Anda di halaman 1dari 22

A.

Gambaran Umum Teori Relasi Objek

Klein menekankan pentingnya empat sampai enam bulan setelah kelahiran. Ia


juga menekankan bahwa dorongan-dorongan pada bayi (lapar, seks, dan lainnya)
dilandasi oleh sebuah objek, yaitu payudara, penis, vagina, dan seterusnya.
Menurut Klein, hubungan anak dengan payudara merupakan dasar dari sebuah
hubungan dan berperan sebagai prototipe dari hubungan selanjutnya, seperti ibu
dan ayah. Kecenderungan awal seorang bayi untuk menghubungkan bagian-
bagian dari suatu objek membuatnya mengalami suatu kondisi tidak realistis atau
serupa dengan khayalan yang memengaruhi hubungan interpersonalnya di
kemudian hari.

Selain teori Klein, ada beberapa teori lain yang juga berpendapat mengenai
pentingnya pengalaman awal seorang anak dengan ibunya. Margaret Mahler
percaya bahwa penginderaan pembentukan identitas seorang anak bergantung
pada tiga tahap hubungan dengan ibunya. Pertama, bayi memiliki kebutuhan dasar
untuk disayangi dan diasuh oleh ibunya; kemudian, mereka mengembangkan
hubungan simbiotik yang aman; dan akhirnya, mereka keluar dari lingkaran
perspektif ibunya dan membangun identitas individualis mereka. Heinz Kohut
berteori bahwa anak mengembangkan pengindraan diri selama periode awal
kehidupan bayi. Hal ini terjadi ketika orang tua dan yang lainnya memperlakukan
mereka layaknya bayi yang bisa mengenali identitas diri mereka sendiri. John
Bowlby menyelidiki kedekatan bayi dengan ibunya. Mary Ainsworth dan
partnernya mengembangkan teknik untuk mengukur tipe gaya kedekatan yang
dikembangkan seorang bayi terhadap orang yang mengasuhnya.

B. Biografi Melanie Klein

Melanie Reizes Klein lahir pada tanggal 30 Maret 1882 di Wina, Austria.
Ayahnya Dr. Moriz Reizes adalah seorang dokter yang bekerja dibidang obat-
obatan, yang kemudian bekerja sebagai asisten dokter gigi. Ibunya, Libussa
Deutsch Reizes memiliki sebuah toko tumbuhan dan reptil.
Hubungannya dengan ayah dan ibunya dirasa tidak sehat. Ia merasa diabaikan
oleh ayahnya, yang dipandangnya sebagai sosok yang dingin dan jauh. Sedangkan
dengan ibunya dirasakan sangat kaku, walaupun ia sangat mencintai dan
mengidolakan ibunya.

C. Pengantar Teori Relasi Objek

Teori relasi objek merupakan bagian dari teori Freud mengenai teori insting,
tetapi penyebabnya berbeda setidaknya dalam tiga hal, yaitu:

Teori Freud Teori relasi objek


menekankan dorongan-dorongan menekankan pentingnya pola
biologis yang konsisten dalam hubungan
interpersonal
Bersifat paternal dan menekankan pada Bersifat maternal yang
kekuatan kontrol ayah menekankan keintiman dan
pengasuhan ibu

Lebih memandang kesenangan seksual Lebih memandang kontak dan


sebagai motif utama tingkah laku hubungan sebagai motif utama
manusia tingkah laku manusia

D. Kondisi Psikis pada Bayi

Seorang bayi tidak memulai hidupnya sebagai individu yang kosong. Bayi
membawa presdiposisi untuk mengurangi pengalaman kecemasan yang dihasilkan
oleh dorongan insting hidup dan insting mati.

1. Fantasi

Seorang bayi sudah memiliki fantasia tau khayalan kehidupan yang


aktif. Fantasi ini merupakan representasi psikis dari ketaksadaran insting
id; yang tidak bisa dicampuradukkan dengan fantasi kesadaran yang
dimiliki oleh anak-anak dan orang dewasa. Muncul fantasi ketidaksadaran
lainnya yaitu Oedipus complex atau keinginan anak untuk menghancurkan
salah satu orang tuanya dan untuk terlibat secara seksual dengan orang tua
satunya. Fantasi ini dibentuk melalui kenyataan yang dialami dan
predisposisi bawaan.

2. Objek
Klein sependapat dengan Freud bahwa manusia memiliki dorongan
bawaan atau insting. Insting atau dorongan tersebut berupa objek. Klein
yakin pada masa bayi awal, anak sudah berkaitan dengan objek-objek
eksternal, misalnya dorongan lapar untuk mendapatkan payudara,
dorongan seksual, dan lain-lain baru kemudian bayi mulai berminat
dengan wajah dan tangan ibunya. Dalam khayalan aktifnya, bayi
mengintroyeksikan atau mencapai struktur psikis pada objek-objek
eksternal, misalnya penis ayahnya, tangan, dan wajah ibunya. Mereka juga
berkhayalan dengan menginternalisasikan objek dalam suatu istilah-istilah
yang berwujud dan konkret, contohnya mempercayai ibunya akan selalu
ada didalam dirinya. Klein berpendapat bahwa objek internal mempunyai
kekuatannya sendiri.

