification) dihasilkan dari
pengalaman-pengalaman yang bayi dengan penghargaan dan persetujuan.
Bayi merasa baik akan diri mereka sendiri ketika mereka menerima
ungkapan kelembutan ibu.
b. Personifikasi saya yang buruk (bad-me personification) dikembangkan dari
pengalaman kecemasan akibat perlakuan ibu atau pengalaman ditolak atau
dihukum. Keduanya, good me dan bad me bergabung ke dalam gambaran
diri.
c. Personifikasi bukan saya (not-me personification) dikembangkan dari
pengalaman kecemasan yang sangat, seperti kekerasan fisik, mental.
Karena pengalaman itu sangat menakutkan, semua yang mengenai diri yang
berhubungan dengan pengalaman itu dipisahkan dari keseluruhuan
kepribadian atau dikeluarkan dari kesadaran. Not me menggambarkan aspek
yang dipisahkan dari self dan disertai dengan emosi unkani (uncanny) atau
emosi yang mengerikan dan berbahaya.
3. Sistem Diri (Self System)
Sistem self merupakan bagian dinamisme paling kompleks. Suatu pola
tingkah laku yang konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal
dengan menghindari atau megecilkan kecemasan. Sistim self adalah dinamisme
konjungtif yang timbul dari interpesonal. Sistim ini mulai berkembang dari usia
12-18 bulan. Pada mulanya bayi hanya mengenal takut dan sakit sebagai hal
yang tidak menyenangkan. Ibu atau pemeran keibuan mengajari anak dengan
ganjaran dan hukuman, dan dari hukuman inilah muncul kecemasan.
4. Proses Kognitif (cognitive process)
a. Tingkat Prototaksis (prototaxis)
Pengalaman paling awal dan primitif terjadi pada tingkat prototaksis.
Oleh karena pengalaman-pengalaman ini tidak dapat dikomunikasikan
dengan orang lain maka mereka sulit untuk digambarkan atau dijabarkan.
Pengalaman yang dialami pada masa bayi itu terpisah-pisah, dimana arus
kesadaran (pengindraan, bayangan, dan perasaan) megalir ke dalam jiwa
tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah”. Pada usia dewasa, dominasi
pengalaman prototaksis hampir tidak ditemui.
b. Tingkat Parataksis (parataxis)
Pengalaman parataksis adalah pengalaman pralogis dan biasanya timbul
ketika seseorang berasumsi bahwa dua kejadian yang terjadi bersamaan
memiliki hubungan sebab akibat. Kognisi parataksis lebih mudah dikenali
daripada pengalaman prototaksis, namun maknanya tetap pribadi, oleh
karena itu, pengalaman ini dapat dikomunikasikan dengan orang lain dalam
bentuk yang telah diubah. Pengalaman-pengalaman ini terjadi kira-kira
terjadi pada awal tahun ke dua bayi.
c. Tingkat Sintaksis (syntaxis)
Pengalaman yang sudah tervalidasi dalam mufakat dan dapat
dikomunikasikan secara simbolis terjadi pada level sintaksis. Pengalaman
tevalidasi dalam mufakat adalah pengalaman yang maknanya disetujui dua
orang atau lebih.
B. Dinamika Kepribadian
1. Ketegangan
Seperti Freud dan Jung, Sullivan melihat kepribadian sebagai sistim
energy. Energi dapat berupa ketegangan (potensi tindakan) dan tindakan itu
sendiri (energy transformasi). Energi transformasi mengubah ketegangan
menjadi tingkah laku tersebunyi atau terbuka dan bertujuan memuaskan
kebutuhan serta mengurangi ketegangan. Ketegangan adalah potensi tindakan
yang mungkin atau tidak mungkin dialami dalam kesadaran. Oleh karena itu,
tidak semua ketegangan dirasakan secara sadar. Banyak ketegangan, seperti
rasa cemas, firasat, kebosanan, rasa lapar, dan hasrat seksual dirasakan, namun
tidak selalu pada tingkat kesadaran. Faktanya, kemungkinan semua ketegangan
yang dirasakan merupakan distrorsi setidaknya dari sebagian kenyataan. Setiap
saat orang selalu berada dalam tingkat ketegangan tertentu, dari tegangan yang
sangat rendah atau relaksasi mutlak (euphoria) , sampai tegangannya sangat
kuat, misalnya tegangan dalam situasi teror. Sullivan menyebutkan dua jenis
ketegangan, yaitu kebutuhan dan kecemasan.Kebutuhan biasanya
menghasilkan tindakan produktif, sedangkan kecemasan menghasilkan tingkah
laku non produktif dan bersifat disintegrasi.
a. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan ketegangan yang dibawa oleh ketidak
seimbangan biologis antara seseorang dengan lingkungan fisiokimiawi,
baik didalam maupun diluar organism. Need biologic dipuaskan dengan
memberi pasokan yang dapat memberikan keseimbangan. Kepuasannya
bersifat episodik, sesudah memperoleh kepuasan- tegangan
menurun/hilang, tetapi sesudah waktu tertentu ketegangan yang sama akan
muncul kembali. Yang artinya kebutuhan itu bersifat sementar. Kebutuhan
yang kemudian muncul bersumber dari hubungan interpersonal.
Kebutuhan interpersonal yang paling mendasar adalah kelembutan
(tenderness). Berbeda dengan kebutuhan lainnya, kelembutan
membutuhkan tindakan paling tidak dari dua orang. Contohnya, kebutuhan
bayi untuk menerima kelembutan akan diungkapkan dengan tangis,
senyum, atau dengkuran, sedangkan kebutuhan ibu untuk memberi
kelembutan mungkin berubah bentuk menjadi menyentuh, membelai, atau
menimang.
Kelembutan adalah kebutuhan umum karena berkaitan dengan
kesejahteraan seseorag secara menyeluruh. Kebutuhan-kebutuhan umum,
termasuk oksigen, makanan, dan air berlawanan dengan kebutuhan zona
khusus (zonal needs) yang timbul dari area tertentu pada tubuh.
b. Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan merupakan ketegangan tipe kedua, berbeda dengan
ketegangan akan kebutuhan dalam arti ia bersifat memisahkan, lebih
tersebar dan samar, oleh karena itu tidak menuntut tindakan konsisten untuk
menghilangkannya. Kemudian, adapun defenisi kecemasan menurut
Sullivan yaitu, ketegangan yang bertentangan dengan ketegangan akan
kebutuhsn dan bertentangan dengan tindakan yang membuat ,mereka
merasa nyaman. Apabila seorang Bayi kekurangan makanan (kebutuhan),
maka rangkaian tindakan rangkaian mereka jelas. Akan tetapi apabila
mereka merasa cemas, maka tidak banyak yang dapat dilakukan untuk
melarikan diri dari rasa cemas tersebut.
Sullivan menyatakan bahwa kecemasan ditransfer dari orang tua ke
anak melalui proses empati. Kecemasan pada seseorang yang keibuan mau
tidak mau menyebabkan kecemasan pada bayi. Oleh karena semua ibu
memiliki sejumlah kecemasan ketika merawat bayi mereka, maka semua
bayi juga merasa cemas hingga tingkat tertentu.
Sullivan membedakan kecemasan dengan rasa takut dalam beberapa
pendekatan penting. Pertama, kecemasan biasanya berakar dari situasi
interpersonal yang kompleks dan hanya tampak samar dalam kesadaran;
rasa takut lebih jelas dikenali dan asalnya lebih mudah diketahui. Kedua,
kecemasan tidak memiliki nilai positif. Hanya ketika kecemasan berubah
bentuk menjadi ketegangan (rasa marah atau takut) maka ia dapat
mendorong kearah tindakan yang menguntungkan. Ketiga, kecemasan
menghambat terpuaskannya kebutuhan, sedangkan rasa takut kadang
membantu manusia memenuhi kebutuhan tertentu.
2. Transformasi Energi
Transformsi energy merupakan ketegangan yang diubah menjadi
tindakan, baik tersembunyi maupun terbuka. Istilah yang agak aneh ini semata-
mata mengacu pada tingkah laku kita yang bertujuan memuaskan kebutuhan
dan mengurangi kecemasan – dua ketegangan utama. Tingkah laku hasil
transformasi itu meliputi gerakan yang kasat mata, dan kegiatan mental seperti
perasaan, dan pikiran, persepsi, dan ingatan atau tingkah laku tersembunyi
yang dapat disembunyikan dari orang lain.
Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengurangi tegangan, menurut
Sullivan dipelajari dan ditentukan oleh masyarakat dimana orang itu dibesarkan
apa yang dapat diemukan pada masa lalu setiap orang adalah tegangan-
tegangan dan pola transpormasi energi untuk meredakannya, yang menjadi
sarana pendidikan menyiapkan anak menjadi anggota masyarakatnya. Insting
memang ada dan menjadi pemicu kebutuhan yang menimbulkan tegangan,
tetapi transpormasi energi tidak lagi dipengaruhi oleh insting dan lebih dari
hasil belajar.
C. Tahap Perkembangan

Proses Perkembangan
Periode Orang Penting Pencapaian Utama
Interpersonal Negatif

Pemeran Keibuan Kelembutan kasih Awal mengorganisasi Rasa aman


Infancy sayang pengalaman, belajar beroperasi melalui
0-1,5 memuaskan beberapa aparthy dan
Lahir-berbicara kebutuhan diri somnolent
detachment
Orang tua Melindungi rasa Belajar melalui Perfomansi as if,
Childhood aman melalui imaji identifikasi dengan orang rasionalisasi
1,5-4 teman sebaya tua; belajar sublimasi preokupansi
Berbicara-hubungan mengganti suatu transformasi jahat
sebaya kepuasan dengan
kepuasan yang lain
Teman bermain seusia Orientasi menuju Belajar bekerja sama dan Stereotip
Juvenile
kehidupan sebaya bersaing dengan orang Ostrasisme
4-8/10
lain, belajar berurusan Disparajemen
Hubungan sebaya-chum
dengan figur otoritas

Pra-adolesen Chum tunggal Intimasi Belajar mencintai orang Loneliness

8/10-12 lain seperti atau melebihi

Chum-pubertas awal mencintai diri sendiri

Adolesen Awal Chum jamak Intimasi dan nafsu Integrasi kebutuhan Pola tingkahlaku

12-16 seks ke orang yang Intimasi dengan kepuasan seksual yang tidak

Pubertas-Seks mantap berbeda seksual terpuaskan


Orang Penting Proses Pencapaian Utama Perkembangan

Periode Interpersonal Negatif

Adolesen Akhir Kekasih Menggabung Integrasi ke dalam Personifikasi yang


16-20 Intimasi dengan masyarakat dewasa, tidak tepat
Seks mantap nafsu self-respect Keterbatasan hidup
Tanggung jawab sosial
Konsolidasi pencapaian
Maturity
setiap tahap
20 <
COSTA & McRAE (BIG FIVE PERSONALITY)

A. Struktur kepribadian
Perkembangan kepribadian big five sangat pesat dalam berbagai riset
kepribadian. Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa pendekatan trait
terhadap kepribadian dapat dilihat melalui lima dimensi (Friedman & Schustack,
2006). Ciri-ciri kepribadian yang diklasifikasikan ke dalam lima factor tersebut
yaitu:
1. Extraversion (Ekstraversi)
Menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal,
level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk
berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenangan seseorang akan
hubungan. Orang yang dominan pada foktor ini cenderung penuh semangat,
antusias, dominan, ramah, dan komunikatif. Sebaliknya, orang yang tidak
dominan akan cenderung pemalu, tidak percaya diri, submisif dan pendiam.
2. Agreeableness (Keramahan)
Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nilai dari lemah lembut
sampaiantagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Dimensi ini merujuk
kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang
mampu bersepakat, jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara
mereka. Mereka yang dominan dalam factor ini cenderung ramah, kooperatif,
mudah percaya dan hangat .
3. Conscientiousness (Kesadaran)

Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan


dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai
lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan
tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang
menjadi pusat perhatian seseorang. Orang yang mempunyai skor tinggi
cenderung pada factor ini umumnya berhati-hati, dapat diandalkan, , teratur dan
bertanggung jawab. Sebaliknya, orang yang rendah cenderung cerobah,
berantakan dan tidak dapat diandalkan.

4. Neuroticism (Neurotisme)
Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi.Mengidentifikai
kecenderungan individu apakah individu tersebut mudah mengalami stres,
mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang mal
adaptif. orang yang tinggi pada factor ini cenderung gugup, sensitive, tegang,
dan mudah cemas.
5. Openness to experience (Keterbukaan akan pengalaman baru)
Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap
pengalaman demi kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali
sesuatu yang baru dan tidak biasa.Dimensi ini mengarah tentang minat
seseorang. Seseorang yang yang dominan pada foktor ini umumnya terlihat
imajinatif, menyengkan, kreatif dan artistic.
ERICH FROMM

A. Kebutuhan Manusia
1. Keterhubunngan (Relatedness)
Kebutuhan eksistensial pertama adalah keterhubungan, yaitu dorongan
untuk bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar
bagi manusia untuk terhubung dengan dunia: (1) kepasrahan, (2) kekuasaan,
dan (3) cinta
2. Keunggulan (Transcendence)
Keunggulan yang didefinisikan sebagai dorongan untuk melampaui
keberadaan yang pasif dan kebetulan menuju “alam penuh makna dan
kebebasan”. Sebagaimana keterhubungan dapat dicapai dengan cara produktif
dan nonproduktis, keunggulan dapat dicari melalui pendekatan positif dan
negatif.
3. Keberakaran (Rootedness)
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikatkan diri dengan
kehidupan setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia harus
tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral
dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada
ditengah-tengah dunia yanng penuh ancaman.
4. Kepekaan akan identitas (Sense of identity)
Percaya bahwa manusia primitif mengidentifikasi diri mereka lebih
dekat dengan klan mereka dan tidak melihat dirinya sebagai individu yang
terpisah dari kelompok.
5. Kesatuan (unity)
Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara hakekat
binatang dan non-binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan
isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa
orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian
dan isolasi?” dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai
unitas, memperoleh kepuasan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri)
kalau hakikat kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya
dengan berusaha untuk menjadi manusia seutuhnya, melalui berbagi cinta dan
kerjasama dengan orang lain.
B. Mekanisme Melarikan Diri
1. Otoritarianisme (authoritarianism)
Kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian seseorang secara
individu dan meleburkannya dengan seseorang atau sesuatu diluar dirinya demi
mendapatkan kekuatan yang tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk bersatu
dengan mitra yang kuat ini dapat berupa dua hal yaitu masokisme atau sadisme.
Masokisme timbul dari rasa ketidakberdayaan, lemah, serta rendah diri dan
bertujuan untuk menggabungkan diri dengan orang atau institusi yang lebih
kuat. Sadisme, seperti masokisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar
melalui penyatuan diri dengan orang lain atau institusi.
2. Sifat merusak (destruktif)
Seperti otoritarianisme, destruktif berakar dalam perasaan-perasaan
kesendirian, keterkucilan, dan ketidakberdayaan. Namun tidak seperti sadisme
dan masokisme, destruktif tidak bergantung kepada hubungan yang terus
berlanjut dengan pribadi lain. Destruktif malah cenderung menjauhi orang.
Baik individu maupun bangsa dapat menggunakan destruktif sebagai
mekanisme pelarian. Dengan menghancurkan orang atau objek, seseorang atau
bangsa, para pelaku destruktif berusaha memulihkan rasa berkuasanya yang
hilang. Namun begitu, dengan menghancurkan orang atau bangsa lain, pribadi
destruktif justru menghilangkan banyak aspek dunia luar sehingga kemudian
mengalami jenis keterkucilan yang semakin terdistorsi.
3. Penyesuaian (konformitas)
Cara ketiga melarikan diri adalah konformitas. Pribadi yang
berkonformitas berusaha melarikan diri dari perasaan kesendirian dan
keterkucilan dengan menyerahka individualitas mereka untuk menjadi apapun
yang orang lain inginkan bagi mereka. Mereka menjadi seperti robot, bereaksi
secara terprediksi dan mekanis untuk menyenangkan orang lain. Mereka jarang
mengungkapkan pendapat mereka sendiri, lebih banyak bergantung kepada
standar perilaku yang diharapkan orang lain, sering terlihat kaku dan otomatis.
C. Gangguan Kepribadian
1. Nekrofilia
Necrophilia adalah orientasi karakter alternatif untuk biophilia. Orang-
orang alami kehidupan cinta, tapi ketika kondisi sosial aksi biophilia, mereka
mungkin mengadopsi orientasi necrophilic. Necrophilic kepribadian benci
kemanusiaan; mereka adalah rasis, warmongers, dan pengganggu; mereka
mencintai pertumpahan darah, kehancuran, teror, dan penyiksaan; dan mereka
senang dalam menghancurkan hidup. Mereka adalah pendukung kuat dari
hukum dan ketertiban; suka berbicara tentang penyakit, kematian dan
penguburan; dan mereka terpesona oleh kotoran, pembusukan, mayat, dan
kotoran. Mereka lebih suka malam hari dan cinta untuk beroperasi dalam
kegelapan dan bayangan Necrophilous orang tidak hanya berperilaku dalam
cara yang merusak. Sebaliknya, perilaku merusak mereka adalah refleksi dari
karakter dasar mereka. Semua orang berperilaku agresif dan destruktif di kali,
tetapi seluruh gaya hidup necrophilous orang berkisar kematian, kehancuran,
penyakit dan pembusukan.
2. Narsisme Sadistik
Narsisisme bSADISTIK sama seperti semua orang menampilkan
beberapa perilaku necrophilic, begitu juga semua memiliki beberapa narsisistik
kecenderungan. Orang sehat mewujudkan bentuk jinak narsisme, yaitu, minat
dalam tubuh mereka sendiri. Namun, dalam bentuk ganas, narsisme
menghambat persepsi tentang realitas jadi bahwa semua milik seseorang narsis
adalah sangat dihargai dan segala sesuatu yang milik lain adalah mendevaluasi.
narsisistik individu sibuk dengan diri mereka sendiri, tetapi kekhawatiran ini
adalah tidak terbatas untuk mengagumi diri di cermin.
3. Incest Simbiosis
Incest simbiosis adalah bentuk berlebihan hasrat alami ibu lebih umum
dan lebih jinak. Laki-laki dengan fiksasi ibu perlu seorang wanita untuk
merawat mereka, menyayangi mereka, dan mengagumi mereka; mereka merasa
agak cemas dan depresi ketika kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Kondisi ini
adalah relatif normal dan tidak sangat mengganggu kehidupan sehari-hari
mereka. dengan incest simbiosis, namun, orang-orang tersebut tidak dapat
dipisahkan dari rumah ; kepribadian mereka yang dicampur dengan orang lain
sehingga identitas individu mereka hilang. Incest simbiosis berasal dari masa
kanak-kanak sebagai hasrat alami dari anak ke ibu. Hasrat lebih penting dan
mendasar dari pada seksualitas yang dapat berkembang menjadi periode
Oedipus.
DONALD WOODS WINNICOTT
A. Teori Relasi Objek
Teori relasi objek adalah teori psikodinamika dalam psikologi psikoanalitik.
Teori ini menjelaskan proses pengembangan pikiran sebagai salah satu
perkembangan dalam hubungannya dengan orang lain dalam lingkungan
Teori relasi objek merupakan turunan dari teori insting dari Freud, namun
terdapat 3 perbedaan :
1. Teori relasi objek memberi penekanan yang lebih kecil pada dorongan-
dorongan biologis dan lebih menekankan pada pola-pola relasi interpersonal
yang konsisten.
2. Teori Freud lebih bersifat paternalistik yang lebih menekankan power dan
kontrol dari seorang ayah. Sementara teori relasi objek cenderung bersifat
maternal atau menekankan pada peran ibu yang berelasi secara akrab dan
mengasuh
3. Para ahli dalam teori relasi objek memandang kontak dan relasi antar manusia
– bukannya kenikmatan seksual – sebagai motif dasar perilaku manusia.

Jika saat bayi kita berhasil membina hubungan baik dengan ibu (pengasuh anak
yang lain), maka dari emosi kita yang kacau balau itu terbentuk rasa diri (sense of
self) atau ego. Jika tidak, maka akan dikuasai oleh pikiran bawah sadar. Winnicott
percaya, pikiran bawah sadar terdiri dari jumlah seluruh waktu ketika kita
kehilangan kebutuhan hubungan emosional saat bayi. Winnicott percaya bahwa
jika kita mengembangkan ego yang sehat, maka pikiran bawah sadar hanya
mempengaruhi kita secara minimal. Faktor utama yang menetukan apakah kita
sudah mengembangkan ego yang sehat adalah kualitas hubungan yang pertama kali
kita miliki dengan orang lain.

B. Dinamika Hubungan Interpersonal dalam Keluarga sebagai eksternal object


relations
1. Centered Relating
Centered relating adalah relasi yang paling mendalam di antara dua
pribadi, yaitu suatu relasi psikologis dengan dasar fisik/biologis yang besar,
yang didalamnya prototipenya adalah relasi antara ibu dan anak. Centered
relating dibantu oleh fungsi mirroring ketika ibu mencerminkan pada bayi
mood si bayi dan dampaknya pada ibu, sementara bayi mencerminkan kembali
pada ibu apa pengalaman yang dirasakannya tentang mothering yang dilakukan
ibu.
2. Centered Holding
Terciptanya transitional space dan terciptanya centered relating
merupakan hasil kontribusi aktif ibu dan bayi. Namun demikian, ibulah yang
memegang tanggung jawab atas perkembangannya. Kemampuan ibu
menyediakan ruang dan materi untuk centered relating melalui physical
handling dan mental preoccupation dengan bayi disebut centered holding.
3. Contextual Holding
Contextual holding memberikan perluasan lingkungan dari kehadiran
ibu, memberikan bayi bertumbuhnya kesadaran akan perasaan otherness-nya,
namun hanya centered relating yang memberikan rasa keunikan individunya.
Contextual holding terjadi pada berbagai tingkatan. Pada lingkaran terluar, ada
tetangga, kemudian di lingkaran lebih dekat ada kakek-nenek dan kemudian
keluarga. Lebih dalam lagi ada contextual holding yang diberikan ayah untuk
ibu dan bayi. Lingkaran terdalam adalah contextual holding yang
diberikan/disediakan ibu untuk dirinya sendiri dan bayinya. Pada lingkaran ini
adalah centered holding yang di dalamnya ibu dan bayi berkomunikasi dan
berinteraksi, saling berbagi, membangun dan mengubah dunia internal mereka
melalui centered relationship.
C. Jati Diri dan Diri Palsu

Kesejatian dan kepalsuan di dalam diri berkaitan dengan hubungan sejati, yang
mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan dan gerak-gerak
isyarat dari “diri” dengan keterlibatan dan pengenalan yang memadai akan realitas
lain yang tidak memenuhi semua harapan atau keinginan. Paradigma relasional
merupakan citra paradigmatik yang sangat berbeda dari citra yang ada pada
psikolog-psikolog humanistik yang bahwa untuk bertumbuh ke arah manusia
otonom yang mengaktualisasdikan diri sendiri, inti potensi, manusia hanya
membutuhkan pemeliharaan dan pemuasan yang tepat.

Winnicott mempunyai konsep “diri sejati’ dan “diri yang palsu”. Konsep ini
mengacu pada hubungan pengasuhan ibu dan bayi jika hubungan pengasuhan
terhadap bayinya cukup baik, maka pada saat bayi itu berkembang melalui 3
tahapan : ketergantungan mutlak, ketergantungan relatif dan mandiri relatif, ia akan
mampu mengembangkan pemahaman atau kesadaran sejati mengenai kekuasaan-
kekuasaan dirinya di dalam relasinya dengan kekuasaan dan autoritas sejati dari
dunia objek. Hasil akhir dalam diri palsu itu adalah orang-orang yang memakai
“topeng” untuk memenuhi atau kebutuhan lingkungan sosialnya atau orang-orang
penting di dalam hidupnya sedemikian rupa sehingga diri sejatinya yang
seharusnya ada jika seseorang dibiarkan hidup sesuai dengan keinginannya
tampaknya hilang atau tidak ada sama sekali.
JOHN B. WATSON

A. Pandangan utama Watson

Beberapa pandangan utama Watson:

1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud


dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan
jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban
terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga
termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert,
learned dan unlearned
2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku
manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind
mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan
melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind
secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan
dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak
dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-
beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman
filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak
heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan
berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi popular
4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi
adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh
habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin,
merangkak, dan lain-lain.
6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar
perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum
utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov
dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses
conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia
(subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak
kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi
melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat
dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang
bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli
dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan
kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam
psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen
terkontrol.
B. Percobaannya pada Little Albert
John Watson memiliki banyak prestasi sepanjang karirnya sebagai seorang
psikolog, salah satu yang paling populer adalah eksperimennya tentang “Little
Albert”, seorang anak berusia sebelas bulan yang tinggal di rumah perawatan anak-
anak invalid, karena ibu dari si anak bekerja disitu. Albert menyukai tikus putih.
Sekarang takut ingin diciptakan. Ketika Albert menyentuh tikus itu, lempengan
baja dipukul keras tepat di belakang kepalanya. Albert tersentak, tersungkur
menelungkupkan mukanya ke atas kasur.
Proses ini diulang berulang kali: kali ini Albert tersentak, tersungkur dan mulai
bergetar ketakutan. Seminggu kemudian ketika tikus diberikan kepadanya, Albert
ragu-ragu dan menarik tangannya ketika hidung tikus itu menyentuhnya. Pada
keenam kalinya, tikus diperlihatkan dengan suara keras pukulan baja. Rasa takut
Albert bertambah dan ia menangis keras. Akhirnyam kalau tikus itu muncul
walaupun tidak ada suara keras, Albert mulai menangis, membalik dan berusaha
menjauh. Kelak, bukan saja takut pada tikus, juga kelinci, anjing baju berbulu dan
apa saja yang mempunya kelembutan seperti bulu tikus. Albert menjadi patologis.
Nasib Albert tidak diketahui dan belum sempat disembuhkan.
C. Studi Emosi Watson
1. Rasa takut bisa diamati ketika bayi tiba-tiba melompat/dengan nafas memburu
tangannya menggenggam kuat-kuat, menutup mata, terjatuh, dan menangis.
2. Rasa marah adalah respon yang tidak dipelajari, terkait dengan pergerakan
tubuh.
3. Rasa cinta awalnya juga merupakan respon yang otomatis muncul karena
tekanan kecil pada kulit, gelitikan, diguncang ringan dan elusan.
B.F. SKINNER
A. Asumsi Dasar
1. Perilaku itu terjadi menurut hukum tertentu (behavior is lawful).
Walaupun mengakui bahwa perilaku manusia adalahorganisme yang
berperasaan dan berpikir, namun Skinnertidak mencari penyebab perilaku di
dalam jiwa manusia danmenolak alasan-alasan penjelasan dengan
mengendalikankeadaan pikiran (mind) atau motif-motif internal
2. Perilaku dapat diramalkan (behavior can be predicted).
Perilaku manusia (kepribadiannya) menurut Skinner ditentukanoleh
kejadian-kejadian di masa lalu dan sekarang dalam duniaobjektif dimana
individu tersebut mengambil bagian
3. Perilaku manusia sapat dikontrol (behavior can be controlled)
Perilaku dapat dijelaskan hanya berkenaan dengan kejadianatau situas-
situasi antaseden yang dapat diamati. Bahwakondisi sosial dan fisik di
lingkungan sangat penting dalammenentukan perilaku.
D. Dinamika Kepribadian
1. Conditioning
Skinner (1953) mengenali dua bentuk pengondisian, klasik dan operan.
Melalui pengondisian klasik (yang disebut Skinner sebagai pengondisian
responden), suatu respon diperoleh dari sebuah organisme dengan suatu
stimulus yang spesifik dan dapat diidentifikasi. Dengan pengondisian operan,
sebuah perilaku dibuat lebih mungkin untuk terjadi saat diberikan penguatan
secara langsung.
Salah satu perbedaan antara pengondisian klasik dan operan adalah
bahwa pada pengondisian klasik, perilaku diperoleh dari organisme, sementara
dalam pengondisian operan, perilaku terpancar.
a. Pengondisian Klasik
Mekanisme pengondisian klasik, yaitu dengan memasangkan suatu
stimulus netral (conditioned) bersama suatu stimulus yang tidak
dikondisikan (unconditioned) sampai mampu membawa respons yang
sebelumnya tidak dikondisikan menjadi respons terkondisi. Perilaku refleks
sebagai contoh paling sederhana. Sinar yang ditujukan ke mata
menstimulus pupil untuk menutup; makanan yang diletakkan di lidah
membuat air liur keluar; dan lada di lubang hidung mengakibatkan refleks
bersin. Dengan perilku refleks respons tidak dipelajari, tidak bersifat
sukarela, dan umum, tidak hanya dalam satu spesies, namun pada spesies-
spesies lainnya. Akan tetapi, pengondisian klasik tidak terbatas hanya pada
refleks sederhana. Pengondisian ini juga dapat bertanggung jawab atas
dasar pembelajaran manusia yang lebih kompleks, seperti fobia, ketakutan,
dan kecemasan.
Contoh awal dari pengondisian klasik dengan manusia dideskripsikan
oleh John Watson dan Rosalie Rayner pada tahun 1920, yang
mengikutsertakan seorang anak laki-laki Albert B. Albert adalah seorang
anak berusia 9 bulan yang normal dan sehat, dan tidak takut menunjukan
rasa takut pada objek-objek, seperti tikus putih, kelinci, anjing, monyet
yang mengenakan topeng, dan lainnya. Saat Albert berusia 11 bulan,
peneliti kemudian mengenalkannya dengan seekor tikus putih. Saat Albert
mulai menyentuh tikus tersebut, salah satu peneliti kemudian memukul
suatu palang di belakang kepala Albert. Albert langsung menunjukan tanda-
tanda ketakutan walaupun tidak menangis. Kemudian, saat ia baru
menyentuh tikus tersebut dengan tangan yang lain, peneliti mulai memukul
palang tersebut. Sekali lagi, Albert mulai merasakan ketakutan dan mulai
menangis. Seminggu kemudian, Watson dan Rayner mengulangi prosedur
yang tersebut beberapa kali sampai pada akhirnya mereka memberikan
tikus putih tanpa diringi suara pukulan palang yang tiba-tiba tersebut. Pada
saat itu, Albert telah belajar untuk takut pada tikus tersebut dan dengan
cepat mulai merangkak menjauhinya.
Beberapa hari kemudian, para peneliti memberikan Albert beberapa
balok. Ia tidak menunjukan rasa takut. Kemudian mereka menunjukan tikus
tersebut tersebut dan Albert menunjukan rasa takut. Lalu mereka
menawarkan kembali balok tersebut. Tidak ada rasa takut. Mereka
melanjutkan ini dalam eksperimen, dengan menunjukan seekor kelenci
pada Albert. Albert langsung menangis dan merangkak menjauhi kelenci
tersebut. Watson dan Rayner kemudian menunjukan lagi balok tersebut
kepada Albert, lalu menunjukan seekor anjing, lalu balok lagi, lalu sebuah
jaket bulu, dan kemudian sepaket wool. Untuk semua objek kecuali balok,
Albert menunjukan rasa takut. Terakhir, Watson membawa sebuah topeng
sinterklas yang membuat Albert menunjukan rasa takut. Eksperimen ini,
yang tidak pernah diselesaikan karena ibu Albert kemudian ikut campur,
mendemonstrasikan empat hal. Pertama, bayi mempunyai beberapa, kalau
ada, ketakutan bawaan terhadap binatang; kedua, mereka dapat belajar
untuk takut pada binatang apabila diberikan dalam sebuah asosiasi dengan
stimulus yang tidak menyenangkan; ketiga, bayi dapat membedakan antara
tikus putih yang berbulu dengan balok kayu yang keras, sehingga rasa takut
mereka terhadap tikus tidak digeneralisasikan untuk takut pada balok; dan
keempat, ketakutan akan tikus putih yang berbulu dapat digeneralisasikan
untuk binatang lain serta untuk objek-objek putih yang berbulu.
b. Pengondisian Operan
Walaupan pengondisian klasik bertanggung jawab atas beberapa
pembelajaran manusia, Skinner yakin bahwa kebanyakan perilaku manusia
dipelajari melalui pengondisian operan. Kunci dari pengondisian operan
adalah penguatan yang langsung dari sebuah respons. Kemudian, penguatan
akan meningkatkan kemungkinan dari perilaku yang sama untuk terjadi
lagi. Selama 60 tahun dari karirnya, Skinner mengidentifikasi sejumlah
prinsip mendasar darioperant conditioning yang menjelaskan bagaimana
seseorang belajar perilaku baru atau mengubah perilaku yang telah ada.
Perinsip utamanya terdiri atas: pembentukan, penguatan, hukuman, dan
eliminasi.
2. Penguatan
Menurut Skinner (1987a), penguatan (reinforcement) memiliki dua
efek; memperkuat perilaku dan memberikan penghargaan pada orang tersebut.
Oleh karena itu, penguatan dan penghargaan tidak sama. Setiap perilaku yang
diberi penguatan tidak selalu bersifat memberikan penghargaan atau
menyenangkan bagi orang tersebut. Sebagai contoh, orang-orang diberi
penguatan untuk bekerja, namun banyak yang menemukan bahwa pekerjaan
mereka membosankan, tidak memberikan penghargaan apa pun.
Penguatan dapat dibagi menjadi yang menghasilkan lingkungan yang
bermanfaat dan yang mereduksi atau menghindari kondisi yang merusak.
Penguatan pertama disebut penguatan postif (positive reinforcement) dan yang
kedua disebut penguatan negatif (negative reinforcement).
a. Penguatan Positif
Eksperimen Thorndike dan Skinner
menggambarkanreinforcement positif, suatu metode memperkuat perilaku
dengan menyertakan stimulus yang menyenangkan. Penguatan positif
merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan perilaku baik hewan
maupun manusia. Contoh umum dari penguatan positif, yaitu makanan, air,
seks, uang, dan kenyamanan fisik. Saat ditonjolkan dalam suatu perilaku,
masing-masing mempunyai kapasitas untuk meningkatkan frekuensi suatu
respons.
Bergantung pada situasi dan kondisi, penguatan positif dapat
memperkuat perilaku baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh, anak-anak kemungkinan mau bekerja keras di rumah
maupun di sekolah karena penghargaan yang mereka terima dari orang tua
maupun gurunya karena unjuk kerjanya yang bagus.
Salah satu penguatan yang umum untuk perilaku manusia adalah uang.
Banyak orang dewasa mengahabiskan waktunya berjam-jam untuk
pekerjaan mereka karena imbalan upah. Untuk individu tertentu, uang dapat
juga menjadi penguat untuk perilaku yang tidak diinginkan, seperti
perampokkan, penjualan obat bius, dan penggelapan pajak.
b. Penguatan Negatif
Penguatan negatif adalah menghilangkan suatu stimulus yang tidak
disukai dari suatu situasi dan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa
perilaku sebelumnya akan terjadi. Ada dua tipe reinforcement negative:
mengatasi dan menghindari.
Tipe pertama (mengatasi), seseorang melakukan perilaku khusus
mengarah pada menghilangkan stimulus yang tidak mengenakkan. Sebagai
contoh, jika seseorang yang sakit kepala mencoba berbagai jenis obat baru
pengurang rasa sakit dan sakit kepalanya cepat hilang, maka orang ini
kemungkinan akan menggunakan obat itu kembali ketika terjadi lagi sakit
kepala.
Tipe kedua (menghindari), seseorang melakukan suatu perilaku
menghindari akibat yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, seorang
pengemudi kemungkinan mengambil jalur tepi jalan raya untuk
menghindari tabrakan beruntun, pengusaha membayar pajak untuk
menghindari denda dan hukuman, dan siswa mengerjakan pekerjaan
rumahnya untuk menghindari nilai buruk.
3. Hukuman (Punishment)
Apabila reinforcement memperkuat perilaku, hukuman justru
memperlemah, mengurangi peluangnya terjadi kembali di masa depan. Sama
halnya dengan penguatan, ada dua macam hukuman; positif dan negatif.
Hukuman positif, mengurangi perilaku dengan memberikan stimulus yang
tidak menyenangkan bila perilaku itu terjadi. Orang tua memberikan hukuman
positif ketika mereka memukul, memarahi, atau meneriaki anak karena perilaku
yang buruk. Masyarakat menggunakan hukuman positif ketika mereka
menahan atau memenjarakan seseorang yang melanggar hukum.
Hukuman negatif (peniadaan), mengurangi perilaku dengan menghilangkan
stimulus yang menyenangkan jika perilaku terjadi. Taktik orang tua yang
membatasi gerakan anaknya atau mencabut beberapa hak istimewanya karena
perbuatan anaknya ang buruk merupakan contoh hukuman negatif.
Kontroversi yang besar terjadi manakala membicarakan apakah hukuman
meupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau meniadakan perilaku yang
tidak diinginkan. Eksperimen dalam laboratorium membuktikan bahwa ketika
hukuman digunakan dengan bijaksana, justru menjadi metode yang efektif
dalam mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Namun demikian, hukuman
memiliki beberapa kelemahan.
Ketika seseorang di hukum hingga dirinya merasa menderita, ia menjadi
marah, agresif atau reaksi emosional negatif lainnya. Mereka mungkin
menyembunyikan bukti-bukti perilaku salah mereka atau melarikan diri dari
situasi buruknya, seperti halnya seorang anak lari dari rumah.
Hukuman mungkin mengeliminasi perilaku yang dikehendaki bersamaan
dengan hilangnya perilaku yang tidak dikehendaki. Sebagai contoh, seorang
anak yang dipukul karena membuat kesalahan di depan kelas kemungkinan
tidak berani lagi tunjuk jari. Karena alasan dan beberapa alasan lainnya, banyak
pakar psikologi yang merekomendasikan bahwa hukuma hanya boleh
dilakukan untuk mengontrol perilaku ketika tidak ada alternatif lain yang lebih
realistis.
4. Pembentukan (shaping)
Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk
mengajari perilaku hewan dan manusia yang belum pernah mereka lakukan
sebelumnya. Dalam cara ini, guru memulainya dengan penguatan kembali suatu
respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara
berangsur-angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, Skinner membuat mesin untuk percobaannya dalamoperan
conditioning yang dinamakan dengan “Skinner Box” dan tikus merupakan
objek yang digunakannya dalam percobaan. Skinner meletakan tikus yang lapar
di dalam “Skinner Box”, kemudian binatang tersebut akan menekan sebuah tuas
yang membuat dulang makanan terbuka, sehingga diperoleh penguatan dalam
bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan
memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya, akan
memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk ke dalam
Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya seraya melihat
situasi sekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut
tikus menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus
melakukan hal tersebut, maka ia akan mendapatkan makanan; penekanan tuas
diperkuat dengan penyajian makanan tersebut. Sehingga tikus tersebut akan
menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan
tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan tuas dia akan
mendapatkan makanan dan tikus tersebut akan sering kali mengulangi
perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan
menghilangkan penguatannya.
Berdasarkan eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah penguatan atau
dapat disebut reinforcement, yaitu setiap kejadian yang meningkatkan ataupun
mempertahankan kemungkinan adanya respons terhadap sesuatu yang
diinginkan. Biasanya penguatan berupa sesuatu yang dapat menguatkan
dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa
lapar dan air yang dapat memuaskan rasa haus).
5. Eliminasi (Extinction)
Penguatan sebagaimana dalam penguatan klasik, respons yang dipelajari
dalam pengondisian operan tidak selalu permanen. Di dalam pengondisian
operan, eliminasi merupakan kondisi dari perilaku yang dipelajari dengan
menghentikan penguat dari perilaku tersebut. Jika seekor tikus telah belajar
menekan tuas untuk menerima makanan, tingkat penekanannya pada tuas akan
berkurang dan akhirnya berhenti sama sekali jika makanan tidak diberikan.
Pada manusia, menarik kembali penguat akan menghilangkan perilaku yang
tidak diinginkan.
DOLLARD MILLER
A. Dinamika Kepribadian
1. Motivasi-Dorongan (Motivation-Drives)
Dollard dan Miller sangat memperhatikan motivasi atau drive. Dalam
kehidupan manusia banyak sekali muncul dorongan yang harus dipelajari.
Secondary drives berdasarkan dorongan seperti cemas, takut, gelisah.
Sedangkan, primary drivesberdasarkan dorongan primer seperti lapar,haus dan
seks. Dollar dan Miller juga mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan
primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi penguat yang primer
ternyata juga diganti dengan penguat sekunder. Misalnya,senyum orang tua
secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas pemberian makanan,
penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan lainnya. ”senyum”
akan menjadi penguat sekunder yang sangat kuat bagi bayi sampai dewasa.
2. Proses Belajar
Dollard dan Miller melakukan eksperimen rasa tajut terhadap tikus. Yang
memperlihatkan prinsip belajar. Peralatannya adalah :
 Kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit.
 Kotak itu diberi sekat yang dapat dilocati tikus.
 Sisi yang satu di beri warna putih dan sisi lain diberi warna hitam.
 Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian kejutan listirk pada kotak
putih yang telah diberi kejutan listrik akan membuat tikus kesakitan, tikus
merespon bel sebagai tanda ada kejutan listrik disebut Classical
Conditioning. Kotak itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus. Pembunyian
bel selalu dibarengi dengan pemberian kejutan listrik yang membuat tikus
meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Respon tikus meloncati sekat
disebut Instrumental Learning. Setelah tikus belajar meloncat untuk
menghindari rasa sakit, percobaan kemudian ditingkatkan dan mengganti
sekatan dengan memasang pengumpil yang harus ditekan tikus unyuk
membuka sekat hitam. Ternyata tikus berhenti menabrak sekat dan
menemukan cara lain yaitu dengan menekan pengumpil untuk membuka
sekat hitam. Pengganti tingkah laku pada tikus dari menabrak sekt menjadi
menekan pengumpil disebut Extinction. Primary Drive (rasa sakit)
memunculkan Secondary Drive(rasa takut) yang kemudian memotivasi
tingkah laku organisme.
Inilah kemudian yang menjadi empat komponen utama belajar, yakni
drive,cue,response,dan reinforcement.
a. Drive : Stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya
kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Terbagi menjadi 2:
Primary Drive dan Secondary Drive.
b. Cue: Stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon yang
sesungguhnya. Isyarat yag ada dalam proses belajar.
c. Reasioning : Pemecahan masalah atau pertimbangan logika, tidak
memerlukan try and error terleih dahulu dapar memecahkan masalah
dengan cepat.
d. Response: Aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard dan Miller
sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon itu harus
terjadi lebih dahulu.
e. Reinforcement : Agar belajar terjadi, harus ada reinforcement atau hadiah.
Dollard dan Miller mendefinisikan reinforcement sebagai drive pereda
dorongan (Drive Reduction).
Contoh : Adi lapar (Primary Drive) ia menjadi cemas (Secondary Drive)
selanjutnya ada pilihan yang dapat Adi pilih(Cue) meminta kepada teman atau
membeli ke kantin sekolah. Akhirnya, Adi memilih untuk membeli makanan
ke kantin(Respon) jadi, Adi tidak merasa lapar lagi(Reinforcement).
3. Proses Mental
a. Generalisasi Stimulus
Menurut Dollard dan Miller, ada dua tipe interaksi individu dengan
lingkungannya. Pertama interaksi yang umumnya memiliki respon
berdampak segera (immediate effect) terhadap lingkungan dan
dituntun oleh cue dan atau situasi tunggal (segera menginjak pedal jika ada
anak ingin menyembrang jalan). Kedua respon menghasilkan isyarat (cue-
producing response) yang fungsi utamanya membuka jalan terjadinya
generalisasi atau diskriminasi.
Misalnya, Donita adalah fobia terhadap ambulan. Hal tersebut
dikarenakan pengalaman di masa lalunya yang berawal ketika Donita masih
duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas 2, dimana pada saat itu ia
melihat berbagai sosok mahluk halus yang menyeramkan di ambulan.
Semenjak saat itu, Ia menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan
melihat dunia gaib lewat Indra keenamnya dan juga karena hal tersebut
Donita fobia terhadap ambulan. Donita pun berusaha mengalahkan rasa
takutnya tersebut, namun semua usahanya sia-sia, lantaran hingga saat ini
ia masih kerap histeris terhadap berbagai jenis ambulans dan hal-hal yang
berhubungan dengan ambulans termasuk rumah sakit. Fobia Donita
terhadap ambulan juga mengakibatkan dirinya tidak mau dirawat di rumah
sakit, sekalipun ia sakit parah.
Sesuai dengan dinamika kepribadian Dollard & Miller, kasus fobia
yang dialami Donita terjadi karena adanya proses mental yang lebih tinggi,
yaitu adanya perluasan stimulus-respon. Fobia terhadap ambulan yang
disebabkan karena pengalamannya di masa lalu, dimana ia melihat berbagai
sosok mahluk halus yang menyeramkan di ambulan. Hal tersebut
mengakibatkan Donita menjadi fobia dengan ambulan dan berbagai hal
yang berhubungan dengan ambulan. Stimulus penyebab rasa takut pada
Donita bukan lagi disebabkan karena ia melihat atau mendengar bunyi
ambulans, namun karena adanya perluasan stimulus dan respon yaitu
pikiran mengenai ambulan dan ingatannya terhadap pengalaman melihat
berbagai sosok mahluk halus di ambulan. Tidak hanya itu, dalam dinamika
kepribadian Dollard & Miller terdapat generalisasi stimulus, dimana pada
kasus fobia yang dialami Donita terjadi adanya immediate effect (respon
yang berdampak segera). Ketika Donita melihat atau mendengar bunyi
ambulans, dengan segera ia meresponnya dengan histeris ketakutan bahkan
menangis.
b. Reasoning
Dollard & Miller dalam proses mental yang lebih tinggi ini juga
membahas mengenai reasoning. Reasoning merupakan proses pemecahan
masalah yang lebih efektif. Tidak memerlukan try and erroe lagi. Ada
proses berfikir yang biasanya disebut alur berfikir (train of thought)
sebelum individu tersebut melakukan kegiatan.
c. Bahasa (ucapan,fikiran,tulisan maupun sikap tubuh)
Bahasa sering digunakan untuk memberi label pada peristiwa yang
hampir sama agar dapat merespon berbeda peristiwa tersebut. Bahasa juga
mempengaruhi prilaku.
Misalnya, Adi memakan mangga muda pasti dengan sambal rujak
berbeda apabila mangga aromanis yang bisa langsung dimakan.
d. Secondary drives
Tingkah laku tak hanya semata-mata diatur olehprimary
drive tapi secondary drive juga mempunyai peran yang penting. Bahkan tak
jarang dorongan sekunder ini mengganti dan menutupi dorongan primer
karena dorongan sekunder yang lebih kuat dari pada dorongan primer.
Tetapi dorongan sekunder juga dapat menjadi lemah jika dorongan tersebut
berulang-ulang gagal mendapatkan reinforcement.
Misalnya, Anita ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya,
maka Anita setiap hari selalu membantu Ibunya memasak didapur, ternyata,
Ibunya tidak memberikan respon sebagai penguat(reinforcement). Yang
membuat Anita menangis dan tidak mau lagi membantu Ibunya.
4. Model konflik
a. Konflik Approach - Avoidance (Orang dihadapkan dengan pilihan nilai
positif dan negatif yang ada di satu situasi)
Contoh : Seseorang yang memilih untuk belajar mengendarai mobil,
didalam sisi positif jika seseorang itu bisa mengendarain mobil sendiri, ia
akan bisa melakukan sendiri tanpa perlu merepotkan orang lain. Tetapi
dalam sisi negatifnya, jika ada sesuatu yang terjadi pada saat ia
mengendarai mobil sendiri, ia akan menyelesaikannya sendiri yang pada
sebenernya ia juga membutuhkan bantuan orang lain.
b. Konflik Avoidance - Avoidance (Orang dihadapkan dengan dua pilihan
yang sama-sama negative)
Contoh : Seseorang yang sedang merasakan sakit gigi, di dalam sisi negatif
ia merasakan sakit jika tidak dibawa ke dokter. Jika ia ingin sembuh ia harus
ke dokter tetapi pada saat ia ke dokter ia takut karena banyak hal-hal yang
ia takuti seperti bor dan sebagainya. Disitulah orang dihadapkan pada dua
sisi yang negative.
c. Konflik Approach - Approach (Orang dihadapkan dengan pilihan yang
sama-sama positif)
Contoh : Seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan , ketika dua pilihan
itu sama-sama positif. Ketika orang itu diterima di dua universitas dan
diterima di fakultas yang ia inginkan, ia akan memilih universitas yang
lebih dekat dengan tempat tinggalnya walaupun pilihan tersebut sama-sama
positif baginya.
B. Psikopatologi
Tingkah laku konflik ada 5 asumsi dasar, yaitu :
1. Kecenderungan mendekat (gradient of approach),kecenderungan mendekati
tujuan positif semakin kuat kalau orang semakin dekat dengan tujuan tersebut.
2. Kecenderungan menghindar (gradient of avoidance),kecenderungan
menghindar dari stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat
degan stimulus negatif itu.
3. Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibanding dengan gradient of
approach.
4. Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau menghindar
akan meningkatkan tigkat gradient.
5. Jika ada dua respon bersaing, yang lebih kuat akan terjadi.

REFERENSI
Feist, J., & Feist., G. J. (2011). Teori Kepribadian (edisi 7). Jakarta: Salemba
Humanika.
Suryabrata, Sumadi. 2000. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Monte, Christopher, dkk. (2003). Beneath the Mask An Introduction to Theories of
Personaliy. USA : Hamilton Printing Company.

Anda mungkin juga menyukai