Anda di halaman 1dari 14

MODUL PERKULIAHAN

Psikologi
Sosial 2
Aplikasi Psikologi Sosial

Aplikasi Psikologi Sosial dalam bidang Hukum,


Kesehatan,
Kemiskinan

Fakultas
Psikologi

Program
Studi
Psikologi

Tatap
Muka

14

Kode MK
61017

Abstract

Kesehatan,
Kemiskinan

201
4

Mahasiswa mampu memahami


aplikasi psikologi dibidang hukum,
kesehatan dan kemiskinan, mampu
mengaplikasikan konsep aplikasi
psikologi di bidang hukum,
kesehatan, dan kemiskinan.

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si

Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si

Kompetensi

Aplikasi Psikologi Sosial dalam bidang:


Hukum,

Disusun Oleh

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Aplikasi Psikologi Sosial dalam bidang Hukum


Psikologi sosial mempelajari banyak topik yang berkaitan dengan pemikiran dan
perilaku sosial. Karenanya tidak mengejutkan bahwa riset psikologi sosial juga dilakukan
pada sejumlah topik hukum. Pada bahasan berikut akan diulas mengenai identifikasi saksi
mata (eye witness) dan kesaksian, saksi palsu, deteksi kebohongan, keputusan juri,
kesaksian ahli, sikap terhadap hukuman mati, dan diskriminasi dalam sistem hukum.
Identifikasi saksi mata dan kesaksian.
Kesalahan identifikasi oleh saksi mata seperti kisah nyata Steven Avery mungkin
bukan kejadian langka. Beberapa ahli percaya bahwa kekeliruan saksi mata adalah
penyebab utama dari hukuman yang salah, yang menyebabkan ribuan orang tak bersalah
dimasukkan dalam penjara (Scheck, Neufeld, & Dwyer).

Banyak penelitian juga

menunjukkan bahwa identifikasi saksi mata sering tidak akurat (Wels dan Olson). Dalam
sebuah studi dua asisten periset berpura-pura sebagai konsumen yang mengunjungi 63
toko. Agar pelayan toko memperhatikan mereka, asisten itu sengaja berperilaku aneh.
Misalnya, seorang asisten membayar sebungkus rokok dengan dengan menggunakan uang
recehan logam semua dan meminta petunjuk ke lokasi yang jauh dari toko. Dua jam
kemudian, sepasang lelaki dengan mengenakan setelan datang ke toko, memperkenalkan
diri sebagai pengacara yang sedang magang dan meminta pelayan toko mengidentifikasi si
asisten dari enam foto. Pelayan yang mengidentifikasi dengan tepat hanya 34 persen.
Dengan kata lain, hanya 2 jam setelah berinteraksi dengan orang yang aneh, 65 persen
pelayan salah dalam mengidentifikasi.
Mengapa identifikasi saksi mata terkadang tidak dapat diandalkan? Para psikolog
sosial membedakan dua faktor yang mempengaruhi identifikasi saksi mata.
1. Estimator variables
Variabel estimator adalah faktor yang terkait dengan saksi mata atau situasi
dimana suatu kejadian itu disaksikan. Jarak saksi mata dengan situasi atau
kejadian yang dilihatnya, besarnya rasa takut yang dirasakan saksi, dan ras
dari saksi serta pelaku kejahatan adalah contoh dari variabel estimator.
2. System variables
Variabel sistem adalah faktor yang berada dibawah kontrol sistem pengadilan
atau hukum. Bias dalam urutan barisan tersangka dan pertanyaan sugestif
yang diajukan polisi atau jaksa adalah contoh dari variabel sistem.
Sebelum mendiskusikan sistem individual dan variabel estimator, perlu untuk
mengulas tiga proses psikologis yang terlibat dalam identifikasi saksi mata;
1. Akuisisi
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Akuisisi adalah proses memahami dan mengiterpretasikan informasi. Untuk


memberikan kesaksian yang reliabel, saksi mata harus memperhatikan aspek
penting dari kejadian, seperti karakteristik fisik dari pelaku dan urutan perilakunya.
Saksi juga harus bisa menginterpretasikan informasi kejadian secara akurat. .
2. Penyimpanan
Storage atau penyimpanan adalah proses menyimpan informasi yang diterima ke
dalam memori. Kasus hukum sering berjalan terlambat, ada banyak jeda waktu
antara menyaksikan kejadian, pertanyaan polisi, dan kesaksian di pengadilan. Maka
dari itu penting bahwa saksi mata dapat menyimpan informasi yang diperolehnya.
3. Pengambilan informasi (retrieval)
Adalah proses mengingat kembali atau pengambilan kembali informasi yang
tersimpan dalam memori. Saksi mungkin harus mengingat-ingat beberapa informasi
yang mereka tahu, termasuk pertanyaan polisi, identifikasi barisan tersangka, dan
kesaksian di pengadilan.
Variabel estimator
Variabel estimator merupakan faktor yang mempengaruhi identifikasi saksi mata
yang terkait dengan saksi atau situasi di mana kejadian itu disaksikan. Terdapat beberapa
aspek dalam variabel estimator:
1. Kesempatan melihat
Agar saksi mata bisa mendapat informasi dengan lengkap dan akurat tentang suatu
kejadian, saksi perlu mampu melihat dan mendengar secara jelas. Orang yang
menyaksikan suatu kejadian dari jarak 20 meter pada siang hari yang cerah akan
mampu memberikan informasi yang lebih baik daripada orang yang menyaksikan
kejadian dari jarak 100 meter pada saat gerimis. Karenanya tidaklah mengejutkan
bahwa Mahkamah Agung AS berpendapat bahwa kesempatan saksi untuk melihat
suatu kejadian dan tingkat perhatian saksi terhadap kejadian adalah faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan saat mengevaluasi kesaksian saksi mata. Saksi lebih
mungkin mengidentifikasi wajah dengan benar apabila mereka bisa melihat lebih
lama dan bila mereka mampu mencurahkan banyak perhatian pada wajah pada fase
akuisisi. Sayangnya saksi sering tidak menyadari efek dari kondisi penglihatan yang
kurang jelas.
2. Stres dan arousal
Individu yang menyaksikan kejahatan seringkali mengalami stres emosi negatif
lainnya. Saksi bisa jadi marah saat kejadian terjadi, mencemaskan korban atau takut.
Emosi negatif ini mempengaruhi kinerja memori saksi mata. Individu yang
menyaksikan kejadian emosional negatif, cenderung memiliki memori yang akurat
tentang peristiwa itu, namun kurang akurat dalam mengingat apa yang terjadi
sebelum dan sesudah kejadian.
3. Fokus senjata
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Bayangkan, anda akan menyimpan uang di bank saat tiba-tiba lelaki di belakang
anda mengeluarkan pistol. Orang itu menodong anda dan mengancam akan
menembak jika dia tidak segera diberi uang oleh teller bank. Anda sangat mungkin
melihat pada psitol saat teller mengambil uang. Akibatnya anda mungkin hanya ingat
tentang pistol daripada kejadian perampokan di bank itu. Fenomena ini disebut
sebagai weapon focus effect (efek fokus senjata) telah ditunjukkan dalam beberapa
studi (Steblay).
4. Bias Ras sendiri
Saksi cenderung lebih akurat dalam mengidentifikasi individu yang merupakan
anggota sesama ras ketimbang ras lain. (Meissner dan Brigham).
Own race Bias adalah contoh dari efek homogenitas out group. Orang mampu
membedakan antara anggota ras mereka sendiri tetapi sering sulit membedakan ras
orang lain yang dimatanya tampak sama semua. Efek ini cenderung lebih kuat pada
individu kulit putih daripada kulit hitam. Individu kulit hitam cenderung lebih sering
melihat dan berjumpa kulit putih daripada sebaliknya, akibatnya, individu kulit hitam
mungkin lebih mampu untuk membedakan orang kulit putih.
5. Interval retensi
Lamanya waktu yang berlalu antara penyaksian suatu kejadian dengan melakukan
identifikasi atau pemberian kesaksian dikenal sebagai interval retensi. Mungkin tidak
mengejutkan lagi bagi anda untuk mengetahui bahwa akurasi identifkasi saksi mata
akan menurun seiring dengan berlalunya waktu. Semakin lama interval antara
penyaksian

kejadian

dengan

pemberian

kesaksiansemakin

kurang

akurat

kesaksiannya.
Variabel sistem
Variabel sistem merupakan faktor yang mempengaruhi identifikasi saksi mata yang
berada dibawah kontrol langsung dari sistem pengadilan atau hukum. Terdapat beberapa
aspek penting dalam variabel sistem:
1. Pertanyaan sugestif
Beberapa pertanyaan bersifat sugestif meski tidak dimaksudkan secara sengaja
untuk menyesatkan. Misalnya perubahan kecil dalam susunan kata pertanyaan dapat
mempengaruhi cara orang menjawabnya. Terdapat tiga penjelasan utama tentang
bagaimana informasi pasca kejadian bisa mempengaruhi memori. Yang pertama
adalah :
a. Over writing hypothesis
Hipotesis yang berasumsi bahwa informasi yang diterima oleh saksi setelah
melihat kejadian menggantikan ingatan tentang kejadian asli. Informasi pasca
kejadian, menggantikan informasi yang disimpan seseorang tentang kejadian
itu mengubahnya secara permanen.
b. Forgeting (hipotesis lupa)
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Seiring dengan berlalunya waktu, orang melupakan detail kejadian yang


disaksikannya. Ketika mereka ditanya tentang materi yang telah mereka
lupakan, mereka menggunakan informasi lain yang tersedia. Termasuk
informasi pasca kejadian, untuk menjawab pertanyaan itu. Jadi menurut
hipotesis lupa, informasi pasca kejadian tidak menggantikan memori yang
ada, ia hanya mengisi kekosongan yang disebabkan oleh lupa.
c. Teori monitoring
Teori ini berpendapat bahwa orang mempertahankan memori kejadian orisinil
dan informasi pasca kejadian. Probelmnya adalah saksi sering kesulitan
dalam hal source monitoring (monitoring sumber), sebuah proses yang
dijalani seseorang dalam menentukan dimana mereka mendapatkan
beragam kepingan informasi. Akibatnya, saksi mungkin secara kliru
menyimpulkan bahwa kepingan informasi itu berasal dari observasi atas
kejadian orisinil.
2. Bias lineup
Penyelidik kepolisian sering meminta saksi mengidentifikasi tersangka pelaku
kejahatan. Saksi biasanya mengidentifikasi dari sekumpulan foto yang disebut
photospread atau presentasi satu atau lebih tersangka. Prosedur identifkasi orang
adalah showup dan lineup. Show up lebih dianggap lebih sugestif daripada line up,
sebab menyajikan satu tersangka kepada saksi akan mengimplikasikan bahwa orang
yang dimaksud adalah benar-benar pelaku kejahatan.
a. Show up adalah prosedur dimana seorang saksi diminta memberi tahu
apakah seorang tersangka adalah pelaku.
b. Line up adalah kepada saksi ditunjukkan beberapa orang dalam satu urutan
barisan untuk mengidentifikasi pelaku.
3. Menilai akurasi saksi mata
Salah satu cara mengidentifikasi akurasi
mempertimbangkan

tingkat

keyakinan

saksi

saksi
dalam

mata

adalah

dengan

mengidentifikasi

atau

memberikan kesaksian. Cara lain untuk menentukan akurasi saksi mata adalah
adalah dengan mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan saksi untuk membuat
identifikasi. Saksi yang mengidentifikasi tersangka dengan cepat, mungkin lebih
akurat daripada saksi yang butuh waktu lebih lama. Pendekatan lain adalah meminta
saksi mengidentifkasi wajah pelaku melalui foto, kemudian mengidentifkasi tubuhnya,
dari deret foto kedua, dan akhirnya mengidentifikasi suara dan rekaman.
4. Tingkat pengaruh riset terhadap saksi mata
Riset psikologi sosial terhadap identifikasi dan kesaksian saksi mata telah
diperhatikan dan dipakai oleh pembuat kebijakan. Misalnya terkait pedoman
wawancara yang mensugestikan untuk menggunakan pertanyaan terbuka daripada
menggunakan pertanyaan yang mengarahkan. Pedoman yang disugestikan riset
psikologi sosial juga merekomendasikan agar petugas kepolisian secara eksplisit
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

memberi tahu saksi mata bahwa pelaku mungkin ada atau mungkin tidak ada. Di
deretan.
Pembelaan kriminal
Selain mempelajari saksi mata, psikolog sosial juga mempelajari pengalaman
pembela kriminal. Dalam bagian ini, akan dibahas tentang pembelaan kriminal yaitu
pengakuan palsu dan deteksi kebohongan.
1. Pengakuan palsu
Ketika polisi menanyai tersangka kejahatan, mereka pada umumnya berusaha agar
tersangka mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya, namun pengakuan palsu tak
jarang dilakukan. Kassin dan Wrightsman mengidentifikasi tiga tipe pengakuan
palsu.
a. Voluntary false confession
Terkadang orang membuat voluntary false confession (pengakuan palsu
sukarela), misalnya seorang ayah mungkin mengaku melakukan kejahatan
agar anaknya tidak masuk penjara
b. Coerced-compliant compliant falseconfession
Pengakuan kadang juga bisa dipaksakan (pengakuan palsu terpaksa) terjadi
ketika seseorang ditekan agar mengaku bersalah, tetapi secara pribadi tetap
tidak bersalah.
c. Coerced-internalized false confession
Pengakuan palsu yang dipaksa dari dalam terjadi ketika orang merasa
melakukan tindak kejahatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan.
2. Deteksi kebohongan
Orang berbohong acapkali memberi tanda emosional seperti banyak berkedip atau
menggoyangkan kepala. Dengan informasi non verbal tersebut, kadang pengamat
tidak mampu mendeteksi kebohongan. Kemampuan polisi dalam mendeteksi
kebohongan dapat menjadi masalah tersendiri bagi, meskipun profesional dalam
menyelidiki kasus kejahatan namun rendah kompetensinya dalam mendeteksi
kebohongan.
Pemilihan juri dan pengambilan keputusan
Mengingat pentingnya pengadilan oleh juri dalam sistem hukum Amerika, tidak
mengejutkan bahwa para psikolog sosial melakukan banyak riset terhadap keputusan juri.
1. Pemilihan juri
Pada awal setiap pengadilan, sebuah proses yang disebut voir dire dilakukan untuk
memilih para juri. Selama voir dire (pemilihan juri yang dilakukan pada awal setiap
pengadilan) hakim atau jaksa mengkaji calon-calon juri untuk mengetahui opini atau
bias yang mungkin mengganggu kemampuan mereka memberikan keputusan yang
adil. Jika ada alasan bahwa seorang juri tidak bisa memutuskan dengan adil, ia tidak
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

boleh

menjadi juri. Selain itu, jaksa dapat menggunakan jumlah peremptory

challenges terbatas untuk mengeluarkan juri tanpa memberi tahu alasan.


Peremptory challenges dapat digunakan untuk mengeliminasi juri karena sejumlah
alasan seperti pekerjaan dan ciri personalitas, akan tetapi Peremptory challenges
tidak bisa dipakai untuk mengeliminasi juri berdasarkan gender atau ras. Alasan
dibalik peremptory challenges adalah jaksa akan mampu mengeliminasi juri yang
bereaksi secara berat sebelah.
2. Sikap terhadap hukuman mati dan death qualification
Kasus hukuman mati menimbulkan isu yang sangat penting bagi pemilihan juri.
Dalam kasus hukuman mati, voir dire sering dipakai untuk mengeliminasi calon juri
yang tidak mendukung hukuman mati. Pendukung protes death qualification
mengklaim bahwa juri yang tidak mendukung hukuman mati sangat mungkin
mendukung tersangka yang bersalah agar tidak mendapat hukuman mati. Akan
tetapi, penentang hukuman mati menegaskan bahwa penyingkiran orang yang
menentang dapat menyebabkan bias dalam menentukan keputusan yang diambil.
Death qualification adalah individu yang tidak mendukung hukuman mati dikeluarkan
dari kelompok juri dalam kasus hukuman mati.
3. Model cerita dalam pengambilan keputusan juri
Setelah juri dipilih, para juri harus mempertimbangkan bukti-bukti, memutuskan
apakah tersangka bersalah atau tidak, dan dalam beberapa kasus, para juri dapat
merekomendasikan hukuman
banyak

bukti

dan

yang pantas. Untuk itu para juri harus memahami

kesaksian

yang

saling

bertentangan.

Bagaimana

juri

mengintegrasikan semua informasi itu menjadi suatu keputusan. Terkait dengan hal
tersebut, Penington dan Hastie mengusulkan model cerita (story model) sebagai
cara untuk menjelaskan pembuatan keputusan juri. Menurut model ini, menggunakan
bukti yang disajikan di pengadilan untuk menciptakan cerita tentang kejadian
perkara. Misalnya juri menyusun cerita tentang perampokan di toko pakaian yang
memuat informasi tentang motif dan tujuan tersangka (misalnya apakah pelaku butuh
uang untuk biaya anaknya?) dan tindakannya terhadap pelayan toko (apakah
menodongkan senjata?). Dalam cerita juga mencakup karakteristik situasi, misalnya
apakah ada orang lain yang hadir?, terkait dari akibat kejadian tersebut, misalnya
uang yang diambil.

Aplikasi Psikologi Sosial


Kajian-kajian psikologi sosial sangat berguna untuk memahami pertanyaanpertanyaan penting yang berhubungan dengan sistem hukum, sistem kesehatan, organisasi,
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

kepemimpinan, karena basis dari kajian psikologi sosial berangkat dari asumsi interaksi
sosial antara dua orang atau lebih. Myers mengemukakan bahwa dalam setting klinis,
sikologi Sosial dapat diterapkan mengevaluasi dan mempromosikan kesehatan mental dan
fisik.
Tidak

hanya

itu

saja

di

Pengadilan,

Psikologi

Sosial

dapat

membantu

mengeksplorasi pemikiran sosial dan pengaruh sosial pada anggota juri dan dewan juri.
Psikologi Sosial juga berpikir tentang Masa Depan yang berkelanjutan," mengeksplorasi
bagaimana prinsip sosial-psikologis dapat membantu mencegah krisis ekologi yang
mengancam masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi,
dan perubahan iklim.

Kontribusi Psikolog Sosial pada Sistem Hukum


Di Amerika, psikolog sosial berkolaborasi dengan Departemen Kehakiman untuk menyusun
pedoman nasional bagi polisi yang dipakai saat wawancara dengan saksi ahli. Dibagian ini
akan diulas sumbangan psikologi sosial pada dua area penting sistem hukum yakni:
1. Kesaksian ahli (Expert testimony)
Para psikolog sosial sering diminta untuk menjadi saksi ahli untuk menjelaskan
temuan riset guna memberi kerangka pemahaman bagi juri dan hakim dan untuk
mengevaluasi bukti dalam kasus tertentu (Monahan dan Walker). Dua isu utama
dalam kesaksian ahli adalah kualitas testimoni dan efeknya pada juri. Kualitas
kesaksian

dari

ahli

adalah

penting

karena

pengadilan

tidak

ingin

juri

mempertimbangkan bukti yang tidak reliabel atau tidak jelas. Jadi psikolog sosial
bersaksi hanya tentang riset yang memenuhi standar hukum untuk diterima sebagai
bukti.
Kesaksian ahli sangat berpengaruh apabila saksi ahli bersaksi sebelum saksi lain
dihadirkan, karena ia akan memberi kerangka untuk mengevaluasi kesaksian saksisaksi lain. Jadi kesaksian dari pakar yang menghubungkan riset dengan kasus
tertentu berpengaruh lebih besar daripada kesaksian pakar yang hanya menyajikan
seperangkat temuan riset.
2. Ringkasan Amicus Curiae (sahabat pengadilan)
Amicus curiae adalah dokumen yang ditulis oleh psikolog dan jaksa yang berisi
ringkasan literatur ilmiah yang diberikan pada pengadilan.
Ringkasan amicus (sahabat pengadilan) berisi ringkasan ilmu psikologi yang relevan
bagi hakim untuk memberi konteks ilmiah guna memutuskan kasus tertentu. Dengan
menyusun ringkasan amicus tersebut, para psikolog sosial dapat memberi bukti
ilmiah pada pengadilan yang dapat menghasilkan keputusan hukum yang lebih adil.

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Aplikasi Psikologi Kesehatan


Psikologi kesehatan
Suatu kajian mengenai efek-efek psikologis dalam perkembangan, pencegahan, dan
pengobatan penyakit-penyakit fisik. Topik penting dari psikologi kesehatan adalah kesehatan
merupakan proses biopsikososial, yaitu keadaan kesehatan seseorang adalah hasil interaksi
yang kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosial.
Studi psikologi terhadap kesehatan diarahkan pada empat kajian utama yaitu:
1. Untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan
Perilaku sehat
Perilaku sehat adalah tindakan orang yang sehat untuk meningkatkan dan menjaga
kesehatannya. Atau tindakan untuk menambah atau mempertahankan kesehatan
yang prima. Perilaku ini antara lain mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi,
olahraga teratur, menghindari zat berbahaya seperti tembakau, alkohol dan narkoba,
tidur yang cukup, menggunakan sabuk pengaman, menggunakan pelindung kulit,
mengontrol berat badan dan menggunakan program pemantauan kesehatan.
Sikap sehat
Yaitu sikap yang menyebabkan orang melakukan perilaku sehat. Praktik perilaku
sehat berpusat pada lima keyakinan:
1. Nilai-nilai kesehatan umum, termasuk perhatian pada kesehatan
2. Persepsi bahwa ada ancaman terhadap kesehatan yang datang dari
gangguan atau penyakit.
3. Keyakinan atau kerapuhan seseorang dalam menghadapi penyakit.
4. Keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan yang diperlukan
untuk mengurangi ancaman (self eficacy)
5. Keyakinan bahwa respon akan efektif dalam mengatasi ancaman (kecakapan
respon).
2. Mencegah dan merawat orang sakit:
Keyakinan Kesehatan (health beliefs)
Yaitu keyakinan yang mempengaruhi kesediaan untuk menjalani perilaku sehat.
Kultur dan perilaku sehat
Banyak intervensi yang didesain untuk mengubah perilaku negatif orang ditujukan
pada individu. Pendekatan ini bisa berhasil dalam kultur yang menekankan
independensi. Namun kebiasaan sehat juga ada dalam dinamika relasi sosial dan
karenanya unit keluarga semakin penting dalam mengubah kebiasaan buruk dan
mendorong perilaku yang sehat. Salah satu pendekatan yang fokus pada jaringan
sosial dan lingkungan sosial individual mungkin lebih sukses dalam kultur kolektif.
3. Mengidentifikasi penyebab dan mengkorelasikan kesehatan dan penyakit
dengan disfungsi lainnya.
201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Stres dan penyakit fisik


Stres adalah pengalaman emosi negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis,
biokimia dan perilaku yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri
terhadap stressor dengan cara memanipulasi situasi atau mengubah stresor atau
dengan mengakomodasi efeknya. Fakta bahwa stres tergantung pada orangnya
menunjukkan adanya proses psikologis, yaitu kejadian yang menekan akan
menimbulkan stres jika dianggap sebagai kejadian yang menimbulkan stres, bukan
sebagai yang lainnya (Lazarus dan Folkman dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2009).
Hubungan antara pengalaman stres dengan respon psikologis yang buruk, seperti
stres, perubahan fisiologis dan bahkan penyakit mungkin berkaitan dengan problem
atau kejadian yang menekan yang tidak bisa dipecahkan oleh individu (Holman dan
Silver dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2009).
Stres dapat menyebabkan sakit
Pengalaman stres dapat menjadi masalah bagi sebagian orang bukan hanya karena
menimbulkan tekanan emosional dan ketegangan fisik tetapi juga kadang bisa
memunculkan penyakit. Lebih jauh, efek dari stres bersifat lama, sering berlanjut
bahkan setelah stresornya hilang.
Kejadian hidup yang menimbulkan stres
Riset awal yang menunjukkan relasi stres dengan kesehatan mengkaji peran dari
peristiwa atau kejadian hidup yang menimbulkan stres sebelum terjadinya penyakit.
Gangguan sehari-hari
Para psikolog belakangan ini mulai menduga bahwa kejadian stres yang kecil atau
gangguan atau kesulitan yang dialami setiap hari mungkin akan berakumulasi dan
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Konflik interpersonal adalah gangguan
sehari-hari yang paling membuat stres (Bulger, DeLongis, Kessler, dan Schilling
dalam Taylor dkk, 2009). Meski riset ini belum final, adalah mungkin bahwa efek
kumulatif dari gangguan kecil setiap hari akan menimbulkan stres psikologis dan
penyakit (Kanner, Choine, Schaeffer, dan Lazarus).
Stres kronis
Para periset makin mengakui pentingnya stres kronis dalam kesehatan. Hubungan
antara kelas sosial dan mortalitas telah dijelaskan dengan merujuk pada stres kronis.
Coping stress
Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau
melebihi kemampuan sumber daya kita. Coping kejadian yang menekan adalah
proses yang dinamis.ia dimulai dengan penilaian terhadap situasi yang harus diatasi.
Pada umumnya, periset membedakan antara dua tipe upaya coping, yaitu:
1. Usaha memecahkan masalah
Yaitu usaha melakukan upaya yang konstruktif guna mengubah situasi stres.
2. Pengaturan emosi
Yaitu usaha untuk menata reaksi emosi terhadap kejadian stresor.

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Para psikolog juga mempelajari strategi coping yang lebih spesifik termasuk metode
coping aktif dan metode coping emosi. Para psikolog juga mempelajari metode
coping penghindaran.
Usaha coping yang dianggap berhasil, jika bisa mereduksi kegelisahan psikologis
dan indikatornya serta seberapa cepat orang dapat kembali pada aktifitas normalnya.
Yang paling umum, periset menilai coping berdasarkan efektivitasnya dalam
mengurangi tekanan psikologis. Keberhasilan coping tergantung pada sumberdaya
coping, baik internal maupun eksternal.
Gaya coping
Gaya coping adalah sumberdaya coping internal, gaya coping ini terdiri dari tendensi
seseorang untuk menghadapi kejadian yang menekan dengan cara tertentu.
Diantara gaya coping sebagai berikut:
Penghindaran vs konfrontasi
Beberapa orang menghadapi dan mengatasi langsung kejadian yang menekan,
sedangkan

orang

lain

mungkin

menghindarinya

dengan

meminimalkan

signifikansinya atau melupakannya melalui penyalahgunaan obat terlarang atau


alkohol. Secara umum, coping aktif akan lebih efektif daripada penghindaran, karena
penghindaran hanya akan memperburuk situasi.
Permusuhan
Pola respon permusuhan terhadap situasi yang menekan tampaknya dapat memicu
penyakit jantung koroner. Ada tipe permusuhan utama yang memicu hal tersebut
yaitu permusuhan sinis, yang dicirikan oleh kecurigaan, prasangka buruk, sering
marah, antagonisme, dan rasa tidak percaya pada orang lain. Individu yang memilki
keyakinan negatif tentang orang lain sering sangat agresif secara verbal dan
menunjukkan perilaku antagonistik pada orang lain. Permusuhan interpersonal dapat
berperan memunculkan jantung koroner melalui tiga cara yaitu:
1. Cenderung mempunyai level respon kardiovaskular tinggi terhadap kejadian
yang menekan.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari dampak fisiologis dari
stres.
3. Tidak mendapatkan dukungan sosial.
4. Meningkatkan sistem perawatan kesehatan dan penyusunan kebijakan
kesehatan.
Sumber daya internal coping
Psikolog telah mengidentifikasi beberapa sumber daya personal yang bisa
membantu meningkatkan kemampuan penyesuaian psikologis terhadap kejadian
yang menekan.
Optimisme disposisional (dispotitional optimism)

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Merupakan keyakinan umum bahwa hasil yang baik akan terjadi dalam kehidupan.
Optimisme ini dapat memampukan orang untuk menilai kejadian yang menekan
secara lebih positif dan membantu memobilisasi sumber dayanya untuk mengambil
langkah guna menghadapi stressor. Orang yang optimis juga mudah merubah untuk
menyesuaikan diri dengan stres, dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah.
Optimisme bisa membantu orang menahan penyakit.
Hardiness (ketegaran)
Merupakan sikap-sikap yang membuat orang tahan terhadap stres. Sikap ini meliputi
perasaan berkomitmen, respon positif terhadap tantangan dan kontrol diri yang kuat.
Keyakinan ini bisa membuat orang mampu menahan efek negatif dari stres. Orang
dengan kontrol personal biasanya lebih sukses mengatasi kejadian yang menekan
yang sulit dikontrol.
Pennebaker dan rekannya menyatakan bahwa katarsis, proses pengungkapan
trauma emosi, mungkin bermanfaat secara psikologis. Dalam sebuah studi, orang
diminta untuk menulis atau membicarakan kejadian traumatis yang pernah mereka
alami umumnya lebih mendapat manfaat psikologis, lebih tahan terhadap penyakit
dan lebih jarang periksa ke dokter.
Disisi lain problem personalitas seperti neurotisme akan menyebabkan orang menilai
kejadian sebagai sesuatu yang lebih menekan dan membuat stres, menjadi lebih
tertekan oleh problem dan bereaksi lebih keras. Selain itu orang neurotik dilaporkan
lebih banyak konflik sosial dan reaktif terhadap konflik. Rentan terhadap penyakit
fisik.
Dukungan sosial
Dukungan sosial penting sebagai kebutuhan personal individu. Kajian psikologi
kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif (saling mendukung) secara
sosial, dapat meredam stres dan menambah kesehatan. Dukungan sosial dapat
membantu individu orang tetap sehat fisik dan psikologis dan membantu orang yang
sakit cepat pulih.

Aplikasi Psikologi pada Kemiskinan dan


Kriminalitas
Aplikasi psikologi selanjutnya fokus pada masalah kemiskinan dan pengentasan
kemiskinan. Dari masalah kemiskinan, psikolog sosial menggunakan pendekatan
theory kebijakan publik dan strain theory dengan target utamanya adalah remaja
kelas ekonomi bawah (Koentjoro, 2012).

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Selain itu fokus psikologi sosial juga fokus pada kemiskinan dan hubungannya
dengan tindak kriminal yang dilakukan seseorang. Dalam perspektif psikologi, tindak
kriminal dapat dicetuskan oleh faktor kemiskinan. Psikologi sosial melihat bahwa
terdapat hubungan antara nutrisi dengan perilaku kriminal, rasa lapar mendorong
seseorang berbuat jahat. Kemiskinan juga terkait dengan masalah personalitas
seperti perilaku sosiopatik. Kepribadian sosiopatik terbentuk karena lingkungan
sosial seperti kemiskinan, perumahan kumuh, keluarga tidak bahagia dan pendidikan
yang terbatas. Terdapat sebuah cap kriminal yang dikenal sebagai penjahat karir,
terminologi penjahat karir merujuk pada penjelasan tentang individu yang membuat
kriminal sebagai sumber kehidupannya. Kriminal jenis ini sudah terbiasa keluar
masuk penjara selama hidupnya. Dan kebanyakan pelaku hidup dalam garis
kemiskinan, oleh karena itu mereka menjarah properti milik orang lain (Koentjoro,
2012).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orang miskin merasa kurang bahagia
dan rentan terhadap gangguan mental yang serius, seperti depresi, skizofrenia, dan
gangguan kepribadian (Warheit, Holzer & Schwab, 1973 dalam Markum, 2009). Di
Indonesia, banyak terdapat kasus gila, bunuh diri, atau kriminalitas akibat dari stress
yang mereka alami karena kemiskinan. Kemiskinan juga terkait erat dengan
gangguan kesehatan mental dan lebih beresiko terjadi pada orang miskin tuna
wisma, pengangguran, dan individu dengan tingkat pendidikan rendah.

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Daftar Pustaka
Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi
kesepuluh.
Koentjoro. 2012. Kriminologi dalam perspektif psikologi sosial. Universitas Gadjah Mada.
Markum, E. 2009. Pengentasan kemiskinan dan psikologi sosial. Psikobuana. Vol. 1. No, 1,
1-12.
Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group.
Jakarta.

201
6

Psikologi Sosial II
Setiawati Intan Savitri., S.P. M.Si

Pusat Bahan Ajar dan eLearning


http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai