Anda di halaman 1dari 11

SYEIKH

ABDUS SAMAD
ABDULLAH AL-JAWI
AL- PALIMBANI
ASAL-USUL KELUARGA
Syekh Abdus Samad merupakan putra dari Syekh Abdul Jalil
bin Syekh Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad Al-Mahdani dengan
Radin Ranti. Ayah beliau adalah ulama yang berasal dari Yaman
yang dilantik menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18.
Ibunya (Radin Ranti) berasal dari Palembang. Sebelumnya
Syekh Abdul Jalil memperistri Wan Zainab, putri Dato’ Sri
Maharaja Dewa di Kedah.
PENDIDIKAN
Syeikh Abdus Shamad mendapat pendidikan dasar dari ayahnya

sendiri, Syeikh Abdul Jalil, di Kedah. Kemudian Syeikh Abdul Jalil


mengantar semua anaknya ke Pondok Bendang Gucil di Kerisik,

atau Pondok Kuala Bekah atau Pondok Semala yang semuanya


terletak di Patani. Zaman itu memang di Patani lah tempat
menempa ilmu-ilmu keislaman sistem pondok yang lebih
mendalam lagi dengan hafalan matan ilmu-ilmu Arabiyah yang

terkenal dengan ‘Ilmu Alat Dua Belas. Salah satu guru beliau adalah

Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok.


Belajar di Makkah dan Madinah

Beranjak dewasa, orang tua Abdus Samad kemudian


menghantar anaknya itu ke Arab yaitu Makkah dan Madinah.
Di negeri barunya ini, dia terlibat dalam masyarakat Jawa, dan

menjadi teman seperguruan, menuntut ilmu dengan ulama


Nusantara lainnya seperti Muhammad Arsyad Al-Banjari,

Abdul Wahhab Bugis, Abdul Rahman Al-Batawi, dan Daud Al-


Fatani. Walaupun dia menetap di Mekah, dia tidak melupakan

negeri leluhurnya.
Sejak perpindahannya ke tanah Arab itu, Syeikh Al-Palembani mengalami perubahan besar

berkaitan dengan intelektualitas dan spiritual. Beberapa gurunya yang masyhur dan
berwibawa, antara lain Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulayman
Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun´im Al-Damanhuri. Selain itu, tercatat juga dalam sejarah Al-
Palembani berguru kepada ulama besar, antaranya Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad,
Muhammad Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri. Tidak sia-sia, perjuangannya menuntut ilmu

di Masjidil Haram dan tempat-tempat lainnya, ´mengangkat´ dirinya menjadi salah seorang

ulama Nusantara yang disegani dan dihormati di kalangan ulama Arab, juga Nusantara.
PEMIKIRAN
Dia dikatakan kerap mengkritik kalangan yang mempraktikkan tarekat secara berlebihan. Dia selalu
mengingatkan akan bahaya kesesatan yang diakibatkan oleh aliran-aliran tarekat tersebut, khususnya tarekat
Wujudiyah Mulhid yang terbukti telah membawa banyak kesesatan di Aceh. Untuk mencegah apa yang

diperingatkannya itu, Syeikh Al-Palembani menulis intisari dua kitab karangan ulama dan ahli falsafah agung
abad pertengahan, Imam Al-Ghazali, yaitu kitab Lubab Ihya´ Ulumud Diin (Intisari Ihya´ Ulumud Diin), dan

Bidayah Al-Hidayah (Awal Bagi Suatu Hidayah). Dua karya Imam Al-Ghazali ini dinilainya secara ´moderat´ dan
membantu membimbing mereka yang mempraktikkan aliran sufi.
Berkaitan dengan ajaran tasawufnya, Syeikh Al-Palembani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf
Imam Al-Ghazali dan ajaran ´wahdatul wujud´ Ibnu Arabi; bahwa manusia sempurna (insan kamil) adalah
manusia yang memandang hakikat Yang Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat

makrifat tertinggi, sehingga mampu ´melihat´ Allah s.w.t sebagai ´penguasa´ mutlak.

Beliau kecewa karena melihat pihak Belanda yang kafir telah memegang pemerintahan di lingkungan Islam dan
tiada kuasa sedikit pun bagi Sultan. Maka dia merasa tidak betah untuk tinggal di Palembang walaupun dia

kelahiran negeri itu dan mengambil keputusan sendiri tanpa musyawarah dengan siapa pun, semata-mata

memohon petunjuk Allah dengan melakukan sholat istikharah. Keputusannya, dia mesti meninggalkan
Palembang, kembali ke Mekah. Lantaran anti Belanda, dia tidak mau menaiki kapal Belanda sehingga terpaksa

menebang kayu di hutan untuk membuat perahu bersama-sama orang-orang yang patuh sebagai muridnya.
KARYA-KARYA
Zahratul Murid fi Bayani Hidayatus Salikin fi Suluki
Kitab Mi’raj MaslakilMuttaqin
Kalimatit Tauhid

Puisi Kemenangan Kedah Anisul Muttaqin ‘Ilmut Tasawuf

Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Al-‘Urwatul Wutsqa wa Siyarus Salikin ila ‘Ibadati


Lailatil Jum’ah Silsiltu Waliyil Atqa Rabbil ‘Alamin
TELADAN YANG WAJIB DITELADANI

TEGUH DALAM MENUNTUT ILMU


MOHON DOA DARI PARA GURU-GURUNYA
BERPEGANG PADA KEBENARAN
MEMBENCI ORANG-ORANG KAFIR
TERUS MENJADI INSPIRASI HINGGA KINI
IKHTIAR DAN USAHA DENGAN PENUH KESUNGGUHAN
BERTANGGUNG JAWAB
SEMANGAT BERDAKWAH
SELEKTIF DALAM MEMILIH GURU
SYUKRON
Kelompok 5 : Jenar Parahita Dian Ratna

Khansa’ Aundiya Hana’


Laudia Octavia Ramadhani

Lukluk Fudhla Baroroh


Dalam bidang syariat Islam dimulai dengan matan-matan fiqh menurut Mazhab Imam Syafi’i.
Di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/usuluddin menurut paham Ahlus Sunah
wal Jamaah yang bersumber dari Imam Syeikh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al-Maturidi.

Dia juga mempelajari ilmu sufi daripada Syeikh Muhammad bin Samman, selain mendalami kitab-kitab
tasawuf daripada Syeikh Abdul Rauf Singkel dan Samsuddin Al-Sumaterani, kedua-duanya dari Aceh. Oleh
sebab dari kecil dia lebih banyak mempelajari ilmu tasawuf, maka dalam sejarah telah tercatat bahwa dia
adalah ulama yang memiliki kepakaran dan keistimewaan dalam cabang ilmu tersebut.

Sewaktu masih di Patani lagi, Syeikh Abdus Shamad telah dipandang alim, kerana dia adalah sebagai kepala
thalaah (tutor). Namun ayahnya berusaha mengantar anak-anaknya melanjutkan pelajarannya ke Makkah.
Memang merupakan satu tradisi pada zaman itu walau bagaimana banyak ilmu pengetahuan seseorang

belumlah di pandang memadai, jika tak sempat mengambil barakah di Mekah dan Madinah kepada para ulama

yang dipandang Wali Allah di tempat pertama lahirnya agama Islam itu.

Anda mungkin juga menyukai