3. Posisi
Bayi mengatur pengalaman mereka berdasarkan posisi tertentu, dalam
usahanya untuk menghadapi dikotomi baik dan buruk atau dalam
menghadapi objek internal dan objek eksternal. Ada dua posisi, yaitu:
a. Posisi Paranoid-Schizoid

Cara bayi untuk mengatur pengalamannnya yang juga mengandung


perasaan paranoid sebagai pelaksana pemisahan objek internal dan
eksternal menjadi objek yang baik dan buruk.

b. Posisi Depresif

Kekhawatiran akan kehilangan objek yang dicintainya bergabung


dengan perasaan bersalah karena menginginkan kehancuran konstitusi
objek. Posisi depresif ini menghilang saat anak berkhayalan bahwa mereka
sudah membuat perbaikan dan mengenali bahwa ibunya tidak akan
menghilang selamanya, tetapi akan kembali setiap kali ia pergi. Saat posisi
depresif menghilang, anak menghapuskan pandangan mengenai ibu baik
dan ibu buruk.

E. Mekanisme Pertahanan Psikis


1. Introyeksi
Khayalan yang diperoleh bayi mengenai persepsi dan pengalaman
mereka dengan objek eksternal, yang asalnya dari payudara ibu.

2. Proyeksi
Khayalan yang dirasakan oleh seseorang dan impuls-impuls yang
sebetulnya dipindahkan pada orang lain, tidak berasal dari dalam diri
sendiri.

3. Pemisahan (splitting)
Memisahkan impuls-impuls yang tidak sesuai untuk mengatur
aspek-aspek baik dan buruk serta objek eksternal. Apabila pemisahan
dilakukan tidak secara ekstrem dan tidak kaku, maka bisa berdampak
positif dan bermaknabaik pada bayi maupun pada orang dewasa. Serta
memungkinkan seseorang untuk melihat aspek positif dan negatif pada
kepribadiannya sendiri dan membedakan antara kepribadian yang disukai
dan tidak disukai. Sebaliknya, jika pemisahan dilakukan secara berlebihan,
bisa menyebabkan represi patologis.

4. Identifikasi Proyektif

Bayi memisahkan bagian dari diri mereka yang tidak dapat


diterimanya.
5. Internalisasi
Hal ini berarti bahwa orang melakukan introyeksi, yaitu
memasukkan aspek eksternal kemudian diolahnya menjadi rangka kerja
yang bermakna secara psikologis.

1. Ego
Klein meyakini bahwa ego atau sifat mementingkan diri sendiri,
sudah matang padatahap yang jauh lebih awal daripada yang diperkirakan
oleh Freud.
2. Superego
Klein menyimpulkan bahwa semakin dewasa maka superego akan
menghasilkan perasaanbersalah dan inferior , tetapi analisisnya terhadap
anak-anak membuatnya percaya bahwa superego awal yang muncul pada
anak-anak bukan menghasilkan perasaan bersalah tetapi perasaan
terancam. Klein menyatakan bahwa superego berkembang sejalan dengan
perkembangan odipus complex dan akhirnya menyatudalam perasaan
bersalah yang realiistis setelah oedipus complex berkembang sepenuhnya
3. Oedipus Complex
Klein mengungkapkan bahwa oedipus complex terjadi bersamaan
dengan tahaporal dan anal , dan mencapai puncaknya pada tahap genital,
yaitu sekitar usia tiga atau empat tahun. Klein percaya bahwa bagian
terpenting dari oedipus complex adalah bahwa ketakutan anak akan
adanya ancaman dari orang tuanya karena anak berkhayal mengosongkan
tubuh orang tuanya. Klein juga menekankan pentingnya anak menjaga
perasaan positif terhadap kedua orang tuanya selama tahun Oedipal. Ia
berhipotesis bahwa selama tahap-tahap awal, Oedipus complex
menyediakan kebutuhan yang sama , baik anak laki-laki maupun
perempuan yaitu membangun sifat positif dengan objek yang baik dan
menyenangkan (payudara dan penis) dan menghindari objek yang buruk
dan menakutkan (payudara dan penis).
- Perkembangan Oedipal pada Perempuan
Perkembangan Oedipal feminin yaitu selama bulan pertama
dalam kehidupan , seorang anak melihat payudara ibunya
sebagai objekbaik atau buruk. Pada usia enam bulan
melihatnya sebagai hal yang positif, kemudian melihat ibunya
secara keseluruhan. Pada masa ini, seorang bayi berimajinasi
dan berkhayal bahwa penis ayahnya bisa memberikan beberapa
hal kepada ibunya seperti bayi, maka anak perempuan ini
mengembangkan hubungan positif terhadap penis ayahnya
dan berkhayal ayahnya bisa memenuhi dengan bayi-bayi.
Namun, anak perempuan ini akan merasa tersaingi dengan
ibunya. Ketika anak perempuan bisa melewati perkembangan
oedipus dengan mulus, maka akan menjadi feminin dan
mengembangkan hubungan positif dengan orangtuanya.
Namun pada situasi yang tidak terlalu ideal bayi perempuan
memiliki paranoid bahwa ibunya akan menyakitinya dengan
cara menyakiti dan mengambil bayi-bayinya,kecemasan ini
timbul dari dalam diri anak yang merasa dilukai ibunya.
Perasaan ini akan hilang ketika dia melahirkan bayi yang sehat.

Menurut Klein, rasa iri akan penis datang dari keinginan anak
perempuan untuk diinternalisasi oleh penis ayahnya dan memperoleh bayi
darinya. Khayalan ini menjadi penyebab semua hasrat akan penis
eksternal.

- Perkembangan Oedipal pada laki-laki


Anaklaki-laki memandang payudara ibunya sebagai objek
baik dan buruk. Pada bulan pertama anak laki-laki mengganti
tahap oralnya dari payudara menjadi penis ayahnya. Pada masa
ini,anak menjadi feminin dimana mengadopsi sikap
homoseksual pasif terhadap ayahnya, kemudian menjadi
hubungan heteroseksual dengan ibunya. Klein percaya bahwa
posisi homoseksual pasif ini merupakan faktor awal
terbentuknya hubungan heteroseksual yang sehat dengan
ibunya. Sederhananya, seseorang anak laki-laki harus memiliki
perasaan yang baik terhadap penis ayahnya terlebih
dahulu,sebelum dia menilai miliknya.

Klein percaya bahwa setiap orang terlahir dengan dua dorongan kuat,
insting hidup dan insting mati. Tahap yang paling penting dalam
kehidupan adalah beberapa bulan pertama yang merupakan tahap dimana
hubungan dengan ibu dan objek signifikan lainnya menjadi model untuk
hubungan interpersonal di kemudian hari. Kemampuan orang dewasa
untukmencintai atau membenci berasal dari relasi objek yang didapatkan
pada masa-masa awal kehidupannya.

F. Pandangan Mengenai Relasi Objek

Semenjak pemikiran Melanie Klein yang menggambarkan teori relasi objek


dengan sangat jelas dan kuat. Beberapa ahli turut mengembangkan teori ini.
Diantaranya adalah Margaret Mahler, Heinz Kohut, John Bowlby, dan Mary
Ainsworth.

1. Margaret Mahler

Margaret Schoenberger Mahler (1897-1985) lahir di Sopron,


Hongaria. Ia mendapatkan gelar kedokteran dari University of Vienna
pada tahun 1923. Setelah itu ia pindah ke New York dan menjadi
konsultan di Children’s Service of The New York State Psychiatric
Institute pada tahun 1938. Kemudian mengembangkan observasinya di
Masters Children’s Centre, New York. Pada tahun 1955 hingga 1974, ia
menjadi profesor psikiatri klinis di Albert Einstein College of Medicine.

Pada awalnya Mahler tertarik pada kelahiran psikologis individual


yang terjadi saat tiga tahun pertama kehidupan seseorang, yaitu ketika
seorang anak secara bertahap mengubah rasa aman menjadi rasa otonomi.
Gagasan ini berasal dari hasil observasi yang dilakukan oleh Mahler
sendiri yang membahas tentang perilaku anak yang terganggu dalam
berinteraksi dengan ibunya. Kemudian, ia juga turut mengobservasi bayi-
bayi normal yang telah dekat dengan ibunya selama 36 bulan pertama
kehidupannya.

Menurut Mahler, psikologis individu muncul pada minggu awal


pertama setelah kelahiran bayi tersebut dan berlanjut hingga tiga tahun
kemudian dan seterusnya. Menurut Mahler, kelahiran psikologis
(psychological birth) adalah seorang anak dapat menjadi individu yang
terpisah dari pengasuhnya (ibunya), sehingga akan mendorong munculnya
kepekaan akan identitas (sense of identity).

Kelahiran psikologis dan individu akan dapat dicapai, jika seorang


anak dapat melewati serangkaian proses yang terdiri dari tiga tahap
perkembangan utama (mayor) dan empat subtahap.

Tahap perkembangan mayor yang pertama adalah autisme normal


(normal autism). Tahap ini berlangsung dari lahir hingga pada usia tiga
atau empat tahun. Tahap ini digambarkan oleh Mahler dalam bentuk
perbandingan antara kelahiran psikologi dengan telur burung yang tidak
menetas. Menurut pandangannya, burung tersebut telah mampu untuk
memenuhi kebutuhan nustrisinya secara autis (tanpa adanya realitas
eksternal) karena asupan makanan yang dibutuhkan telah terdapat pada
cangkang telurnya. Hal ini dapat diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir,
yang memenuhi kebutuhan dasarnya dari asuhan ibunya yang kuat dan
protektif.

Hal tersebut tidak seperti yang Klein kemukakan tentang konsep rasa
takut yang dialami oleh bayi yang baru lahir. Mahler justru menekankan
pada periode tidur yang panjang dan narsisme awal yang absolut dimana
seorang bayi tidak menyadari kehadiran orang lain. Autisme normal
dipandang sebagai tahap “tanpa objek” yang berarti waktu yang
dibutuhkan si bayi untuk mencari payudara ibunya. Mahler juga tidak
setuju dengan gagasan Klein yang menyatakan bahwa bayi memasukan
payudara dan objek lain ke dalam egonya.

Bayi secara bertahap mulai menyadari bahwa mereka tidak dapat


memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga mereka mulai mencoba untuk
mengenali pengasuh utama mereka dan mencari simbol hubungan
(bounding) dengan mereka. Hal tersebut merupakan proses simbiosis yang
normal, yang merupakan tahap perkembangan kedua dalam teori Mahler.

Simbiosis normal (normal symbiosis) merupakan tahap mayor kedua


menurut Mahler. Tahap ini dimulai sekitar usia empat hingga lima minggu
dan akan mencapai puncaknya pada usia empat sampai lima bulan. Selama
masa ini “bayi berperilaku dan berfungsi layaknya ia dan ibunya adalah
sistem omnipotent, yang berarti satu kesatuan dalam batasan umum”. Hal
ini jika dianalogikan dengan telur burung, maka pada saat itulah cangkang
telur sudah mulai retak, akan tetapi membran psikologisnya masih dalam
bentuk simbiosis yang melindungi janinnya.

Simbiosis ini ditandai dengan adanya sinyal-sinyal dari bayi ke


ibunya. Bayi akan mengirimkan sinyal kepada ibunya yang akan
menunjukan bahwa dirinya sedang lapar, sakit, senang, dan sebagainya.
Selanjutnya sang ibu akan merespon sinyal-sinyal tersebut dengan caranya
sendiri, seperti menyusui, memegang, atau tersenyum. Pada usia ini, bayi
telah dapat mengenali wajah ibunya dan mempersepsikannya sebagai
perasaan senang atau sedih. Pada tahap ini, relasi dengan objek belum
dimulai. Ibu dan objek lainnya masih sekedar menjadi “praobjek” bagi
sang bayi.

Tahap perkembangan mayor yag ketiga adalah pemisahan individuasi


(separation individuation). Tahap ini berlangsung pada usia empat atau
lima bulan hingga pada usia tiga puluh sampai tiga puluh enam bulan.
Pada masa ini, anak-anak mengalami pemisahan secara psikologis dari
ibunya. Anak mulai mencapai perasaan individuasi dan mulai
menegembangkan identitas personal atau sering disebut dengan jati diri.
Pada tahap ini anak akan mengalami delusi omnipotence dan mulai
berusaha menghadapi ketakutan mereka terhadap ancaman eksternal
karena ia dan ibunya tidak lagi bersatu. Singkatnya sang anak mulai
belajar untuk mandiri.

Selain tiga tahap perkembangan yang utama, Mahler juga membagi


tahap-tahap perkembangan lainnya menjadi empat subtahap yang saling
tumpang tindih. Yang pertama adalah tahap diferensiasi yang terjadi pada
usia lima sampai tujuh bulan hingga sepuluh bulan. Perkembangan pada
tahap ini ditandai oleh pemisahan pada orbit simbiotik antara bayi dan
ibunya. Pada usia ini, senyuman kepada ibunya menandakan suatu ikatan
yang spesifik pada orang lain. Bayi-bayi yang sehat secara psikologis akan
memperluas keingintahuan mereka dengan dunia luar yang tidak ada
hubungannya dengan ibu mereka. Hal ini berkaitan dengan kecurigaan
akan kehadiran orang asing dan terhadap orang asing itu sendiri.
Sedangkan bayi yang tidak sehat akan merasa takut pada orang asing dan
cenderung untuk menghindarinya.

Proses pemisahan para bayi dengan ibunya secara fisik dapat terlihat
pada usahanya untuk merayap dan berjalan. Pada saat ini, mereka mulai
berlatih untuk memasuki subtahap pemisahan-individuasi yang terjadi
pada usia tujuh sampai sepuluh bulan hingga sekitar usia lima belas atau
enam belas bulan. Selama dalam subtahap ini, anak-anak dengan mudah
untuk mencirikan tubuhnya berdasarkan bentuk tubuh ibunya. Mereka juga
telah menentapkan suatu ikatan yang spesifik dengan ibunya dan mulai
mengembangkan satu ego yang otonomi. Anak-anak pada tahap awal
periode ini masih memiliki kecenderungan untuk tidak suka jika tidak
dapat melihat ibu mereka, sehingga mereka cenderung untuk mengikutinya
sebagai bentuk ketidaknyamanan jika ibunya pergi.
Pada usia enam belas hingga dua puluh lima bulan, anak-anak kembali
merasakan adanya kedekatan (rapprochement) dengan ibu mereka, dan
memiliki keinginan untuk kembali dekat dengan ibunya, baik secara fisik
maupun psikologis. Menurut Mahler, anak-anak pada usia ini memiliki
keinginan untuk saling berbagi setiap pencapaian keterampilan dan
pengalaman baru yang diperoleh dari ibunya.

Pada tahap rapprochement, anak-anak menunjukan tingkat kecemasan


yang lebih tinggi karena terpisah dengan ibunya dibanding pada tahap
sebelumnya. Hal ini dikarenakan peningkatan keterampilan kognitif yang
membuat mereka lebih sadar akan terjadinya pemisahan ini, sehingga
mereka mencoba berbagai macam cara untuk memperoleh kedekatan
dengan ibunya kembali seperti yang telah mereka rasakan dahulu. Usaha
ini tidak sepenuhnya berhasil, maka seringkali anak-anak akan bertengkar
dengan ibunya secara dramatis. Situasi ini disebut sebagai krisis
rapprochement (rapprochement crisis).

Subtahap yang terakhir dari teori Mahler adalah objek kesetiaan


konstan (libidinal object constancy) yang terjadi pada anak ketika berusia
tiga tahun. Selama masa ini, sang ibu akan direpresentasikan oleh anaknya
secara konstan kedalam diri mereka. Hal ini dilakukan sebagai usaha
pemakluman akan perpisahan terhadap ibunya secara fisik. Jika usaha ini
gagal, maka mereka akan tergantung sepenuhnya dan memerlukan
kehadiran ibunya secara fisik agar merasa aman.

Kunci utama dari Teori Mahler terletak pada uraiannya yang


membahas tentang kelahiran psikologis yang berdasarkan pengamatan
empiris pada hubungan ibu dan anak. Walaupun banyak dari teorinya yang
berasal dari reaksi bayi pada masa sebelum bayi dapat berbicara
(praverbal), gagasannya juga dapat dengan mudah untuk diterapkan pada
orang dewasa. Menurut Mahler setiap kesalahan yang diperbuat pada tiga
tahun pertama dari kelahiran psikologisnya, akan dapat menimbulkan
regresi menuju ke tahap belum tercapainya pemisahan dari ibu dan juga
pemahamannya terhadap identitas diri.

2. Heinz Kohut

Heinz Kohut (1931-1981) lahir di Wina dari orang tua Yahudi yang
berpendidikan dan berbakat. Pada saat perang dunia yang ke dua, ia
terpaksa pindah ke Inggris dan satu tahun kemudian menghabiskan
sebagian besar waktunya di Amerika Serikat. Ia menjadi dosen yang
profesional pada Department of Pscyhiatry, Universitas Chicago. Selain itu
dia juga merupakan anggota dari Chicago Institute for Psychoanalysis dan
dosen tamu kuliah psikoanalisis di University of Cincinnati. Kohut
merupakan seorang neurobiologis dan psikoanalisis. Kohut banyak
menyinggung tentang para psikoanalisis dan pada akhirnya dia
menerbitkan sebuah buku berjudul The analysis of The Self pada tahun
1971. Pada buku tersebut konsep mengenai ego diganti dengan konsep
mengenal diri sendiri.

Di dalam teorinya, Kohut lebih menekankan proses dimana diri (self)


berkembang dari suatu gambaran yang tak terdiferensiasi atau samar-
samar hingga menjadi identitas individu yang jelas dan tepat. Seperti
pencetus relasi objek lainya, dia juga memfokuskan awal hubungan ibu
dan anak sebagai dasar pemahaman perkembangan manusia di kemudian
hari. Kohut mempercayai bahwa inti dari kepribadian manusia adalah
adanya hubungan antar manusia dan bukanlah merupakan insting bawaan.

Menurut Kohut, pola pengasuhan dari orang dewasa tidak hanya


digunakan oleh bayi sebagai media untuk memuaskan kebutuhannya
secara fisik saja, akan tetapi juga untuk mencukupi kebutuhan dasar
psikologisnya juga. Demi memenuhi kebutuhan secara fisik dan psikologis
sang bayi, maka orang dewasa atau objek diri (selfobjects) akan
memperlakukan bayinya seperti dirinya sendiri. Contohnya adalah, orang
tua akan bertindak hangat, dingin, dan acuh tak acuh. Tindakan tersebut
dilakukan berdasarkan pada sebagian kelakuan dari bayi mereka.

Kohut menggambarkan diri sebagai “pusat dari alam semesta secara


psikologis dari setiap individu”. Menurutnya diri (sef) memberi keutuhan
dan konsistensi pada pegalaman seseorang yang relatif stabil dari waktu ke
waktu dan sebagai “pusat dari prakarsa dan penerima suatu impresi”. Diri
(self) juga merupakan fokus seorang anak pada hubungan antarpribadi,
yang merupakan awal dari terbentuknya hubungan dengan orang tua dan
objek lainnya.

Kohut percaya bahwa bayi memiliki sifat narsistik yang alami. Hal ini
berpusat pada diri sendiri dalam mencari kesejahteraan secara eksklusif
bagi diri mereka sendiri, serta adanya harapan agar dikagumi oleh orang
lain sebagai diri mereka sendiri dan atas apa yang telah mereka lakukan.
Kebutuhan narsistik menurut Kohut didasari oleh kebutuhan untuk
menampilkan kemegahan diri dan kebutuhan untuk mencapai suatu
gambaran yang ideal mengenai salah satu atau kedua orang tuanya.
Keinginan ini lahir ketika bayi mulai menghubungkan objek diri
“pencerminan” yang merefleksikan pembenaran dari tingkah lakunya.
Gambaran orang tua yang ideal berlawanan dengan gambaran diri yang
megah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gambaran bahwa ada
orang lain yang sempurna juga. Akan tetapi, gambaran tersebut
sebenarnya juga memenuhi kebutuhan narsistik mereka. Hal tersebut
dikarenakan oleh mereka yang mengadopsi sikap “Anda sempurna, akan
tetapi saya juga bagian dari diri anda”.

Kedua gambaran narsistik tersebut merupakan bagian yang penting


bagi pengembangan kepribadian yang sehat. Akan tetapi, hal tersebut
harus berubah seiring dengan masa pertumbuhannya menjadi dewasa. Jika
hal tersebut tidak dapat terjadi, maka di dalam dirinya akan timbul suatu
kepribadian narsistik secara patologis pada diri mereka ketika dewasa.
Gambaran akan kemegahan haruslah berubah menjadi suatu pandangan
yang realistis pada diri mereka sendiri. Gambaran orang tua yang ideal
juga haruslah tumbuh menjadi gambaran yang realistis pula. Kedua
gambaran ini tidak dapat hilang sama sekali.

Orang dewasa yang sehat tetap akan memiliki sikap-sikap yang positif
terhadap diri sendiri dan tetap akan memandang kualitas yang dimiliki
oleh orang tuanya tersebut. Orang dewasa yang narsistik berarti dirinya
tidak atau belum melampui kebutuhan yang bersifat kekanak-kanakan ini
dan tetap menjadi individu yang berpusat pada diri sendiri atau menjadi
pribadi yang masih bersifat kekanak-kanakan (childish).

Menurut Freud orang yang memiliki kecenderungan narsistik


semacam itu, merupakan calon yang lemah untuk psikoanalisis. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan pandangan Kohut yang menganggap
bahwa psikoterapi bisa berjalan secara efektif kepada paseien-pasien
semacam itu.

3. Teori Kedeketan John Bowlby

John Bowlby merupakan salah satu orang yang mengikuti pelatihan


dari Melanie Klein, khususnya pada bidang psikiatri anak. Pada tahun
1950-an, Bowlby merasa tidak puas dengan teori relasi objek, disebabkan
karena kurangnya teori motivasi dan kurang empirismya teori relasi objek.
Kemudian ia mengintegrasikan teori relasi objek dalam satu perspektif
yang evolusioner.

Teori kedekatan (attachment theory) yang dikemukakan Bowlby ini


mempercayai bahwa proses kedekatan pada masa anak-anak berdampak
penting pada saat masa dewasa. Bowbly mengamati tiga tahap kecemasan
dari perpisahan (separation anxiety). Pertama adalah tahap protes
(protest), yaitu dimana anak tidak tidak mau diasuh selain pngasuhnya
sendiri. Kemudian tahap putus asa (despair), tahap dimana bayi
menunjukkan reaksi ketika bayi terpisah dengan pengasuhya, misalnya
diam, sedih, lesu dan lain-lain. Tahap yang terakhir adalah tahap
melepaskan (detachment), pada tahap ini bayi mulai bisa melepaskan
orang lain secara emosional, mereka tidak lagi merasa kecewa jika
ditinggalkan oleh pengasuhnya.

Bowlby mengembangkan teori kedekatan yang dipublikasikan dalam


suatu trilogi yang berjudul Attachment and Loss. Ada dua asumsi utama
pada teori Bowlby ini, yaitu pertama adalah rasa aman yang dirasakan
anak yang diperoleh dari tanggung jawab dan hubungan pengasuhnya.
Kedua adalah suatu hubungan yang mengikat menjadi terinternalisasi dan
bertindak misalnya persahabatan dan cinta. Gaya kedekatan merupakan
suatu hubungan antara dua orang, bukan sebuah karakter yang diberikan
pada bayi oleh pengasuhnya. Hubungan ini merupakan hubungan dua arah
antara bayi dan pengasuhnya yang dapat mempengaruhi perilaku satu
sama lainnya.

4. Maria Ainsworth dan Teori Situasi Asing

Terpengaruh oleh teori dari Bowlby, Ainsworth dan rekan-rekannya


mengembangkan suatu teknik untuk mengukur jenis gaya kedekatan yang
ada antara pengasuh dan bayinya, yang dikenal situasi asing (strange
situation). Percobaan pada teknik ini menghasilkan tiga skala gaya
kedekatan, yaitu:

a. Rasa aman (secure attachment)

Bayi merasa gembira dan antusias ketika ibu mereka kembali dan
mau memulai kontak. Perasaan aman dan bergantung pada pengasuh
merupakan pondasi untuk keinginan bermain dan eksplorasi.

b. Cemas menolak (anxious-resistant)


Bayi bersifat ambivalen. Jika pengasuhnya meninggalkan mereka,
mereka akan menjadi kesal dengan cara yang tidak biasa. Namun,
ketika pengasuhnya kembali, mereka berupaya membina kontak
sekaligus juga menolak kedekatan dengan ibunya.

c. Cemas menghindar (anxious-avoidant)

Mereka sudah bisa menerima kehadiran orang asing walaupun


pengasuhnya meninggalkannya. Bayi yang tergolong dalam kedua jenis
gaya kedekatan yang diikuti perasaan tidak aman (cemas menghindar
dan cemas menolak) cenderung kurang memiliki kemampuan untuk
terlibat dalam permainan dan eksplorasi efektif.

G. Psikoterapi

Kepeloporan klein menggunakan psikoanalisis terhadap anak-anak tidak


diterima dengan baik oleh analis-analis lain selama tahun 1920-an hingga 1930-
an. Penolakan gagasan mengenai psikoanalisis terhadap masa kanak-kanak ini
terutama dilakukan oleh Anna freud, yang menyatakan bahwa terapis tidak dapat
mengembangkan transferens pada anak kecil yang masih sangat dekat dengan
orang tuanya karena mereka tidak memiliki khayalan yang tidak sadar. Oleh
karena itu, ia mengklaim bahwa anak kecil tidak bisa memperoleh keuntungan
dari terapi psikoanalisis. Sebaliknya, Klein percaya bahwa, baik anak-anak sehat
maupun yang mengalami gangguan akan memperoleh keuntungan dari
penanganan terapeutik, sementara anak yang sehat akan memperoleh keuntungan
dari analisis prophylactic. Klein bersih keras bahwa keberhasilan psikoanalisis
terhadap anak-anak ditentukan dengan adanya transferens negatif, sebuah
pandangan yang tidak disetujui Anna Freud dan psikoanalis lainnya.

Untuk memunculkan transferens negatif atau khayalan agresif, klein


menyediakan mainan kecil, crayon dll untuk anak kecil. Ia mengganti pendekatan
analisis mimpi dan asosiasi bebas dari Freud dengan terapi bermain. Klein
percaya bahwa anak kecil dapat mengekspresikan berbagai keinginan mereka
yang tidak sadar dan sadar melalui terapi bermain.
Tujuan dari terapi klein adalah mengurangi perasaan kecemasan yang
depresif dan ketakutan yang mengancam dan untuk mengurangi kekerasan objek
yang terinternalisasi. Untuk memenuhi kebutuhan itu, klein mendorong pasien-
pasiennya untuk mengalami kembali emosi dan khayalan awal, namun dengan
bantuan terapis. Tugas terapis adalah menunjukkan perbedaan antara kenyataan
dan khayalan serta antara tidak sadar dan yang sadar. Pasien juga diizinkan untuk
mengekspresikan transferens positif dan negatif. Situasi ini penting agar terbentuk
pemahaman pasien mengenai bagaimana khayalan tidak sadar berhubungan
dengan situasi sehari-hari. Setelah hubungan ini dibuat, pasien-pasien merasakan
berkurangnya penderitaan yang diakibatkan oleh objek yang diinternalisasinya,
berkurangnya kecemasan depresifnya, dan mampu memproyeksikan ketakutan
internal yang dialaminya pada dunia luar.

H. Penelitian Terkait

Teori relasi objek dan kedekatan terus mendorong dilakukannya beberapa


riset empiris. Contohnya, teori relasi objek digunakan untuk menjelaskan
terbentuknya gangguan makan (eating disorders). Penelitian ini berasumsi bahwa
ketidakmampuan anak untuk mengurangi perasaan cemas dan frustasinya
disebabkan pengasuhan orang tua yang tidak responsif dan tidak konsisten.
Penelitian lain yaitu dari Smolak dan Levine (1993) yang menemukan hubungan
antara bulimia dengan pemisahan yang berlebihan (overseparation atau
detachment) dari orang tua, sedangkan anoreksia berhubungan dengan tingkat
tingginya perasaan bersalah dan konflik seputar pemisahannya dengan orang tua.

1. Relasi Objek dan Gangguan Makan

Teori dan penelitian mengenai relasi objek dan gangguan makan sudah
diterapkan pada laki-laki dan perempuan. Salah satunya adalah yang dilakukan
oleh Steven Huprich dan rekan-rekannya (Huprich, Stepp, Graham & Johnson,
2004), yang membuktikan adanya hubungan antara gangguan pada relasi objek
dan gangguan makan pada wanita dan pria, mahasiswa perguruan tinggi. Sering
kali gangguan makan ditemukan pada wanita daripada pria. Peneliti melakukan
tiga pengukuran relasi objek dan tiga pengukuran gangguan makan pada peserta
untuk melihat apakah hubungan antara relasi objek dengan gangguan makan bisa
ditemukan pada pria, seperti ditemukannya hal ini pada wanita.

Peneliti menggunakan metode eksperimen dengan tiga pengukuran relasi


objek (1) ketergantungan hubungan interpersonal, (2) pemisahan individuasi, (3)
pengukuran umum pada relasi objek, yang mengukur pengasingan kedekatan yang
kurang kuat, egosentritas, dan ketidakcakapan sosial. Sementara, pengukuran
gangguan makan digunakan untuk mengukur (1) kecenderungan anoreksia, (2)
kecenderungan bulimia, serta (3) pengindraan kontrol seseorang dan keyakinan
diri pada pola makan kompulsif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
perbedaan jenis kelamin pada slah satu pengukuran relasi objek (skala
ketergantungan hubungan interpersonal). Pada pengukuran gangguan makan, skor
pada pria lebih rendah daripada skor pada wanita. Hal ini terlihat pada setiap skala
pngukuran gangguan makan. Dengan kata lain, gangguan makan dan
kecenderungan minum-minuman keras yang dialami pria tidak sebanyak yang
dialami wanita. Para pria juga tidak bergantung dalam hubungan interpersonal jika
dibandingan dengan wanita. Meskipun demikian, penelitian pada pria dan wanita
di perguruan tinggi menunjukkan hasil yang tumpang tindih. Penelitian ini
menyatakan bahwa walaupun ada perbedaan yang signifikan mengenai perbedaan
jenis kelamin, namun pengukuran ini tidak dapat membedakan secara jelas
mengenai ketergantungan hubungan interpersonal dan gangguan makan.

2. Teori Kedekatan dan Hubungan Orang Dewasa

Menurut Larsen, kelekatan antara bayi dan pengasuh utama membutuhkan


kontak fisik dengan seorang ibu yang hangat dan responsif serta hal itu amat
sangat penting untuk perkembangan psikologis bayi.

John Bowlby, Teori kedekatan (attachment) menekankan hubungan antara


orang tua dan anak. Cindy Hazan dan Phil Shaver (1987) melakukan kajian klasik
mengenai hubungan orang dewasa. Mereka memperkirakan bahwa tipe kedekatan
awal akan membedakan jenis, durasi, dan stabilitas hubungan percintaan orang
dewasa. Mereka juga memprediksi orang dewsa tipe penghindar akan mengalami
ketakutan akan kedekatan dan kekurangan kepercayaan. Di lain pihak, orang
dewasa yang ambivalen akan bersemangat dan terobsesi dengan hubungan-
hubungan mereka.

Pada kajian lain Hazan dan Shaver menyebutkan bahwa orang dewasa yang
memiliki kedekatan rasa aman memiliki kepercayaan dan kedekatan dalam
hubungan percintaan mereka, dibanding orang-orang tipe pengindar atau orang
cemas-ambivalen. Peneliti juga menemukan bahwa kehidupan percintaan oran
dewasa yang memiliki kedekatan rasa aman akan lebih bertahan lama. Selain itu,
mereka juga memandang hubungan percintaan yang lebih awet dan memiliki
sedikit kecenderungan untuk bercerai dibandingkan dengan orang tipe penghindar
atau cemas ambivalen.

Steven Rholes dan rekan-rekannya melanjutkan penelitian mengenai konsep


kedekatan dan hubungan romantis orang dewasa. Peneliti meramalkan bahwa
individu penghindar, tidak mencari informasi tambahan tentang perasaan dan
mimpi-mimpi terdalam pasangan mereka, sedangkan individu yang bersemangat
akan menyatakan suatu keinginan yang kuat untuk mendapatkan lebih banyak
informasi tentang pasangannya. Untuk menguji perkiraan mereka, rholes dan
rekan-rekannya melibatkan beberapa pasangan dalam sebuah laboratorium
psikologi untuk mengukur kedekatan informasi lainnya. Gaya hubungan diukur
dengan suatu kuesioner yang memuat pertanyaan tentang informasi diri sendiri,
seberapa cemas atau penghindar seseorang dalam hubungan romantis mereka.
Proses pencarian informasi diukur dengan tugas yang terkomputerisasi sehingga
memungkinkan setiap partisipan secara independen menyelesaikan beberapa
pertanyaan tentang hubungan mereka. Sejalan dengan perkiraan mereka dan teori
hubungan secara umum, individu penghindar akan menunjukkan sedikit
ketertarikan dalam membaca profil pasangan mereka, sementara individu
pencemas akan berusaha mencari informas tentang pasangannya dan cita-cita
mereka.
Peneliti tidak hanya menghubungkan gaya kedekatan seseorang dengan oran
tua dan pasangannya. Penelitian terbaru juga telah melihat peran gaya kedekatan
diantara para pemimpin dan pengikutnya. Para pemimpin akan berperan sebagai
pengasuh dan sumber keamanan, serupa dengan dukungan yang ditawarkan oleh
para pengasuh dan pasangan romanis. Para peneliti memperkirakan bahwa para
pemimpin gaya kedekatan rasa aman (bukan penghindar bukan pencemas) akan
lebih efektif dibanding dengan pemimpin yang tidak memiliki perasaan aman.

Untuk lebih memahami peran kedekatan dalam kepemimpinan, RRivka


Davidovitz dan rekan-rekannya (2007) mempelajari kelompok militer dan para
prajurit yang sedang bertugas.Prajurit akan menyelesaikan pengukuran tentang
keefektifan tugas mereka, tingkat kohesif unit militer mereka, dan mengukur
kondisi psikologis. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut mendukung
gagasan mengenai pentingnya gaya kedekatan pada berbagai tipe hubungan.
Penemuan terakhir mengenai sosio-emosional cukup mengejutkan para peneliti,
tetapi masuk akal dengan mempertimbangkan penemuan Rholes dan rekan-
rekannya. Gaya kedekatan pejabat tipe pencemas cenderung mencari informasi
mengenai perasaan prajurit mereka dan bagaimana mereka bisa berinterksi dengan
lainnya.

Kedekatan (attachment) merupakan konstruk psikologi kepribadian yang


secara terus menerus menghasilkan banyak penelitian penting. Saat kajian
mengenai teori kedekatan mulai memahami perbedaan dalam hubungan anak-
orang tua, penelitian terkini menyebutkan bahwa dinamika yang sama (gaya
kedekatan rasa aman, penghindar, dan pencemas) dinilai penting untuk memahami
konsep hubungan, mulai dari hubungan pasangan romantis hingga hubungan
pemimpin militer dan prajuritnya.
I. KelebihandanKelemahanTeori Relasi Objek
1. Kelebihan

Kegunaan yang paling penting dari teori relasi objek adalah kemempuannya
dalam mengorganisasi atau mengelola informasi tentang perilaku bayi. Di luar
masa kanak-kanak teori relasi objek kurang bermanfaat sebagai pengorganisasi
pengetahuan.

Sebagai panduan untuk para praktisi, teori relasi objek dinilai lebih baik
dibanding sebagai pengorganisasi data atau hipotesis teruji yang dihasilkannya.
Orang tua para bayi dapat belajar banyak tentang kehangatan, penerimaan, dan
pengasuhan yang baik. Psikoterapis menemukan teori ini berguna untuk
memahami dan bekerja dengan hubungan yang jelas yang dibentuk klien dengan
para terapisnya, yang mereka lihat sebagai pengganti orang tua.

2. Kelemahan

Teori relasi objek memiliki permasalahan dalam hal ketidakmampuannya


untuk diulang atau diuji kebenarannya, seperti halnya teori Freud (teori
psikoanalisis ortodoks). Kebanyakan gagasan didasarkan pada apa yang terjadi
dalam diri psikis seorang bayi sehingga asumsi tersebut tidak dapat diulang untuk
disangkal atau dibenarkan. Teori ini hanya memunculkan sedikit hipotesis yang
diuji. Di lain pihak, teori kedekatan dinilai tinggi dalam hal ketidakmampuannya
untuk diulangi.Kriteria kesederhanaan teori relasi objek dinilai rendah. Khususnya
pada teori Klien yang menggunakan frase-frase yang kompleks dan tidak perlu
dalam mengespresikan teorinya.
DAFTAR PUSTAKA

Fiest, Jess., Fiest, Gregory J. 2010. Teori Kepribadian. Edisi 7 Buku 1. Jakarta:
Salemba Humanika.

Friedman, Howard S., Schustack, Miriam W. 2006. Kepribadian: Teori Klasik


dan Riset Modern. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Larsen, Randy J., Buss, david M. 2002. Personality Psychology: Domain of


Knowledge About Human Nature. New York: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai