Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam pada masa Rasulallah masih hidup apabila terdapat kekurangan
paham terhadap suatu hukum, para sahabat langsung menanyakan kepada
rasulallah, sehingga bisa cepat terselesaikan. Kemudian sepeninggalan
rasulallah para sahabat menggunakan pengalaman yang diperoleh dari perkataan,
perbuatan dan kebiasaan beliau ketika msih hidup. Ketika sampai kepada masa
tahap ini mereka berpegang kepada al- quran, as sunah, dan kepada perkataan
sahabat. Seiring prekembangan jaman persoalan semakin bertambah jumlahnya
dari waktu ke waktu, sementara tidak seluruhnya solusi permasalahan
ditemukan dalam al quran, as sunah, maupun perkataan sahabat. Sehingga
dilakukan jakan ijtihad sendiri, termasuk melakukan qiyas (analogi) sebagai
syara. Sehingga seiring perkembanngan waktupun banyak terjadi perbedaan
madzhab.
Madzhab adalah cara yang ditempuh atau jalan yang diikuti. Embriio dari
perbedaan madzhab ini adalah karena terjadi perbedaan cara pandang dan
analisis terhadap nash (teks), walaupun semua mempunyai dasar yang sama
yaitu al quran dan hadis. Namun perbedaab tersebut dianggap wajar oleh para
ulama fiqih. Karena berbagai faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor
intuisi, interaksi sosial budaya, dan faktor adaptasi perkembangan jaman.
Madzhab dalam hukum islam pun semakin bermunculan. Sebagai contoh
ada madzhab sunni yang terdiri dari madzhab Hanafi, Maliki, SyafiI dan
Hambali. Sedangkan madzhab syii terdiri dari madzhab Zaidi dan Jarani yang
semua itu perlu untuk kita ketahui sebagai pertimbangan dalam kita
melaksanakan keislaman.

1
Dalam makalah ini kami bermaksud menuliskan salah satu dari
macam macam madzhab tersebut, yaitu madzhab Hanafi. Tentang
bagaimana biografi beliau, pola pikir beliau, apa saja dalil dasar yang
digunakan, dan bagaiman penerapan hukum beliau dalam realita.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan biografi dari imam Abu Hanifah?
2. Apa dasar pemikiran madzhab imam Abu Hanifah?
3. Bagaimana perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan imam yang
lain?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah dan biografi dari imam Abu Hanifah
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran madzhab imam Abu Hanifah
3. Untuk mengetahui perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan
imam yang lain

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Biografi Imam Abu Hanifah


Imam Abu Hanifah dilahirkan di kota Kufah pada tahun 80 Hijriah (699
Masehi). Nama kecilnya ialah Numan bin Sabit bin Zautha bin Mah. Ayah
beliau keturunan dari bangsa Persi (Kabul-Afganistan) tetapi sebelum beliau
dilahirkan ayah beliau sudah pindah ke Kufah. Beliau dipanggil Abu Hanifah
karena sesudah berputra, ada di antaranya yang dinamakan Hanifah, maka dari
itu beliau mendapat gelar dari orang banyak dengan sebutan Abu Hanifah.
Tetapi ada riwayat lain, bahwa yang menyebabkan beliau dipanggil Abu
Hanifah, karena beliau seorang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah dan
sungguh-sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama. Karena perkataan
Hanif dalam bahasa Arab artinya cenderung atau condong kepada agama
yang benar. Beliau wafat pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di Bagdad.
1. Pendidikan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sejak kecil suka kepada ilmu pengetahuan,
terutama yang ada hubungannya dengan agama Islam. Beliau banyak
belajar dari ulama-ulama tabiin seperti Ata bin Abi Rabah dan Imam Nafi
Maula Ibnu Umar. Beliau juga belajar ilmu hadits dan fiqh dari
ulama-ulama yang terkemuka di negeri itu. Guru yang paling berpengaruh
pada dirinya ialah Imam Hammad bin Abi Sulaiman.
2. Hasil Karya Imam Abu Hanifah dan Murid-muridnya
Imam Abu Hanifah memang seorang ahli tentang fiqh dan ilmu kalam
dan pada saat beliau hidup banyak yang berguru padanya. Di bidang
ilmukalam beliau menulis kitab yang berjudul al-Fiqh al-Asqar dan al-Fiqh
al-Akbar. Tetapi dalam bidang ilmu fiqh tidak ditemukan catatan sejarah
yang menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah menulis sebuah buku fiqh
sewaktu hidupnya.

3. Ciri-ciri Khas Fiqh Mazhab Hanafi

3
Dalam membentuk hukum, Imam Abu Hanifah menempatkan al-Qur'an
sebagai landasan pokok, kemudian sunah sebagai sumber kedua. Beliau
juga berpegang pada fatwa sahabat yang disepakati, tetapi jika suatu hukum
tidak ditemukan dalam sumber-sumber tersebut, ia melakukan ijtihad. Illat
ayat-ayat hukum dan hadits, terutama dalam bidang muamalah, menurut
pandangannya perlu sejauh mungkin ditelusuri sehingga berbagai metode
ijtihad dapat difungsikan antara lain qiyas dan istihsan. Metode istihsan
telah banyak berperan dalam membentuk pendapat-pendapat fiqh Imam
Abu Hanifah dan membuat mazhabnya lebih dinamis, realistis dan
rasional. Mazhab Hanafi memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
a. Fiqh Imam Abu Hanifah lebih menekankan pada fiqh muamalah
b. Fiqh Imam Abu Hanifah memberikan penghargaan khusus kepada hak
seseorang baik pria maupun wanita.

B. DasarDasar Pemikiran Madzhab Abu Hanifah.


1. Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas da
istihsan. Beliau mempergunakan qiyas dan istihsan apabila beliau tidak
memperoleh nash dalam Kitabullah, Sunnatur Rasul atau ijma. Dengan kita
memperhatikan cara-cara yang di tempuh Abu Hanifah untuk beristinbath,
nyatalah bahwa dasar-dasar hokum Fiqh dalam madzhabnya, ialah Al Kitab
Secara etimologis, lafal quran sama dengan lafal qiraat. Ia
merupakan bentuk masdar menurut wazn (pola) fulan, seperti lafal gufran
dan syukran. Bentuk kata kerjanya adalah qaraa yang berarti al-jamu
wa al dammu, yakni menghimpun dan mengumpulkan. Dengan demikian
lafal quran dan qiraat secara etimologis berarti menghimpun dan
memadukan sebagian huruf-huruf dan kata-kata dengan sebagian lainya.
Firman Allah dalam surah al-Qiyamah (75):17-18:


17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya.

4
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya
itu.
2. As Sunnah
Sunnah (Arab, al-Sunnah, bentuk pluralnya al-sunan) secara
etimologis mengandung makna cara dan jalan hidup, baik yang
berkualitas baik maupun buruk. Sunnah di bagi menjadi 5, yaitu:
a. Sunnahqauliyyah
b. Sunnah filiyah

c. Sunnah taqririyah
d. Sunnah yang materinya berupa penggambaran sikap Nabi.
e. Sunnah yang materinya berupa penggambaran citra fisik Nabi.
3. Al Ijma
Ijma adalah kesepakatan semua mujtahid dari umat Nabi Muhammad
sesudah wafatnya beliau pada suatu masa terhadap suatu perkara.
Kedudukan ijma
Sehubungan dengan kedudukan ijma, ummat islam di bedakan
menjadi dua golongan, yakni golongan ahlu sunnah wal jamaah (sunni)
dan golongan non sunni (Khawarij, Syiah, dan Mutazilah). Golongan non
Sunni memandang bahwa ijma bukanmerupakan hujjah syariyyah. Sunni
berkeyakinan bahwa ijma merupakan hujjah syariyyah. Menurut mereka
ijma adalah dalil syara yang berbobot qathi.
4. Al Qiyas
Secara etimologis makna qiyas adalah hakiki (pengukuran) dan
bermakna majazi (persamaan). Secara terminologis yaitu: menghubungkan
sesuatu kepada sesuatu yang lain perihal ada atau tidak adanya hokum
berdasarkan unsure yang mempersatukan keduanya, baik berupa
penetapan maupun peniadaan hokum/sifat dari keduanya.
5. Al Istihsan
Istihsan secara etimologis mengandung arti menganggab sesuatu itu
baik. Secara terminologis, istihsan adalah berpalingnya sang mujtahid dari
tuntutan qiyas jaili kepada tuntutan qiyas khafiy berlandaskan dasar pikiran

5
tertentu yang rasional atau berpalingnya sang mujtahid dari tuntutan hokum
kully kepada tuntutan hokum juziy berlandaskan dasar pikiran tertentu
yang rasional.
Menurut Ibnu Al-Arabi, istihsan adalah meninggalkan kehendak dalil
dengan cara pengecualian atau memberikan rukhsah karena berbeda
hukumnya dalam beberapa hal. Ibnu Al Arabi menambahkan, istihsan
adalah beramal dari salah satu dari dua dalil yang paling kuat, berpegang
kepada dalil umum apabila dalil itu bias terus berlaku dan berpegang kepada
qiyas apabila qiyas itu berlaku umum.
Menurut Ibnu Rasyid, istihsan adalah meninggalkan qiyas dalam
menetapkan suatu hokum karena qiyas itu menimbulkan ketentuan hukum
yang terkesan berlebihan atau tidak wajar. Ibnu Rasyid berpandangan,
pada beberapa kasus penetapan hukum tidak dilakukan dengan qiyas,
tetapi diahlikan darinya karena ada pengertian yang mempengaruhi dalam
penetapan hokum yang mengkhususkan kasus tersebut.

C. Perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan imam yang lain


Kewajiban orang Islam apabila ia sendiri sukar mencari hukum langsung
dari dalil-dalilnya, ialah bertanya kepada orang-orang yang mempunyai
pengetahuan, tetapi tidak mesti ia menganut madzhab tertentu, karena tidak
ada kewajiban kecuali yang telah diwajibkan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan Allah tidak mewajibkan seorang untuk bermadzhab dari sesuatu
madzhab dari imam-imam madzhab. Dalam penerapannya, berikut adalah
contoh perbandingan madzhab imam Hanafi dengan imam madzhab lainnya.
Contohnya adalah shalat sunnah bagi musafir.
Bagi musafir yang menunaikan shalat sunnah, sah baginya kearah
manapun sesuai dengan konsessus ulama. Dalam masalah ini, ada beberapa
pendapat para fuqaha, yatiu:
1. Menurut madzhab Hanafi
Menurut madzhab Hanafi, pensyaratan kiblat bagi orang yang sakit
atau sedang menaiki kendaraan adalah arah manapun yang memungkinkan.

6
Hukum ini juga berlaku bagi musafir atau ketakutan yang mencekam
karena musuh atau pencuri dan atau serangan binatang buas. rdhu
Khusus untuk shalat yang dilakukakn diatas kendaraan atau binatang
tumpangan, jika mungkin hendaknya berhenti dahulu. Tetapi jika dengan
berhentinya mengakibatkan efek negatif, misalnya ditinggal
rombonganmaka boleh menunaikan shalat dengan berdiri. Madzhab ini
menambahkan bahwa shalat yang diperbolehkan adalah shalat sunnah
muakad. Namun kebolehan itu tidak berlaku dalam shalat fardhu, witir,
nadzar, dan jenazah. Shalat-shalat tersebut tidak boleh ditunaikan diatas
binatang kecuali ada udzur.
Bagaimana prosesi shaltnya? Dalam melakukan rangkaian gerakan,
ia bisa melakukannya dengan isyarat, (ima) dengan menghadap kearah
manapun karrena darurat. Sekali lagi, dalam kondisi ini, tidak ada
persyaratan menghadap kiblat. Jadi shalatnya tetap sah sekalipun dalam
tubuh atau kaki binatang tersebut terdapat najis.
2. Menurut madzhab Maliki
Menurut madzhab Maliki seseorang boleh melakukan shalat sunah,
baik dengan menghadap kiblat atau lainnya, jika dikhawatirkan dengan
turun, aakan terjadi bahya yang tidak diinginkan, misalnya serangan
penjahat atau serangan binatang buas. Hal tu juga berlaku bagi mereka
yang berada dalam tandu dengan tetap duduk diatasnya dan tandu tetap
masih berjalan.
Dalam keadaan ini, gerakan rukun, seperti sujud dan ruku bisa
diganti dengan isyarat, misalnya gerakan sujud lebih rendah dibanding
gerakan ruku. Kondisi tanah tid ak harus bersih dan mereka tidak boleh
berbicara.
Ada beberapa syarat yang ditetapkan demi keabsahan penunaian
shalat sunah dalam perjalanan, yaitu:
a. Perjalanan itu telah mencapai jarak minimal 89 KM. Bagi mereka yang
melakukan perjalanan karena kemaksiatan tidak mendapat keringanan
apapun.

7
b. Dalam perjalanan itu sebagai penunggang. Tidak berjalan atau duduk
saja. Bagi mereka yang perjalanannya menggunakan fasilitas perahu
atau kapal, tetap wajib baginya menghadap kiblat. Jika memang perahu
atau kapal tersebut berputar arah, maka ikut berputar.
c. perjalanan itu dalam kondisi normal, misalnya tidak terbalik atau
kakinya terikat.

D. Menurut madzhab Syafii


Menurut madzhab Syafii seorang musaafir baik dalam perjalanan
jauh atau dekat, dalam jangka waktu yang lama atau sebentar, boleh
melakukan shalat sunnah di atas kendaraanya. Namun keringanan tersebut
tidak berlaku bagi perjalanan maksiat. Juga mereka yang berjalan. Wajib bagi
mereka untuk tetap menyempurnakan syarat dan rukun yang telah ditetapkan
syara.
Dalam melakukan shalat sunah tersebut, gerakan ruku dan sujud bisa
digantikan dengan isyarat. posisi tubuh ketika sujud harus lebi rendah
dibanding ketika ruku. Syaratny, shalat tersebut dimulai dengan menghadap
kiblat jika memungkinkan. Jikaa seseorang menunaikan shlat dengan
memegang tali kendaraan hewan yang disitu terdapat najis, maka shalatnya
tidak sah, baik najisnya basah atau kering. Perinciannya adalah sebagai
berikut:
Jika seseorang menaiki tandu, wajib baginya menghadap kiblat selama
menunaikan rukun shalat. Kalau tidak bisa sebagian saja, misaalnya sujud dan
ruku. Hal itu dianggap mudah dan sangat memungkinkan. Jika memang
menyulitkan cukuplah baginya menghadap kiblat saat takbiratul ihram. Itupun
juga memungkinkan Jika hewannya berhenti dan memungkinkan untuk
merubah arah serta tali kendali ada ditangannya, maka ini memudahkannya
mengendalikan jalannya hewan tersebut. Jika sulit dan tidak memungkinkan
untuk mengendalikannya, tidak wajib baginya menghadap kiblat karena
keadaan ini cukup menyulitkannya. Untuk seorang nahkoda, tidak diwajibkan

8
menghadap kiblat. Hal ini mengingat resiko yang ditimbulkan jika ia
memaksakan hal itu.

E. Menurut madzhab Hambali


Menurut madzhab Hambali, bahwa kebolehan tersebut hanya untuk
mereka yang menaiki kendaraan, baik itu perjalanan dekat atau jauh. Gerakan
sujud dan rukunya cukup dengan isyarat. Caranya posisi tubuh waktu sujud
bungkuknya lebih rendah dibanding ruku.
Kewajiban menghadap kiblat tetap harus ditunaikan bagi mereka yang
menunggang kendaraan, tetapi didaerahnya sendiri. Itu tidak bisa dikatakan
musafir. Jadi kembali kehukum semula. Lebih lanjut mereka boleh melkukan
hal itu diatas keledai atau sejenisnya. Beda halnya dengan shalat diatas binatang
najis, disitu harus ada alas suci yang meanghalangi interaksi langsung dengan
kulitnya. Dengan kata lain, carilah alas atau penutup apapun untuk
memisahkan tubuh dengan bagian najis pada tubuh binatang tersebut.
Secara umum bisa dikatakan bahwa sekiranya memang mungki ke arah
kiblat, maka ia tidak boleh merubah kearah yang lebih mudah. Jika seseorang
berada diatas kapal atau perahu besar, maka ia harus menghadap kiblat jika
memungkinkan . Begitu juga dengan gerakan ruku dan sujud. Jika dia mungkin
menhgadap kiblat, tapi tidak memungkinkan untuk ruku dan sujud, maka
menghadap kiblat harus diprioritaskan. Untuk ruku dan sujud cukup dengan
isyarat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

9
1. Ciri-ciri khas fiqh mazhab Hanafi adalah fiqh imam Abu Hanifah lebih
menekankan pada fiqh muamalah dan memberikan penghargaan khusus
kepada hak seseorang baik pria maupun wanita.
2. Dasar pemikiran madzhab Hanafi adalah Al-Quran, sunah, ijma, qiyas, dan
istihsan.
3. Madzhab Hanafi memiliki perbedaan dengan madzhab imam fiqih yang lain,
namun dasar mereka dalam menetapkan hukum itu sama, yaitu Al-Quran
dan Al-Hadits sebagai dua sumber utama.

B. Kata Penutup
Demikian makalah yang dapat kami susun. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.sebelumnya kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa
depan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, 2011, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta:AMZAH


Chalil, Moenawar, 1986, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta : Bulan
Bintang
Musyafa, Fadholan Muthi, 2007, Shalat di Pesawat dan Angkasa, Tuban: Syauqi
Press
Syaltut, Mahmud, 2005, Perbandingan Masalah Madzhab dalam Masalah Fiqih,
Jakarta: Bulan Bintang
Teungku Muhammad Hasbi, 1999 , Pengantar Iilmu Fikih, Semarang: Pustaka
Rizki Putra

11
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Alhamdulillah, Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah
ini berisikan tentang penjelasan Hak Asasi Manusia
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini .
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .

Sungai Penuh, Desember 2017


Kelompok 2

12
i
HAK ASASI MANUSIA
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah
Civic Education

Disusun Oleh:
1. Bulan Permata Sari
2. Siti Riwani
3. Anisa Yustika
4. Rahmi
5. Degi
6. Siti Anisa
7. Yesi

Dosen Pembimbing:
DARA FRANSISCA, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KERINCI
T.A.2017/2018
13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................
C. Tujuan Masalah ..........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan biografi dari imam Abu Hanifah ...........................
B. Dasar pemikiran madzhab imam Abu Hanifah .........................
C. Perbandingan madzhab imam Abu Hanifah dengan
imam yang lain ........................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
DAFATR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai