Anda di halaman 1dari 26

TEORI PASCA ALIRAN FREUD : ERIK H ERIKSON

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian

Yang diampu oleh Aprilia Mega Rosdiana. M. Si

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN F

DISUSUN OLEH :

1. Sely Musyarofah (200401110154)

2. Aprilia Cahya Kartika (200401110100)

3. Indah Agustin (20040111010094)

4. Faizatul Maghfiroh (200401110093)

5. Nur Ikhsan Mahmudi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2021

i
Daftar Isi
Contents

COVER ........................................................................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................................................ ii

BAB 1 ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

BAB II ............................................................................................................................................ 2

KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 2

A. Biografi Erik H Erikson ......................................................................................................... 2

B. Perkembangan Kepribadian Erik H. Erikson ......................................................................... 3

C. Struktur Kepribadian .............................................................................................................. 4

D. Tahapan Perkembangan ......................................................................................................... 7

E. Pentingnya Perkembangan Psikososial Sejak Usia Dini ...................................................... 14

BAB III ......................................................................................................................................... 15

PERTANYAAN DAN JAWABAN ............................................................................................ 15

A. Pertanyaan ............................................................................................................................ 15

B. Jawaban ................................................................................................................................ 18

BAB IV ......................................................................................................................................... 22

KESIMPULAN DAN KATA PENTING .................................................................................. 22

A. Kesimpulan........................................................................................................................... 22

B. Kata Penting ......................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagai orang tua, tentunya selalu mempunyai harapan bahwa anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang mantap dan mandiri tanpa menghilangkan sisi baik dari karakternya. Pembentukan
pribadi yang baik akan berguna sebagai bekal anak untuk menghadapi lingkungan sosialnya
sendiri, serta juga menentukan kemampuannya berjuang dalam menghadapi masalahnya sendiri.
Orang tua mana yang tidak ingin anaknya dapat memiliki kemampuan berjuang dalam
kehidupannya sendiri, bukan? Karena itulah, pembentukan pribadi anak menjadi hal yang sangat
penting untuk dipelajari. Perkembangan anak selalu menarik untuk dibicarakan dalam dunia
psikologi, sebab hal ini sangat mendasari pembentukan karakter anak dan menentukan menjadi
pribadi seperti apakah sang anak tersebut.

Pengaruh-pengaruh yang masuk di dalam kehidupan seorang anak sangat menentukan


pembentukan karakternya kelak. Karena itulah, masa-masa awal seorang anak selalu menjadi
perhatian intens para ahli psikologi, dan juga tentunya perhatian orang tua. Banyak teori tentang
perkembangan psikologi anak, salah satunya adalah teori psikososial Erikson yang dicetuskan
oleh Erik H.Erikson. Untuk memahami lebih dalam tentang psikososial. Erikson sangat dikenal
dengan tulisan-tulisanya di bidang psikologi anak. Erik Erikson adalah salah satu diantara para
ahli yang melakukan ikhtiar itu. Dari perspektif psikologi, ia menguraikan manusia dari sudut
perkembangannya sejak dari masa 0 tahun hingga usia lanjut. Erikson beraliran psikoanalisa dan
pengembang teori Freud. Kelebihan yang dapat kita temukan dari Erikson adalah bahwa ia
mengurai seluruh siklus hidup manusia, tidak seperti Freud yang hanya sampai pada masa
remaja. Termasuk disini adalah bahwa Erikson memasukkan faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi perkembangan tahapan manusia, tidak hanya sekedar faktor libidinal sexual.
Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikososial dari Freud yang lebih menekankan
pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan
pada aspek-aspek perkembangan sosial. Ia mengembangakan teori yang disebut theory of
Psychosocial Development (teori perkembangan psikososial) dimana ia membagi tahap-tahap
perkembangan manusia menjadi delapan tahapan.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Biografi Erik H Erikson
Erikson H.Erikson lahir pada tangga 15 Juni 1902 di Jerman Selatan dalam lingkungan
keluarga single-parent, anak laki-laki ini memegang tiga keyakinan tentang asal- usulnya.
Awalnya dia percaya bahwa suami ibunya seorang Yahudi. Sejak lahir ia sudah tidak punya ayah
karena orang tuanya sudah berpisah sehingga Erik dibesarkan oleh ibunya. Mereka pindah ke
Karlsruhe lalu ibunya menikah dengan dr. Homburger yang berkebangsaan Jerman, ayah
kandung Erik sendiri orang Denmark. Saat itu Erik berusia 3 tahun dan pada awal remaja ia
mengetahui bahwa nama sisipan diberikan karena Homburger adalah ayah tirinya. Erikson tidak
dapat menyelesaikan sekolah dengan baik karena ketertarikannya pada berbagai bidang
khususnya seni dan pengetahuan bahkan ia sempat berpetualang sebagai seniman dan ahli pikir
di Eropa tahun 1920-1927. Identitas religius awalnya adalah Yudaisme sebagai warisan keluarga
tetapi Erikson kemudian memilih Kristen Lutheran. Setelah hampir tujuh tahun berpetualang dan
menyelidiki, dia kembali kerumah dengan penuh kebingungan, lelah, depresi dan tidak sanggup
membuat sketsa ataupun lukisan. Pada waktu itu sebuah pristiwa penting mengubah hidupnya.

Pada tahun 1927 sampai tahun 1933, Erikson bergabung dengan lembaga pendidikan
Psikososial Sigmund Freud‟s untuk mengajar anak. Erikson menganggap teori post-Freud
merupakan perluasan psikoanalisis. Meskipun dia menggunakan teori Freud sebagai pondasi
pendekatanya tentang siklus-siklus kepribadian, Erikson berbeda dengan Freud dalam beberapa
hal. Teorinya memperluas tahap-tahap perkembangan infantil Freud menuju masa remaja, masa
dewasa, dan usia senja. Erikson yakin bahwa di setiap tahapan perkembangan manusia adalah
sebuah pergulatan Psikososial spesifik memberikan kontribusi bagi pembentukan kepribadian.
Kata psikososial secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang beriteraksi dengan satu organisme
yang menjadi matang secara fisik dan psikologi. Selain Childhood and Society, berikut berbagai
buku terkenal yang ditulis Erikson adalah: Young Man Luther (1958); Identity: Yout and
Crisis (1968); Gandhi‟s Truth (1969), sebuah buku yang memengankan penghargaan Pulitzer
dan penghargaan Buku Nasional; Dimensions of a New Identity (1974); Life History and the
Historical Moment (1975); Identity and the life Cycle (1980); dan Life Cycle Completed (1982).

2
Dan makalah Erikson yang disatukan Stephen Schlein dalam A Way of Looking at Things
(Erikson, 1987)

B. Perkembangan Kepribadian Erik H. Erikson


Erik H.Erikson, penganut Neo-Freudian disebut sebagai tokoh yang paling vokal untuk
menolak cara pandang psikoanalisis konvensional (Wrinnghtsman, 1974). Ia lebih berkonsentrasi
pada pengaruh lingkungan sosial pada perkembangan kepribadian manusia, sehingga teori
perkembanganya disebut sebagai perkembangan psikososial. Teori Erikson menjabarkan delapan
fase perkembangan yang dilewati oleh individu. Seperti yang disebutkan sebelumnya, delapan
fase perkembangan ini merupakan perkembangan setelah individu berhasil memecahkan konflik
yang dialaminya. Konflik-konflik ini akan dialami oleh individu yang sedang dalam
pertumbuhan ke kepribadian yang matang. Walaupun demikian, 50% dari seluruh tahap
perkembangan psikososial seseorang dialaminya pada masa anak- anak.
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh
Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia,
teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan
pada tiga alasan, antara lain :
 Pertama, teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.
 Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
 Ketiga, menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan atau
kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.

3
C. Struktur Kepribadian
Erikson (Alwisol, 2009:85-88) menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Ego Kreatif

Ego kreatif merupakan ego yang dapat menemukan pemecahan kratif atas masalah baru
pada setiap tahap kehidupan. Ego tidak akan menyerah tetapi akan bereaksi dengan
menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang di sediakan lingkungan
apabila menemui hambatan. Ego yang sempurna memiliki 3 dimensi diantaranya :

a. Faktualitas merupakan fakta, data serta metode yang dapat diverifikasikan dengan
metode kerja yang sedang berlaku. Dalam hal ini, ego berisi mengenai kumpulan hasil
interaksi dengan lingkungan yang dikemas dalam bentuk fakta dan data.
b. Universalitas merupakan sebuah dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang
dikemukakan Freud, karena dimensi ini berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan
(Sens of Reality) yang menggabungkan pandangan semesta dengan hal yang praktis dan
konkrit.
c. Aktualitas merupakan sebuah metode baru yang digunakan untuk mempererat hubungan
antara individu agar dapat mencapai suatu tujuan bersama. Dalam hal ini, ego merupakan
realitas masa kini yang terus mengembangkan cara baru untuk memecahkan masalah
kehidupan yang dihadapi, menjadi lebih efektif, prospektif, dan prospektif.

Menurut Erikson, sebagian ego ini bersifat taksadar dalam mengorganisir dan mensintesa
pengalaman yang terjadi sekarang dengan pengalaman diri yang terjadi di masa lalu dan dengan
pengalaman yang akan terjadi di masa yang akan mendatang. Ada 3 aspek ego yang saling
berhubungan, diantaranya :

 Body Ego, mengacu pada pengalaman individu terkait dengan tubuh dan fisiknya dengan
pengalaman tubuh dan fisik orang lain. Hal ini memicu individu melihat fisiknya berbeda
dengan orang lain.
 Ego Ideal, merupakan gambaran mengenai sesuatu yang bersifat ideal dan sempurna. Hal
ini memicu individu berimajinasi untuk memiliki konsep ego yang lebih ideal
dibandingkan dengan orang lain.

4
 Ego Identity, merupakan gambaran mengenai individu di dalam berbagai peran sosial.

2. Ego Otonomi Fungsional

Ego Otonomi Fungsional merupakan ego yang berfokus pada penyesuaian ego terhadap
realita. Contohnya yaitu hubungan antara ibu dan anak. Meskipun Erikson memiliki pendapat
yang sama dengan Freud mengenai hubungan ibu dan anak mampu memengaruhi serta menjadi
hal terpenting dari perkembangan kepribadian anak, akan tetapi Erikson tidak membatasi teori
teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Erikson (Alwisol,
2009:86) menganggap bahwa proses pemberian makanan pada bayi merupakan model interaksi
sosial antara bayi dengan lingkungan sosialnya. Lapar merupakan sebuah menifestasi biologis,
dan konsekuensinya akan menimbulkan kesan terhadap dunia luar bayi ketika mendapat
pemuasan id yang dilakukan oleh ibu. Bayi belajar untuk mengantisipasi interaksi dalam
bentuk basic trust pada saat diberi makan oleh ibunya. Basic trust yang dimaksud yaitu suatu
kepercayaan dasar anak yang memandang kontak dengan manusia dan dunia luar adalah hal
yang sangat menyenangkan karena pada masa lalu (bayi) hubungan tersebut menimbulkan rasa
aman dan menyenangkan terhadap dirinya.

3. Pengaruh Masyarakat

Pengaruh masyarakat adalah pembentuk bagian terbesar ego, mesikipun kapasitas yang
dibawa sejak lahir oleh individu juga penting dalam perkembangan kepribadian. Erikson
mengemukakan faktor yang memengaruhi kepribadian yang berbeda dengan Freud. Meskipun
Freud menyatakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh biologikal, Erikson memandang
kepribadian dipengaruhi oleh faktor sosial dan historikal. Erikson (Alwisol, 2009:88)
menyatakan bahwa potensi yang dimiliki individu adalah ego yang muncul bersama kelahiran
dan harus ditegakkan dalam lingkungan budaya. Anak yang diasuh dalam budaya masyakarat
berbeda, cenderung akan membentuk kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan
budaya sendiri.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai
perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan
atau masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern. Oleh sebab itu, teori

5
Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan
tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Teori Erikson berkaitan dengan kehidupan pribadinya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat
dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori
Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang
ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering
meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia
menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-
psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi
Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar
biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa
yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan
perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan
dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya
menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana
hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting
pada setiap tahapnya.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat
sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego
dalam psikososial, yang dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson
berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata
yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti
“emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap
tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan,
dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa.
Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis.
Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah
masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan

6
bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar personal
dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali
terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.

D. Tahapan Perkembangan
Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan
sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan sebelumnya, dan resolusi
yang sukses dari tiap krisis ego adalah pentingnya bagi individu untuk dapat tumbuh secara
optimal. Ego harus mengembangkan kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan
penyesuaian dari masyarakat (Berk, 2003). Berikut adalah delapan tahapan perkembangan
psikososial menurut Erik Erikson (Berk, 2003) :

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan. Tingkat pertama teori perkembangan psikososial
Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar
dalam hidup.Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada
ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.Perilaku bayi didasari oleh dorongan
mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai
orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu
kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja
tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara
asing, perlakuan asing dan sebagainya. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan
merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara
emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan
namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan.
Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk
dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan

7
membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai
tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap
saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai
lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang
sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka
masih dapat mengolahnya menjadi baik.

2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu


Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini
adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan
yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Tingkat ke dua dari teori perkembangan
psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan
besar dari pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet
adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari
Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa
kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. Kejadian-kejadian penting lain meliputi
pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga
pemilihan pakaian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri,
sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga
melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-
pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan
adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain.
Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain.

8
3. Inisiatif vs Kesalahan
Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan
kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial
lainnya. Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa
ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar
terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa
memiliki tujuan.
Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata
menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara
mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan
terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat
mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan
pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan
sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut
perilaku aktif dan bertujuan. Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten
dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Erikson
yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.

4. Kerajinan vs Inferioritas
Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah
adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa
rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan
keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang
tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada
awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa

9
rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada
usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau
ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap
rajin.Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu
(inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap
keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan
guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan keterampilan yang dimilikinya. Anak
yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya
akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Prakarsa yang dicapai
sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi
mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang dapat
timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus
bagi perkembangan ketekunan anak-anak.

5. Identitas vs Kekacauan Identitas


Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun. Yang mana hal ini ditandai dengan
adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan
didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya. Dia berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan
membentuk dan memperlihatkan identitas diri pada remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau
kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh
rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok
sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap
peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
Selama masa remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan dirinya.
Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana
mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan). Anak

10
dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa, pekerjaan dan
romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan
yang berbeda dalam suatu peran khusus. Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan
cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai. Jika
suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak
peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan
diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini. Bagi mereka yang tidak
yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung
terhadap diri dan masa depannya.
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas
yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang
mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas
ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke tengah masyarakat.

6. Keintiman vs Isolasi
Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun). Erikson percaya tahap ini
penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan
orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan
aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan
hubungan yang intim. Mereka sudah mulai selektif untuk membentuk hubungan yang intim
dengan orang-orang tertentu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepekaan diri
cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering
terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan
muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.Oleh sebab itu, kecenderungan
antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang
positif yaitu cinta.Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan
segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan.Wilayah cinta yang

11
dimaksudkan disini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan
dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme.Afilisiasi
menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta
yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap
yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

7. Generativitas vs Stagnasi
Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun). Selama masa ini, mereka
melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil
dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan
partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa
tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
Pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna
keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian
terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap
memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu
pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak
perduli terhadap siapapun.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu
kepedulian.Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah
suatu interaksi atau hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang
yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila
orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka
alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa,
sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik
dan menyenangkan.

12
8. Integritas vs Keputusasaan
Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun). Selama fase ini cenderung melakukan
cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa
hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup
dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan,
meskipun saat menghadapi kematian.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah
dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Dalam situasi ini individu merasa putus
asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil
melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas
dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit
dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari
lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa
lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada
pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri
yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri.
Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang
mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.
Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat
menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan
kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut
dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali
kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang
ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

13
E. Pentingnya Perkembangan Psikososial Sejak Usia Dini
Menurut Erikson kepribadian perlu disiapkan, dibentuk, dan dibina sejak usia dini. Usia
dini merupakan masa penting bagi perkembangan seseorang termasuk didalamnya yang
menyangkut masalah kepribadian. Banyak pakar yang menyatakan bahwa kegagalan penanaman
karakter terjadi pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di
masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral pada generasi muda adalah hal yang
sangat baik, karena di usia tersebut merupakan usia yang strategis. Seperti pepatah yang
mengatakan bahwa “walaupun jumlah anak-anak hanya 25 % dari total penduduk, tetapi
menetukan 100% masa depan”. Oleh karena itu, penanaman moral melalui pengembangan
kepribadian sejak dini kepada anak merupakan kunci utama dalam membangun bangsa.
Dalam pengaplikasiannya teori Erikson ini terfokus pada perkembangan sosial, terutama
di bidang pendidikan sosial, khususnya pada usia anak-anak dan remaja. Teori ini akan
berdampak kepada perlakuan orang dewasa kepada anak lebih sesuai dengan kebutuhan usia
anak-anak itu sendiri.
Saat ini, penelitian dalam perkembangan otak manusia telah semakin maju, sehingga para
pakar semakin yakin bahwa apabila pada usia dini seorang anak tidak diberikan pendidikan,
pengasuhan, dan stimulasi yang baik, maka akan berpengaruh terhadap struktur perkembangan
otaknya. Karena perkembangan otak anak pesat terjadi pada usia dini. Montessori mengatakan
bahwa otak anak adalah ibarat spon kering, apabila dicelupkan kedalam air akan menyerap air
dengan cepat. Apabila yang diserap adalah air bagus, maka baguslah ia. Sebaliknya, apabiala
yang diserap adalah hal-hal yang tidak baik, maka jeleklah ia. Oleh karena itu, pengembangan
kepribadian sejak usia dini, mutlak diperlukan, karena saat usia anak sudah besar akan lebih
sulit, karena masa tercepat pembentukan struktur otak sudah terlewati. Berdasarkan penelitian di
Harvard Univerity Amerikat Serikat, Ali Ibrahim Akbar mengungkapkan ternyata kesuksesan
sesorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard Skill)
saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain. (Soft Skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% hard skill dan sisanya 80% Soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses didunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill dari pada hard skill mereka. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu
pendidikan karakter untuk peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan sehingga secara tidak
langsung dapat berpengaruh baik pula pada kepribadian anak.

14
BAB III
PERTANYAAN DAN JAWABAN
A. Pertanyaan
Pilihan Ganda

1. Pada usia berapakah Integritas vs keputusasaan terjadi ….

a. 60an tahun
b. 40an tahun
c. 5 tahun
d. 17 tahun
e. 25 tahun

2. Ego yang sempurna memiliki 3 dimensi, diantaranya ….

a. Faktualitas, Ego Identity, dan Aktualitas


b. Aktualitas, Body Ego, dan Faktualitas
c. Universalitas, Aktualitas, dan Ego otonomi fungsional
d. Faktualitas, Universalitas, dan Aktualitas
e. Ego Identity, Universalitas, dan Faktualitas

3. Dilihat dari tahapan perkembangan psikososial yang dikemukakan Erik H. Erikson, tahapan
yang terjadi pada pada anak yang berusia 10 s/d 20 adalah ….

a. Kerajinan vs Inferioritas
b. Trust vs Mistrust
c. Identitas vs Kekacauan Identitas
d. Inisiatif vs Kesalahan
e. Generativitas vs Stagnasi

4. Gambaran mengenai individu di dalam berbagai peran sosial di sebut ….

a. Ego Otonomi Fungsional


b. Faktualita
c. Aktualitas

15
d. Ego Identity
e. Body Ego

5. Tahapan yang terjadi pada usia 3 tahun s/d 5 tahun adalah ….

a. Integritas vs Keputusasaan
b. Keintiman vs Isolasi
c. Kerajinan vs Inferioritas
d. Identitas vs Kekacauan Identitas
e. Inisiatif vs Kesalahan

6. Tahapan kedua dari teori perkembangan psikososial Erikson adalah ….

a. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu


b. Inisiatif vs Kesalahan
c. Integritas vs Keputusasaan
d. Keintiman vs Isolasi
e. Kerajinan vs Inferioritas

7. Pada usia berapa seseorang siap membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen
dengan orang lain ….

a. 20 tahun s/d 30 tahun


b. 15 tahun s/d 20 tahun
c. 5 tahun s/d 10 tahun
d. 45 tahun s/d 50 tahun
e. 10 tahun s/d 20 tahun

8. Sebuah metode baru yang digunakan untuk mempererat hubungan antara individu agar dapat
mencapai suatu tujuan bersama adalah ….

a. Faktualitas
b. Body Ego
c. Universalitas
d. Aktualitas

16
e. Ego Identity

9. Gambaran mengenai sesuatu yang bersifat ideal dan sempurna disebut ….

a. Body Ego
b. Universalitas
c. Ego Ideal
d. Ego Identity
e. Faktualitas

10. Dimensi yang berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (Sens of Reality) yang
menggabungkan pandangan semesta dengan hal yang praktis dan konkrit disebut ….

a. Aktualitas
b. Ego Ideal
c. Body Ego
d. Universalitas
e. Faktualitas

Esai

1. Mengapa Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif ?

2. Mengapa Trust dan Mistrust menjadi tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson
yang terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun?

3. Hal apa yang harus diselesaikan pada usia 18 bulan s/d 3 tahun dalam tahapan perkembangan
Erik H. Erikson ?

4. Mengapa perkembangan psikosial sejak usia dini sangat penting dilakukan?

5. Apa yang dimaksud dengan Universalitas ?

17
B. Jawaban
Pilihan Ganda

1. a) 60an tahun

Integritas vs Keputusasaan biasanya terjadi pada usia 60an tahun. Pada fase ini
mereka cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak
berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak
penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil
melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang
pernah dialami.

2. d) Faktualitas, Universalitas, dan Aktualitas

Erikson menggambarkan bahwa ego yang sempurna memiliki 3 dimensi


diantaranya, Faktualitas, Universalitas, dan Aktualisasi. Faktualitas merupakan fakta,
data serta metode yang dapat diverifikasikan dengan metode kerja yang sedang berlaku.
Dalam hal ini, ego berisi mengenai kumpulan hasil interaksi dengan lingkungan yang
dikemas dalam bentuk fakta dan data. Universalitas merupakan sebuah dimensi yang
mirip dengan prinsip realita yang dikemukakan Freud, karena dimensi ini berkaitan
dengan kesadaran akan kenyataan (Sens of Reality) yang menggabungkan pandangan
semesta dengan hal yang praktis dan konkrit. Aktualitas merupakan sebuah metode baru
yang digunakan untuk mempererat hubungan antara individu agar dapat mencapai suatu
tujuan bersama.

3. c) Identitas vs Kekacauan Identitas

Identitas vs Kekacauan Identitas terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20
tahun. Yang mana hal ini ditandai dengan adanya kecenderungan identity – Identity
Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan
kecakapan-kecakapan yang dimilikinya. Dia berusaha untuk membentuk dan
memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan
memperlihatkan identitas diri pada remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan,
sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau

18
kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering
diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang kelompok sebayanya.

4. d) Ego Identity

Dilihat dari yang di kemukakan oleh Erikson mengenai tiga aspek yang saling
berhubungan. Ego Identity sendiri merupakan sebuah gambaran mengenai individu di
dalam berbagai peran sosial.

5. e) Inisiatif vs Kesalahan

Tahapan Inisiatif vs Kesalahan biasanya terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. Selama
masa usia prasekolah mereka mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia
melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Tahap ketiga ini juga dikatakan
sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap
bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau
6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar
punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.

6. a) Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu

Tahapan kedua dari teori perkembangan Erikson yaitu Otonomi vs Perasaan Malu dan
Ragu-ragu. Tahapan ini biasanya terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tugas yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil
perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan
orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya
diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri
sendiri.

7. a) 20 tahun s/d 30 tahun

Erikson percaya bahwa pada usia 20 th s/d 30 tahun mengalami tahapan


Keintiman vs Isolasi, yaitu tahapan dimana seseorang siap dalam membangun hubungan

19
yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini,
akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas
personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Mereka sudah
mulai selektif untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu.
8. d) Aktualitas

Menurut yang telah digambarkan oleh Erikson bahwa ego sempurna memiliki 3
dimensi. Aktualitas sendiri merupakan sebuah metode baru yang digunakan untuk
mempererat hubungan antara individu agar dapat mencapai suatu tujuan bersama. Dalam
hal ini, ego merupakan realitas masa kini yang terus mengembangkan cara baru untuk
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi, menjadi lebih efektif, prospektif, dan
prospektif.

9. c) Ego Ideal

Ego Ideal sendiri merupakan sebuah gambaran mengenai sesuatu yang bersifat
ideal dan sempurna. Hal ini memicu individu berimajinasi untuk memiliki konsep ego
yang lebih ideal dibandingkan dengan orang lain.

10. d) Universalitas

Universalitas merupakan sebuah dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang
dikemukakan Freud, karena dimensi ini berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan
(Sens of Reality) yang menggabungkan pandangan semesta dengan hal yang praktis dan
konkrit.

Esai

1. - Karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.

- Menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan
dalam lingkaran kehidupan.

20
- Menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan atau
kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.

2. Karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada


ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.Perilaku bayi didasari oleh
dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan
mempercayainya.

3. Hal atau tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu
relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat
menghasilkan suatu kemandirian.

4. Menurut Erikson kepribadian perlu disiapkan, dibentuk, dan dibina sejak usia dini. Usia
dini merupakan masa penting bagi perkembangan seseorang termasuk didalamnya yang
menyangkut masalah kepribadian. Banyak pakar yang menyatakan bahwa kegagalan
penanaman karakter terjadi pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang
bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral pada generasi muda
adalah hal yang sangat baik, karena di usia tersebut merupakan usia yang strategis.

5. Universalitas merupakan sebuah dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang
dikemukakan Freud, karena dimensi ini berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan
(Sens of Reality) yang menggabungkan pandangan semesta dengan hal yang praktis dan
konkrit.

21
BAB IV
KESIMPULAN DAN KATA PENTING
A. Kesimpulan
Teori perkembangan kepribadian yg dikemukakan Erik H. Erikson merupakan salah satu
teori yang memiliki pengaruh kuat pada psikologi. Hal ini dikarenakan beliau menyebutkan
tahap perkembangan manusia mulai dari lahir sampai lanjut usia. Selain itu, teori Erikson juga
membawa aspek kehidupan sosial serta fungsi budaya yang disebut lebih realistis.
Teori Erikson memandang ciri-ciri ego menjadi polaritas dari apa seseorang itu dari
perasaan dirinya dan apa seorang itu berdasarkan asumsi orang lain. seseorang yang mencapai
identitas memperoleh rasa mempunyai. Erikson juga memandang masa lampau seseorang
memiliki makna bagi masa depannya, maka akan ada transedental perkembangan yg
direfleksikan oleh tahap-tahap perkembangan lainnya.
Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya menjadi tindakan-tindakan sosial. Hal ini
berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang asal lahir dibentuk oleh impak-imbas sosial yang
berinteraksi menggunakan suatu organisme. sehingga seseorang tadi sebagai matang secara fisik
serta psikologi.warga yg tidak selaras, menggunakan perbedaan kebiasaan cara mengasuh anak,
cenderung menghasilkan kepribadian yg sinkron dengan kebutuhan serta nilai-nilai budayanya.
Kemampuan bawaan penting pada perkembangan kepribadian, tetapi ego muncul karena
dibentuk oleh masyarakat. Bagi Erickson , di saat manusia lahir, ego hadir hanya menjadi
potensi namun, buat menjadi aktual beliau harus hadir pada lingkungan kultural. tahap
perkembangan yg satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (namun
tidak mengubah perkembangan tahap sebelumnya itu).

B. Kata Penting
 Psikososial : relasi yang dinamis antara aspek psikologis dan sosial seseorang
 Eksplisit : gamblang, tegas, terus terang, tidak berbelit-belit (sehingga orang dapat
menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau
salah mengenai berita, keputusan, pidato, dsb
 Representatif : dapat (cakap, tepat) mewakili. Arti lainnya dari representatif adalah sesuai
dengan fungsinya sebagai wakil.

22
 Efektif : sebuah usaha untuk mendapatkan tujuan, hasil dan target yang diharapkan
dengan tepat waktu.
 Progresif : ke arah kemajuan.
 Prospektif : ada prospeknya. Arti lainnya dari prospektif adalah dapat (mungkin) terjadi.
 Biologikal : biologis, yang berhubungan dengan ilmu hayati atau biologi.
 Historikal : dahulu kala. Arti lainnya dari historikal adalah kesejarahan.
 Inferioritas : perasaan yang timbul akibat lemahnya kondisi psikologis dan sosial yang
dirasakan secara pribadi atau perasaan yang timbul karena kelemahan yang dimiliki atau
cacat tubuh yang ada.

23
DAFTAR PUSTAKA
Serdar, D. (2019). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関
する共分散構造分析Title. Sustainability (Switzerland), 11(1), 1–14.
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-
8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.
005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN
_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI

alwisol. (2019). psikologi kepribadian . malang: universitas muhammadiyah malang.

https://student-activity.binus.ac.id/himpsiko/2017/12/1086/

https://atibilombok.blogspot.com/2014/06/makalah-teori-kepribadian-erik-erikson.html

http://kennyanthia.blogspot.com/2013/01/makalah-erik-erikson.html

24

Anda mungkin juga menyukai