Anda di halaman 1dari 12

TEORI KEPRIBADIAN JOHN DOLLARD

DAN NEAL E. MILLER

USM

OLEH
RAHMAWATI MAHARDHIKA HARIADJI
F.131.18.0145

PROGRAM STUDI S1 – PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SEMARANG
2019
SEJARAH SINGKAT

1.1 Mengenal John Dollard


John Dollard dilahirkan di Menansha, Wisconsin pada tahun 1900. Ibunya
adalah seorang guru dan ayahnya adalah seorang masinis rel kereta api, dan
meninggal karena kecelakaan ketika Dollard masih sangat muda. Sang ibu yang
merupakan mantan guru sekolah memutuskan untuk pindah ke Madison dengan
maksud agar anaknya bisa lebih mudah belajar di University of Wisconsin hingga
akhirnya Dollard memperoleh gelar BA pada tahun 1922.
Dollard bertemu dengan Max Mason yang kemudian menjadi ayah kedua
baginya. Ketika Mason menjadi presiden University of Chicago, Dollard ikut pergi
dan bertindak sebagai asistennya dari 1926 – 1929. Kemudian pada tahun 1931
ia memperoleh gelar Ph.D sosiologi di University of Chicago dan belajar
psikoanalisis di Berlin Institute. Ia mengajar antropologi, psikologi, dan sosiologi
di Yale.
John Dollard sangat tertarik dengan isu mengenai ras di Amerika Serikat.
Teori Dollard terwarnai oleh studinya mengenai komunitas orang Hitam di
Amerika Selatan. Meski studinya lebih banya nuansa etnografi namun Dollard
juga melakukan pengamatan mengenai dinamika budaya dan perilaku dalam
pengaruhnya terhadap perkembangan kaum Hitam di Selatan.
Universitas Yale menunjuknya sebagai research associate bidang Psikologi
pada tahun 1932. Kesempatan inilah yang membuka hubungannya dengan ahli
psikologi dari Universitas Yale, Neal Miller. Bersama Miller ia melakukan studi
mengenai rasa takut dan keberanian dalam situasi perang. Subyek dalam
penelitiannya adalah 300 veteran perang era Abraham Lincoln. Temuannya
inilah yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1944 dalam buku yang berjudul
“Fear in Battle”, ditengah-tengah kesibukannya ia terus menulis hingga akhirnya
meninggal pada tanggal 8 Oktober 1980.
1.2 Mengenal Neal E. Miller
Neil A. Miller, dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus
1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931.
Ia meraih gelar M.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-
nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932
sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute
of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat beasiswa dari
Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti
pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina.
Dari tahun 1936 sampai tahun 1940 menjadi asisten dosen dan selanjutnya
lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada
tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek
penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke
Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell
di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966 dan
selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi
Fisiologis pada Universitas Rockefeller.
Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat
terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang
cermat tentang proses pemerolehan dorongan- dorongan, hakikat perkuatan,
dan penelitian tentang konflik.
TEORI KEPRIBADIAN

2.1 Struktur Kepribadian


Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan
Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara
stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam
kepribadian. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya,
kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya.
Contoh: “Alex seorang yang biasa terlambat masuk kelas, suatu ketika
Guru/ Dosen terlebih dahulu memasuki kelas sehingga Alex mendapat hukuman
tidak dapat mengikuti pelajaran. Peristiwa ini merupakan peristiwa unik yang
dapat merubah kepribadian Alex yang sering terlambat menjadi rajin masuk tepat
pada waktu nya.”
Dollard dan Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit
tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan
bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun
mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari
orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk
verbal. Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder
(secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative
stabil. Dorongan primer (primary drives) dan hubungan stimulus-respon yang
bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun
kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer
dan hubungan stimulus-respon bawaan ini menentukan taraf umum seseorang,
bukan membuat seseorang menjadi unik.

2.2 Dinamika Kepribadian


a. Motivasi – Dorongan (Motivation – Drives)
Dollard dan Miller sangat memusatkan perhatiannya pada motif- motif
penting seperti kecemasan atau dorongan. Dalam menganalisa
perkembangan dan elaborasi kecemasan inilah, Dollard dan Miller berusaha
menggambarkan proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif.
Dalam kehidupan manusia, banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari
(secondary drive) dari atau berdasarkan dorongan primer (primary drive) seperti
rasa lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari ini berperan sebagai wajah
semu yang berfungsi menyembunyikan dorongan bawaan. Kenyataannya,
dorongan primer sering tidak jelas. Sebaliknya yang sering dilihat adalah dampak
dari dorongan yang dipelajari seperti kecemasan, malu dan kebutuhan
kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan masa anak-anak atau dalam
periode krisis dapat dilihat dengan jelas beroperasinya dorongan primer.
Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang
diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata
juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder.
Contoh: “Senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan
dengan aktivitas (pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang
memberi kenyamanan lainnya). ”Senyum” akan menjadi penguat sekunder yang
sangat kuat bagi bayi sampai dewasa.”
Penting diperhatikan bahwa kemampuan hadiah (penguat sekunder)
untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah (penguat sekunder)
lama-kelamaan menjadi tidak efektif kecuali kalau hadiah (penguat sekunder) itu
kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer.

b. Proses belajar
Dollard dan Miller menyimpulkan dari eksperimen-eksperimennya bahwa
sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui
belajar rasa takut dan kecemasan. Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa
untuk bisa belajar, orang harus menginginkan sesuatu, mengenalinya,
mengerjakannya dan mendapatkannya (want something, notice something, do
something, get something). Empat komponen utama belajar tersebut, yaitu drive,
cue, response dan reinforcement.
 Drive
Drive adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong
terjadinya kegiatan. Kekuatan drive tergantung pada stimulus yang
memunculkannya. Dengan kata lain, semakin kuat drivenya maka, semakin
keras usaha tingkah laku yang dihasilkan. Drive sekunder atau drive yang
dipelajari diperoleh berdasarkan drive primer. Sesudah drive sekunder
dimiliki, maka drive ini akan memotivasi untuk mempelajari respon baru
sebagai fungsi dari drive primer. Kekuatan drive sekunder ini tergantung pada
kekuatan drive primer dan jumlah reinforcement yang diperoleh.
 Cue
Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan
respon yang sesungguhnya, isyarat yang ada dalam proses belajar. Jenis dari
kekuatan cue bervariasi dan variasi ini yang menentukan bagaimana
reaksinya.
 Response
Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard
dan Miller sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon
itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi tertentu, suatu stimulus
menimbulkan respon-respon yang berurutan disebut dengan initial hierarchy
of response.
 Reinforcement
Reinforcement menurut Dollard dan Miller sebagai drive pereda
dorongan (drive reduction). Reduksi drive menjadi syarat mutlak dari
reinforcement. Contoh: “Alex lapar (primary drive) ia menjadi cemas
(secondary drive) selanjutnya ada pilihan yang dapat Alex pilih (cue) meminta
kepada teman atau membeli ke kantin sekolah. Akhirnya, Alex memilih untuk
membeli makanan ke kantin (response) jadi, Alex tidak merasa lapar lagi
(reinforcement).”

c. Proses mental yang lebih tinggi


 Generalisasi stimulus (Stimulus generalization)
Generalisasi stimulus merupakan respon yang dipelajari dalam
kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain
yang berbentuk atau berwujud fisik yang mirip. Semakin mirip stimulus lain
itu dengan stimulus aslinya, maka peluang terjadinya generalisasi tingkah
laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar.
Contoh: “Kasus Donita adalah fobia terhadap ambulan. Hal tersebut
dikarenakan pengalaman di masa lalunya yang berawal ketika Donita masih
duduk di bangku sekolah dasar tepatnya kelas 2, dimana pada saat itu ia
melihat berbagai sosok mahluk halus yang menyeramkan di ambulan.
Semenjak saat itu, Ia menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan melihat
dunia gaib lewat Indra keenamnya dan juga karena hal tersebut Donita fobia
terhadap ambulan. Donita pun berusaha mengalahkan rasa takutnya tersebut,
namun semua usahanya sia-sia, lantaran hingga saat ini ia masih kerap
histeris terhadap berbagai jenis ambulans dan hal-hal yang berhubungan
dengan ambulans termasuk rumah sakit. Fobia Donita terhadap ambulan juga
mengakibatkan dirinya tidak mau dirawat di rumah sakit, sekalipun ia sakit
parah.”
Kasus fobia yang dialami Donita terjadi karena adanya proses mental
yang lebih tinggi, yaitu adanya perluasan stimulus-respon. Stimulus penyebab
rasa takut pada Donita bukan lagi disebabkan karena ia melihat atau
mendengar bunyi ambulans, namun karena adanya perluasan stimulus dan
respon yaitu pikiran mengenai ambulan dan ingatannya terhadap pengalaman
melihat berbagai sosok mahluk halus di ambulan. Lebih lanjut dalam dinamika
kepribadian Dollard & Miller terdapat generalisasi stimulus, dimana pada
kasus fobia yang dialami Donita terjadi adanya immediate effect (respon yang
berdampak segera). Ketika Donita melihat atau mendengar bunyi ambulans,
dengan segera ia meresponnya dengan histeris ketakutan bahkan menangis.
 Reasoning
Reasoning merupakan proses pemecahan masalah yang lebih efektif.
Tidak memerlukan try and error lagi. Ada proses berfikir yang biasanya
disebut alur berfikir (train of thought) sebelum individu tersebut melakukan
kegiatan. Reasoning memungkinkan seseorang menguji alternatif respon
tanpa nyata mencobanya sehingga mengangkat proses memilih tindakan.
Reasoning juga memberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan
tindakan pada masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi
lebih efektif.
 Bahasa
Bahasa merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning.
Dua fungsi pentingnya sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan
diskriminasi. Dengan memberi label yang sama terhadap dua atau lebih
kejadian yang berbeda, maka terjadi generalisasi untuk merespon yang
sama. Sebaliknya label yang berbeda terhadap kejadian yang hampir sama,
memaksa seseorang untuk merespon kejadian itu secara berbeda pula
(diskriminasi). Diskriminasi akan menimbulkan respon yang juga berbeda-
beda. Perbedaan antar stimuli dipengaruhi oleh faktor sosiokultural.

 Secondary drive
Tingkah laku tak hanya diatur oleh primary drive tapi secondary drive
juga mempunyai peran yang penting. Bahkan tak jarang dorongan sekunder
ini mengganti dan menutupi dorongan primer karena dorongan sekunderlah
yang lebih kuat dari pada dorongan primer. Kendatipun demikian dorongan
sekunder juga dapat menjadi lemah jika dorongan tersebut berulang-ulang
gagal mendapatkan reinforcement.
Contoh: “Seorang anak yang ingin mendapatkan kasih sayang dari
orang tuanya, maka, setiap hari ia selalu membantu ibunya memasak didapur,
namun, sang ibu tidak memberikan respon sebagai penguatan
(reinforcement), sehingga yang terjadi adalah sebaliknya, ia menangis dan
tidak mau lagi membantu Ibunya.”

d. Model konflik
 Konflik approach-avoidance
Pada konflik ini, orang dihadapkan pada pilihan nilai positif dan negatif
pada satu situasi. Contoh: “Seseorang yang memilih untuk belajar
mengendarai mobil, didalam sisi positif jika seseorang itu bisa mengendarain
mobil sendiri, ia akan bisa melakukan sendiri tanpa perlu merepotkan orang
lain. Tetapi dalam sisi negatifnya, jika ada sesuatu yang terjadi pada saat ia
mengendarai mobil sendiri, ia akan menyelesaikannya sendiri yang pada
sebenernya ia juga membutuhkan bantuan orang lain.”
 Konflik avoidance-avoidance
Pada konflik ini, orang dihadapkan pada pilihan yang sama-sama
negatif. Contoh: “Seseorang yang sedang merasakan sakit gigi, di dalam sisi
negatif ia merasakan sakit jika tidak dibawa ke dokter. Jika ia ingin sembuh ia
harus ke dokter tetapi pada saat ia ke dokter ia takut karena banyak hal-hal
yang ia takuti seperti bor dan sebagainya.”
 Konflik approach-approach
Pada konflik ini, orang dihadapkan pada pilihan yang sama-sama
positif. Contoh: “Seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan , ketika dua
pilihan itu sama-sama positif. Ketika orang itu diterima di dua universitas dan
diterima di fakultas yang ia inginkan, ia akan memilih universitas yang lebih
dekat dengan tempat tinggalnya walaupun pilihan tersebut sama-sama positif
baginya.”

Ketiga bentuk konflik tersebut mengikuti lima asumsi dasar mengenai


tingkah laku konflik, yaitu:
i. Kecenderungan mendekat (gradient of approach). Yaitu
kecenderungan mendekati tujuan positif semakin kuat kalau orang
semakin dekat dengan tujuannya itu
ii. Kecenderungannya menghindar (gradient of avoidance). Yaitu
kecenderungan menghindar dari stimulus negatif semakin kuat ketika
orang semakin dekat dengan stimulus negatif tersebut
iii. Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibandingkan
gradient of approach.
iv. Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau
menghindar akan meningkatkan gradient. Jadi meningkatnya motivasi
akan memperkuat gradient mendekati atau gradient menjauhi pada
semua tutuk jarak dari tujuan.
v. Manakala ada dua respon bersaing, maka yang lebih kuat yang akan
terjadi.

e. Ketidaksadaran
Dollard dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran tetapi, formula
analisis asal muasal faktor ini berbeda dengan pandangan Freud. Dollard dan
Miller membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua, yaitu pertama,
ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadari (seperti stimuli, drive
dan respon yang dipelajari) juga apa yang dipelajari secara nonverbal dan
detail dari berbagai keterampilan motorik, dengan kata lain suatu hal yang
dipelajari bayi (ketidaksadaran: stimuli, drive dan respon) sebelum bisa berbicara
sehingga tidak memliki label verbal. Kedua, berisi apa yang pernah disadari
tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi..
BAB III
APLIKASI

Berikut ini merupakan beberapa aplikasi dari teori Karen Horney:


1) Psikologi wanita
Sebagai pengikut Freud, Horney berangsur-angsur menyadari bahwa
pandangan psikoanalitik tradisional mengenai wanita tidak seimbang. Dia
kemudian mengembangkan sendiri teori psikologi wanita, yang menolak
beberapa konsep dasar Freud.
2) Perbedaan pria wanita
Menurut Horney, bukan sekedar perbedaan anatomi, tetapi lebih sebagai
perbedaan harapan sosial dan kultural. Pria yang menundukkan dan mengatur
wanita, dan wanita yang menghina atau mencemburui pria, mereka melakukan
hal itu karena kompetisi yang neurotik yang merajalela di berbagai masyarakat.
Menurut Horney, kecemasan dasarlah yang menjadi akar keinginan laki-laki
menaklukkan wanita dan keinginan wanita menghina laki-laki.
3) Odipus kompleks
Horney mengakui adanya odipus kompleks, hanya saja hal itu berhubungan
dengan kondisi lingkungan tertentu, bukan berhubungan dengan perkembangan
biologis. Kalau odipus kompleks itu hasil dari anatomi, maka peristiwa itu bersifat
universal sebagaimana yang dikemukakan Freud. Namun menurut Horney, tidak
ada bukti keuniversalannya. Menurutnya, odipus hanya ditemukan pada
beberapa orang dan itu merupakan ekspresi neurotik kebutuhan cinta, yang
bersam-sama dengan sembilan kebutuhan-kebutuhan lainnya muncul pada usia
dini. Anak-anak mungkin memeluk ibunya dan mengekspresikan kecemburuan
kepada kepada ayahnya, tetapi tingkah laku ini adalah usaha untuk
menghilangkan kecemasan dasar, bukan manifestasi anatomik odipus kompleks.
Bahkan kalau ada aspek seksual dalam tingkah laku odipus, tujuan utamanya
adalah rasa aman bukan hubungan seks.
4) Cemburu penis
Horney menolak konsep penis envy dari Freud, dan cenderung mengikuti
pikiran Adler. Banyak perempuan yang memiliki masculine protest. Keyakinan
patologik bahwa laki-laki lebih superior dari perempuan, yang kemudian menjadi
keingginan neurotik untuk menjadi laki-laki. Keinginan itu bukan karena cemburu
penis, tetapi lebih sebagai kecemburuan terhadap penilaian dan hak berlebih
yang diberikan budaya kepada laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Binpodo, “Teori Sosial Psikoanalitik”, (


https://sugithewae.wordpress.com/2012/02/01/teori-sosial-psikoanalitik/,
diakses tanggal 16 April 2019 ).

Cherry. Kendra, Updated 09 Maret 2019, “Contributions of Karen Horney to


Psychology”, ( https://www.verywellmind.com/karen-horney-biography-2795539,
diakses tanggal 16 April 2019 ).

Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.
ERESCO.

Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Schultz, Duane. 1981. Theories of Personality. California: Brooks/Cole Publishing


Company.

Anda mungkin juga menyukai