Anda di halaman 1dari 19

MENGUAK KETELADANAN SANG IMAM SYAFI’I, SANG PENGEMBARA

ILMU

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Sejarah Peradaban Ilmu Dalam Islam
Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Ahmad Kali Akbar, M.Pd

Disusun Oleh :
Asmah Eka Nurjannah (422021128032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR

1444 H/2022 M
MENGUAK KETELADANAN SANG IMAM SYAFI’I, SANG PENGEMBARA
ILMU

Asmah Eka Nurjannah

Universitas Darussalam Gontor

Email: asmahnurjannah@gmail.com

Abstrak

Imam Syafi‟i, pendiri mazhab Syafi‟i yang terkenal dengan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan,
serta kesemangatan yang selalu membara pada diri beliau, mengantarkannya menjadi ulama terkenal.
Bahkan ketika jasadnya telah terkubur didalam tanah, namanya tetap harum dikenang karena karya-
karyanya yang luar biasa. Terlahir sebagai yatim yang fakir tidak menyurutkan semangat imam Syafi‟i
dalam menuntut ilmu. Justru karena kondisi inilah, sang ibu terus mendorong anaknya untuk gigih
dalam menimba ilmu. Ia pun berlayar menuntut ilmu kepada para ulama-ulama hebat di berbagai
wilayah.

Allah telah memudahkan jalan Syafi‟i dalam menuntut ilmu. Terbukti dari kekaguman para guru yang
mengajar beliau karena kecerdasan, kegigihan, keuletan serta kekuatan hafalan yang beliau miliki. Hal
ini menjadikan beliau sebagai ulama multidisiplin yang menguasai berbagai bidang ilmu. Fatwa-fatwa
hasil telaah yang beliau keluarkan menjadi rujukan ulama-ulama setelahnya, dan sampai saat ini
pengikutnya telah tersebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Walaupun demikian,
Syafi‟i bukanlah sosok yang angkuh dan pelit ilmu. Sebaliknya, beliau merupakan sosok yang
sederhana dan ikhlas memberikan ilmunya kepada para muridnya. Syafi‟i telah berhasil mendapatkan
kemuliaan Allah dari keilmuan yang dimilikinya.

Key words: Biografi, Imam Syafi’i, Karya-karya, Keteladanan.


PENDAHULUAN

Membahas persoalan ilmu merupakan perkara yang amat luas dan tentu saja
membutuhkan waktu yang relative lama. Allah Subhanahu Wata’ala sangat
menjunjung tinggi derajat orang-orang yang berilmu. Hal ini terbukti dari adanya ayat
al-Qur‟an yang menjelaskan derajat orang-orang berilmu. Dalam hadits, Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kerap kali menyinggung keutamaan orang-orang yang
menuntut ilmu. Wahyu pertama, Q.S al-Alaq 1-5 yang diterima Rasulullah Sallallahu
‘Alaihi Wasallam melalui perantara malaikat Jibril merupakan perintah untuk
menuntut ilmu karena ayat pertamanya berbunyi “Iqra” yang artinya “bacalah”.1
Maka tidak heran ketika banyak ulama yang sangat mencintai ilmu dan rela
memperolehnya walaupun dengan cara yang tidak mudah, bahkan harus berdarah-
darah. Salah satu ulama yang sangat mencintai ilmu dan berhasil mendapatkan
kemuliaan karenanya adalah Imam Syafi‟i, pendiri mazhab Syafi‟i yang ajarannya
banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia. Pemilik nama lengkap Abu Abdillah
Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi‟ bin as-Sa‟ib bin Ubaid bin
Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Mutthalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin Killab bin
Murrah bin Ka‟ab bin Luay bin Ghalib ini merupakan ulama yang berpenampilan
sederhana namun bersahaja, terkenal dengan kecintaannya terhadap berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Kecerdasan sang Imam tidak bisa dibantah oleh siapapun,
keikhlasan beliau tidak bisa dipatahkan oleh apapun. Karena itulah, beliau dapat
menaklukkan apapun dan dimanapun. Sifat-sifat inilah yang sepatutnya ada pada diri
pencari ilmu dimasa sekarang ini. Termasuk semangat beliau dalam menuntut ilmu
merupakan keteladanan yang seharusnya selalu melekat pada diri pelajar muslim
terutama Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syafi‟i.

Semangat dan kecintaan beliau terhadap ilmu pengetahuan terbukti telah


melahirkan karya-karya luar biasa diberbagai bidang yang menjadi rujukan ulama-
ulama setelahnya dan banyak diikuti oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Maka,

1
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Kamil Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Cet. 19; Jakarta Timur:
CV Darus Sunnah, 2015), 598
sudah sepatutnya sebagai pengikut yang baik, kita mengenal dan memahami sosok
Syafi‟i secara baik dan mendalam, serta mencontoh kesemangatan, kegigihan, dan
keuletan beliau ketika menimba ilmu kepada para ulama-ulama besar dan terkenal
kala itu.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis metode kajian pustaka atau library research
dimana data-data mengenai biografi dan keteladanan Imam Syafi‟i yang terkumpul
dikumpulkan dari referensi-referensi yang kuat, meliputi buku, jurnal, artikel dan juga
website pendukung. Adapun penulis kemudian menganalisis keseluruhan materi, lalu
menentukan poin-poin pembahasan terkait judul jurnal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Biografi Imam Syafi’i


Imam Syafi‟i merupakan satu dari empat imam besar yang terkenal.2
Beliau adalah seorang ahli Qur‟an, ahli Hadits, ahli Ushul Fiqih, ahli Fiqih
dan ahli Bahasa yang terkemuka di masanya.3 Pemilik nama lengkap Abu
Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi‟ bin as-
Sa‟ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Mutthalib bin Abdi Manaf
bin Qushai bin Killab bin Murrah bin Ka‟ab bin Luay bin Ghalib ini jika
ditelusuri, nasab beliau dan Rasulullah SAW bertemu pada Abdi Manaf bin
Qushai, kakek Rasulullah yang ketiga, juga bersuku Quraisy dari nasab
Bapaknya. Dengan begitu, Imam Syafi‟i setidaknya memiliki dua keutamaan,
yaitu berasal dari suku Quraisy dalahyang mana keutamaan ini tidak dimiliki
oleh ketiga imam mazhab yang lain, seperti imam Abu Hanifah, Imam Malik

2
Dimas Agung Prayoga, Skripsi, Nasihat Menuntut Ilmu Perspektif Imam Syafi’I dan Relevansinya
dengan Tujuan Pendidikan Islam, (Lampung: UIN Raden Intan, 2022), 2
3
Muhammad Ajib, Mengenal Lebih Dekat Mazhab Syafi’I, (Cet. I; Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing, 2018), 6
bin Anas, dan Imam Malik bin Hanbal. Keutamaan selanjutnya memiliki
nasab yang sama dengan Rasulullah SAW.4
Kota kelahiran Imam Syafi‟i adalah Gaza, Palestina. Beliau terlahir
dalam keadaan yatim tanpa ayah dan fakir. Berdasarkan ittifaq ulama, Imam
Syafi‟i lahir ketika wafatnya pemilik mazhab Hanafi, Imam Abu Hanifah pada
tahun 150 H. Tidak ada yang tahu kapan tepatnya Imam Syafi‟i lahir. Akan
tetapi, tidak ada juga yang menyanggah atau menentang perihal kelahiran
beliau pada tahun tersebut. Beliau pun diasuh oleh ibunya yang luar biasa,
Fathimah Al-Azdiyyah dari suku Azdiyah. Sosok ibu inilah yang membawa
beliau menjadi manusia yang senantiasa mencintai dan haus akan ilmu
pengetahuan. Pada usia beliau yang ke dua tahun, sang ibu membawa Imam
Syafi‟i kecil ke Makkah karena takut putranya kehilangan nasab keluarganya,
juga dengan harapan supaya anaknya dapat hidup dengan layak bersama
keluarganya. Jadilah beliau tumbuh di kota Makkah dan menuntut ilmu
disana. Kecerdasan Imam Syafi‟i sangatlah luar bisa. Beliau telah tamat
menghafal Qur‟an sejak usia 7 tahun, kemudian pada usianya yang masih 10
tahun beliau telah menghafal kitab al-Muwattha‟.5 Kitab al-Muwatta‟ sendiri
merupakan kitab hadits tershahih karya Imam Malik. Kecerdasan Imam
Syafi‟i mencakup semua bidang yang ia pelajari. Syafi‟i kecil sangat mahir
dalam memanah. Beliau mampu membidik 10 sasaran dari 10 sasaran. Ketika
beliau belajar memanah, maka beliau ahli memanah, pun ketika beliau belajar
fiqih dan ilmu lain, beiau ahli dibidang tersebut. Sampai-sampai beliau telah
berfatwa ketika umur beliau menginjak 15 tahun.6
2. Perjalanan Imam Syafi’i Menuntut Ilmu

Syafi‟i berpendapat bahwasannya menntut ilmu merupkan sesatu yang


sangat penting dalam syariat Islam. Sebab dengan ilmu, manusia bisa

4
Wildan Jauhari, Biografi Imam Muhmmad bin Idris Asy-Syafi’i, (Cet. I; Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing, 2018), 8
5
Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi, Jalan Menuntut Ilmu; Mengurai Wasiat Imam Syafi’i Untuk
Penuntut Ilmu Dalam Syair-Syairnya, (Cet. I; Maktabah Abi Harits Al-Jawi, 2018), 17
6
Ibid, 18
bermanfaat untuk sesame. Dengan ilmu pula derajat manusia kan lebih
muliajika dibandingkan dengan orang-orang bodoh. Dalam al-Qur‟an, Allah
berfirman bahwasannya Dia akan meninggikan derajat orang-orang yang
berilmu. Dalam banayk Riwayat, Rasulullah juga bersabda bahwasannya
Allah akan mempermudah jalan bagi siap saja yang mau mencari ilmu. Maka
dari itulah banyak ulama termasuk Imam Syaf‟i rela bersusah payah,
menempuh perjalanan yang Panjang, termasuk mengorbankan harta benda
demi meraih kemuliaan Allah dengan ilmu.

A. Menuntut Ilmu ke Bani Hudzail


Setelah Imam Syafi‟i menghatamkan hafalan al-Qur‟annya di Makkah,
beliau sangat menyukai bidang sya‟ir dan kebahasaan sehingga beliau pun
dengan senang hati bolak-balik mengunjungi suku Hudzail untuk
menghafal sya‟ir-sya‟ir mereka. Suku Hudzail merupakan kabilah Arab
yang paling fasih bahasanya. 7 Ditempat yang maju akan sya‟ir dan ilmu
bayannya inilah Syafi‟i muda pergi mengembara ilmu nasab dan sya‟ir
selama 17 tahun lamanya (ada pula yang berpendapat 10 tahun).
Menurutnya, bahasa adalah kunci segala ilmu. Menguasai bahasa Arab
dapat membantu memahami dan menguasai ilmu lain. Karena itulah
Syafi'i memilih tinggal di dusun Bani Hudzail, suku Arab paling fasih
bahasanya. Disana, beliau menghafal sya‟ir-sya‟ir, mempelajari sejarah
dan kesusasteraannya, juga tradisi dan adat istiadat setempat yang beliau
anggap baik, khususnya di bidang ketangkasan perang. Di dusun inilah,
Syafi‟i muda mempelajari ilmu memanah hingga mahir dibidangnya.
Bahkan jika beliau melesatkan 10 anak panah, maka 10 anak panah
tersebut tepat sasaran. Imam Syafi‟i pernah berkata kepada murid-
muridnya, “Hobiku ada dua: memanah dan menuntut ilmu. Di bidang
teknik memanah, aku sangat mahir. Setip 10 anak panah yang melesat
dariku, semuanya tepat sasaran.” Namun di bidang ilmu, beliau terdiam.
7
Muhammad bin A.W. al-„Aqil, Manhaj ‘Aqidah Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah Ta’ala, (Pustaka
Imam Syafi‟i), 21
Lantas para muridnya berseru “Demi Allah, kemampuanmu dibidang ilmu
lebih hebat disbandingkan kemampuanmu dalam memanah.”8
B. Menuntut Ilmu ke Makkah al-Mukaromah
Perjalanan Imam Syafi‟i dimulai ketika sang ibu membawanya dari
Palestina ke Makkah untuk melanjutkan hidup. Sepanjang hidup beliau,
kecintaannya terhadap ilmu merupakan keistimewaan yang sangat terkenal
daripada diri sang Imam. Untuk selanjutnya, beliau menjadi ulama
multidisiplin yang menguasai berbagai bidang keilmuan, termasuk sebagai
penulis yang memunculkan disiplin ilmu baru, yaitu ushil fiqih.
Setelah menamatkan hafalan al-Qur‟an dan hadits pada usia 7-10
tahun, imam Syafi‟i kemudian berguru ilmu fiqih kepada Imam Muslim
bin Khalid az-Zanji (w. 180 H), beliau merupakan ulama besar yang
terkenal di Makkah dan seorang mufti Makkah. Pada salah satu riwayat al-
Baihaqi melalui jalur Abu Bakar al-Humaidi, dikatakan bahwasannya
yang menyarankan Imam Syafi‟i untuk mendalami ilmu fiqih pada masa
itu adalah gurunya sendiri, as-Syaikh Muslim bin Khalid az-Zanji.
Adapun riwayat yang dimaksud adalah Abu Bakar al-Humaidi berkata:
“Imam as-Syafi‟i bercerita: „Aku keluar untuk belajar nahwu dan sastra.
Kemudian aku bertemu Syaikh Muslim bin Khalid az-Zanji, lalu beliau
bertanya kepadaku: „hai, anak muda, dari mana asalmu?‟ Aku menjawab:
„Dari sebuah keluarga yang asalnya di Makkah.‟ „Dimanakah kamu
tinggal?‟, tanyanya lagi. aku menjawab: „Sebuah jalan di bukit al-Khaif.‟
„Dari suku apa?‟ tanyanya kemudian. „Abdi Manaf‟. Jawabku. Maka
Syaikh Muslim berkata: „Bagus, bagus. Allah subhanahu wata’ala telah
memuliakanmu, baik di dunia dan di akhirat. Alangkah baiknya jika
engkau mempelajari ilmu fiqih.;‟”9 Itulah latar belakang Imam Syafi‟i
menimba ilmu kepada Syaikh Muslim bin Khalid az-Zanji. Kemudian,

8
Tariq Suwaidan, Biografi Imam Syafi’i: Kisah Perjalanan dan Perjalanan Hidup Sang Mujtahid,
(Cet. 1;Jakarta: Zaman, 2015), 32
9
Muhammad bin A.W. al-„Aqil, Manhaj ‘Aqidah Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah Ta’ala, (Pustaka
Imam Syafi‟i), 22
setelah Imam Syafi‟I banyak menyerap ilmu dari gurunya itu, berulah ia
memulai pengembaraannya dalam mendalami ilmu yang pertama ke
Madinah.
Karena kemahiran, kecerdasan dan kuatnya ingatan yang dimiliki
Imam Syafi‟i,, beliau kemudian memperoleh kedudukan tinggi pada
usianya yang masih cukup muda. Dengan itu pula, Imam Syafi‟i
menguasai tafsir dan menghafal hadits-hadits yang penting sebagai bahan
kajian dalam ilmu fiqih dan beliau mampu menguasai metode istimbat
(penggalian hukum syar‟i). Oleh karena itu, ketika usia beliau masih 15
tahun, beliau telah mendapatkan izin dari gurunya, Muslim bin Khalid al-
Zanji untuk mengeluarkan fatwa.
C. Menuntut Ilmu ke Madinah al-Munawwarah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasannya Imam
Syafi‟i setelah merasa cukup berguru kepada Imam Muslim bin Khalid al-
Zanji, beliau pun pergi ke Madinah al-Munawwarah guna menjemput ilmu
dari Imam Malik bin Anas. Mengenai perjalanan ini, beliau bercerita
bahwasannya sebelum menemui sang guru, Imam Malik bin Anas atau
penulis kitab al-Muwaththa’, Imam Syafi‟I terlebih dahulu menghafalkan
kitabnya sebelum menemui penulisnya. Adapun cerita beliau adalah
sebagai berikut: “Aku keluar dari Makkah untuk hidup dan bergaul
dengan suku Hudzail di pedusunan. Aku mengambil bahasa mereka dan
mempelajari ucapannya karena mereka adalah suku Arab yang plaing
fasih. Setelah beberapa tahun aku hidup bersama mereka, aku pun kembali
ke Makkah. Lalu aku membaca sya;ir-sya;ir mereka, menyebut peristiwa,
dan peperangan bangsa Arab. Ketika itu melintaslah salah seorang dari
suku az-Zuhri dan berkata kepadaku: „Hai Abu „Abdillah, sayang sekali
jika keindahan bahasa yang kau miliki tidak diimbangi dengan ilmu dan
fiqih. „Siapakah orang yang harus kutemui?‟ tanyaku. Ia pun menjawab:
„Malik bin Anas, pemimpin kaum muslimin.‟ Imam Syafi‟I berkata:
„Maka muncullah keinginanku untuk mempelajari kitab al-Muwaththa’ .
untuk itu, aku meminjam kitab tersebut kepada salah seorang laki-laki di
Makkah. Aku pun menyelesaikan hafalanku daripada kitab tersebut
selama 9 malam10, aku pergi guna menjumpai Gubernur Makkah dan
mengambil surat untuk aku berikan kepada Gubernur Madinah dan Imam
Malik bin Anas.‟”
Usia ketika Imam Syafi‟i pergi menemui Imam Malik bin Anas untuk
berguru adalah 13 tahun.11 ketika Imam Syafi‟i membaca kitab al-
Muwaththa’ karya Abu Abdullah Malik bin Anas, Imam Malik terkagum-
kagum atas kemahirannya dalam membaca dan mengi‟rab bacaan. Pada
suatu waktu Imam Malik berkata kepada Imam Syafi‟i: “Bertakwalah
kepada Allah karena akan terjadi sesuatu yang besar kepadamu.” Imam
Malik sangat memuliakan Imam Syafi‟i sebagai muridnya. Pertama,
Karena beliau merupakan keturunan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam, kedua, karena kecerdasan, kemampuan,, juga kekuatan hafalan
yang beliau miliki. Syafi‟i tinggal bersama Imam Malik sampai Imam
Malik wafat pada tahun 179. Selama berguru dan tinggal bersama gurunya
tersebut, Imam Syafi‟i tidak melupakan ibunya. Beliau dengan senang hati
menjenguk ibunya di Makkah pada waktu-waktu tertentu. Sehingga Imam
Syafi‟i tidak selalu ada disamping sang guru, Imam Malik bin Anas.
D. Perjalan ke Negeri Yaman
Setelah Imam Malik wafat pada tahun 179 di Madinah al-
Munawwarah, Syafi‟i muda kemudian mulai memikirkan penghidupan
dirinya, setelah sebelumnya ia tidak pernah memikirkan tentang
penghidupan karena telah ditanggung oleh Imam Malik yang kaya raya.
Karena sebab inilah Imam Syafi‟i kemudian menerima tawaran menjadi
12
sekretaris Walikota Yaman pada usianya ke-29 tahun. Dalam kurun

10
Tariq Suwaidan, Biografi Imam Syafi’i: Kisah Perjalanan dan Perjalanan Hidup Sang Mujtahid,
(Cet. 1;Jakarta: Zaman, 2015), 35
11
Imam Syafi‟i, Musnad Imam Syafi’i, (Jilid 1; Pustaka Azzam), 9
12
Rohidin, Historisitas Pemikiran Hukum Imam asy-Syafi’i, (Jurnal HUkum,. No. 27 Vol. 11
September 2004), 100
waktu lebih dari 5 tahun Syafi‟i menjabat sebagai sekretaris walaikota
Yaman. Imam Syafi‟i memulai perjalanannya ke Yaman atas restu dan
dukungan dari sosok sang ibu. Diketahui bahwa ketika beliau akan
berangkat ke Yaman, ibunda beliau tidak memiliki cukup uang sebagai
bekal perjalanan anaknya. Hingga beliau pun menggadaikan rumah dan
hasilnya beliau jadikan bekal perjalanan.13 Sesampainya di Yaman, beliau
bekerja sebagai sekretaris Walikota Yaman. Sosok Syafi‟i merupakan
sosok yang adil sehingga beliau pun bekerja dengan adil, beliau berdiri
tegap mencegah setiap kezaliman yang akan diperbuat kepada rakyat.
Sikap Imam Syafi‟i yang adil ini tidak disukai oleh Gubernur setempat
yang kemudian membuat sayfi‟i tercatat sebagai salah seorang dari
Sembilan orang pemberontak yang kemudian dilaporkan kepada Khalifah
Harun ar-Rasyid. Kemudian Sembilan pemberontah dan Imam Syafi‟i pun
dibawa dari Yaman menuju Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad dengan
tangan terikat dan terancung padanya pedang yang sangat tajam. Dalam
keadaan yang sangat mencekam ini, Imam Syafi‟i bertanya kepada
baginda Harun ar-Rasyid: “Bagaimana pendapatmu ketika melihatku,
wahai Amirul Mukminin, Apakah kau melihatku sebagai saudara atau
seorang budak?” Akibat pertanyaan tersebut, baginda Harun ar-Rasyid
menjawab “Aku melihatmu sebagai saudara”. Demi mendengar jawaban
khalifah, Imam Syafi‟i kemudian menjelaskan hubungan persaudaraan
antara dirinya dan Khalifah Harun ar-Rasyid. Bahwasannya mereka
berdua sama-sama dari keturunan Muthalib. Kemudian beliau pun
menjelaskan kemampuan yang ia miliki dalam bidang fiqih dan Hasan
asy-Syaibani, seorang hakim pada masa abbasiyyah dan merupakan
seorang tokoh mazhab Hanafi pun mengonfirmasi hal yang sama karena

13
Nur Hasan, Allif.id, Polemik Ulama dan khalifah (5): Imam Syafi’i dan Gubernur Yaman, 10
Februari 2021, https://alif.id/read/nur-hasan/polemik-ulama-dan-khalifah-5-imam-syafii-dan-gubernur-
yaman-b236021p/ diakses pada 8 September 2022
Hasan asy-Syaibani, murid terbaik Abu Hanifah14 pernah bertemu dengan
Imam Syafi‟i guna memperdalam ilmu fiqih dan masalah syari‟at. Hasan
asy-Syaibani pun mengatakan bahwa dengan kemampuannya dibidang
fiqih dan syariat, maka tuduhan terhadap diri Syafi‟i hanyalah fitnah.
Untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya terjadi, Khalifah Harun ar-
rasyid kemudian memutuskan supaya Syafi‟i dibawa oleh Hasan asy-
Syaibani, sedangkan ia akan meninjau masalah yang terjadi. Maka ketika
ia telah terbebas dari tuduhan, ia tidak melewatkan kesempatan emas ini.
ketika ia mendapati seorang ulama bersamanya, maka dengan senang hati
ia berguru kepadanya. Ia pun berguru kepada Hasan asy-Syaibani tentang
fikih Hanafi atau mazhab ahlu ra’yi sampai sang guru wafat.
3. Keteladanan Imam Syafi’I dalam Menuntut Ilmu
Imam Syafi‟i adalah figur ulama yang sederhana namun bersahaja.
Penulis kitab al-Umm ini membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian,
sepertiga malam pertama digunakannya untuk menulis, sepertiga malam
kedua untuk sholat, dan sepertiga malam terakhir digunakannya untuk tidur.
Beliau merupakan sosok ulama yang alim dengan berbagai disiplin ilmu yang
dikuasai, pun merupakan ulama yang zahid, toleran, dan dermawan. Menurut
Imam Syafi‟i tujuan dari mencari ilmu adalah melahirkan orang-orang baik,
ditandai dengan bertambahnya ilmu dan diiringi pengamalan ilmu yang
didapatkan.15 Orang-orang baik yang dimaksud adalah manusia yang
memiliki sifat adil, artinya tidak dzalim dan bisa menempatkan sesuatu sesuai
tempat dan porsinya. Kepribadian sang imam sangatlah luar biasa, baik ketika
belajar ataupun mengajar. Tidak pernah sedikitput terbesit sifat sombong pada
diri sang imam.
Sebagai salah seorang tokoh ulama besar, sosok Imam Syafi‟i
memiliki nilai keteladanan yang patut dicontoh khususnya dalam menuntut

14
Fuji E Permana dan Ani Nursalikah, Republika.co.id, Kisah Perjalanan Imam Syafi’I Menuntut Ilmu
(2-Habis), 24 Juni 2020, https://www.republika.co.id/berita/qcf0b8366/kisah-perjalanan-imam-syafii-
menuntut-ilmu-2habis diakses pada 9 September 2022 Pukul 20.20
15
Muhammad Ardiansyah, Konsep Pendidikan Dalam Sya’ir-Sya’ir Imam Syafi’i, 4
ilmu. Imam Syafi‟i ketika menuntut ilmu senantiasa menjauhi segala bentuk
kemaksiatan untuk menjauhkannya dari sulitnya pemahaman dan hafalan. Hal
ini beliau peroleh atas saran sang guru bernama Waqi‟.16 Bahwasannya pada
suatu hari beliau memiliki masalah pada hafalannya dan beliaupun
menceritakan apa yang terjadi pada diri beliau kepada imam Waqi‟. Sehingga
imam Waqi‟ pun menasehati beliau untuk menjauhi maksiat. Sebab ilmu tidak
akan mendekati orang-orang yang bermaksiat.
Adapun beberapa adab dan keteladanan beliau ketika menuntut ilmu
adalah sebagai berikut:
1. Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh
Kesungguhan Imam Syafi‟i dalam menuntut ilmu sudah terlihat sejak
beliau kecil. Syafi‟i adalah seorang yatim yang fakir. Kondisi
perekonomian ibunya tidaklah memungkinkan bagi Syafi‟i untuk
menuntut ilmu. Akan tetapi ibunda sang Imam selalu mengusahakan
pendidikan anaknya. Walaupun Fathimah Al-Azdiyyah tidak memiliki
cukup uang untuk membayar guru yang mengajar anaknya, pada akhirnya
sang guru pun dengan ikhlas mengajar Syafi‟i tanpa dibayar sepeserpun
karena beliau memiliki kecerdasan, kekuatan hafalan, kegigihan serta
kesungguhan dalam menuntut ilmu. Kekurangan harta tidak menyurutkan
semangat Syafi‟i dalam menuntut ilmu. Setelah selesai menghatamkan
hafalan Qur‟annya pada usia 7 tahun, Imam Syafi‟i masuk ke dalam majlis
dan mendengarkan suatu permasalahan atau hadits kemudian beliau
menghafalkannya. Karena ibunya tidak memiliki uang untuk
membelikannya kertas guna mencatat apa yang beliau dapatkan dari
majlis, Imam Syafi‟i pun mencari tulang, tembikar, tulang pundak unta,
dan pelepah kurma untuk digunakannya dalam menulis hadits.
Pernah ada seseorang bertanya kepada Imam Syafi‟i “Bagaimana
semangatmu dalam menuntut ilmu?” beliau pun menjawab “Seperti

16
Sahabat Yatim.com, Perjalanan Imam Syafi’i dalam Menuntut Ilmu yang Harus Diteladani,
https://www.sahabatyatim.com/kisah-imam-syafii/, diakses pada 6 September 2022 Pukul 21.20
semangat orang yang serakah terhadap dunia dan pelit ketika mendapatkan
kenikmatan dunia.” Lalu bertanya lagi “Seperti apakah kamu dalam
menimba ilmu?” Jawaban beliau adalah “Seperti wanita yang sedang
kehilangan anak semata wayangnya.” Begitu luar biasanya kegigihan dan
semangat beliau untuk mendapatkan ilmu sampai Imam Malik ketika
menjadi gurunya pun terkagum-kagum oleh kegigihan, kecerdasan,
kejelian, dan kesempurnaan pemahaman yang dimiliki sosok Syafi‟i.
2. Ketawadhu‟an
Kerendah hatian Imam Syafi‟i tidak perlu diragukan lagi. beliau
adalah sosok yang amat ikhlas dan rendah hati atau tawadhu’ dalam
mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Begitu ikhlasnya beliau,
sampai beliau tidak ingin namanyanya disebut ketika murid beliau ditanya
“kepada siapa engkau belajar? ”
3. Menerima dan Bersabar, dan Menghormati Guru

‫ب ْان ِع ْه ِم فِي نَف ََزاجِ ِه‬ ُ ‫ فَإ ِ ْن ُر‬#


َ ‫س ْى‬ ‫ص ِب ْز َعهَى ُم ِ ّز ْان َجفَا ِم ْن ُم َع ِهّم‬
ْ ‫ِإ‬
ُ ‫ع ذُلَّ ْان َج ْه ِم‬
‫ط ْى َل َح َياجِ ِه‬ َ ‫ ج َ َج َّز‬# ‫َو َم ْن نَ ْم َيذ ُ ْق ُم َّز انح َّ َعهُّ ِم َسا َعة‬
‫ فَ َكبِّ ْز َعهَ ْي ِه أ َ ْربَعا ِن َىفَاجِ ِه‬# ‫ث َشبَابِ ِه‬ َ ‫َو َم ْن فَاجَهُ انح َّ ْع ِه ْي ُم َو ْق‬
َ َ‫ إِذَا نَ ْم يَ ُك ْىنَا ََل إِ ْعحِب‬#
‫ار ِنذَاجِ ِه‬ ‫با ِْن ِع ْه ِم َوانحُّقَى‬-ِ‫ َوللا‬-‫ات ْانفَح َى‬ َ َ‫َوذ‬
Sabarlah kamu akan pahitnya seorang guru.
Sebab, mantapnya ilmu karena banyaknya guru.
Barang siapa tak sudi merasakan pahitnya beajar,
Ia akan bodoh selamanya.
Barang siapa ketinggalan belajar pada waktu mudanya,
Takbirlah kepadanya empat kali, anggap saja ia sudah mati.
Seorang pemuda akan berarti apabila ia berilmu dan bertakwa.
Apabila kedua hal itu tidak ada dalam dirinya maka pemuda itu pun tak
bermakna lagi.
Syair diatas merupakan ungkapan Imam Syafi‟i atas pentingnya
menerima dan bersabar atas sifat guru.17 Sebab guru merupakan perantara
Allah menyampaikan ilmunya kepada para pencarinya. Walaupun
perlakuan guru mungkin kurang berkenan, selagi apa yang
diperintahkannya tidak bertentangan dengan syariat agama, maka
sebaiknya seorang murid harus melaksanakannya karena ketika murid
menerima gurunya dengan ikhlas, maka Allah akan menurunkan
keberkahan kepada dirinya. Sebaliknya jika murid tidak menerima atau
bahkan sampai tidak menghormati guru, maka mustahil ilmu akan masuk
kedalam hatinya.
4. Matang Dibidang Agama
Imam syafi‟i adalah ulama besar yang menguasai berbagai disiplin
ilmu. Bahkan beliau merupakan ulama yang memunculkan usul fiqih
sebagai cabang ilmu baru. Beliau juga memberi perhatian kepada ilmu-
ilmu umum seperti kedokteran, matematika, dan lain-lain. Akan tetapi, hal
ini tidak lantas membuat Syafi‟i melupakan ilmu agama sebagai ilmu
pokoknya. Karena menurutnya, sebaik-baik ilmu ialah ilmu hadits dan
fiqih.18 Kaitannya dengan hal ini bukan bearti Syafi‟i membatasi manusia
untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Akan tetapi alangkah baiknya
apabila ahli matematika, ahli geografi memiliki pengetahuan yang cukup
tentang hadits dan fiqih sehingga ilmu yang ia kaji dibidangnya tidak akan
keluar dari syari‟at agama islam.
5. Menuntut Ilmu sejak kecil
Masa muda tidak akan terulang lagi dimana masa itu adalah masa
keemasan manusia. Maka hendaknya manusia memanfaatkan masa muda
dengan sebaik baiknya, agar dimasa tua kelak tidak menyesali masa
mudanya. Dengan itu, maka semakin dini manusia belajar ilmu, maka
lebih baik baginya. Karena seperti pepatah Menuntut ilmu kala kecil
17
Muhammad Ibrahim salim, Syarah Diwan Imam Asy-Syafi’I, (Cet. 1; Yogyakarta: Diva Press,
2019), 84
18
Ibid, 358
bagaikan mengukir diatas batu, sedangkan menuntut ilmu dikala tua,
bagaikan mengukir diatas air. Usia Imam Syafi‟i ketika berhasil
menghatamkan hafalan Qur‟annya ketika itu adalah 7 tahun. dan tentunya,
ketika beliau belajar membaca al-Qur‟an, usianya lebih muda daripada 7
tahun. maka tak heran jika ingatan beliau tajam, karena sudah diasah sejak
masih kecil.
4. Karya-Karya Imam Syafi’i
Imam Syafi‟i merupakan salah satu ulama besar yang kecerdasannya
tidak lagi diragukan. Banyaknya karya-karya beliau dari berbagai bidang yang
beliau kuasai menjadi bukti yang tidak bisa dibantah lagi. banyak sekali
karya-karya Imam Syafi‟i yang sangat fenomenal, seperti: kitab al-Musnad
asy-Syafi‟i, as-Sunan, kitab Thaharah, kitab Istiqbal Qiblah, Risalah al-Jadid,
Sholatul „Idain, Sholatul Khusuf, Manasik al-Kabir, Kita bar- Kitab Ikhtilaf
al-Hadits, Kitab Ijab al-Jumu‟ah, Kitab Kasril Ard Kitab Syahadat dan Kitab
Dahaya.19 Diantara banyaknya karya yang telah beliau lahirkan, dua kitab
yang paling fenomenal adalah sebagai berikut:
1. Kitab Al-Umm
Kitab al-Umm karya Imam Syafi‟i ini merupakan kitab tebal yang
terdiri lebih dari 40 jilid dengan 128 penyelesaian masalah.20 Sesuai
dengan namanya, kitab al-Umm berarti induk yang merupakan karya
terbesar Imam Syafi‟i sebagai ulama karena didalamnya memuat kitab-
kitab kecil yang terkumpul menjadi satu dalam kitab al-Umm. Kitab ini
disusun secara tematis berdasar kajian fiqh yang diawali dengan
pembahasan mengenai thaharah dan disusul dengan pembahasan lainnya.
Para ulama mengelompokkan mazhab fiqih Imam Syafi‟i berdasarkan dua
mazhab yakni mazhab qadim dan mazhab jadid. Mazhab qadim ialah
pendapat beliau ketika berada di Irak dan mazhab jadid adalah hasil

19
Irvansyah, Skripsi: Relevansi Enam Nasehat Menuntut Ilmu Dalam Pendidikan Perspektif Imam
Syafi’i Dalam Kitab Diwan, (Palangkaraya: IAIN, 2017), 32
20
Ibid, 31
pemikiran sang Imam ketika berada di Mesir. Kitab al-Umm adalah
pandangan mazhab jadid beliau yang ditulis saat beliau berada di Mesir.

2. Ar-Risalah
Kitab ar-Risalah hasil telaah Imam Syafi‟i merupakan kitab pertama
21
yang memunculkan ushul fiqih sebagai satu cabang ilmu baru. Secara
rinci, kitab ini berisi teori-teori yang beliau kaji dalam menentukan hukum
fiqih. Teori-teori tersebut berupa kaidah-kaidah fikih yang digunakan guna
mengurai serta memperjelas hukum-hukum yang tertulis dalam al-Qur‟an
dan al-Hadits. Oleh sebab inilah, Imam Syafi‟i dikenal luas oleh dunia
Islam sebagai pelatak dasar-dasar ilmu ushul fikih dan pendiri madzhab
Syafi‟i. kitab ar-Risalah merupakan penanda adanya perkembangan ilmu
dalam islam pada masa itu.22
Kitab ar-Risalah ini merupakan karya pertama Imam Syafi‟i.
Wujudnya surat yang ia tujukan untuk Abdurrahman Ibn Mahdi yang
sebelumnya meminta beliau untuk menulis satu kitab yang berisi tentang
dasar-dasar islam, meliputi makna-makna al-Qur‟an, sejarah, ijma‟, serta
nasikh dan mansukh dalam al-Qur‟an dan sunnah yang ditujukan
untuknya.
Mahmud Al-Thahhan berkata bahwasannya kitab Ar-Risalah tidak
hanya sekadar kitab fikih semata. Melainkan kitab hadis juga. Sedangkan
pendapat Imam Fakhru Razi mengatakan, kitab Ar-Risalah adalah kitab
yang ditulis dua kali dalam masa persinggahan yang berbeda. Yang
pertama ketika Imam Syafii menuntut ilmu di Baghdad. Dan yang kedua
disaat Imam Syafii hijrah ke Mesir. Walaupun demikian Fakhru Razi
berpendapat bahwa kitab Ar-Risalah yang pertama tidak ditemukan

21
Rahmat Hidayat, Pemikiran Pendidikan Islam Imam As-Syafi’i dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia, (Almufida Vol III No. 01 Januari-Juni 2018), 11
22
Imas Damayanti dan Muhammad Hafil, Republika.co.id, Kita bar-Risalah Karya Imam asy-Syafi’i,
Genre Baru di Masanya, Agustus 17, 2020, https://www.republika.co.id/berita/qf6q6d430/kitab-
arrisalah-karya-imam-syafii-genre-baru-di-masanya diakses pada 31 Agustus 2022
naskahnya sehingga kitab Ar-Risalah yang ada pada masa kini merupakan
kitab karangan Imam Syafi‟i yang kedua.

KESIMPULAN
Menuntut ilmu bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Di kehidupan
nyata, menuntut ilmu memerlukan pengorbanan jiwa dan raga. Istilahnya
bersusah-susah dahulu, bersenang-seang kemudian. Ilmu adalah cahaya
dalam gelap, merupakan embun yang menyejukkan kala kehausan. Ilmu
adalah kebutuhan juga kepentingan bagi setiap individu. Kareananya,
manusia mendapatkan kemuliaan, baik di dunia maupun di akirat kelak.
Menururt Imam Syafi‟i ilmu memanglah penting, namun yang lebih
penting dari ilmu adalah adab mendapatkanya. Dalam menuntut ilmu
sendiri, seorang murid harus menerima, mau bersabar dan menghormati
gurunya. Sejelas apapun kekurangan yang tampak pada diri sang guru,
ketika beliau meminta muridnya untuk melakukan sesuatu maka
hendaknya dilakukan selama apa yang beliau perintahkan tidak keluar dari
syariat agama. Karena guru merupakan perantara manusia mendapatkan
ilmu dari Allah Subhanahu Wata’ala. Banyak sekali keteladanan yang
dapat diambil dari pribadi seorang Syafi‟i, sebagai ulama besar yang
sangat terkenal akan kesemangatannya dalam menuntut ilmu. Dan karena
itulah, smapai saat ini, ketika jasadnya sudah terkubur lama didalam
tanah, namanya tetap harum dikenang sepanjang masa, ilmunya menjadi
jariyah yang tak akan terputus selamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Prayoga, Dimas. (2022), Nasihat Menuntut Ilmu Perpetif Imam Syafi’I
dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam, (Skripsi UIN Raden Intan
Lampung)
Ajib, Muhammad. (2018), Mengenal Lebih Dekat Mazhab Syafi’I, Jakarta
Selatan: Rumah Fiqih Publishing
Ardiansyah, Muhammad. (tt), Konsep Pendidikan Dalam Sya’ir-Sya’ir Imam
Syafi’i
Departemen Agama RI. (2015), Mushaf Al-Kamil Al-Qur’an dan
Terjemahannya, Jakarta Timur: CV Darus Sunnah
Fuji E Permana dan Ani Nursalikah. (2020), Kisah Perjalanan Imam Syafi’I
Menuntut Ilmu (2-Habis), https://www.republika.co.id/berita/qcf0b8366/kisah-
perjalanan-imam-syafii-menuntut-ilmu-2habis diakses pada 9 September 2022 Pukul
20.20
Imas Damayanti dan Muhammad Hafil. (2020), Kita bar-Risalah Karya Imam
asy-Syafi’i, Genre Baru di Masanya,
https://www.republika.co.id/berita/qf6q6d430/kitab-arrisalah-karya-imam-syafii-
genre-baru-di-masanya diakses pada 31 Agustus 2022
Harits Danang Santoso Al-Jawi, Abu. (2018), Jalan Menuntut Ilmu; Mengurai
Wasiat Imam Syafi’i Untuk Penuntut Ilmu Dalam Syair-Syairnya, Maktabah Abi
Harits Al-Jawi
Hasan, Nur. (2021), Polemik Ulama Dan Khalifah (5): Imam Syafi’i dan
Gubernur Yaman, https://alif.id/read/nur-hasan/polemik-ulama-dan-khalifah-5-
imam-syafii-dan-gubernur-yaman-b236021p/ diakses pada 8 September 2022
Hidayat, Rahmat. Pemikiran Pendidikan Islam Imam As-Syafi’i dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia, ALMUFIDA Vol. III No. 01
JANUARI-JUNI 2018
Ibrahim salim, Muhammad. (2019), Syarah Diwan Imam Asy-Syafi’I,
Yogyakarta: Diva Press
Imam Syafi‟i, Imam. (tt), Musnad Imam Syafi’i, Pustaka Azzam
Imas Damayanti dan Muhammad Hafil. (2020), Kita bar-Risalah Karya Imam
asy-Syafi’i, Genre Baru di Masanya,
https://www.republika.co.id/berita/qf6q6d430/kitab-arrisalah-karya-imam-syafii-
genre-baru-di-masanya diakses pada 31 Agustus 2022
Jauhari , Wildan. (2018), Biografi Imam Muhmmad bin Idris Asy-Syafi’i,
Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing
Muhammad bin A.W. al-„Aqil. (tt), Manhaj ‘Aqidah Imam Asy-Syafi’i
Rahimahullah Ta’ala, Pustaka Imam Syafi‟i
Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam asy-Syafi’i, JURNAL HUKUM
NO. 27 Vol. 11 SEPTEMBER 2004
Sahabat Yatim.com. (tt), Perjalanan Imam Syafi’i dalam Menuntut Ilmu yang
Harus Diteladani, https://www.sahabatyatim.com/kisah-imam-syafii/, diakses pada 6
September 2022
Suwaidan, Tariq. (2015), Biografi Imam Syafi’i: Kisah Perjalanan dan
Perjalanan Hidup Sang Mujtahid, Jakarta: Zaman

Anda mungkin juga menyukai