Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Latar Belakang Tokoh Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04
Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan
disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam
jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan
setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya
dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University.Beliau banyak terjun
dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai
eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima
anugerah American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahub
1980. Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh
keluarga dengan tingkah laku social dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti
tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama
mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup
untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua
fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat
terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang
menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi. B. Teori
Pembelajaran Sosial Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
yang tradisional (behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura
(1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip prinsip teori teori belajar perilaku, tetapi
memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat isyarat perubahan perilaku, dan
pada proses proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan
penjelasan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social manusia itu tidak
didorong oleh kekuatan kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus stimulus
lingkungan. Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan lingkungan yang dihadapkan pada
seseorang secara kebetulan ; lingkungan lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu
melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa
sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku
orang lain. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini
merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Ada dua jenis
pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi
melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan
ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain
yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan
melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku
model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat
mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari
oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai
secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara
langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai
model (Nur, M,1998.a:4). Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori
pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian
besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran
sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan
kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang
lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku
tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya. C. Teori
Peniruan ( Modeling ) Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John Dollard
dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan ( imitation ) merupakan hasil
proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan social learning
pembelajaran social . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah
memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak
menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan
maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan
peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak anak untuk menirukan tingkah laku
membaca. Dua puluh tahun berikutnya , Albert Bandura dan Richard Walters ( 1959, 1963 ) telah
melakukan eksperimen pada anak anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen
mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku
model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar
semacam ini disebut "observationallearning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura
(1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori
pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa mempertimbangan
aspek mental seseorang. Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam
diri(kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963)
terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk
dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-
anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam
video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan
oleh orang yang mereka tonton dalam video. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan
yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang
kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah
laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak
merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam
kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang
dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh
perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul
apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat
temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga.
Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad ke-
14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang mudah
kepada perkara yang lebih susah yaitu mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah
diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui pancaindera. Menrut Ibnu
Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah lembut dan bukannya dengan
kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh dibebankan dengan
perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan menyebabkan anak-anak tidak mau
belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan. D. Unsur Utama dalam Peniruan (Proses
Modeling/Permodelan) Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran
kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap
, yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi. 1) Perhatian
('Attention') Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek
memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya,
seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal
sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka "Sosial
Learning & Personality Development"menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain
pembelajaran dapat dipelajari. 2) Mengingat ('Retention') Subjek yang memperhatikan harus
merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu
kelak bila diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian
penting dari proses belajar. 3) Reproduksi gerak ('Reproduction') Setelah mengetahui atau
mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau
menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil,
bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang
saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku
yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan. 4) Motivasi Motivasi juga
penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus
melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan. E.
Ciri ciri teori Pemodelan Bandura 1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan 2.
Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain lain 3. Pelajar meniru
suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model 4. Pelajar
memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif 5. Proses
pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang
sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif F. Eksperimen Albert Bandura Eksperimen yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak anak meniru seperti
perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini
menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan
menggunakan pendekatan permodelan . Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar
terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan
dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar. Eksperimen Pemodelan
Bandura : Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk,
menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo. Hasil = Meniru apa yang dilakukan orng
dewasa malahan lebih agresif Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa
bermesra dengan patung besar Bobo Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti
kelompok A Rumusan : Tingkah laku anak anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah
hasil dari penguatan. Hasil Keseluruhan Eksperimen : Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang
lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif Gambar
Pemodelan Albert Bandura: G. Jenis jenis Peniruan (modelling) Jenis jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan Langsung Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran
social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses
perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai. 2. Peniruan Tak Langsung Peniruan Tak
Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak
yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya. 3. Peniruan
Gabungan Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu
peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara
mewarnai daripada buku yang dibacanya. 4. Peniruan Sesaat / seketika. Tingkah laku yang ditiru
hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh
dipakai di sekolah. 5. Peniruan Berkelanjutan Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam
situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya. Hal lain yang harus diperhatikan
bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut : 1. Tingkat tertinggi
belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi
perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara
perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata kata, tanda atau gambar daripada hanya melihat saja.
Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang
dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang sama, kemudian proses
meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar, atau
kaedah yang ditulis dalam buku panduan. 2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai
dengan nilai yang dimilikinya. 3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut
disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat. Teori belajar social dari
Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi
kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan,
hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh :
Penerapan teori belajar social dalam iklan sabun ditelevisi. Iklan selalu menampilkan bintang
bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli
sabun supaya mempunyai kulit seperti para bintang . Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian
antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri cirri model seperti usia,
status social, seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak
anak lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak anak juga cenderung
meniru model yang sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak anak yang sangat dependen
cenderung imitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi
antara ciri model dengan observernya. H. Kelemahan Teori Albert Bandura Teori pembelajaran
Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik
pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan
tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika
manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ),
sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru
tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat. I. Kelebihan
Teori Albert Bandura Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya ,
karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata mata reflex atas
stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan
dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya
conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social
menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak anak.
Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak anak, faktor social dan
kognitif. BAB III KESIMPULAN Teori Belajar Sosial , Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura
seorang ahli psikologi pendidikan dari Stanford University,USA. Teori pembelajaran ini
dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengalami pembelajaran dalam
lingkungan sekitarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku lingkungan dan
kejadian kejadian internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah
merupakan hubungan yang saling berpengaruh. Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat
disimpulkan sebagai berikut : 1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan
mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses
kognitif belajar. 2. komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi
terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar. 3. hasil belajar berupa kode-kode visual dan
verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel). 4. dalam perencanaan
pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen
skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan sense of efficacy dan self regulatory pembelajar. 5. dalam
proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan secara
mental sebelum latihan fisik, dan reinforcement dan hindari punishment yang tidak perlu.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/jokowinarto/teori-belajar-sosial-albert-
bandura_550094558133119a17fa79fd

http://www.kompasiana.com/jokowinarto/teori-belajar-sosial-albert-
bandura_550094558133119a17fa79fd

Teori Albert Bandura (Modeling)

Latar Belakang Tokoh


Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa
kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949
beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh
gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar
doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia
bekerja di Standford University. Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk
meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen. Pada tahun 1964 Albert Bandura
dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk
Distinguished scientific contribution pada tahub 1980.

Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh
keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti
tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat
gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk
menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena
penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal
dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada
komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
Teori Belajar Sosial Kognitif
Belajar (learning) dapat didefenisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan,
dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman. Cakupan belajar itu luas, tidak hanya
belajar melibatkan perilaku akademik saja melainkan non-akademik juga. Albert Bandura menyatakan
bahwa belajar itu didasarkan dengan proses mental yang ia kembangkan dengan teori belajar sosial
kognitif.

Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip prinsip teori teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih
banyak penekanan pada kesan dan isyarat isyarat perubahan perilaku, dan pada proses proses
mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kognitif, kita akan menggunakan penjelasan
penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social manusia itu tidak didorong oleh
kekuatan kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus stimulus lingkungan.

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social Learning Teory ) salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran,
pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif
social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.

Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan
bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran.
Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup
pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang
teori kognitif social.

Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi
pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministik resipkoral yang
terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling
berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku
mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person (kognitif)
Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor
kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.

Teori Pembelajaran Modeling


Teori belajar modeling merupakan teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Dimana
modeling adalah proses belajar dengan mengamati tingkah laku atau perilaku dari orang lain disekitar
kita. Modeling yang artinya meniru, dengan kata lain juga merupakan proses pembelajaran dengan
melihat dan memperhatikan perilaku orang lain kemudian mencontohnya. Hasil dari modeling atau
peniruan tersebut cenderung menyerupai bahkan sama perilakunya dengan perilaku orang yang ditiru
tersebut. Modeling ini dapat menjadi bagian yang sangat penting dan powerfull pada proses
pembelajaran.

Pada modeling ini, kita tidak sepenuhnya meniru dan mencontoh perilaku dari orang orang
tersebut, namun kita juga memperhatikan hal hal apa saja yang baik semestinya untuk ditiru atau
dicontoh dengan cara melihat bagaimana reinforcement atau punishmentnya yang akan ditiru. Dengan
kata lain, semua pembelajaran tidak ada yang terjadi secara tiba tiba atau instan. Baik itu pada
pendekatan belajar classical conditioning maupun pendekatan belajar operant conditioning. Namun,
pembelajaran melalui modeling waktu yang digunakan cenderung lebih singkat dari pada pembelajaran
dengan classical dan operant conditioning. Dalam konsep belajar ini, orang tua memainkan peranan
penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak anak untuk menirukan tingkah laku yang akan
mereka pelajari.

Menurut Bandura terdapat empat proses yang terlibat di dalam pembelajaran melalui
pendekatan modeling, yaitu perhatian (attention), pengendapan (retention), reproduksi motorik
(reproduction), dan penguatan (motivasi).

1. Perhatian(attention), yang artinya kita memperhatikan seperti apa perilaku atau tindakan tindakan
yang dilakukan oleh prang yang akan ditiru.

2. Pengendapan(retention), dilakukan setelah mengamati perilaku yang akan ditiru dan menyimpan setiap
informasi yang didapat dalam ingatan, kemudian mengeluarkan ingatan tersebut saat diperlukan.

3. Reproduksi motori(reproduction), hal ini dapat menegaskan bahwa kemampuan motorik seseorang juga
mempengaruhi untuk dapat memungkinkan seseorang meniru suatu perilaku yang dilihat baik secara
keseluruhan atau hanya sebagian.

4. Penguatan(motivation), penguatan ini sangat penting. Karena dapat menentukan seberapa mampu kita
nantinya melakukan peniruan tersebut, namun penguatannya dari segi motivasi yang dapat memacu
keinginan individu tersebut untuk memenuhi tahapan belajarnya.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah faktor biologi. Faktor biologi juga sangat penting
dalam penunjangan proses pembelajaran modeling secara penuh. Karena apabila faktor biologi kita
tidak mendukung, maka proses pembelajaran yang akan dilakukan juga akan mengalami kendala.
Ciri ciri teori Pemodelan Bandura :

1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan,


2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain,
3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru
sebagai model,
4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan
yang positif,
5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah
laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif

Jenis jenis Peniruan (Modeling):

1. Peniruan Langsung

Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas
pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah
laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai.

2. Peniruan Tak Langsung

Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru
watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.

3. Peniruan Gabungan

Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan
langsung dan tidak langsung. Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada
buku yang dibacanya.

4. Peniruan Sesaat / seketika.

Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: Meniru Gaya Pakaian di TV,
tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.

5. Peniruan Berkelanjutan

Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh: Pelajar meniru gaya bahasa
gurunya.

Eksperimen Albert Bandura


Bandura percaya bahwa proses kognitif juga mempengaruhi Observastional Learning atau jika
kita hanya belajar dengan cara trial-and-error, maka belajar menjadi sesuatu yang sangat sulit dan
memakan waktu lama. Salah satu kontribusi yang sangat penting dari Albert bandura adalah
menekankan bahwa manusia belajar tidak hanya dengan classical dan operant conditioning, tetapi juga
dengan mengamati perilaku orang lain. Yang mana teori tersebut disebutnya dengan peniruan atau
modeling.

Untuk mengatahui seberapa jauh kebenaran teorinya tersebut, Albert Bnadura melakukan
penelitian pada dua orang anak untuk mengetahui keagresifan atau rasa ketakutan mereka.
Dia menempatkan kedua anak tersebut di laboratoriumnya dengan kondisi yang sama dan perlakuan
yang berbeda, kemudian memperbandingkan proses belajarnya dengan menggunakan tontonan film.
Percobaan tersebut sering dikenal sebagai percobaan dengan boneka bobo doll. Bandura memposisikan
anak pertama pada satu ruangan yang telah tersedia satu buah boneka besar yang telah diikat oleh
Bandura.

Begitu juga dengan anak yang kedua ditempatkan pada ruangan dengan kondisi yang sama.
Kemudian anak pertama diberikan tontonan film action(film laga), sedangkan anak yang kedua tidak
diberi tontonan film action tsb. Setelah perlakuan tersebut, kedua anak itu dibiarkan berada pada
ruangannya masing masing dengan boneka yang telah disiapkan sebelumnya.

Sesaat kemudian, anak yang pertama menirukan segala perilaku atau tindakan yang ada pada
film yang telah ia tonton sebelumnya. Sedangkan anak yang kedua, hanya diam dan memperhatikan
boneka yang ada dihadapannya tanpa melakukan hal hal yang bersifat action seperti pada anak yang
pertama. Boleh dikatakan bahwa anak yang pertama lebih agresif dibandingkan anak yang kedua. Pola
belajar yang dilakukan oleh anak tersebut disebut dengan modeling (peniruan). Dimana terlihat jelas
bahwa anak yang pertama meniru segala gerakan atau aksi yang dilakukan oleh pemain pemain film
action yang ia tonton dan kemudian ia terapkan kepada boneka bobo doll yang ada dihadapannya. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai cara belajar dengan modeling.

Place Learning
Dalam percobaannya yang pertama untuk menguji proses belajar dari sudut pandang kognitif,
Tolman mendesain sebuah labirin yang ditinggikan. Tikus-tikus yang menjadi hewan percobaan berlari
dari titik A di seberang meja bundar terbuka melalui titik C D(yang memiliki dinding gang) dan akhirnya
ke titik G, dimana kotak makanan disediakan. Sementara itu H adalah cahaya yang bersinar langsung
pada jalan turun darititik G ke F.Setelah empat malam(tiga percobaan per malam), di mana tikus belajar
untuk berjalan secara langsung dan tanpa ragu-ragu dari A ke G, alat percobaan diubah menjadi ledakan
matahari. Jalan awal dan meja tetap sama namun serangkaian jalurmemancar ditambahkan.

Tikus tikus itu kembali berlari dari titik A, lalu melintasi meja bundar ke gang dan menemukan
diri mereka diblokir. Mereka kemudian kembali ke meja dan mulai menjelajahi hampir semua jalan
memancar sebelum akhirnya menemukan jalan yang tersingkat untuk mencapai kotak makanan
tersebut.

Dari percobaan tersebut, Tolman menyimpulkan bahwa tikus-tikus itu telah belajar peta kognitif
dari titik A (tempat dimana tikus mulai berlari) sampai ke titik G (kotak makanan). Peta kognitif ialah
kesadaran mental yang didapatkan dari struktur ruang fisik atau unsur-unsur yang terkait.

Dalam merumuskan peta kognitif, Tolman menguji apa yang disebut sebagai belajar respons
(response learning) dan belajar tempat (place learning). Response learning terjadi ketika tikus tahu
bahwa dengan menempuh jalan tertentu dalam labirinakan mengantarnya pada makanan.
Sedangkan place learning terjadi setiap kali tikus belajar untuk mengasosiasikan adanya makanan di
suatu tempat tertentu. Tolman kemudian menemukan bahwa semua tikus dalam labirin baru bisa
menempuh jalur yang benar setelah 8 kali trial dan tidak ada yang bisa belajar dengan cepat
dalam response-learning, bahkan beberapa tikus tidak belajar sama sekali setelah 72 trial.

Latent Learning
Latent learning atau belajar laten adalah teori belajar yang tidak diwujudkan
dalam performance atau dengan kata lain belajar laten merupakan belajar yang tidak mendapat
penguatan yang tidak secara langsung ditampilkan ke dalam perilaku. Belajar laten merupakan teknik
belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam
perilaku.
Eksperimen teori belajar laten yang paling terkenal dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930)
dengan melibatkan tiga kelompok tikus yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan
(jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk melintasi jalan yang
simpang siur. Kelompok kedua, selalu diperkuat, sedangkan kelompok ketiga tidak diperkuat sampai
percobaan hari kesebelas.

Nah, berdasarkan teori belajar laten, kelompok ketiga akan belajar di jalan simpang siur sama
halnya dengan kelompok yang diperkuat secara teratur dan ketika penguatan diperkenalkan pada hari
kesebelas, kelompok ini akan melakukan hal yang sama seperti kelompok yang secara terus menerus
diperkuat.

Insight Learning and Learning Sets


Wolfgang Kohler melakukan eksperimen pada Simpanse untuk mendukung teorinya
tentang Insight Learning and Learning Sets di Pulau Canary pada tahun 1913-1920. Berikut adalah
eksperimen yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler:

Eksperimen I

Wolfgang Kohler membuat sebuah sangkar yang didalamnya telah disediakan sebuah tongkat.
Simpanse kemudian dimasukkan dalam sangkar tersebut, dan di atas sangkar diberi buah pisang.
Melihat buah pisang yang tergelantung tersebut, Simpanse berusaha untuk mengambilnya namun selalu
mengalami kegagalan. Dengan demikian Simpanse mendapat masalah dalam dirinya, yaitu bagaimana
caranya untuk mendapatkan buah pisang agar dapat dimakan. Karena didekatnya ada sebuah tongkat
maka timbullah pengertian bahwa untuk meraih sebuah pisang harus menggunakan tongkat tersebut.

Eksperimen II

Pada eksperimen yang kedua, masalah yang dihadapi oleh Simpanse masih sama yaitu
bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di dalam sangkar tersebut diberi dua tongkat.
Simpanse mengambil pisang dengan satu tongkat, namun selalu mengalami kegagalan karena buah
pisang diletakkan semakin jauh di atas sangkar. Tiba-tiba muncul insight (pemahaman) dalam diri
Simpanse untuk menyambung kedua tongkat tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu,
Simpanse menggunakannya untuk mengambil buah pisang yang berada di luar sangkar. Ternyata usaha
yang dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.

Eksperimen III

Dalam eksperimen yang ketiga, Wolfgang Kohler masih menggunakan sangkar, Simpanse, dan
buah pisang. Namun dalam eksperimen ini di dalam sangkar diberi sebuah kotak yang kuat untuk bisa
dinaiki oleh Simpanse. Pada awalnya Simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkar,
tetapi ia selalu gagal. Kemudian Simpanse melihat sebuah kotak yang ada di dalam sangkar tersebut,
maka timbullahinsight dalam diri Simpanse yakni mengambil kotak tersebut untuk ditaruh tepat
dibawah pisang. Selanjutnya, Simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.

Eksperimen IV

Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga, yaitu buah pisang yang
diletakkan di atas sangkar dengan cara agak ditinggikan, sementara di dalam sangkar diberi dua buah
kotak. Semula Simpanse hanya menggunakan kotak satu untuk meraih pisang, tetapi gagal. Simpanse
melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan
kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia
berdiri di atas susunan kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas sangkar dengan tangannya.

Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa Simpanse dalam percobaan


harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal
yang relevan dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Percobaan tersebut
menjelaskan bagaimana Simpanse dapat memecahkan masalahnya dengan insight yang dimilikinya
dimana insight tersebut digunakan untuk memecahkan permasalahan lainnya.

Insight learning adalah sebuah bentuk pemecahan masalah pada saat organisme memiliki
pemahaman mendalam/ insight (ide) secara tiba-tiba terhadap suatu masalah untuk memahami dan
memecahkan masalah tersebut.

Faktor Biologis
Belajar adalah proses yang secara harfiah membentuk kehidupan kita. Kita harus ingat bahwa
kemampuan kita untuk belajar dari pengalaman tidak terbatas, dipengaruhi dalam berbagai cara oleh
faktor biologi

Penelitian Susan Mineka dari universitas Northwestern dan rekan-rekannya menunjukkan


kesiapan biologis untuk belajar rasa takut dalam beberapa hal lebih mudah daripada belajar rasa takut
dari proses modeling. Dari sebuah penelitian, cook dan mineka (1990) menunjukkan monyet di sebuah
laboratorium yang belum pernah melihat rekaman video ular, lalu monyet tersebut berperilaku
ketakutan di hadapan ular buatan dan tidak berperilaku ketakutan di depan bunga buatan. Seperti yang
telah diharapkan, monyet di laboratorium menunjukkan peningkatan besar rasa ketakutan mereka
terhadap ular buatan. Kelompok monyet yang lain ditunjukkan rekaman video yang diedit yang
menampilkan monyet liar penuh ketakutan pada bunga-bunga dan bukan ular. Paparan video ini tidak
membuat takut pada ular maupun pada bunga.

REFERENCE:
King, Laura A., 2010. Psikologi Umum. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta.
Plotnik, Rod., 2005. Introduction To Psychology. Thomson Learning. America. Feldman,
Robert S., 2012. Pengantar Psikologi. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta.
Lahey, Benjamin B., 2007. Psychology An introduction. McGraw-Hill. Amerika
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura-346947.html
http://psychclassics.yorku.ca/Tolman/Maps/maps.htm

TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL / OBSERVATIONAL


LEARNING BANDURA

a. Pengertian Teori Pembelajaran Sosial


Teori belajar sosial terkenal dengan sebutan teori observational learning,belajar observasional /
dengan pengamatan itu (Presly & McCormick 1995 citSyah 2005) adalah teori belajar yang relatif masih
baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata efleks otomatis dan stimulus (S-R bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif manusia itu sendiri.(Syah,2005).

Menurut Psikolog Albert Bandura dan rekan-rekannya, suatu bagian utama dari pembelajaran
manusia terdiri atar belajar observasional, yang mana merupakan pembelajaran dengan cara melihat
perilaku orang lain, atau model. Karena pendasarannya pada observasi terhadap orang lain-fenomena
sosial-sudut pandang yang diambil oleh Bandura ini sering disebut dengan pendekatan kognisi sosial
tentang belajar.(Bandura, 1999,2004 cit Feldman,2012).

Santrock (2009), mengemukakan bahwa pembelajaran observasional adalah pembelajaran yang


meliputi perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan dengan cara mengamati orang lain.
Wortman et al (2004) menyatakan bahwa melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi
kognitif dari pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai model untuk perilaku kita
sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa banyak dari kebiasaan cara kita menanggapi gaya
kepribadian kita telah dipengaruhi oleh belajar observasional.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlow
(1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalaui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modelling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui
penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu.
Siswa juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh
dari orang lain. (Syah,2005)

Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu, karena anak-anak tidak


melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk mereka lakukan, melainkan apa yang mereka lihat orang
dewasa lakukan. Jika asumsi Bandura benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk perilaku
siswa mereka dengan perilaku mengajar yang mereka demonstrasikan di kelas. Pentingnya model
terlihat dalam penafsiran Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat dari mengamati orang lain:

1) Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru

2) Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan yang ada

3) Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon yang tampaknya dilupakan. (Elliot et
al, 2000)

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa
ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).

1) Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, proses belajar dalam mengembangkan perilaku dan
moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya,
yakni denganreward dan punishment.

2) Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang integral dengan prosedur-prosedur
belajar menurut teori belajar sosial ialah proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogyanya memainkan peran penting sebagai model atau tokoh yang dijadikan contoh perilaku sosial
dan moral bagi siswa. (Syah.2005)

b. Elemen-elemen Observational Learning

Bandura (1986) mengatakan bahwa observational learning mencakup empat elemen yaitu
memperhatikan, menyimpan informasi atau kesan, menghasilkan perilaku dan termotivasi untuk
mengulangi perilaku itu.
1) Atensi. Untuk belajar melalui observasi, kita harus memperhatikan. Dalam pengajaran, Anda harus
memastikan bahwa siswa memperhatikan fitur-fitur kritis pelajaran dengan membuat presentasi yang
jelas dan menggarisbawahi poin-poin penting.

2) Retensi. Untuk meniru perilaku seorang model. Anda harus mengingatnya. Hal ini melibatkan
representasi tindakan mdoel itu secara mental dengan cara-cara tertentu, mungkin sebagai langkah-
langkah verbal.

3) Produksi. Begitu kita tahu bagaimana perilaku seharusnya terlihat dan ingat elemen-elemen atau
langkah-langkahnya, kita mungkin tetap belum dapat melakukannya dengan lancar.

4) Motivasi dan Reinforcement. Teori pembelajaran sosial membedakan antara perolehan dan perbuatan.
Kita mungkin memperoleh sebuah keterampilan atau perilaku baru melalui observasi, tetapi kita
mungkin tidak melakukan perbuatan itu sampai ada motivasi atau insentif untuk
melakukannya.Reinforcement dapat memainkan beberapa peran dalam observational learning.
(Woolfolk,2008)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Observational Learning

Schunk (2004) mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi observational learning, yaitu:

1) Status Perkembangan

Peningkatan dan perkembangan, termasuk pemusatan perhatian yang lebih lama dan kapasitas untuk
memproses informai yang semakin meningkat, menggunakan berbagai strategi, membandingkan kinerja
dengan representasi ingatan, dan mengadopsi motivator-motivator intrinsik.

2) Prestise dan Kompetensi Model

Pengamat memberi perhatian yang lebih besar pada model-model yang kompeten dan berstatus tinggi.
Konsekuensi perilaku yang dijadikan model memberikan informasi tentang nilai fungsional. Pengamat
berusaha mempelajari tindakan yang mereka yakini sebagai tindakan yang perlu mereka lakukan.

3) Vicarious Consequences

Konsekuensi yang dialami model memberikan informasi tentang kesesuaian antara perilaku dan
kemungkinan hasil tindakannya.

4) Ekspektasi Hasil
Pengamat lebih berkemungkinan untuk melakukan tindakan yang dimodelkan yang mereka yakini tepat
dan akan menghasilkan sesuatu yang rewarding.

5) Menetapkan tujuan

Pengamatan akan cenderung memperhatikan model-model yang memperlihatkan perilaku-perilaku


yang membantu pengamat dalam mencapai tujuannya.

6) Efikasi Diri

Pengamat memperhatikan model bila percaya bahwa dirinya mampu mempelajari tau melakukan
perilaku yang dimodelkan. Observasi terhadap model yang mirip mempengaruhi efikasi diri.

d. Aplikasi Teori Pembelajaran Sosial

Menurut Mahmud (2009), aplikasi teori belajar sosial menyangkut tiga hal yaitu karakteristik
siswa, proses kognitif dan pengajaran, dan konteks sosial bagi belajar.

1) Karakteristik Siswa

Perbedaan individual, kesiapan dan motivasi untuk belajar adalah karakteristik-karakteristik siswa yang
berinteraksi dalam pengajaran.

a) Perbedaan individual

Para siswa berbeda-beda dalam kemampuan mereka mengabstraksi, mengkodekan informasi,


mengingat dan melakukan perbuatan yang dilihatnya. Disamping itu mereka juga berbeda dalam
kemampuan menerima model, tingkah laku yang diamati oleh seseorang dengan sepenuh hati dan asyik
oleh orang lain mungkin dianggapnya sebagai sesuatu yang membosankan.

b) Kesiapan

Taraf perkembangan siswa dan kemampuan menerima model tertentu merupakan dua faktor utama
yang menentukan kemampuannya untuk melakukan kegiatan belajar dengan jalan mengamati. Persepsi
siswa dan derajat reinforcement yang diperkirakan akan dieproleh mempengaruhi apakah siswa
tersebut akan menaruh perhatian terhadap model tersebut ataukan tidak.

c) Motivasi
Meskipun beberapa aktivitas dilakukan untuk memperoleh reinforcementlangsung (misalnya aktivitas
yang didorong oleh perasaan dahaga, lapar, dan sakit), namun sumber utama motivasi itu pada
dasarnya ialah kognisi.

(1) Disadarinya konsekuensi-konsekuensi yang bakal terjadi bagi tingkah laku-tingkah laku tertentu.
Menurut bandura, pengalaman-pengalaman masa lalu melahirkan harapan-harapan bahwa tingkah
laku-tingkah laku tertentu:

(a) Akan membuahkan keuntungan-keuntungan yang bernilai

(b) Akan tidak mempunyai efek-efek yang berharga, dan

(c) Akan mencegah kemungkinan terjadinya kesulitan

(2) Self motivation karena di dalamnya terdapat penentuan standar dan cara menilai diri sendiri. Motivasi ini
berkembang sebagai bagian dari sistem pengaturan diri.

2) Proses kognisi dan pengajaran

Pemindahan hasil belajar (transfer of learning), mengembangkan keterampilan-keterampilan belajar-


cara belajar dan mengajarkan pemecahan masalah adalah isu-isu penting bagi pendidikan.

3) Konteks sosial bagi belajar

Teori belajar sosial mengemukakan gagasan mengenai belajar dalam situasi yang dialami dimana
seseorang belajar dari orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Mengamati berbagai macam model
(seperti model-model dalam keluarga, televisi, film) dan reinforcement yang diberikan oleh teman
sebaya dan oleh pihak lain, kesemuanya berpengaruh penting terhadap belajar. Menurut teori belajar
sosial, belajar di dalam masyarakat yang berorientasi pada media memperluas cakrawala dan jangkauan
belajar di dalam kelas, secara lembut dan tidak memaksa.

OBSERVATIONAL LEARNING
16-06-2012 08:08:51, pada Artikel Psikologi
Sejak jaman Yunani (nativistik) dikatakan bahwa manusia meniru yang dilakukan manusia lain. Thorndike melakukan
eksperimen tentang konsep ini dengan menggunakan kucing, ayam, maupun anjing, ternyata bahwa organisme
meniru apa yang dilakukan organisme lain tidak terbukti. Demikian juga Watson melakukan eksperimen
menggunakan monyet, ternyata tidak terbukti juga.
Belajar dapat dihasilkan hanya dari pengalaman langsung (direct experience), bukan dari pengalaman tidak langsung
atau pengalaman semu, atau boleh dikatakan bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari interaksi personal seseorang
dengan lingkungannya, bukan dengan observasi terhadap interaksi orang lain.

Miller dan Dollard tentang Imitative Behavior


Apabila perilaku meniru atau imitative behavior diberikan reinforcement maka ia akan juga diperkuat seperti juga
perilaku yang lain. Miller dan Dollard membedakan imitative behaviorkedalam tiga kategori: (1) Perilaku yang sama,
ditemukan ketika dua atau lebih individu memberikan respon pada situasi yang sama dengan cara yang sama.
Dengan perilaku yang sama semua individu terkait telah melakukan belajar secara independen untuk memberikan
respon dengan cara tertentu pada stimulus tertentu dan perilaku yang lain terpicu secara simultan ketika stimulus
tersebut, atau yang mirip dengannya ada dalam lingkungan tadi. (2) Perilaku Meniru, melibatkan panduan dari
perilaku seseorang oleh orang lain seperti ketika instruktur memberikan petunjuk pada siswa untuk menggambar
sesuatu. dengan perilaku meniru respon tiruan akhir diberikan reinforcement dan sekaligus diperkuat. (3) Matched-
dependent behavior adalah bila seorang observer direinforce untuk mengulang tindakan suatu model dengan begitu
saja. Imitasi sendiri bisa menjadi satu kebiasaan, bagaimana si adik yang telah belajar bahwa dengan meniru
perilaku si kakak akan seringkali mengarahkannya ke reinforcement hingga kemungkinan tindakannya seperti si
kakak dalam berbagai situasi akan terus meningkat.
Menurut Bandura observational learning bukan seperti konsep behavioral, tetapi me-rupakan proses kognitif yang
melibatkan sejumlah atribut seperti bahasa, moralitas, pemikiran dan pengaturan diri dari perilaku seseorang. Bagi
Bandura, walaupun prinsip belajar sosial cukup menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu
harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Pertama, Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri; sehingga mereka
bukan semata-mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh
lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi satu orang dengan orang lain.
Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu
diperoleh dan dipelihara.
Teori Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep :
1. Determinis Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang
menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh
kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura,
menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling determinis sebagai
prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan
intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada
renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi
orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku
akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan
sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa
ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori
belajar sosial.
3. Kognisi dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition): Teori belajar tradisional sering terhalang oleh
ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan
manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkahlakunya sendiri.

Penjabaran Bandura tentang Obsevational Learning

Bandura mengatakan bahwa observational learning mungkin (atau mungkin tidak) melibatkan imitasi, apa yang kita
pelajari adalah informasi yang diproses secara kognitif dan digunakan dalam cara yang memberikan
keuntungan. Observational learning jauh lebih komplek dibanding imitasi sederhana yang biasanya melibatkan
peniruan tindakan orang lain.
Tolman sebagaimana Bandura sepakat bahwa observational learning bersifat kognitif dan bukan teori reinforcment.
Informasi yang didapatkan melalui learning hanya akan digunakan bilamana ada alasan untuk menggunakannnya
(ada perbedaan antara learning dan performance).
Tolman sebagaimana Bandura sepakat bahwa observational learning bersifat kognitif dan bukan teori reinforcment.
Informasi yang didapatkan melalui learning hanya akan digunakan bilamana ada alasan untuk menggunakannnya
(ada perbedaan antara learning dan performance).
Dalam mendukung konsep learning - performance ini Bandura melakukan eksperimen dengan menggunakan
sekelompok anak yang menonton film/televisi yang di dalamnya ditunjukkan seorang model sedang memukul dan
menendangi boneka besar. Dalam kasus ini film menunjukkan model agresivitas orang dewasa. satu kelompok anak
memandang model tersebut diberikan reinforcement pada agresivitasnya. Kelompok kedua melihat model dihukum
karena agresivitasnya. Kelompok ketiga netral, model tidak diberikan reinforcement maupun punishment.
Pada kesempatan berikutnya ketiga kelompok tersebut diberikan boneka dan diukur agresivitasnya. Seperti yang
diduga, anak dari kelompok pertama adalah yang paling agresif, sedang kelompok kedua paling tidak agresif, sedang
kelompok yang memandang konsekuensi netral pada pengalaman model menempatkan diri diantara kedua
kelompok tersebut. Studi ini menjadi menarik karena mampu menunjukkan bahwa perilaku anak-anak dipengaruhi
pengalaman tak langsung atau pengganti. dengan kata lain, apa yang mereka lihat pada orang lain membawa akibat
pada perilakunya sendiri. Anak-anak dalam kelompok pertama mendapat reinforcement pengganti (Vicarious
reinforcement), dan itu memberikan tambahan bagi agresivitas mereka, kelompok kedua mendapat punishment
penggati (vicarious punishment) dan menghalangi agresivitasnya. Meski anak-anak tersebut tidak
mendapat reinforcement ataupunishment secara langsung, ia tetap saja mempengaruhi perilaku mereka. Ini
bertentangan dengan Miller dan Dollard yang menyatakan bahwa obsevational learning hanya terjadi bila perilaku
lahiriah organisme diberi reinforcement.
Bagi Bandura, obsevational learning terjadi setiap waktu. Setelah kapasitas observational learning telah benar-
benar berkembang, orang tidak bisa mencegah siapapun dari learning terhadap apa yang mereka lihat, observational
learning tidak membutuhkan respon atau reinforcement nyata. Menurut Bandura reinforcement itu tidak berfungsi
secara mekanis atau otomatis untuk memperkuat perilaku, tetapi observer harus memperhatikan kontigensi
reinforcement sebelum mereka merasakan dampaknya.
Eksperimen Nicol dan Pope (1993), ternyata hasilnya bertentangan dengan Thorndike dan Watson, yaitu bahwa
ayam-ayam observer yang dipasangkan dengan ayam-ayam demonstrator melihat ketika demonstratornya belajar
menggunakan satu atau dua kunci operant untuk mendapatkan makanan. Ketika observer diuji dalam kandang
operant, mereka menunjukkan tendensi yang signifikan untuk menunjuk kunci yang telah direinforce oleh
demonstratornya.
Pada percobaan Heyes (1992;1995) demontrasi tikus pada perpindahan tuas kearah kiri atau kanan dengan adanya
tikus lain sebagai pengamat, ketika kesempatan diberikan pada tikus pengamat juga melakukan hal yang sama
dalam memindahkan arah tuas. Penelitian lain juga dilakukan oleh Riopelle, A.J. (1960) kera-kera mengamati
kesalahan rekannya untuk tidak mendapatkan kegagalan dalam memperoleh hadiah untuknya.
Variabel-variabel yang mempengaruhi observational learning

Bandura menyebutkan empat proses yang mempengaruhi observational learning :


(1) Proses Perhatian (Attentional Process) Sebelum sesuatu bisa dipelajari dari model, model harus lebih dulu
melakukan, karena hanya yang diobservasilah yang dipelajari berarti hal ini juga berkait dengan kapasitas sensorik
seseorang .
Berapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perhatian antara lain ;
(a) Tanpa adanya perhatian yang memadai pengolahan sensorik tidak dapat diarahkan pada model
(b) Penilaian terhadap kemampuan model sebelumnya menjadikan pertimbangan yang lebih selektif pada
pengamat
(c) Karakteritis model akan mempengaruhi perhatian pengamat, misalnya menjadi penuh warna, dramatis,
menarik,
(2) Proses Retensi (Retentional Process) Agar informasi yang diperoleh (diobservasi) bermanfaat harus disimpan
baik secara simbolis dengan dua cara (imajiner dan verbal) dan kedua-duanya saling terkait.
(3) Proses Produksi Perilaku (Behavioral Production Process) Proses produksi perilaku menentukan tingkat
dimana segala sesuatu yang telah dipelajari akan diterjemahkan dalam perilaku atau performance. Jelas orang bisa
belajar dengan mengobsevasi seekor monyet yang bergelantungan dari pohon ke pohon, tapi tak akan bisa meniru
perilaku tersebut bila tak punya ekor.
(4) Proses Motivasi (Motivational Process) Reinforcement mempunyai dua fungsi : (a) Menciptakan penghargaan
apabila bertindak seperti model yang mendapatkan reinforcement, maka ia akan dapat reinforcement juga. (b)
Proses Motivasi memberikan satu motif untuk menggunakan apa yang telah dipelajari.

Kita bisa mengatakan bahwa observational learning mencakup atensi, retensi, kemampuan perilaku, dan insentif,
maka bila observational learning tidak terjadi itu mungkin karena observer tidak melakukan observasi pada aktivitas
relevan model, tidak mampu mendapatkannya atau secara fisik tidak mampu melakukannya, atau bahkan juga tidak
memiliki insentif yang memadai untuk melakukannya.

Deterministik Timbal balik


Mengapa orang bertindak seperti bagaimana ketika melakukan sesuatu, jawabannya akan berbeda bagi penganut
empiris, environmentalis, maupun nativistik. Bandura berbeda dengan semua kelompok tersebut, yakni bahwa
seseorang, lingkungan dan perilaku orang sendirilah yang saling berinteraksi (determinisme timbal balik). Perilaku ,
lingkungan, dan manusia (dan keyakinannya) kesemuanya berinteraksi dan interaksi tiga jalan ini harus dipahami
sebelum adanya pemahaman pada fungsi psikologis manusia dan perilaku bisa terjadi.
Dalam proses determinasi timbal balik inilah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya
maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsep tentang cara manusia
berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tidak berdaya yang dikontrol oleh
pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa saja yang dipilihnya
(Bandura,1977; Hall&Lindzey, 1993).

Bandura (http://en.wikipedia.org/wiki/Albert_Bandura diakses pada tanggal 13 April 2012 ) dalam penelitiannya


bersama walter pada tahun 1959 mengenai agresi remaja dipengaruhi oleh pengamatan dilingkungan tempat
tinggalnya. Bandura menyatakan bahwa reinforcement, seperti hukuman, hanya ada secara potensial dalam
lingkungan dan hanya diaktualisasikan melalui pola perilaku tertentu, maka aspek-aspek mana dari lingkungan yang
mempengaruhi kita akan ditentukan melalui bagaimana kita bertindak pada lingkungan tersebut.
Pengaturan Diri pada Perlaku

Apabila tindakan hanya ditentukan oleh (semata) penghargaan atau hukuman eksternal, maka orang akan
berperilaku seperti petunjuk arah angin. Apabila hukuman atau hadiah tidak mengontrol perilaku, lalu apa ? Perilaku
manusia sebagian besar merupakan perilaku yang diatur sendiri (self-regulated behavior). Berbagai hal yang
dipelajari manusia dari pengalaman merupakan standar performa, dan sekali standar-standar dipelajari mereka akan
menjadi dasar bagi evaluasi diri (dan selajutnya menjadi dasar untuk bertindak).
Apabila performa seseorang dalam situasi tertentu sesuai/melebihi standar seseorang, ia dinilai positif atau negatif.
Ia yakin bahwa reinforcement intrinsik yang muncul dari evaluasi diri, jauh lebih berpengaruh dibanding reinforcement
ekstrinsik yang timbul dari orang lain.
Seperti standar performa internal, efikasi diri (perceived self-efficacy) yang dirasakan memainkan peranan besar
dalam self-regulated behavior. Efikasi diri yang dirasakan merujuk pada keyakinan seseorang menyangkut apa yang
mampu ia lakukan dan ia muncul dari berbagai sumber termasuk keberhasilan dan kegagalan personal, memandang
orang lain sebagai hal yang sama dengan keberhasilan atau kegagalan diri pada berbagai pekerjaan dan persuasi
verbal. Meskipun persuasi verbal secara temporer berhasil meyakinkan seseorang, pada analisis akhir pengalaman
langsung atau semu dengan keberhasilan dan kegagalanlah yang akan paling mempengaruhi efikasi diri seseorang.
Kita bisa mengatakan tim kita paling hebat, tetapi semangat yang ditimbulkan daripadanya hanya berumur sampai
ketika tim lawan memang terbukti lebih hebat.

Bandura mengatakan bahwa self-efficacy memainkan peran besar pada seseorang karena masing-masing orang
mengantisipasi hasil sangat tergantung pada penilaian mereka seberapa baik mereka akan dapat tampil di situasi
tertentu'' (Bandura, 1986, Zimmerman, 2000)

Aturan Moral

Menurut Bandura perilaku manusia ditentukan lebih pada situasi di mana orang tersebut berada dan oleh interpretasi
seseorang terhadap situasi tersebut dibanding tahapan perkembangan seseorang, sifat ataupun tipe seseorang.
Meskipun seseorang memiliki prinsip moral yang benar, ada beberapa mekanisme yang bisa digunakan untuk
memisahkan tindakan yang terjadi dari sanksi diri. Mekanisme ini membuat kemungkinan bagi orang untuk
memisahkan diri secara radikal tanpa mengalami sanksi diri.

1. Justifikasi Moral Saya melakukan pencurian karena keluarga saya butuh makan
2. Labelling Eufimistik Sesorang yang tidak agresif akan cenderung lebih agresif terhadap orang lain bila ia
melakukan untuk permainan.
3. Perbandingan yang menguntungkan - Saya memang melakukan tapi tidak sebanding dengan yang dia
lakukan.
4. Pemindahan tanggung jawab - Saya melakukan karena saya diperintah.
5. Defusi tanggung jawab - Keputusan bertindak dalam pola kelompok lebih mudah diterapkan dinbanding
pola individual.
6. Distorsi konsekuensi - Dengan mengabaikan akibat buruk yang timbul dari tindak-annya, maka seseorang
tak perlu merasa bersalah.
7. Dehumanisasi - Apabila individu dipandang sebagai hanya bagian dari manusia, yang terjadi adalah tidak
manusiawi.
8. Atribusi kesalahan - Orang bisa selalu memilih yang dilakukan/dikatakan korban, dan itu yang dijadikan
sebab seseorang melakukan seperti itu.
Determinisme melawan Kebebasan
Apakah fakta bahwa banyak perilaku bersifat self-regulated berarti bahwa manusia bebas untuk melakukan apapun
yang mereka kehendaki ? Bandura menjabarkan kebebasan sebagai istilah untuk sejumlah pilihan yang tersedia
bagi orang dan peluang mereka melakukannya. Menurut Bandura batasan pada kebebasan personal mencakup
inkompetensi, ketakutan, dan inhibitor sosial seperti diskriminasi dan prasangka.
Oleh karena itu dalam beberapa kondisi, beberapa individu akan merasa lebih bebas dibanding yang lain. Batasan
lain dalam kebebasan personal bisa menjadi proses faulty cognitive yang menghalangi orang untuk berinteraksi
secara efektif dengan lingkungannya.

Proses Faulty Cognitive

Bukti adanya pengaruh bagi proses koginitif datang dari fakta bahwa kita bisa mem-bayangkan diri kita hampir dalam
seluruh kondisi emosional yang kita inginkan, maka menurut Bandura perilaku bisa sangat dipengaruhi imajinasi
seseorang. Beberapa alasan dalam perkembanganfaulty cognitive process ; (1) Anak-anak bisa mengembangkan
ke-yakinan yang salah karena mereka cenderung menevaluasi benda-benda dari bagaimana mereka tampak. (2)
Kesalahan-kesalahan dalam pemikiran bisa terjadi ketika informasi diambil dari bukti yang tidak memadai. (3)
Kesalahan-kesalahan dalam pemikiran bisa timbul dari pengolahan informasi yang salah.

Aplikasi Praktis Observational Learning


Modeling yang bagaimana yang memenuhi konsep ini. Modeling diketahui telah menimbulkan beberapa jenis efek
pada observer. Respon-respon baru bisa didapatkan dengan melihat model yang telah mendapat reinforcement.
Respon yang mungkin timbul dalam satu situasi akan terhalang ketika model yang dilihat mendapatkan sanksi
karena membuat respon tersebut. Makainhibition (penghalang) didapatkan dari hukuman yang didapatkan orang lain.
Dengan menunjukkan satu respon, model menunjukkan peningkatan kecenderungan bahwa observer akan
merespon dengan cara sama, ini disebut facilitation. Modeling bisa juga menstimulasi kreativitas, yaitu dengan cara
menunjukkan pada observer serangkaian model yang menyebabkan observer mengadopsi karakteristik gaya
tersebut.
Dengan pengecualian pada kreativitas model, pemakaian modeling untuk mendapatkan informasi telah dikritik
sebagai stimulasi agar terjadi peniruan atau imitasi. Bahwa hal ini tidak menjadi masalah, telah ditunjukkan
lewat abstract modeling yang memiliki tiga komponen : (1) observasi terhadap serangkaian situasi yang memiliki
kesamaan aturan atau prinsip, (2) menggali aturan atau prinsip dari berbagai pengalaman terpisah, dan (3)
menggunakan aturan atau prinsip dalam situasi-situasi baru.

Terkait dengan modeling Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan treatmen, yakni :

1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling)

Mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen
konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien
membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di
etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan
bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular,
sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorisme
dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran
(karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
1. Modeling terbuka (modeling partisipan)

Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya
meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

1. Modeling Simbolik

Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan)
mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.

Contoh-contoh aplikasi teori observational learning dalam kehidupan sehari-hari :

Nonton film/sinetron makin seru filmnya makin senang, ada proses belajar yaitu peru-bahan potensi perilaku.
Misalnya kita senang dengan tindakan orang lain yang agresif akan menyebabkan performance kita nanti akan
cederung berperilaku / melakukan agre-sif.

Daftar Pustaka

Hall, Calvin S&Lindzey, Grahner.1993. Psikologi Kepribadian 3 Teori-teori dan Behavioristik. Kanisius:Yogyakarta

Heyes, CM. Imitation and Flattery : a reply to Byrne & Tomasello. Jurnal Anim Behavior, 1995,50,1421-1424
Departement of Psychology University College London

Riopelle, A.J. (1960). Observational learning of a position habit by monkeys.


(http://en.wikipedia.org/wiki/Observational_learning di akses pada tanggal 13 April 2012)

Suroso. 2010. Hand out Psikologi Belajar. Program Pasca Sarjana Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Zimmerman, Barry J. Self-Efficacy: An Essential Motive to Learn. Graduate School and University Center of City
University of New York. Contemporary Educational Psychology 25, 8291, (2000). doi:10.1006/ceps.1999.1016,
available online at http://www.idealibrary.com

Anda mungkin juga menyukai