Anda di halaman 1dari 8

Empat Macam Madzhab dalam Ilmu Fiqih

Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh
dari dalil-dalilnya yang terinci. Dengan kata fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat
Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia
dengan Tuhannya. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pembahasan fiqih berkisar
pada perbuatan mukallaf dari konsekuensi hukumnya secara syar’i, bagaimana cara beribadah,
tentang prinsip rukun Islam (shalat, zakat, puasa, jual beli, dan lain sebagainya) serta hubungan
antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunah.
Mazhab menurut bahasa Arab adalah isim makan (kata benda keterangan tempat) dari
akar kata dzahaba (pergi). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan
(ath-tharξq). Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid
(orang yang melakukan ijtihad) dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan atau
menetapkan hukum Islam. Dalam sejarah pengkajian hukum Islam dikenal beberapa madzhab
fiqih yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab sunni dan madzhab syi’i. Di kalangan
Sunni terdapat beberapa madzhab yang masyhur, yaitu hanafi, maliki, syafi’I dan hambali.
1. Madzhab Hanafi
Pendiri madzhab Hanafi adalah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi berusia 70 tahun.
Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M, ia ilahirkan di kufah, pada
zaman dinasti Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan. Beliau
wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi'i R A. Beliau lebih dikenal
dengan sebutan, Abu Hanifah An-Nu'man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli
ibadah. Dalam bidang fiqih beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad
kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Tabi'in, seperti Atha bin Abi Rabah dan
Nafi' Maula Ibnu Umar. Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu
Hanifah yang berarti suci dan lurus, karena sejak kecil beliau dikenal dengan kesungguhannya
dalam beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan keji.
Pada awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian
menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak (ra’yu). Imam
Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru
yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi)
dalam menentukan hukum.
Abu Hanifah belajar kepada Hammad selama 18 tahun sampai Hammad wafat. Dan
setelah itu beliau mengganti kedudukan Hammad sebagai pengajar di majelis ilmu fiqih di kota.
Kufah dengan gelar Imam ahl al-ra’y yang artinya pemimpin ulama ahlu al-ra’y. Ia pernah
berkata bahwa ia tidak menunaikan shalat kecuali mendoakan gurunya Hammad dan setiap
orang yang pernah mengajarinya (belajar kepadanya).” Hammad bin Abi Sulaiman adalah
seorang guru yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter intelektual dan corak
mazhab Abu Hanifah. arya-karya Abu Hanifah yang telah sampai kepada kita adalah Kitab:
Al-Fiqh Al-Akbar, Kitab Al-Risalah, Kitab Kitab Al-Washiyyah, Al-Fiqh Al-Absath dan Kitab
Al-Alim wa Al-Muta’allim. Abu Hanifah tidak menulis karangan dalam bidang fiqih, akan
tetapi murid-muridnya telah merekam seluruh pandangan dan hasil ijtihad Abu Hanifah dengan
lengkap sehingga menjadi madzhab yang dapat diikuti oleh kaum Muslimin. Diantara murid-
muridnya yaitu: Abu Yusuf Ya’qub ibn Muhammad Al-Anshari ([113-182 H/731-797 M),
Muhammad ibn Al-Hasan Al-Syaibani ([132-189 H/750-805 M), Zufar ibn Al-
Hudzail ([110-157 H/729-774 M) dan Hasan ibn Ziyad Al-Lu’lu`i (w. [204 H/819 M).
Adapun metodenya dalam Fiqih sebagaimana perkataan beliau sendiri “saya
mengambil dari Kitabullah jika ada, tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar
dari Rasulullah saw yang sahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan sahabat, saya ambil yang saya
butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudian saya tidak akan mencari
yang diluar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibn
Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka mujtahid) maka saya akan
berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”. Metode yang dipakainya itu jika kita ricikan maka
ada 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah:
a) Al-Qura’an
Abu Hanifah memandang Al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum
sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam
menjelaskan maksud (dialah) Al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
b) Sunnah atau Hadits
Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an
sebagaimana imam-imam lainnya. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-sarat khusus
dalam penerimaan sebuah Hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqih), yang meperlihatkan
bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sesi Sanad (perawi), tetapi juga
meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan
kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
c) Perkataan Shahabah
Metode beliau adalah jika terdapa banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang
sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada
beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
d) Qiyas
Menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru
yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat,
bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Beliau,
menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan
solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dialah isyarah atau
thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Abu Hanifah dalam mencari sebab hukum.
e) Istihsan
Mengikuti yang lebih baik karena lebih tepat atau menganggap baik terhadap sesuatu. Di
bandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling sering
menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
f) Ijma
Kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Imam Abu Hanifah
mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilih-milih, namun setelah meneliti kebenaran
terjadinya Ijma’ tersebut.
g) Urf
Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan. Dalam masalah ini
Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang memakai ‘urf dalam masalah-masalah fur’
(pemahaman) Fiqih, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaztalak, pembebasan budak,
akad dan syarat.

Mazhab Hanafi dalam bidang sosiopolitik dan ekonomi


Madzhab Hanafi adalah salah satu dari empat mazhab besar dalam hukum Islam.
Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah, dan ia sangat berfokus pada penafsiran
hukum dan fiqh. Konsep-konsep Islam secara umum, seperti keadilan sosial, hak asasi
manusia, kewajiban untuk menegakkan kebenaran dan menghindari kezaliman, diterapkan
dalam pemikiran politik dan ekonomi oleh para cendekiawan Muslim dari berbagai mazhab.
Konteks sosial-politik
Konteks sosial-politik pada masa hidupnya diwarnai oleh perang saudara antara Bani
Umayyah dan Bani Abbas. Pada masa itu, Kufa adalah pusat perlawanan terhadap
pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini memengaruhi pemikiran Imam Hanafi dalam menyusun
hukum-hukum yang dapat memperkuat kekuasaan pemerintahan Bani Abbas.
Konteks ekonomi
Pada masa hidupnya, terjadi perkembangan pesat dalam perdagangan dan ekonomi di
Irak. Kufa menjadi pusat perdagangan yang penting, dan orang-orang kaya seperti ayah Imam
Hanafi memanfaatkan peluang tersebut untuk mengumpulkan kekayaan.
Imam Hanafi memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dalam menyusun
hukum-hukum fiqh. Ia memperkenalkan konsep al-maslahah al-mursalah, yaitu prinsip hukum
yang mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat secara keseluruhan dalam mengambil
keputusan hukum.
Dalam kesimpulannya, Imam Hanafi adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah
pemikiran Islam dan bidang fiqh. Pemikirannya yang memperhatikan kondisi sosial-politik dan
ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan fiqh Islam dan menjadi landasan
bagi madzhab Hanafi yang masih banyak diikuti hingga saat ini.
2. Madzhab Syafi’i
Imam Syafi’i37 dilahirkan di kota Guzzah suatu kampung dalam jajahan palestina,
masih wilayah Asqalan pada tahun 150 H (767 M), bersamaan dengan wafatnya Imam Hanafi.
Imam Muhammad bin Idris al-Abbas berusia 54 tahun. Kemudian, beliau dibawa ibunya ke
mekkah dan dibesarkan di sana. Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Abbas
ibn Utsman ibn syafi’i dari keturunan Muthalib bin abdi Manaf, yaitu kakek yang keempat dari
rasul dan kakek yang kesembilan dari Asy-syafi’i. Dengan demikian, jelaslah bahwa beliau
adalah keturunan dari keluarga bangsa Quraisy dan keturunan beliau bersatu dengan keturunan
Nabi Muhammad SAW.
Syafi’i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di mesjid al-Haram
dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Uyainah sampai matang
dalam ilmu fiqih. Imam Syafi’i mulai melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa
fiqh bahkan Menyusun metodelogi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi
tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran Madinah maupun kufah. Dalam kontek
fiqihnya Syafi’i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam bersumber pada Al-Quran dan
Sunah serta Ijma’ dan apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas,
beliau mempelajari perkataan- perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan
istishab. Di antara karya-karya Imam Syafi’i, yaitu:
a) Ar-Risalah: merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali disusun.
b) Al-Umm: isinya tentang berbagai macam masalah fiqih berdasarkan pokok-pokok
pikiran yang terdapat dalam kitab ushul fiqih.
Mazhab Syafi’i dalam bidang sosiopolitik dan ekonomi
Madzhab Syafi'i adalah salah satu dari empat mazhab besar dalam hukum Islam yang
didirikan oleh Imam Al-Syafi'i. Meskipun mazhab ini lebih fokus pada masalah hukum dan
fiqh, konsep-konsep Islam dalam bidang sosiologi, politik, dan ekonomi juga terdapat dalam
pemikiran para cendekiawan Muslim dari Mazhab Syafi'i.
Konteks sosial-politik
Konteks sosial-politik pada masa hidupnya diwarnai oleh perang saudara antara
kelompok Bani Umayyah dan Bani Abbas. Pada masa itu, Baghdad adalah pusat kekuasaan
pemerintahan Bani Abbas. Hal ini memengaruhi pemikiran Imam Syafi'i dalam menyusun
hukum-hukum yang dapat memperkuat kekuasaan pemerintahan Bani Abbas.
Konteks ekonomi
Pada masa hidupnya, terjadi perkembangan pesat dalam perdagangan dan ekonomi di
wilayah Arab. Mekah dan Madinah menjadi pusat perdagangan yang penting, dan orang-orang
kaya memanfaatkan peluang tersebut untuk mengumpulkan kekayaan.
Imam Syafi'i memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dalam menyusun
hukum-hukum fiqh. Ia mengembangkan metode qiyas yang mempertimbangkan kemaslahatan
masyarakat secara keseluruhan dalam mengambil keputusan hukum.
Dalam kesimpulannya, Imam Syafi'i adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah
pemikiran Islam dan bidang fiqh. Pemikirannya yang memperhatikan kondisi sosial-politik dan
ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan fiqh Islam dan menjadi landasan
bagi madzhab Syafi'i yang masih banyak diikuti hingga saat ini.
3. Madzhab Maliki
Maliki bin Annas bin Malik bin Abu Amr al-Asbahi berusia 86 tahun. Madzhab ini
dibangun oleh Maliki bin Annas. Ia dilahirkan di madinah pada tahun 93 H. Imam Malik belajar
qira’ah kepada Nafi’ bin Abi Ha’im. Ia belajar hadis kepada ulama madinah seperti Ibn Syihab
al-Zuhri. Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Muwatta’, sebuah kitab hadis bergaya fiqh.
Inilah kitab tertua hadis dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Dia seorang Imam dalam ilmu
hadis dan fiqh sekaligus. Orang sudah setuju atas keutamaan dan kepemimpinannya dalam dua
ilmu ini.
Dalam fatwa hukumnya ia bersandar pada kitab Allah kemudian pada as-Sunnah.
Tetapi beliau mendahulukan amalan penduduk madinah dari pada hadis ahad, dalam ini
disebabkan karena beliau berpendirian pada penduduk madinah itu mewarisi dari sahabat.
Setelah as-Sunnah, Malik kembali ke qiyas. Satu hal yang tidak diragukan lagi bahwa
persoalan-persoalan dibina atas dasar maslahah mursalah. As-Syafi’i menerima hadis darinya
dan belajar ilmu fiqih kepadanya. Penduduk mesir, maghribi dan andalas banyak mendatangi
kuliah-kuliahnya dan memperoleh manfaat besar darinya, serta menyebar luaskan di negeri
mereka.
Kitab al-Mudawwanah sebagai dasar fiqih madzhab Maliki dan sudah dicetak dua kali
di mesir dan tersebar luas disana, demikian pula kitab al-Muwatta’. Pembuatan undang-undang
di mesir sudah memetik sebagian hukum dari madzhab Maliki untuk menjadi standar
mahkamah sejarah mesir. Adapun dapat dismpulkan bahwa yang dijadikan pokok
pegangan dalil madzhab hanafi adalah: Al-Qur'an, as-Sunah, Ijma' Imam Ulama, Ijma' ulama
Madinah, Qiyas, Fatwa sahabat, Maslahah Mursalah, 'Urf, Sadudz dzari'ah, Istishab dan
Istihsan. Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki awal mulanya tersebar di daerah
Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan
Kuwait.
Mazhab Maliki dalam bidang sosiopolitik dan ekonomi
Konteks sosial-politik
Konteks sosial-politik pada masa hidupnya diwarnai oleh perluasan kekuasaan Islam
ke berbagai wilayah di Afrika Utara dan Spanyol. Madinah pada masa itu menjadi pusat
keilmuan dan terdapat banyak ulama terkemuka yang berkumpul di kota tersebut.
Imam Maliki mempertahankan pemikirannya yang moderat dan menekankan
pentingnya menjaga kestabilan sosial dan politik dalam masyarakat. Ia menolak pengaruh-
pengaruh non-Islam dalam pembentukan hukum dan menekankan pentingnya memahami
konteks dan budaya masyarakat setempat dalam menyusun hukum fiqh.
Konteks ekonomi
Pada masa hidupnya, terjadi perkembangan perdagangan dan ekonomi yang pesat di
wilayah Arab. Madinah menjadi pusat perdagangan penting antara Mekah dan Syam, dan
orang-orang kaya memanfaatkan peluang tersebut untuk mengumpulkan kekayaan.
Imam Maliki memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat dalam menyusun hukum-
hukum fiqh. Ia menekankan pentingnya menjaga keadilan dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
Dalam kesimpulannya, Imam Maliki adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah
pemikiran Islam dan bidang fiqh. Pemikirannya yang moderat dan penekanan pada pemahaman
konteks dan budaya masyarakat setempat telah mempengaruhi perkembangan fiqh Islam dan
menjadi landasan bagi madzhab Maliki yang masih banyak diikuti hingga saat ini.
4. Madzhab Hambali
Pendiri Mazhab Hambali ialah:Al-Imam Abu Abdillah bin Hanbal bin Hilal Azzadahili
Assyaibani berusia 77 tahun. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 H dan wafat tahun 241
H. Dikenal dengan nama imam almuhadditsin karena banyaknya hadis yang dikumpulkan dan
dihafalnya, kumpulan hadisnya ini dikenal dengan musnad Imam Ahmad. Ahmad bin Hanbal
adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu
pengetahuan, antara lain Syiria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat
menghimpun sejumlah86 40.000 hadits dalam kitab Musnadnya. Kitab-kitab Imam Hambali
selain seorang ahli mengajar dan mendidik, ia juga seorang pengarang Beliau belum
mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan direncanakannya yang isinya sangat
berharga bagi masyarakat umat yang masih hidup sesudahnya. Diantara kitab-kitabnya adalah
sebagai berikut:
1. Kitab Al-Musnad
2. Kitab Tafsir87 al-Qur’an
3. Kitab al-Nasikh wa Al-Mansukh
4. Kitab al-Muqqodam wa al-Mukhkar fi al-Qur’an
5. Kitab Jawabul al-Qur’an
6. Kitab Al-Tarikh
7. Kitab Manasiku al-Kabir
8. Kitab Manasiku al-Shagir
9. Kitab Tha’atu al-Rasul
10. Kitab al-Illahi
11. Kitab al-Shalah
Adapun prinsip madzhabnya adalah al-Qur’an, as-Sunnah, fatwa sahabat yang tdk
diperselisihkan, dan qiyas. Ia tidak mengakui adanya ijma, karena menurutnya tidak mungkin
ada ijma, karena demikian banyaknya perbedaan pendapat dalam masalah furu. Awal
perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang
sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan
Raja Abdul Aziz As Su’udi. Pada masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi
Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Mazhab Hambali dalam bidang sosiopolitik dan ekonomi
Madzhab Hambali adalah salah satu dari empat mazhab besar dalam hukum Islam yang
didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Meskipun mazhab ini lebih fokus pada masalah
hukum dan fiqh, konsep-konsep Islam dalam bidang sosiologi, politik, dan ekonomi juga
terdapat dalam pemikiran para cendekiawan Muslim dari Mazhab Hambali.
Konteks sosial-politik
Konteks sosial-politik pada masa hidupnya diwarnai oleh persaingan kekuasaan antara
Bani Abbas dan kelompok-kelompok pemberontak yang mencoba merebut kekuasaan. Pada
masa itu, Baghdad adalah pusat kekuasaan pemerintahan Bani Abbas.
Imam Hambali mempertahankan pemikirannya yang konservatif dan menolak
pengaruh-pengaruh filsafat Yunani dan pemikiran-pemikiran liberal pada masanya. Ia juga
menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Konteks ekonomi
Pada masa hidupnya, terjadi perkembangan perdagangan dan ekonomi yang pesat di
wilayah Arab. Kota-kota seperti Baghdad dan Mekah menjadi pusat perdagangan yang penting,
dan orang-orang kaya memanfaatkan peluang tersebut untuk mengumpulkan kekayaan.
Imam Hambali memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dalam
menyusun hukum-hukum fiqh. Ia menekankan pentingnya menjaga keadilan dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
Dalam kesimpulannya, Imam Hambali adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah
pemikiran Islam dan bidang fiqh. Pemikirannya yang konservatif dan penolakannya terhadap
pengaruh-pengaruh non-Islam pada masanya telah mempengaruhi perkembangan fiqh Islam
dan menjadi landasan bagi madzhab Hambali yang masih banyak diikuti hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai