Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN PAI MULTIKULTUR


RAGAM TEOLOGI DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM “SYAIKH AHMAD
SURKATI”
Dosen Pengampu
Dr. FAISAL, S.Ag., M.HI.

Muhammad Sidik : 023112019

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) MULTIKULTUR


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
FATTAHUL MULUK PAPUA
2024
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dakwah dan pembaharuan pendidikan
Islam Syaikh Ahmad Surkati. Landasan sekolah al-Irsyad adalah bahwa seluruh anak
muslim seharusnya menerima pendidikan Islam. Setiap siswanya belajar mengembangkan
ijtihad yang dasar pijakannya adalah al-Qur’an dan sunnah.

Dan sekolah-sekolah al-Irsyad menerapkan tentang pentingnya pengetahuan bahasa


Arab dan pengetahuan bahasa Arab merupakan prasyarat pendidikan Islam. Ahmad
Surkati dalam menjalankan program pendidikannya, membagi bidang ilmu menjadi tiga,
yaitu Bahasa, Agama Islam, dan Ilmu Pengetahuan Umum. Pendidikan agama dan pelajaran
tarikh menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pembinaan kepribadian yang
bertauladan para Nabi dan pemuka-pemuka Islam di awal perkembangan sejarah Islam.
Konsep pendidikan takhassus yang tampaknya sulit dikembangkan.

Oleh Ahmad Surkati di angkat ke forum dunia. Ia mengusulkan adanya sekolah


takhassus tingkat internasional yang ditempatkan di negara Islam yang paling terkenal.
Mahasiswanya diseleksi dari seluruh penjuru di mana umat Islam bermukim, berdasar bakat
dan kemampuannya. Setelah lulus, mereka bisa kembali ke negara masing-masing dengan
membawa kemampuan untuk berfungsi sebagai mufti atau peranan keagamaan lain.
DAFTAR ISI
Abstrak................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................. ii
BAB I..................................................................................................... 4
Pendahuluan........................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 4
Biografi Syaikh Ahmad Surkati.................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................ 7
BAB II.......................................................................................................... 8
Pembahasan.................................................................................................. 8
A. Pembaharuan Pendidikan Islam....................................................... 8
1. Bidang Pendidikan..................................................................... 10
a). Manajemen Pendidikan......................................................... 11
b). Tujuan Pendidikan................................................................ 13
c). Kurikulum Pendidikan.......................................................... 14
d). Metode dan Pendekatan........................................................ 16
2. Bidang Dakwah.......................................................................... 18
3. Bidang Sosial Keagamaan......................................................... 21
BAB III........................................................................................................ 28
Kesimpulan.................................................................................................. 28
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biografi Syaikh Ahmad Surkati
Syaikh Ahmad Surkati al-Anshari al-Kazraji
(Arab: ‫ ;احم@@@د بن محم@@@د الس@@@ركتي‬ʾAḥmad bin Muḥammad As-Surkatii;
lahir 1875 — meninggal 6 September 1943 dalam usia sekitar 67 atau
68 tahun) adalah pendiri organisasi Jam'iyah al-Islah wa Al-Irsyad al-
Arabiyah (Perkumpulan Arab untuk Reformasi dan Pengajaran), yang
kemudian berubah menjadi Jam'iyah al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah,
yang lebih umum disebut sebagai al-Irsyad di Batavia pada Agustus
1915. Banyak sejarawan mengakui peran al-Irsyad dalam reformasi
pemikiran Islam di Indonesia, tetapi sayangnya namanya tidak
disebutkan dalam kuliah pemikiran Islam di Indonesia.[1]

Ahmad Surkati, berdasarkan nasab keluarga bernama Ahmad,


ayahnya bernama Muhammad, dan kakeknya bernama Muhammad as-
Surkaty alKhazrajy al-Ansari.

Ahmad Surkati terlahir dengan nama Ahmad bin Muhammad


Surkati al-Anshori pada sekitar 1875 M di Udfu, pulau Arqu dekat
kota Dongola, Sudan. Kata Surkati diambil dari bahasa
Dongolawi yang berarti Banyak Buku (Sur, buku; Katti, banyak),
karena kakeknya memiliki banyak buku ketika dia kembali dari
pendidikan. Diyakini bahwa ia adalah keturunan seorang Sahabat
Nabi bernama Jabir bin Abdillah al-Anshori.[2]

Dia berasal dari keluarga terpelajar ayah dan kakeknya pernah


belajar di Mesir, dengan ayahnya lulus dari Universitas Al-
Azhar di Kairo. Surkati menerima pendidikan pertama dari ayahnya
dan berhasil menghafal al-Quran di usia muda. Ahmad
memasuki Ma'had Syarqi Na, sebuah lembaga yang dipimpin oleh
seorang ulama terkemuka di Dongola. Setelah menyelesaikan studinya
di Institut, ayahnya ingin dia melanjutkan pendidikan di Al-Azhar di
Mesir seperti yang telah dia lakukan. Tetapi niat itu tidak pernah
terpenuhi, karena Sudan kemudian diperintah oleh pemerintahan al-
Mahdi yang berusaha melarikan diri dari pemerintahan Mesir. Raja
Sudan pada saat itu, Abdullah al-Taaisha, tidak mengizinkan orang-
orang Sudan untuk bepergian ke Mesir.[2]

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar Islamnya di Sudan, Ia


melakukan perjalanan ke Mekah untuk melaksanakan haji pada tahun
1896 M. Ahmad hanya sebentar tinggal di Mekah, kemudian dia
pindah ke Madinah dan kemudian kembali ke Mekah. Di Madinah,
Dia memperdalam ilmu agama dan sastra Arab selama sekitar empat
setengah tahun. Dua dari guru-gurunya yang terkenal di Madinah
adalah dua muhadis asli Maroko, yaitu Syekh Salih dan Umar
Hamdan. Dia juga belajar Alquran kepada Syekh Muhammad al-
Khuyari. Dia mempelajari pengetahuan fikih dari dua ulama fikih pada
waktu itu, Syekh Ahmad Mahjub dan Syekh Mubarak an-Nismat (dia
kebanyakan belajar mazhab Syafi'i), di mana untuk bahasa Arab, dia
belajar dari ahli bahasa bernama Syekh Muhammad al-Barzan.[2]

Ia tinggal di Hijaz selama lima belas tahun di mana lebih dari


sebelas tahun ia habiskan di Mekah, tempat ia menerima pendidikan
utama dengan penekanan pada Hadis,[1] di mana ia lulus dari Darul
'Ulum di Mekah.[3] Ahmad Surkati adalah orang Sudan pertama yang
mendapatkan gelar al-'Allamah pada tahun 1326 H.[2] Keahliannya
yang luar biasa sebagai ulama mulai diperhitungkan pada sekitar tahun
1909 ketika ia dianugerahi jabatan pengajar terkemuka di Mekah,
posisi yang dipertahankannya sebelum Dia diundang oleh Jamiat
Kheir dan pindah ke Batavia.1

Ahmad Surkati (1874-1943) adalah salah seorang yang merancang


konsep dakwah dan gagasan pendidikan Islam yang ia kembangkan di al-
Irsyad. Ia bisa dibilang sebagai koseptor awal pendidikan Islam yang
dilakukan di madrasah al-Irsyad. Terutama untuk kalangan Hadharim 2 dan
juga kalangan pribumi. Ia mendirikan sekolah atau madrasah al-Irsyad
untuk mengembangkan ide-ide dan konsep pendidikan Islam terutama
dalam bidang pengajaran. Ide dan konsep pendidikan Islam itulah yang ia
kembangkan dalam pengajaran Islam di Indonesia. Boleh dikata Surkati
adalah orang pertama yang mengadakan pembaharuan pendidikan dan
pengajaran khususnya dikalangan keturunan Arab. Dan Surkati sebagai
besar umurnya dihabiskan untuk belajar dan mengajar.

Karena Surkati menilai bahwa pendidikan adalah pondasi seluruh


kemajuan dan dasar segala kejayaan, dan inilah asal muasal segala
kesuksesan di dunia.3 Setelah al-Irsyad berdiri dan berkembang menjadi
sebuah sekolah, ‘sekolah Islam untuk hidayah dan petunjuk yang didirikan
oleh Ahmad Surkati pada tahun 1914. Dan 25 tahun sesudahnya 40 sampai
dengan 50 sekolah tambahan dibuka dengan mengikuti model yang
disusun oleh Surkati. Sekolah merupakan pusat dari institusi dan
pengembangan sekolah. Poros kerja para irsyadi, berputar pada masalah
pengembangan sekolah. Hal ini dijelaskan dalam Sikep dan Toedjoean al-
Irsjad yang ditulis 1938, sebagaimana dikutip oleh Natalie Mobini
Kesheh, dalam desertasinya.4

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Surkati
2
Hadharim istilah untuk orang Indonesia keturunan Arab. Atau dengan istilah lain ayah atau
kakeknya asli orang Arab Yaman.
3
Natalie Mobini Kesheh, Hadrami Awakening Kebangkitan Hadhrami di Indonesia,
(Jakarta: 2007, Akbar Press), hal 101.
4
Natalie Mobini Kesheh, Hadrami Awakening, Ibid, hal 101.
Konsep pendidikan Islam yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad
Surkati (1874-1943) di Indonesia adalah lebih banyak berbentuk
meletakan pondasi pembaharuan dasar pengajaran dan pemahaman
terhadap Islam. Karena sebelum ia mendirikan madrasah al-Irsyad ia
sudah lebih dahulu mengajar di Jami’atul Khair.

Syeikh Ahmad Surkati senantiasa menghabiskan waktunya untuk


ilmu, belajar dan mengajar. Beliau seringkali memberikan ceramah dan
yang paling terkenal adalah pengajian umum yang disebut dengan
muhadharah Islamiyah pada tahun 1937 di hadapan murid-muridnya
dengan bahasan tafsir.

Ahmad Surkati dalam penyampaiannya menjelaskan akan


pentingnya bahasa Arab di dalam memahami ilmu tafsir yang dipegangi
oleh para salaf, yaitu bil ma’tsur, yaitu dengan pendekatan penafsiran al-
Qur’an dengan al-Qur’an sendiri, dengan hadits dan dengan ucapan
para sahabat.5

Hal yang sama juga disebutkan oleh L. Stoddard, 6 dalam Dunia Baru
Islam. Namun, L. Stoddard tidak hanya menyebut Surkati saja, tetapi juga
termasuk KH. Ahmad Dahlan, A. Hassan, KH. Abdul Halim serta yang
lainnya.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka peneliti membuat rumusan


masalah dalam pertanyaan berikut:
1. Bagaimana Pembaharuan Pendidikan Islam (Syaikh Ahmad Syurkati ?

5
Prof. Dr. Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Surkati Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia
(Jakarta: Pustaka Al-Kaustar, 1999, hal 9.
6
L. Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta: 1966), hal 318-325.
BAB II

Pembahasan

A. Pembaharuan Pendidikan Islam


Pada umumnya, pemikiran pemikiran Surkati, sebagaimana
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, ingin
mengembalikan segala masalah agama, terutama yang menimbulkan
pertentangan di tengah masyarakat

kepada tuntunan Quran dan Sunah. Dalam hal ini, Surkati


merujuk kepada argumentasi ulama salaf, baik tafsir maupun fikih.
Dalam menyampaikan pandangan pandangannya, selain menggunakan
bukti sumber agama yang utama, yaitu al-Qur’an dan hadis, ia juga
menguatkannya dengan alasan-alasan yang logis sebagai
pembuktiannya. Surkati menyadari bahwa keadaan umat Islam
Indonesia pada umumnya masih terbelakang. Ia melihat keadaan
sosial, moral dan intelektual dalam keadaan yang memprihatinkan,
seperti kebiasaan merendahkan derajat orang lain, yang sesungguhnya
bertentangan dengan Islam. Surkati berpandangan kondisi semacam itu
harus segera dihentikan. Suatu kondisi yang menunjukkan pemahaman
dan pengamalan Islam yang keliru.

Ide-ide pembaruan Surkati yang massif disampaikan kepada


masyarakat Hadrami khususnya, dan umat Islam Indonesia pada
umumnya fokus pada dua hal fundamental. Pertama, masalah
kemanusiaan. Dalam hal ini terkait dengan perilaku kastaisme yang
membedakan derajat antar manusia sebagai makhluk Tuhan. Menurut
Surkati hal itu sangat diskriminatif, bertentangan dengan nilai-nilai
Islam dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kedua, Masalah urgensi
pendidikan. Surkati berpendapat, hanya melalui pendidikan manusia
akan berproses menuju kematangan secara intelektual, spiritual,
emosional, dan sosial. Mengetahui hak dan kewajiban sebagai hamba
Allah maupun kepada sesama makhluk sosial7

Menyaksikan kenyataan umat Islam di Indonesia yang


demikian, maka yang menjadi tujuan utama Surkati adalah
menjelaskan bagaimana Islam yang sesungguhnya. Dalam majalah al-
Dakhirah alIslamiyah yang terbit pada bulan Muharram 1342 H/1923
M. disebutkan ada empat cara Surkati dalam menjelaskan hakekat
Islam yang sesungguhnya. Pertama, uraian ringkas-tuntas mengenai
hadis-hadis lemah dan palsu, yang tersebar dalam buku-buku tasawuf
maupun di kalangan masyarakat umum. Kedua, bantahan terhadap
pemahaman masyarakat yang salah terhadap ajaran Islam, dengan cara
menghadirkan bukti-bukti yang kuat dan logis, bersumberkan al-
Qur’an dan hadis. Ketiga, Uraian mengenai keindahan dan keagungan
Islam, yang relevan bagi semua suku bangsa sepanjang zaman.
Keempat, mendorong kaum muslimin untuk mengikuti kemajuan dan
mencapai kesempurnaan, agar mereka dapat menampilkan citra Islam
sesungguhnya 8

Dengan demikian, usaha pembaruan yang dilakukan Surkati


tentu saja memiliki landasan ideologis, sebagai pendorong kuat bagi
dirinya agar berperan dalam merespon kondisi umat Islam pada
masanya, yang mana gaung pembaruan itu mewujud dalam gerak
nyata melalui wadah Perhimpunan Al-Irsyad. Bila diidentifikasi
berdasarkan data penelitian yang didapatkan, maka usaha-usaha
pembaruan Islam di Indonesia yang telah dilakukan Surkati melalui
Perhimpunan Al-Irsyad paling tidak dapat dibagi dalam tiga bidang

7
(Affandi 1999, hlm. 81).
8
(Badjerei 1996, hlm. 33-34).
sasaran pembaruan: (1) bidang pendidikan; (2) bidang dakwah; (3) dan
bidang sosial keagamaan.

1. Bidang Pendidikan

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia ditandai dengan memberikan


perhatian yang serius dalam pembenahan pendidikan Islam. Usaha
pembenahan dalam bidang pendidikan diserapnya dari semangat
pembaruan di Timur Tengah, sehingga dikatakan bahwa perkembangan
madrasah di Indonesia mendapat pengaruh dari tradisi pendidikan di
Timur Tengah masa modern9. Tradisi pendidikan tersebut sedikit banyak
turut berpengaruh pada pola tumbuh-kembang madrasah al-Irsyad al-
Islamiyah yang didirikan oleh Surkati. Surkati menyakini, bahwa
pengajaran (dalam arti luas pendidikan) adalah segala-galanya sekaligus
sebagai kunci kemajuan. Sebagaimana perkataannya berikut ini:

“Pengajaran merupakan dasar semua kemajuan dan merupakan


pokok dari semua kemuliaan, dan pangkal dari segala bentuk
keberhasilan. Setiap bangsa yang guru-gurunya dalam posisi mulia,
maka bangsa itu menjadi mulia, dan sebaliknya apabila guru
dihinakan, maka bangsa itu akan menjadi hina dan pada gilirannya
akan celaka. Bangsa yang melalaikan urusan pengajaran menyebabkan
generasi mudanya akan terjerumus ke lembah kehinaan dan
kerendahan, kemudian akan tertimpa kemusnahan dan kehancuran.
Dan yang demikian itu merupakan sunnatullah yang diberlakukan
terhadap manusia” 10

Usaha pembaruan Surkati pada lembaga pendidikan yang dapat


didentifikasi setidaknya nampak pada pola menejemen pendidikan,
tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode dan pendekatan

9
(Suwendi 2004, hlm. 64)
10
(Naji t.t., hlm. 57).
pengajaran.

a. Manejemen Pendidikan

Bagi Surkati kehadiran sebuah lembaga pendidikan sangat


erat kaitannya dengan substansi pendidikan itu sendiri, oleh
sebab itu ia menempatkan lembaga pendidikan pada misi
penting paling asasi dalam pelaksanaan pendidikan formal.
Pendapat Surkati tersebut menunjukkan bahwa ia adalah
seorang yang piawai dalam masalah menejemen
pendidikan. Baginya, aspek stabilitas sebuah lembaga
pendidikan, profesionalitas para pengajar, dan
kepemimpinan yang kompeten akan berdampak terhadap
kualitas lembaga pendidikan itu sendiri. Surkati menyakini
bahwa kualitas lembaga pendidikan sangat menentukan
tingkat keberhasilan dalam proses pendidikan yang
dilaksanakan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa lembaga
pendidikan yang baik akan menyebabkan perkembangan
dan kemajuan. Tata kelola yang baik akan membuat proses
pendidikan menjadi terorganisir dan terprogram. Dalam
kondisi demikian, maka tujuan pendidikan dapat dicapai.
Menurut Surkati ada empat fungsi lembaga pendidikan,
yaitu pengembangan dakwah; agen pemersatu visi dan misi
menuju kesempurnaan manusia; pengembang tradisi
intelektual; dan penghadang pemisahan pemikiran bersifat
keagamaan dan keduniaan11. Lembaga Pendidikan Al-
Irsyad secara struktur keorganisasian berada di bawah
Perhimpunan AlIrsyad. Pendidikan yang yang dilaksanakan
secara administrasi formal masuk kategori pendidikan
11
(Affandi 1999, hlm. 123)
madrasah, dengan nama Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah.
Madrasah AlIrsyad pertama kali dibangun di kampung Jati
Petamburan Jakarta. Madrasah ini melaksanakan program
pendidikan secara berjenjang.

Pelaksanaan proses belajarmengajar di Madrasah Al-Irsyad


awalnya hanya bersifat klasikal, sebab masih satu atap/ satu
gedung saja. Dalam prakteknya, meskipun mengacu pada
usia dan lama masa studi, namun pengecualian bagi siswa
yang memiliki kecerdasan yang tinggi, bisa saja dalam
waktu singkat dapat dinaikkan ke jenjang yang lebih
tinggi12. Menurut Surkati, sebuah lembaga pendidikan dapat
berfungsi dengan baik dan berkualitas bilamana memiliki
tujuh unsur penopang.

12
(Yayasan Al-Irsyad t.t., hlm. 20)
Dari data yang dideskripsikan di atas tampak keahlian
seorang Surkati dalam merealisasikan pemikiran
pembaruan dalam bidang pendidikan, yang merupakan
sesuatu hal yang sama sekali baru pada zamannya. Apa
yang telah dipraktekan Surkati adalah konsep ideal bagi
sebuah institusi pendidikan modern.

b. Tujuan Pendidikan

Menurut Surkati pendidikan bertujuan untuk


menyelamatkan manusia dari keterbelakangan dan
kesombongan, serta menanamkan tanggung jawab sebagai
khalifah (wakil Tuhan) dalam amanah mengelola alam
semesta13. Tujuan pendidikan yang dikemukakan Surkati di
atas menunjukkan peran penting lembaga pendidikan dalam
membantu peserta didik keluar dari kebodohan,
kesengsaraan, kesombongan, dan memahami hakekat
penciptaan manusia sebagai khalifah14. Dalam
merealisasikan tujuan pendidikan, Surkati sangat
mempertimbangkan faktor psikologi dan tingkat
pengetahuan peserta didik untuk menentukan metode dan
pendekatan pembelajaran yang tepat, agar tujuan
pendidikan dapat dicapai.

Apalagi dalam pembelajaran Ilmu Tauhid, Fikih dan


Sejarah. Ilmu Tauhid, bukan sekedar transmisi pengetahuan
tentang Allah yang berhak disembah, tetapi bagaimana agar
keyakinan itu tertanam di dalam hati para peserta didik,
hingga mampu menghadirkan Allah dalam berbagai
13
(Affandi 1999, hlm. 121)
14
(Affandi 1999, hlm. 137-138)
aktivitas keseharian mereka. Ilmu Fikih, bukan sekedar
pengetahuan fikih saja, yang terpenting bagaimana agar
peserta didik dapat menerapkan syariat Islam secara benar,
sesuai tuntunan alQuran dan al-Hadis. Ilmu Sejarah, bukan
sekedar menghafal peristiwaperistiwa sejarah, yang
terpenting adalah bagaimana agar peserta didik mampu
mengambil manfaat dari sejarah, apalagi sejarah hukum
Islam15. Tujuan pendidikan yang dikemukakan Surkati
secara substantif mengandung arti penting pengembangan
konsep Iman dalam mendidik murid agar tertanam kokoh
dalam hati mereka keagungan dan kekuasaan Allah Swt.
dalam menciptakan, memelihara, dan menertibkan alam ini
dengan kesempurnaan sifat-sifatnya.

c. Kurikulum Pendidikan

Madrasah Al-Irsyad menerapkan kurikulum modern, yaitu


kurikulum yang dibuat secara khusus sesuai dengan zaman
itu. Kurikulum yang diterapkan sebelumnya yang
berorientasi kepada ilmu-ilmu agama atau ‘ubudiyyah saja,
lalu diubah menjadi kurikulum pelajaran agama yang diberi
muatan pelajaran umum16. Uraian tersebut tercantum dalam
kurikulum yang diterapkan oleh Surkati di madrasah Al-
Irsyad. Buku-buku referensi dan materi pembelajaran
disesuaikan Surkati berdasarkan tingkat pendidikan dan
lama masa belajar.

15
(Affandi 1999, hlm. 146)
16
(Maksum 1999, hlm. 82-83)
Dalam aplikasinya, mata pelajaran bahasa Arab merupakan
pelajaran pokok. Sebab bahasa Arab adalah kunci dalam
mempelajari ilmu keislaman lainnya. Buku yang dipakai
dalam pengajaran bahasa menggunakan ilustrasi bergambar
terutama gambar manusia dan hewan, yang ketika itu masih
banyak ulama yang menganggapnya tabu17. Dalam hal
bahasa Arab ini dipertegas lagi oleh Bisri 18, bahwa
Madrasah Al-Irsyad mementingkan bahasa Arab, karena
bahasa Arab sebagai ilmu alat untuk mempelajari dan
memahami teks-teks keislaman berupa sumber ajaran Islam
yang berpangkal pada al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang
ditulis dengan bahasa dan huruf Arab. Jika dibandingkan
dengan sekolah reformis lainnya, mata pelajaran bahasa
Arab dilaksanakan secara intensif, meskipun untuk studi
tafsir dan tauhid lebih mendalami pembahasan karya-karya
Muhammad Abduh dan Rasyid ridha. Hal ini menyebabkan
buku Tafsḭr al-Manār dan buku Risālah al-Tauhḭd termasuk

17
(Badjerei 1996, hlm. 108)
18
Affandi (1999, hlm. 218)
bukubuku wajib di madrasah Al-Irsyad AlIslamiyah 19.
Penerapan kurikulum di atas dilakukan secara sistematis,
dimulai dari kitab termudah, dilanjutkan pada kitab yang
paling sulit secara bertahap. Pembelajaran pun dilakukan
dengan menggunakan media gambar manusia dan binatang
untuk membantu siswa dalam memahami dan menerapkan
materi pelajaran bahasa. Dapat dikatakan, bahwa Surkati
telah memberikan contoh bagaimana pentingnya integrasi
antara ilmu pengetahuan umum dan agama, serta
bagaimana pentingnya pertimbangan psikologi pendidikan
dalam penyusunan kurikulum pembelajran sekolah20.

d. Metode dan Pendekatan

pengajaran Metode pembelajaran yang


dikembangkan Surkati dalam bentuk diskusi, praktek,
ceramah, dan teladan. Bagi Surkati, untuk memperoleh
pemahaman yang kuat dalam menafsirkan al-Quran seorang
ahli tafsir di samping harus menguasai ilmu-ilmu agama, ia
juga harus menguasai ilmu pengetahuan umum, harus
menggunakan pendekatan bil-ma’tsur (berdasarkan
keterangan Quran dan Hadis), serta menggunakan
pendekatan tauhid21. Dalam pendekatan pengajaran yang
dilakukannya, Surkati menitikberatkan pada pendidikan
akhlak, penyampaian yang mudah dimengerti, rasionalisasi
materi pelajaran, personal psikologis, konseling minat,

19
(Affandi 1999, hlm. 218- 219)
20
(Yayasan Al-Irsyad t.t., hlm. 9)
21
(Affandi 1999, hlm. 127-128)
bakat dan kemampuan siswa22.

Sebagai tokoh yang berperan penting dalam pendirian


dan pengembangan al-Irsyad. Kemampuan Surkati dalam
bidang ilmu agama tidak diragukan. Kecerdasan yang luar
biasa dan jangkauan yang luas membuat ia melangkah lebih
cepat dalam memajukan al-Irsyad dibandingkan dengan tokoh
Al-Irsyad yang lain. Tentang kecerdasannya itu Dr. L. De
Vries mengatakan, bahwa jabatan Gubernur Jenderal masih
terlalu rendah bagi Surkati jika dilihat dari kecerdasan yang
dimilikinya23. Kemampuan Surkati dalam bidang pendidikan
pun sering dibicarakan banyak orang. Misalnya A. Hassan, dia
berpendapat, bahwa madrasah.

madrasah al-Irsyad yang di bawah pimpinan murid-


murid Ahmad Surkati telah melahirkan generasi baru, yang
mereka itu harus berbangga. Ini adalah keistimewaan
Surkati, dan merupakan buah dari keikhlasannya ketika
menanamkan benih, dan kemahirannya dalam
menumbuhkan serta membuahkannya24. Pujian terhadap
Surkati atas keberhasilannya dalam mendidik tertulis juga
dalam majalah Penuntun yang diterbitkan oleh Direktorat
Penerangan Agama pada tahun 1954, menyebutkan bahwa
Surkati adalah seorang pemikir bebas, yang berusaha
mengeluarkan umat dari kejumudan, serta melahirkan
orangorang yang agresif dan memiliki kedudukan penting
dalam masyarakat.

22
(Affandi 1999, hlm. 126-128)
23
(Badjerei 1996, hlm. 63)
24
(Affandi 1999, hlm. 26)
Di antara alumni Al-Irsyad yang memiliki
kedudukan penting tersebut diantaranya adalah: (1) Prof.
DR. H. Muhammad Rasyidi, pernah menjabat sebagai
menteri agama pertama Republik Indonesia tahun 1946.
Selain pernah menjabat sebagai menteri agama, ia juga
pernah menjadi duta besar Republik Indonesia di Pakistan;
(2) H. Muhammad Yunus Anis. Ia adalah seorang yang
mempunyai keahlian dalam bidang agama. Banyak orang
yang mengetahui tentang kealimannya itu, tak terkecuali
kalangan Tentara. TNI memberi kepercayaan kepada K.H.
Muhammad Yunus Anis untuk menjabat sebagai kepala
Pusat rohani (Pusroh) Angkatan Darat Republik Indonesia
pada tahun 1945, yang lebih dikenal dengan sebutan imam
Tentara. dalam menjalankan tugasnya tersebut, ia sering
memberikan pendidikan mental kepada para tentara; (3)
Muhammad Hasby Assiddiqy yang merupakan seorang
ulama dan penulis terkenal mengenai hadis, tafsir dan fikih
Islam modern di Indonesia, serta jenjang karirnya sebagai
guru besar IAIN Yogyakarta; (4) Kahar Muzakkir, setelah
tamat dari madrasah Al-Irsyad melanjutkan studi ke Darul
Ulum Mesir. Tokoh ini aktif memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, dan salah seorang penanda tangan
Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Pernah menjabat rektor
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta25.

2. Bidang Dakwah

Surkati tidak hanya berkiprah dalam bidang pendidikan dan


pengajaran semata, namun aktif juga dalam bidang dakwah. Ia memiliki

25
(Affandi 1999, hlm. 221-222)
wawasan yang luas dan jangkauan yang amat jauh. Hal inilah yang
membuatnya melangkah lebih maju dibandingkan anggota al-Irsyad yang
lain. Jangkauan yang jauh itu dapat diketahui melalui usaha-usaha
dakwah yang dilakukannya. Dalam dakwah, Surkati dapat dikatakan telah
menerapkan tiga metode dakwah sekaligus. Yaitu al-Da’wah bi al-Hal
(Dakwah melalui perbuatan/keteladanan), al-Da’wah bi al-Lisan
(Dakwah melalui ucapan), dan al-Da’wah bi al-Qalam (Dakwah melalui
tulisan). Agar dakwah Islam lebih efektif menjangkau seluruh masyarakat
Indonesia terutama bagi pendukung al-Irsyad, maka pada tahun 1921
dibentuklah sebuah badan dakwah yang bernama Idārat al-Haqq yang
dipimpin oleh Ali Harharah. Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya
pada tahun 1923 badan ini menerbitkan sebuah media cetak yang
bernama al-Haqq yang dipimpin langsung oleh Ahmad Sjukrie yang
merupakan murid hasil didikan Surkati26.

a. al-Da’wah bi al-Hal (Dakwah Melalui Keteladanan)

Pada suatu rapat pengurus besar Al-Irsyad, Surkati meminta


agar semua anggota mengumpulkan dana sebesar f. 5000 dalam
setiap bulan, akan tetapi ia tidak menghendaki laporan secara rinci
tentang penggunaan uang tersebut. Tentu saja anggota pengurus yang
lain tidak menyetujui keinginannya itu dengan alasan laporan
keuangan harus transparan. Karena tidak disetujui, maka Surkati
berswadaya dalam mengumpulkan donasi dengan melakukan
silaturrahim kepada masyarakat, dan hasil sumbangan dari
masyarakat dibelikan beras, lalu diberikan kepada istri-istri para
pejuang yang terlantar karena suami mereka telah dibuang oleh
kolonial Belanda ke Digul (kamp pengasingan di Papua). Namun
sayang, siapa saja para pejuang dimaksud tidak disebutkan secara
26
(Badjerei 1996, hlm. 113)
rinci. Bila dihubungkan dengan pendirian Surkati agar tidak dibuat
laporan rinci penggunaan uang sumbangan tersebut, bisa jadi terkait
usaha dan siasatnya dalam membantu keluarga para pejuang, agar
tidak diketahui oleh kolonial Belanda.

b. al-Da’wah bi al-Lisan (Dakwah Melalui Ucapan)

Surkati sangat gigih dalam dakwahnya untuk


memperjuangkan pembaruan Islam di Indonesia, dengan cara
menjaga kemurnian ajaran Islam melalui ajakan untuk
mempedomani sumber utama ajaran Islam (Quran-Hadis). Untuk
memperjuangkan ide-ide pembaruannya, Surkati melakukan
berbagai dialog dengan tokoh-tokoh agama meskipun ide-ide
pembaruannya menyebabkan berbagai fitnah, tetapi ia tidak gentar,
seluruh fitnah yang menimpanya dihadapinya dengan penuh
kesabaran.

c. Al-Da’wah bi al-Qalam (Dakwah Melalui Tulisan)

Bermula dari pertentangan yang terjadi terus-menerus


antara alIrsyad, dalam hal ini Surkati dengan golongan sayyid
(‘Alawi) yang tidak dapat menerima ajaran yang disampaikannya,
terkait permasalahan kafu’ah (kesepadanan) dalam hal
pernikahan, lalu puncaknya adalah pembahasan tentang persoalan
musāwa (kesetaraan/persamaan).

3. Bidang Sosial Keagamaan

Dalam bidang sosial keagamaan, sebagaimana organisasiorganisasi


pembaru Islam sebelumnya, al-Irsyad juga berusaha meningkatkan
pemahaman masyarakat muslim Indonesia terhadap ajaran Islam yang
murni, dengan cara mengeluarkan fatwafatwa yang argumentatif dan
logis, berisi tentang kritikan-kritikan terhadap praktek-praktek
keagamaan masyarakat yang menyimpang dari sumbernya al-Qur’an dan
Hadis. Implementasi dari ide-ide pembaruan Surkati mewujud dalam
bentuk tulisan-tulisan yang diterbitkan, seperti dalam majalah al-
Dzakhḭrah al-Islāmiyah, buku al-Matsāil alTsalātsah, Shūrat al-Jawāb dan
lain sebagainya, yang mana tulisantulisan tersebut dapat menjadi bukti
ketokohan Surkati pada masa itu. Tidak berlebihan bila dikatakan Surkati
memainkan peran penting sebagai seorang mufti (Deliar Noer 1980, hlm.
73).

Kedatangan Ahmad Surkati di Jakarta disambut gembira dan


penuh hormat oleh pengurus dan warga Jami’at al-Khair. Bahkan, salah
seorang pemukanya Syaikh Muhammad bin Abdul Rahman Shihab
menyerukan pada masyarakat Arab untuk menghormati Ahmad Surkati.
Penghormatan itu bukan saja karena ia mempunyai ilmu yang mendalam
tetapi juga kesabaran, ketekunan dan keikhlasannya mengajar murid-
muridnya dan dalam usaha mengembangkan Jami’at al-Khair.27

Kabar gembira kedatangan Ahmad Surkati segera tersebar luas


dikalangan umat Islam, khususnya masyarakat Arab, sehingga perguruan
Jami’at al-Khair yang waktu itu memilki tiga buah sekolah. Dua diantaranya
di Jakarta dan satu di kota Bogor. Perkembangan sekolah ini makin
memperoleh perhatian umat Islam.
Namun, sambutan baik dan kabar gembira keluarga besar Jami’at
al-Khair itu tidak berlangsung lama. Menjelang tahun ajaran ketiga saat
berkembang pesatnya usaha-usaha memajukan sekolah-sekolah itu, telah
terjadi perbedaan pendapat yang menyebabkan perselisihan antara Ahmad
Surkati dan pengurus Jami’at al-Khair.
27
Bisri Affandi, Loc. Cit., hal 10.
Perselisihan terjadi tatkal pengurus Jami’at al-Khair memperoleh
laporan negatif tentang Ahmad Surkati yaitu ketika mengadakan
perjalanan keliling Jawa Tengah, sebagai tamu golongan Arab Alawi, ia
singgah di Solo dan diterima di Rumah al-Hamid dari keluarga al-Azami.
Pada saat itulah Umar bin Sa’ad bin Sungkar bertanya tentang hukum
perkawinan antara gadis keturunan Alawi dengan pria bukan keturunan
Alawi, menurut pandangan syari’at Islam. Jawaban Ahmad Surkati
singkat dan tegas, yaitu boleh menurut hukum syara’ yang adil.

Ahmad Surkati menerima ajakan dan permintaan itu.


Bertepatan dengan tanggal 15 Syawal 1332 H. atau 6 September 1914
secara resmi Ahmad Surkati membuka serta memberi nama sekolah itu
dengan Madrasah Al-Irsyad al-Islamiyah. Bersamaan dengan pembukaan
sekolah ini, ia menyetujui didirikannya jam’iyah yang akan menaunginya.
Jam’iyah itu ia namakan Jam’iyat al-Ishlah wa al-Irsyad al-Arabiyah.

Jam’iyah itu pada tanggal 11 Agustus 1915 memperoleh


pengakuan status badan hukum dari pemerintah Belanda. Tetapi walau
pengakuan badan hukum itu keluar 11 Agustus 1915 tapi sebagai
jam’iyyah al-Irsyad mencatat hari dan tanggal kelahirannya bersamaan
resmi dibukanya madrasah al-Irsyad yang pertama di Jati Petamburan,
Jakarta, pada hari Ahad 15 Syawal 1332 H. atau 6 September 1914
tanggal itu yang dicatat sebagai tanggal resmi berdirinya Perhimpunan
Al-Irsyad.

Dalam perkembangannya mempunyai cabang diberbagai kota,


seperti Cirebon, Bumiayu, Tegal, Pekalongan, Solo, Surabaya, dan kota-
kota lainnya. Al-Irsyad juga mendapatkan simpati dari golongan sayyid
Abdullah bin Ali Alatas, pedagang kaya dan banyak menyumbang untuk
perkembangan al-Irsyad.28

28
Wahidin Saputra, Gerakan Dakwah Syeikh Ahmad Surkati Melalui Al-Irsyad, Jurnal
Selanjutnya perkembangan pendidikan dibawah Jam’iyat al-Irsyad
tahun 1918 di tengah hasutan dan fitnah, makin berkembang pesat dan
terkenal bukan hanya di Jawa, tapi juga di luar Jawa, seperti Lampung dan
Palembang. Murid-murid madrasah al-Irsyad semakin bertambah banyak.
Demikian pula ruang lingkup dan pengaruh di daerah-daerah. Di saat
demikian itulah Ahmad Surkati yang mendapat tanggungjawab dibidang
pendidikan al-Irsyad dan sering melakukan perjalanan untuk pembinaan
dan inspeksi, sehingga dapat bertemu dengan tokoh-tokoh pendidik
dan Islam seperti, KH. Ahmad Dahlan, KH. Agus Salim dan Ust. A.
Hassan.29

Ahmad Surkati meninggal pada usia 69 tahun, pada tahun


1943. Waktu itu adalah masa pendudukan Jepang. Pada zaman Jepang itu
Surkati hampir tidak mau tampil, karena kezaliman Pemerintah Jepang
yang amat luar biasa. Seperti juga A. Hassan, ia lebih suka diam. Diakhir-
akhir usianya kedua matanya buta.30

Ketika sahabat lamanya Syaikh Abdul Karim Amrullah, ayah buya


Hamka, mengunjunginya. Surkati menceritakan kepada sahabatnya itu
bahwa sebelah matanya terkena sakit yang amat sangat. Lalu diperiksakan
ke dokter Belanda. Setelah diperiksa, dokter itu menyatakan agar hilang
sakitnya, maka mata yang sebelahnya lagi dibuang saja. Akhirnya dikucitlah
mata yang sakit itu, kemudian mata yang keduanya, dan hilanglah sakit
sama sekali. Inilah yang menjadikan mata beliau buta dan tidak punya
mata lagi.31 Selama dalam peristirahatannya, Surkati senantiasa membaca
al- Qur’an di luar kepala. Di masa itulah ia sering berpuisi dan ditulis
oleh sahabat yang menungguinya.

Kajian Dakwah dan komunikasi, 2006, hal 259.


29
Bisri Affandi, Ibid hal 15.
30
H. Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Loc. Cit. hal 67.
31
H. Hussein Badjerei, Ibid hal 66.
Ahmad Surkati, meninggal dikediamannya Jalan KH. Hasyim
Asy’ari no. 25 Jakarta Pusat. Dulu orang lebih mengenal dengan jalan

Gg. Solan, pada hari Kamis tanggal 16 September 1943 pukul 09 pagi. 32 Ia
tidak dikaruniai seorang anak pun.

Jenazahnya dimakamkan dipemakaman Karet Tanah Abang


Jakarta, yang sekarang tepatnya sudah menjadi lapangan parkir perguruan
Said Na’um jalan KH. Mas Mansyur 25 Jakarta Pusat. Ketika Jenazah di
usung menuju tempat pemakaman, ikut mengantar pejalan kaki adalah
Bung Karno serta pemimpin Islam lainnya. Ia dimakamkan dengan
cara sederhana dan nyaris tidak ada tanda yang menonjol di atas
kuburannya, sebagaimana yang ia minta sebelum wafatnya.

Ahmad Surkati melahirkan banyak murid. Dan dari tangannya


lahir murid-murid yang berlian, baik yang keturunan Arab atau pribumi.
Salah satunya adalah H.M. Rasyidi, Abdullah Badjerei, Umar Hubeis, Yunis
Anis, TM. Hasby As-Shiddieqy, Kahar Muzakkir, Abdurrahman
Baswedan, termasuk juga A. Hassan Bandung. A. Hassan termasuk
juga yang mendapat banyak pengaruh dari Surkati33, walapun bukan
murid dalam arti langsung.

Program khusus Ahmad Surkati (takhassus) yang berusaha


menghasilkan alumni Irsyadi yang pada saatnya meratakan jalan untuk
mewujudkan kecenderungan mengarah pada tercapainya program
Muhammad Abduh lainnya, yakni perumusan kembali ajaran Islam
sehubungan dengan pemikiran modren. Di sisi lain ia juga mencoba
mengarahkan umat Islam untuk menuntut pengetahuan yang mendasari
kemajuan dan kemuliaan duniawi, hingga tak menjadi “noda” hitam wajah
Islam yang jernih.
32
H. Hussein Badjerei, Op. Cit., hal 71
33
Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1994), hal 20-21.
Konsep dakwah dan pembaharuan yang digali Ahmad Surkati,
bersama guru-guru yang datang dari Timur Tengah, telah dirumuskan
dalam bentuk Mabadi Al-Irsyad, yaitu:

1. Mengesahkan Allah dengan sebersih-bersihnya, pengesahan dari


segala hal yang berbau syirik, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan
meminta kepada-Nya dalam segala hal.

2. Mewujudkan kemerdekaan dan persamaan dikalangan kaum Muslimin


dan berpedoman kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, perbuatan para iman
yang sah dan perilaku ulama salaf dalam persoalan khilafiyah.

3. Memberantas taqlid buta tanpa sandaran akal dan dalil naqli.


4. Meyebarkan ilmu pengetahuan, kebudayaan Arab-Islam dan budi
pekerti luhur yang diridhoi Allah.

5. Berusaha mempersatukan kaum Muslimin dan bangsa Arab sesuai


dengan kehendak dan Ridho Allah.34

Surkati adalah orang pertama yang memperkenalkan kritik sanad


hadits dalam ber-istinbath (menggali hukum), dan menolak terhadap
hadits-hadits yang tidak shahih dalam beristidlal (berdalil). Hal itu
menunjukanan pedalaman ilmu dan pemahaman Ahmad Surkati.
Berikut ini adalah beberapa karya Ahmad Surkati35 yang cukup
terkenal:

1. Surat al-Jawab (1915), yang berisi bantahan mengenai masalah


kafa’ah (kufu dalam pernikahan). Dalam risalah ini Surkati
membantah pemahaman kafa’ah yang keliru dengan argumentasi
dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih, ucapan para salaf

34
Ibid, hal 123-124
35
Majalah Adz-Dzakhirah Al-islamiyah vol 5 No. 2 Muharram 1428 H, hal 8-
lihat pula Bisri Affandi, Op.Cit., 39-47.
dan ulama Mujtahid. Dan risalah ini pertama kali disebarkan oleh
surat kabar ‘Suluh Hindia’.

2. Taujihul Qur’an ila Adabil Qur’an (1917). Risalah ini menguatkan


risalah sebelumnya dengan tambahan-tambahan ilmiah yang lebih
memperkuat argumentasi Ahmad Surkati dalam membantah
masalah kafa’ah.

3. Adz-Dzakhirah al-Islamiyah (1923), adalah majalah bulan yang ia


pimpin. Majalah ini hanya terbit sampai edisi ke-10. isinya lebih
banyak tentang fatwa-fatwa, pembahasan hadits-hadits palsu,
pembahasan fiqh, tafsir. Juga, membahas tentang Syirik, bid’ah,
khurafat dan tahyul yang ketika itu sudah lama menjadi
kenyakinan kaum muslimin ketika itu.

4. Al-Masail ats-Tsalats (1925)), buku Al-Masail ats-Tsalats / Tiga


persoalan yang berisikan tentang masalah ijtihad – taklid, sunnah –
bid’ah dan ziarah kubur – tawasul.

5. Al-Washiyatul Amiriyah (1918) berisi tentang anjuran-anjuran


kepada sunnah dan kebajikan. Buku ini senantiasa diawali dengan
seruan Ayyuhal mu’min…

6. Al-Adabul al-Qur’aniyah yang diterjemahkan oleh van der Plaas


ke dalam bahasa Belanda dengan judul Zedeleer Uit den Qoran. Buku
ini ditujukan kepada orang-orang Islam yang berpendidikan
Belanda.

7. Al-Khawatir al-Hisan (1914) adalah risalah beliau yang terakhir


ketika beliau telah berusia lanjut dan buta matanya yang berisikan
syair-syair.

8. Muhammadiyah Bertanya Surkati Menjawab. Buku kecil ini


bersumber dari naskah surkati atas pertanyaan Pimpinan
Muhammadiyah

bulan Maret 1938, yang kemudian diterjemahkan Abdullah


Badjerei dan diterbitkan pada tahun 1985.

9. Hak Soeami Istri, yang diterbitkan oleh Persatoean Islam, Bandung


tahun 1933. buku ini adalah naskah ceramah Ahmad Surkati
Huquuqun Nisaa’ hak-hak kaum wanita.
BAB III

Penutup

KESIMPULAN
Demikianlah Ragam Teologi dan pembaharuan Pendidikan Islam
yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Surkati pembaruan Islam di
Indonesia yang dilakukan Surkati melalui Perhimpunan AlIrsyad
dilatarbelakangi oleh 3 faktor. Pertama, Surkati dikucilkan dari Jamiat
Khair, sebagai imbas dari fatwanya tentang kesetaraan derajat antara
golongan sayyid dan non sayyid. Kedua, adanya pengaruh pemikiran-
pemikiran Muhammad Abduh terhadap dirinya melalui majalah
al-‘Urwat al-Wutsqā dan tulisan-tulisannya, sejak Surkati masih berada
di Mekkah. Setelah berada di Indonesia, ia terus mengikuti
perkembangan di Mesir melalui majalah al-Manār di bawah asuhan
Rasyid Ridha, murid sekaligus penerus Muammad Abduh. Ketiga,
Kondisi umat Islam di Indonesia yang dalam pandangannya
memprihatinkan dalam memahami dan mempraktekan ajaran agama,
yang sangat jauh dari kata murni.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas’ud, Ph. D., Dari Haramain ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren, Jakarta, Kencana Prenada, 2006.
Adz-Dzakhirah Al-islamiyah vol 5 No.2 Muharram 1428 H.
Ayip Rasidi, M. Natsir Sebuah Biografi I, Jakarta: PT. Giri Mukti Pasaka, 1990, Cet.
Pertama.
B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1972, Jakarta, Grafiti Pers, 1985.
Percakapan Antar Generasi Pesan Perjuangan Seorang Bapak, A.W. Pratiknya,
Jakarta: Dewan Da’wah dan labolatorium Da’wah, 1989.
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, LP3ES, 1996.
Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. H. M. Rasyidi, Jakarta, HU. Pelita, 1985.
Endang Basri Ananda, 70 Tahun Prof. Dr. HM. Rasjidi, (Jakarta: 1985, Harian
Umum Pelita), Cet. ke-1
(Affandi 1999, hlm. 123)
Affandi 1999, hlm. 81).
(Badjerei 1996, hlm. 33-34).
Affandi 1999, hlm. 218- 219)
(Yayasan Al-Irsyad t.t., hlm. 9)
(Affandi 1999, hlm. 127-128)
Herry Mohammad dkk., Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
2006, GIP), Cet. ke-1.
Natalie Mobini Kesheh, Hadrami Awakening Kebangkitan Hadrami di Indonesia,
Jakarta, Akbar, 2007.
Prof. Dr. Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Surkati Pembaharu dan Pemurni Islam di
Indonesia, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999.
Syafiq Mughni, Hassan Bandung Pemikir Radikal, Surabaya, Bina Ilmu, 1994
Syaikh Ahmad Surkati al-Anshari, Masa’il ats-Tsalats tarjamah Tiga
persoalan Ijtihad dan Taqlid…, Jakarta, PP. Al-Irsyad.
Syaikh Ahmad Surkati dan Abdulah Badjerei, Muhammadiyah Bertanya Surkati
Menjawab, Salatiga, 1985.
Tamar Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, Jakarta, Mutiara, 1980.
Wahidin Saputra, Gerakan Dakwah Syeikh Ahmad Surkati Melalui Al-Irsyad, Jurnal
Kajian Dakwah dan komunikasi, 2006.

Anda mungkin juga menyukai