Anda di halaman 1dari 2

Keteladan Imam Syafii dalam menuntut Ilmu

Masyarakat Indonesia tidak asing lagi saat mendengar ulama bernama Muhammad
idris bin Syafi’i atau secara populernya disebut Imam Syafi’i. Bagi masyarakat Indonesia
Imam Syafi’i tidak terbatas hanya sebagai ulama yang hukum fiqihnya diterapkan ditengah-
tengah masyarakat Indonesia melainkan banyak nama sekolahan dan penerbit buku
mengambil dari nama Imam Syafi’i yang memiliki pengaruh besar bagi kehidupan hukum
beragama Islam di Indonesia.

Lantas, sosok Imam Syafi’i yang mazhab nya menjadi mayoritas di Indonesia perlu
kita mengenali lebih jauh lagi dalam hal keteladanan dan kerendahan hati saat menuntut ilmu
kepada para ulama di timur-tengah. Terutama saat usianya masih belia dia mampu menghafal
Al-qur’an pada usia 10 tahun dan usia 15 tahun sudah dapat dipercayai untuk memberikan
fatwa-fatwa bagi masyarakat Madinah.

Agama Islam sangat menjunjung tinggi dalam hal menuntut ilmu, ilmu agama
maupun ilmu dunia. Seperti kata Einstein, “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu
lumpuh” dan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Maja yang berbunyi “Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. Maka, apa yang menjadi landasan kehidupan seorang
muslim harus berdasarkan ilmu pengetahuan agama dan umum supaya kedudukan manusia
mendapat derajat yang dimuliakan oleh Allah SWT.

Imam Syafi’I, ulama terkemuka pada abad ke-8 M yang telah banyak melahirkan
karya-karya keilmuan Islam. Saat dikala masa muda beliau sangat gigih mengembara ilmu
pengetahuan ke berbagai wilayah timur tengah. Saat belajar di kota Madinah beliau berguru
kepada Imam Malik. Ketika pelajaran belum dimulai Imam Syafi’i sudah menunggu di depan
pintu untuk persiapan saat majelis ilmu akan dimulai dan Imam Syafi’i dapat menghafal kitab
AlMuwatta’ karya Imam Malik yang berisi hadist dan fiqih. Pada umur 15 tahun di kota
Madinah Imam Syafi’I sudah dipercayai untuk memberikan fatwa-fatwa dalam masalah
agama atas dasar dari rekomendasi gurunya.

Imam Syafi’i kemudian mengmbara ke Iraq dan menimba ilmu di sana, beliau
menuntut ilmu kepada murid dari Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Setelah menyerap
ilmu yang banyak di Irak, lantas imam Syafi’i belum meninggalkan tanah kelahiran Imam
Hanafi karena mendapat panggilan dari ibundanya. Tidak membutuhkan waktu yang lama,
ribuan murid yang telah belajar kepada Imam Syafi’i pun berbondong-bondong untuk dapat
berguru langsung ke beliau, sehingga ia pun menjadi ulama besar dan terkenal ke seluruh
penjuru Irak hingga Hijaz.

Kisah perjalanan intelektual Imam Syafi’i patut diteladani bagi generasi milenial saat
ini. Kerendahan hati dan ketulusan beliau dalam menuntut Ilmu menjadikannya keberkahan
bagi siapa saja yang mengamalkan ilmunya dan sudah disusun menjadi satu kesatuan kitab.
Pentingnya pemuda untuk selalu giat menuntut dan mengamalkan ilmu ke berbagai wilayah
dapat menjadikan salah satu syiar agama Islam, terutama ke daerah terpencil yang sulit
dijangkau. Peran pemuda sangat signifikan, apalagi jiwanya yang masih segar bugar
menjadikan bukan salah satu alasan supaya syiar agama Islam tidak terhenti sampai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai