Psikologi
Sosial 2
Aplikasi Psikologi Sosial
Fakultas
Psikologi
Program
Studi
Psikologi
Tatap
Muka
14
Kode MK
61017
Abstract
Kesehatan,
Kemiskinan
201
4
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si
Kompetensi
Disusun Oleh
menunjukkan bahwa identifikasi saksi mata sering tidak akurat (Wels dan Olson). Dalam
sebuah studi dua asisten periset berpura-pura sebagai konsumen yang mengunjungi 63
toko. Agar pelayan toko memperhatikan mereka, asisten itu sengaja berperilaku aneh.
Misalnya, seorang asisten membayar sebungkus rokok dengan dengan menggunakan uang
recehan logam semua dan meminta petunjuk ke lokasi yang jauh dari toko. Dua jam
kemudian, sepasang lelaki dengan mengenakan setelan datang ke toko, memperkenalkan
diri sebagai pengacara yang sedang magang dan meminta pelayan toko mengidentifikasi si
asisten dari enam foto. Pelayan yang mengidentifikasi dengan tepat hanya 34 persen.
Dengan kata lain, hanya 2 jam setelah berinteraksi dengan orang yang aneh, 65 persen
pelayan salah dalam mengidentifikasi.
Mengapa identifikasi saksi mata terkadang tidak dapat diandalkan? Para psikolog
sosial membedakan dua faktor yang mempengaruhi identifikasi saksi mata.
1. Estimator variables
Variabel estimator adalah faktor yang terkait dengan saksi mata atau situasi
dimana suatu kejadian itu disaksikan. Jarak saksi mata dengan situasi atau
kejadian yang dilihatnya, besarnya rasa takut yang dirasakan saksi, dan ras
dari saksi serta pelaku kejahatan adalah contoh dari variabel estimator.
2. System variables
Variabel sistem adalah faktor yang berada dibawah kontrol sistem pengadilan
atau hukum. Bias dalam urutan barisan tersangka dan pertanyaan sugestif
yang diajukan polisi atau jaksa adalah contoh dari variabel sistem.
Sebelum mendiskusikan sistem individual dan variabel estimator, perlu untuk
mengulas tiga proses psikologis yang terlibat dalam identifikasi saksi mata;
1. Akuisisi
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Bayangkan, anda akan menyimpan uang di bank saat tiba-tiba lelaki di belakang
anda mengeluarkan pistol. Orang itu menodong anda dan mengancam akan
menembak jika dia tidak segera diberi uang oleh teller bank. Anda sangat mungkin
melihat pada psitol saat teller mengambil uang. Akibatnya anda mungkin hanya ingat
tentang pistol daripada kejadian perampokan di bank itu. Fenomena ini disebut
sebagai weapon focus effect (efek fokus senjata) telah ditunjukkan dalam beberapa
studi (Steblay).
4. Bias Ras sendiri
Saksi cenderung lebih akurat dalam mengidentifikasi individu yang merupakan
anggota sesama ras ketimbang ras lain. (Meissner dan Brigham).
Own race Bias adalah contoh dari efek homogenitas out group. Orang mampu
membedakan antara anggota ras mereka sendiri tetapi sering sulit membedakan ras
orang lain yang dimatanya tampak sama semua. Efek ini cenderung lebih kuat pada
individu kulit putih daripada kulit hitam. Individu kulit hitam cenderung lebih sering
melihat dan berjumpa kulit putih daripada sebaliknya, akibatnya, individu kulit hitam
mungkin lebih mampu untuk membedakan orang kulit putih.
5. Interval retensi
Lamanya waktu yang berlalu antara penyaksian suatu kejadian dengan melakukan
identifikasi atau pemberian kesaksian dikenal sebagai interval retensi. Mungkin tidak
mengejutkan lagi bagi anda untuk mengetahui bahwa akurasi identifkasi saksi mata
akan menurun seiring dengan berlalunya waktu. Semakin lama interval antara
penyaksian
kejadian
dengan
pemberian
kesaksiansemakin
kurang
akurat
kesaksiannya.
Variabel sistem
Variabel sistem merupakan faktor yang mempengaruhi identifikasi saksi mata yang
berada dibawah kontrol langsung dari sistem pengadilan atau hukum. Terdapat beberapa
aspek penting dalam variabel sistem:
1. Pertanyaan sugestif
Beberapa pertanyaan bersifat sugestif meski tidak dimaksudkan secara sengaja
untuk menyesatkan. Misalnya perubahan kecil dalam susunan kata pertanyaan dapat
mempengaruhi cara orang menjawabnya. Terdapat tiga penjelasan utama tentang
bagaimana informasi pasca kejadian bisa mempengaruhi memori. Yang pertama
adalah :
a. Over writing hypothesis
Hipotesis yang berasumsi bahwa informasi yang diterima oleh saksi setelah
melihat kejadian menggantikan ingatan tentang kejadian asli. Informasi pasca
kejadian, menggantikan informasi yang disimpan seseorang tentang kejadian
itu mengubahnya secara permanen.
b. Forgeting (hipotesis lupa)
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
tingkat
keyakinan
saksi
saksi
dalam
mata
adalah
dengan
mengidentifikasi
atau
memberikan kesaksian. Cara lain untuk menentukan akurasi saksi mata adalah
adalah dengan mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan saksi untuk membuat
identifikasi. Saksi yang mengidentifikasi tersangka dengan cepat, mungkin lebih
akurat daripada saksi yang butuh waktu lebih lama. Pendekatan lain adalah meminta
saksi mengidentifkasi wajah pelaku melalui foto, kemudian mengidentifkasi tubuhnya,
dari deret foto kedua, dan akhirnya mengidentifikasi suara dan rekaman.
4. Tingkat pengaruh riset terhadap saksi mata
Riset psikologi sosial terhadap identifikasi dan kesaksian saksi mata telah
diperhatikan dan dipakai oleh pembuat kebijakan. Misalnya terkait pedoman
wawancara yang mensugestikan untuk menggunakan pertanyaan terbuka daripada
menggunakan pertanyaan yang mengarahkan. Pedoman yang disugestikan riset
psikologi sosial juga merekomendasikan agar petugas kepolisian secara eksplisit
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
memberi tahu saksi mata bahwa pelaku mungkin ada atau mungkin tidak ada. Di
deretan.
Pembelaan kriminal
Selain mempelajari saksi mata, psikolog sosial juga mempelajari pengalaman
pembela kriminal. Dalam bagian ini, akan dibahas tentang pembelaan kriminal yaitu
pengakuan palsu dan deteksi kebohongan.
1. Pengakuan palsu
Ketika polisi menanyai tersangka kejahatan, mereka pada umumnya berusaha agar
tersangka mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya, namun pengakuan palsu tak
jarang dilakukan. Kassin dan Wrightsman mengidentifikasi tiga tipe pengakuan
palsu.
a. Voluntary false confession
Terkadang orang membuat voluntary false confession (pengakuan palsu
sukarela), misalnya seorang ayah mungkin mengaku melakukan kejahatan
agar anaknya tidak masuk penjara
b. Coerced-compliant compliant falseconfession
Pengakuan kadang juga bisa dipaksakan (pengakuan palsu terpaksa) terjadi
ketika seseorang ditekan agar mengaku bersalah, tetapi secara pribadi tetap
tidak bersalah.
c. Coerced-internalized false confession
Pengakuan palsu yang dipaksa dari dalam terjadi ketika orang merasa
melakukan tindak kejahatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan.
2. Deteksi kebohongan
Orang berbohong acapkali memberi tanda emosional seperti banyak berkedip atau
menggoyangkan kepala. Dengan informasi non verbal tersebut, kadang pengamat
tidak mampu mendeteksi kebohongan. Kemampuan polisi dalam mendeteksi
kebohongan dapat menjadi masalah tersendiri bagi, meskipun profesional dalam
menyelidiki kasus kejahatan namun rendah kompetensinya dalam mendeteksi
kebohongan.
Pemilihan juri dan pengambilan keputusan
Mengingat pentingnya pengadilan oleh juri dalam sistem hukum Amerika, tidak
mengejutkan bahwa para psikolog sosial melakukan banyak riset terhadap keputusan juri.
1. Pemilihan juri
Pada awal setiap pengadilan, sebuah proses yang disebut voir dire dilakukan untuk
memilih para juri. Selama voir dire (pemilihan juri yang dilakukan pada awal setiap
pengadilan) hakim atau jaksa mengkaji calon-calon juri untuk mengetahui opini atau
bias yang mungkin mengganggu kemampuan mereka memberikan keputusan yang
adil. Jika ada alasan bahwa seorang juri tidak bisa memutuskan dengan adil, ia tidak
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
boleh
bukti
dan
kesaksian
yang
saling
bertentangan.
Bagaimana
juri
mengintegrasikan semua informasi itu menjadi suatu keputusan. Terkait dengan hal
tersebut, Penington dan Hastie mengusulkan model cerita (story model) sebagai
cara untuk menjelaskan pembuatan keputusan juri. Menurut model ini, menggunakan
bukti yang disajikan di pengadilan untuk menciptakan cerita tentang kejadian
perkara. Misalnya juri menyusun cerita tentang perampokan di toko pakaian yang
memuat informasi tentang motif dan tujuan tersangka (misalnya apakah pelaku butuh
uang untuk biaya anaknya?) dan tindakannya terhadap pelayan toko (apakah
menodongkan senjata?). Dalam cerita juga mencakup karakteristik situasi, misalnya
apakah ada orang lain yang hadir?, terkait dari akibat kejadian tersebut, misalnya
uang yang diambil.
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
kepemimpinan, karena basis dari kajian psikologi sosial berangkat dari asumsi interaksi
sosial antara dua orang atau lebih. Myers mengemukakan bahwa dalam setting klinis,
sikologi Sosial dapat diterapkan mengevaluasi dan mempromosikan kesehatan mental dan
fisik.
Tidak
hanya
itu
saja
di
Pengadilan,
Psikologi
Sosial
dapat
membantu
mengeksplorasi pemikiran sosial dan pengaruh sosial pada anggota juri dan dewan juri.
Psikologi Sosial juga berpikir tentang Masa Depan yang berkelanjutan," mengeksplorasi
bagaimana prinsip sosial-psikologis dapat membantu mencegah krisis ekologi yang
mengancam masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi,
dan perubahan iklim.
dari
ahli
adalah
penting
karena
pengadilan
tidak
ingin
juri
mempertimbangkan bukti yang tidak reliabel atau tidak jelas. Jadi psikolog sosial
bersaksi hanya tentang riset yang memenuhi standar hukum untuk diterima sebagai
bukti.
Kesaksian ahli sangat berpengaruh apabila saksi ahli bersaksi sebelum saksi lain
dihadirkan, karena ia akan memberi kerangka untuk mengevaluasi kesaksian saksisaksi lain. Jadi kesaksian dari pakar yang menghubungkan riset dengan kasus
tertentu berpengaruh lebih besar daripada kesaksian pakar yang hanya menyajikan
seperangkat temuan riset.
2. Ringkasan Amicus Curiae (sahabat pengadilan)
Amicus curiae adalah dokumen yang ditulis oleh psikolog dan jaksa yang berisi
ringkasan literatur ilmiah yang diberikan pada pengadilan.
Ringkasan amicus (sahabat pengadilan) berisi ringkasan ilmu psikologi yang relevan
bagi hakim untuk memberi konteks ilmiah guna memutuskan kasus tertentu. Dengan
menyusun ringkasan amicus tersebut, para psikolog sosial dapat memberi bukti
ilmiah pada pengadilan yang dapat menghasilkan keputusan hukum yang lebih adil.
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Para psikolog juga mempelajari strategi coping yang lebih spesifik termasuk metode
coping aktif dan metode coping emosi. Para psikolog juga mempelajari metode
coping penghindaran.
Usaha coping yang dianggap berhasil, jika bisa mereduksi kegelisahan psikologis
dan indikatornya serta seberapa cepat orang dapat kembali pada aktifitas normalnya.
Yang paling umum, periset menilai coping berdasarkan efektivitasnya dalam
mengurangi tekanan psikologis. Keberhasilan coping tergantung pada sumberdaya
coping, baik internal maupun eksternal.
Gaya coping
Gaya coping adalah sumberdaya coping internal, gaya coping ini terdiri dari tendensi
seseorang untuk menghadapi kejadian yang menekan dengan cara tertentu.
Diantara gaya coping sebagai berikut:
Penghindaran vs konfrontasi
Beberapa orang menghadapi dan mengatasi langsung kejadian yang menekan,
sedangkan
orang
lain
mungkin
menghindarinya
dengan
meminimalkan
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Merupakan keyakinan umum bahwa hasil yang baik akan terjadi dalam kehidupan.
Optimisme ini dapat memampukan orang untuk menilai kejadian yang menekan
secara lebih positif dan membantu memobilisasi sumber dayanya untuk mengambil
langkah guna menghadapi stressor. Orang yang optimis juga mudah merubah untuk
menyesuaikan diri dengan stres, dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah.
Optimisme bisa membantu orang menahan penyakit.
Hardiness (ketegaran)
Merupakan sikap-sikap yang membuat orang tahan terhadap stres. Sikap ini meliputi
perasaan berkomitmen, respon positif terhadap tantangan dan kontrol diri yang kuat.
Keyakinan ini bisa membuat orang mampu menahan efek negatif dari stres. Orang
dengan kontrol personal biasanya lebih sukses mengatasi kejadian yang menekan
yang sulit dikontrol.
Pennebaker dan rekannya menyatakan bahwa katarsis, proses pengungkapan
trauma emosi, mungkin bermanfaat secara psikologis. Dalam sebuah studi, orang
diminta untuk menulis atau membicarakan kejadian traumatis yang pernah mereka
alami umumnya lebih mendapat manfaat psikologis, lebih tahan terhadap penyakit
dan lebih jarang periksa ke dokter.
Disisi lain problem personalitas seperti neurotisme akan menyebabkan orang menilai
kejadian sebagai sesuatu yang lebih menekan dan membuat stres, menjadi lebih
tertekan oleh problem dan bereaksi lebih keras. Selain itu orang neurotik dilaporkan
lebih banyak konflik sosial dan reaktif terhadap konflik. Rentan terhadap penyakit
fisik.
Dukungan sosial
Dukungan sosial penting sebagai kebutuhan personal individu. Kajian psikologi
kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif (saling mendukung) secara
sosial, dapat meredam stres dan menambah kesehatan. Dukungan sosial dapat
membantu individu orang tetap sehat fisik dan psikologis dan membantu orang yang
sakit cepat pulih.
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Selain itu fokus psikologi sosial juga fokus pada kemiskinan dan hubungannya
dengan tindak kriminal yang dilakukan seseorang. Dalam perspektif psikologi, tindak
kriminal dapat dicetuskan oleh faktor kemiskinan. Psikologi sosial melihat bahwa
terdapat hubungan antara nutrisi dengan perilaku kriminal, rasa lapar mendorong
seseorang berbuat jahat. Kemiskinan juga terkait dengan masalah personalitas
seperti perilaku sosiopatik. Kepribadian sosiopatik terbentuk karena lingkungan
sosial seperti kemiskinan, perumahan kumuh, keluarga tidak bahagia dan pendidikan
yang terbatas. Terdapat sebuah cap kriminal yang dikenal sebagai penjahat karir,
terminologi penjahat karir merujuk pada penjelasan tentang individu yang membuat
kriminal sebagai sumber kehidupannya. Kriminal jenis ini sudah terbiasa keluar
masuk penjara selama hidupnya. Dan kebanyakan pelaku hidup dalam garis
kemiskinan, oleh karena itu mereka menjarah properti milik orang lain (Koentjoro,
2012).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orang miskin merasa kurang bahagia
dan rentan terhadap gangguan mental yang serius, seperti depresi, skizofrenia, dan
gangguan kepribadian (Warheit, Holzer & Schwab, 1973 dalam Markum, 2009). Di
Indonesia, banyak terdapat kasus gila, bunuh diri, atau kriminalitas akibat dari stress
yang mereka alami karena kemiskinan. Kemiskinan juga terkait erat dengan
gangguan kesehatan mental dan lebih beresiko terjadi pada orang miskin tuna
wisma, pengangguran, dan individu dengan tingkat pendidikan rendah.
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si
Daftar Pustaka
Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi
kesepuluh.
Koentjoro. 2012. Kriminologi dalam perspektif psikologi sosial. Universitas Gadjah Mada.
Markum, E. 2009. Pengentasan kemiskinan dan psikologi sosial. Psikobuana. Vol. 1. No, 1,
1-12.
Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group.
Jakarta.
201
6
Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si