Anda di halaman 1dari 9

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi


Berkas:Minangkabawi.jpg
6 Dzulhijjah 1276 H (26 Juni 1860 M)
Lahir Koto Tuo, Balai Gurah, IV
Angkek, Agam, Hindia Belanda
8 Jumadil Awal 1334 H (Maret 1916
Wafat M; umur 56)
Mekkah, Kesultanan Utsmaniyah
Kebangsaan Minangkabau
Etnis Minangkabau
Mufti, Imam Masjidil Haram,
Jabatan
Mekkah.
Firkah Sunni
Mazhab
Syafi'i
Fikih
Mempengaruhi[tampilkan]
Khadijah
Istri
Fathimah
Abdul Karim
Keturunan Abdul Malik
Abdul Hamid al-Khathib
Abdullatief Khatib (Ayah)
Orang tua
Limbak Urai (Ibu)

Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah adalah ulama besar Indonesia[1]


yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti
Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di
Mekkah al-Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia.

Daftar isi
1 Riwayat
2 Nasab
3 Pendidikan
4 Murid
5 Pernikahan
6 Imam Besar Masjidil Haram Mekkah pertama dari orang non Arab
7 Gagasan-gagasan
8 Karya
9 Wafat
10 Rujukan
Riwayat
Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto
Tuo - Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H
(1860 Masehi) dan wafat di Mekkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M).[2][3]

Awal berada di Mekkah, ia berguru dengan beberapa ulama terkemuka di sana seperti Sayyid
Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Muhammad bin Sulaiman
Hasbullah al-Makkiy.

Banyak sekali murid Syaikh Khatib yang diajarkan fiqih Syafi'i. Kelak di kemudian hari
mereka menjadi ulama-ulama besar di Indonesia, seperti Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul)
ayah dari Buya Hamka; Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-
Rasuli, Candung, Bukittinggi, Syaikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, Syaikh Abbas
Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi, Syaikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, Syaikh
Khatib Ali Padang, Syaikh Ibrahim Musa Parabek, Syaikh Mustafa Husein, Purba Baru,
Mandailing, dan Syaikh Hasan Maksum, Medan. Tak ketinggalan pula K.H. Hasyim Asy'ari
dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam
terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, merupakan murid dari
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah.[4]

Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah adalah tiang tengah dari mazhab Syafi'i dalam dunia
Islam pada permulaan abad ke XX. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli
terhadap pencerdasan umat. imam Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu
fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).

Nasab
Ia bernama lengkap Al Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul
Lathif bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Aziz Al Khathib Al Minangkabawi Al
Jawi Al Makki Asy Syafii Al Atsari rahimahullah.

Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib dilahirkan di Koto Tuo, kenagarian Balai
Gurah, Kec. Ampek Angkek Candung, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat pada hari Senin 6
Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M. Ibunya bernama Limbak Urai binti
Tuanku Nan Rancak. Ayahnya bernama 'Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang.
Abdullah, kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain,
adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, Abdullah ditunjuk sebagai
imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang namanya dan
berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.

Pendidikan
Ketika masih di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam pendidikan formal,
yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweekschool [3] yang tamat tahun
1871 M.
Di samping belajar di pendidikan formal yang dikelola Belanda itu, Ahmad kecil juga
mempelajari mabadi (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh Abdul Lathif, sang ayah. Dari
sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al Quran dan berhasil menghafalkan beberapa juz.

Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, Abdul Lathif, ke Tanah Suci
mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan,
Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di mekkah untuk
menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama mekkah
terutama yang mengajar di Masjid Al Haram terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.

Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di mekkah adalah:

Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy SyafiI (1259-1330
H)
Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafii (1263-1295 H)
Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy
Syafii (1266-1310 H) penulis Ianatuth Thalibin.

Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa
ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah, yaitu:

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) mufti Madzhab Syafii di mekkah-
Yahya Al Qalyubi
Muhammad Shalih Al Kurdi

Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam thalabul ilmi,
mari sejenak kita dengarkan penuturan seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh
Umar Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39, Ia adalah santri
teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta
bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan
ketekunannya dalam muthalaah dalam ilmu pasti seperti mathematic (ilmu hitung), aljabar,
perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat
menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru (baca: otodidak).

Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar mempelajari ilmu-ilmu keduniaan yang
mendudkung ilmu diennya seperti ilmu pasti untuk membantu menghitung waris dan juga
bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.

Murid
Mengenai murid-murid Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah rahimahullah, Siradjuddin
Abbas berkata, Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hamper ulama SyafiI yang kemudian
mengembangkan ilmu agama di Indonesia, seperti Syaikh Sulaiman Ar Rasuli, Syaikh Muhd.
Jamil Jaho, Syaikh Abbas Qadhli, Syaikh Musthafa Purba Baru, Syaikh Hasan Mashum
Medan Deli dan banyak lagi ulama-ulama Indonesia pada tahun-tahun abad XIV adalah
murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Khathib Minangkabau ini.[5]

Ucapan senada juga dinyatakan penulis Ensiklopedi Ulama Nusantara di banyak tempat.
Bahkan Dr. Kareel A. Steenbrink membuat satu pasal dalam Beberapa Aspek:Guru untuk
Generasi Pertama Kau Muda. Namun, tidak salah kiranya kita sebutkan di sini beberapa
murid-muridnya yang menonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka
lancarkan, di antaranya adalah:

Syaikh Abdul Karim bin Amrullah rahimahullah ayah Ustadz Hamka-. Seorang
ulama kharismatik yang memiliki pengaruh kuat di ranah Minang dan Indonesia. Di
antara karya tulisnya adalah Al Qaulush Shahih yang membicarakan tentang nabi
terakhir dan membantah paham adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad terutama
pengikut Mirza Ghulam Ahmad Al Qadiyani.
Muhammad Darwis alias Ustadz Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman
rahimahullah pendiri Jamiyyah Muhammadiyyah-.
Ustadz Muhammad Hasyim bin Asyari Al Jumbangi rahimahullah salah satu
pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama-.
Ustadz Abdul Halim Majalengka rahimahullahpendiri Jamiyyah Ianatul
Mubtaallimin yang bekerja sama dengan Jamiyyah Khairiyyah dan Al-Irsyad
Syaikh Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad Afif Al Banjari rahimahullah mufti
Kerajaan Indragiri-.
Muhammad Thaib Umar
Dan lain-lain.

Pernikahan
Di antara kebiasaan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di mekkah adalah menyeringkan
diri mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al Kurdi yang terletak di dekat Masjid
Al Haram untuk membeli kitab-kitab yang dibutuhkan atau sekadar membaca buku saja jika
belum memiliki uang untuk membeli. Karena seringnya Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah mengunjungi toko buku itu membuat pemilik toko, Shalih Al Kurdi, menaruh
simpati kepadanya, terutama setelah mengetahui kerajinan, ketekunan, kepandaian dan
penguasaannya terhadap ilmu agama serta keshalihannya.

Ketertarikan Shalih Al Kurdi terhadap Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dibuktikan


dengan dijadikannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu. Ya. Setelah
banyak mengetahui tentang prihal dan kepribadian Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah
yang mulia itu, Shalih Al Kurdi pun menikahkannya dengan putrid pertamanya yang kata
Hamka dalam Tafsir Al Azhar bernama Khadijah. Sebenarnya Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah sempat ragu menerima tawaran dari Al Kurdi karena tidak adanya biaya yang
mencukupi dan telah mengatakan terus terang, akan tetapi justru tidak sedikit pun
mengurangi niat besar dari Al Kurdi untuk menjaqdikannya menantu. Bahkan Al Kurdi
berjanji menanggung semua biaya pernikahan termasuk mahar dan kebutuhan hidup keluarga
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah. Masya Allah. Jika karena bukan kepribadian
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang mulia dan keilmuannya, mungkin hal semacam
ini tidak akan pernah terjadi.

Tentang pengambilan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu Shalih Al


Kurdi, Syarif Aunur Rafiq bertanya terheran kepada Shalih, Aku dengar Anda telah
menikahkan putrid Anda dengan lelaki Jawi yang tidak pandai berbahasa Arab kecuai
setelah belajar di mekkah? Akan tetapi ia adalah lelaki shalih dan bertaqwa, jawab Shalih
seketika, Padahal Rasulullah shallallahu alai wa sallam bersabda, Jika dating kepada kalian
seseorang yang agama dan amanahnya telah kalian ridhai, maka nikahkanlah ia.
Dari pernikahannya dengan Khadijah itu, Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dikaruniai
seorang putra, yaitu Abdul Karim (1300-1357 H).

Ternyata pernikahan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dengan Khadijah tidak


berlangsung lama karena Khadijah meninggal dunia.

Shalih Al Kurdi, sang mertua, untuk menikah kembali dengan purinya yang lain, yaitu adik
kandung Khadijah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah seorang seorang wanita teladan
dalam keshalihan dan memiliki hafalan Al Quran yang baik. Oleh karena itu tidak heran jika
anak-anaknya kelak menjadi orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di Timur Tengah,
yaitu:

Abdul Malik. Ketua redaksi koran Al Qiblah dan memiliki kedudukan tinggi di Al
Hasyimiyyah (Yordan). Belajar kepada sang sang ayah lalu mempelajari adab dan
politik.
Abdul Hamid Al Khathib seorang ulama ahli adab dan penyair kenamaan yang
pernah menjadi staf pengajar di Masjid Al Haram dan duta besar Saudi untuk
Pakistan. Di antara karya ilmiahnya adalah Tafsir Al Khathib Al Makki 4 jilid, sebuah
nazham (syair) berjudul Sirah Sayyid Walad Adam shallallahu alaihi wa sallam, Al
imam Al Adil (sejarah dan biografi untuk Raja Abdul Aziz Alu Suud)-

Kesuksesan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam mendidik anak-anaknya sehingga


menjadi tokoh-tokoh berhasil bukanlah omong kosong belaka. Keberhasilan itu berawal dari
sistem pendidikan yang mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam yang mulia terutama
masalah aqidah. Mari sejenak kita dengar langsung penuturan Abdul Hamid Al Khathib
tentang bagaimana Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah menanamkan aqidah pada anak-
anaknya, Ketika kecilku dulu, jika aku meminta sesuatu dari ayahku, ia akan
berkata,Mintalah kepada Allah, pasti Dia akan memberimu (apa yang kamu minta). Aku
pun balik bertanya, Memangnya Allah di mana, yah? Dia berada di langit sana, jawab
ayahku,Dia dapat melihatmu, sedangkan kamu tidak melihat-Mu. Tidak selang berapa lama,
ayahku pun mendatangiku dengan membawa apa yang kuminta seraya berkata, Ni, Allah
telah mengirim kepadamu apa yang tadi kamu minta .

Dulu juga jika aku meminta sesuatu kepada Allah dan tidak aku dapatkan, maka aku pun
segera mengadu kepada ayahku, Sesungguhnya aku telah meminta ini dan itu kepada Allah,
tapi kok Allah tidak memberiku, yah? Ayah pun segera menjawab, Ini tidak mungkin
terjadi kecuali juka kamu sendiri yang bikin Allah murka. Ya mungkin kamu sudah berlaku
sembrono dalam ibadahmu, atau kamu terlambat salat, atau mungkin kamu sudah
menggunjing seseorang? Maka bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, pasti Dia
akan memberikan semua permintaanmu. Aku pun segera menlakukan wasiat ayahku, maka
semua keinginanku pun dapat terwujud.

Bagaimana pendidikan aqidah yang diberikan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah kepada
anaknya ini. Pendidikan mana lagi yang lebih mulia dari penanaman aqidah yang kuat pada
diri seorang anak. Bukankah melukis di batu itu sulit namun hasilnya akan lebih kekal?
Demikian juga dengan diri seorang anak. Seorang anak kecil itu bagaikan gelas kaca yang
masih kosong. Ia tergantung dengan siapa yang pertama kali mengisinya. Pendidikan yang
seperti inilah yang akan menanamkan rasa cinta yang tinggi kepada Allah, bersandar hanya
kepada kepada-Nya, meminta hanya kepada-Nya semata bahkan hal-hal yang kecil sekalipun.
Inilah pendidikan tauhid yang pernah dipraktikkan Rasulullah kepada keponakannya, Ibnu
Abbas, yang ketika itu usianya masih kanak-kanak, Jika kamu meminta pertolongan,
mintalah (pertolongan) kepada Allah.

Potret lain dari pendidikan yang diberikan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah kepada
keluarganya adalah ia selalu menegur dan memperingati bagi siapa saja yang menyia-nyiakan
waktunya dengan bermain-main dan berbagai hal yang dapat melalaikan termasuk alat-alat
music dan nyanyian. Semua ini dilakukan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah karena
bentuk rasa sayangnya terhadap keluarganya. Karena melarang tidak selamanya bermakna
benci. Tidak seperti anggapan sementara sebagian orang dalam mengekspresikan rasa
cintanya kepada keluarganya. Mereka kira dengan membiarkan semua gerak-gerik dan
tingkah laku keluarganya itulah yang disebut cinta. Padahal boleh jadi prilaku-prilaku itu
mengundang murka Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi berbeda dengan Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah, ia menyadari bahwa seorang ayah kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di depan pengadilan Rabbul alamin. Maka dengan segenap
kemampuannya, Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah menganjurkan kepada semua
keluarganya untuk menjauhi semua hal-hal yang tidak bermanfaat dan mencukupkan diri
dengan sesuatu yang bermanfaat saja. Tidakkah Allah berfirman, Hai orang-orang yang
beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam juga pernah bersabda, Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas tanggungannya. Sampai sabdanya, Dan laki-laki adalah
pemimpin atas keluarganya, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.

Imam Besar Masjidil Haram Mekkah pertama dari orang


non Arab
Kealiman Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dibuktikan dengan dilangkatnya ia menjadi
imam dan khathib sekaligus staf pengajar di Masjid Al Haram. Jabatan sebagai imam dan
khathib bukanlah jabatan yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-
orang yang memiliki keilmuan yang tinggi.

Mengenai sebab pengangkatan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khathib menjadi


imam dan khathib, ada dua riwayat yang nampaknya saling bertentangan. Riwayat pertama
dibawakan oleh Umar Abdul Jabbar dalam kamus tarajimnya, Siyar wa Tarajim (hal. 39).
Umar Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syaikhul
Ahmad Khatib Rahimahullah berkat permintaan Shalih Al Kurdi, sang mertua, kepada Syarif
Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah menjadi
imam & khathib. Sedangkan riwayat kedua dibawakan oleh Hamka rahimahullah dalam
Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di
Sumatera yang kemudian dinukil oleh Dr. Akhria Nazwar dan Dadang A. Dahlan. Ustadz
Hamka menyebutkan cerita Abdul Hamid bin Ahmad Al Khathib, suatu ketika dalam sebuah
salat berjamaah yang diimami langsung Syarif Aunur Rafiq. Di tengah salat, ternyata ada
bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah pun, yang
ketika itu juga menjadi makmum, dengan beraninya membetulkan bacaan imam. Setelah usai
salat, Syarif Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi.
Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang tak lain adalah menantu
sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu.
Akhirnya Syarif Aunur Rafiq mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai
imam dan khathib Masjid Al Haram untuk madzhab Syafii.
Gagasan-gagasan
Perhatiannya terhadap hukum waris juga sangat tinggi, kepakarannya dalam mawarits
(hukum waris) telah membawa pembaharuan adat Minang yang bertentangan dengan Islam.
Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah akhirnya al-Minangkabawi
semakin terkenal. Salah satu kritik Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang cukup keras
termaktub di dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi Raddhi 'alan Nashara. Di dalam kitab ini, ia
menolak doktrin trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.

Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falak
digunakan untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal, perjalanan matahari termasuk
perkiraan wahtu salat, gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah
dan sayyarah, galaksi dan lainnya.

Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah juga pakar dalam geometri dan tringonometri yang
berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui
rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri
ini tertuang dalam karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussab.

Karya
Karya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan
tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama
menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bidah, takhayul, khurafat,
dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al Quran & Sunnah.

Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam bahasab Arab:

Hasyiyah An Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahalli


Al Jawahirun Naqiyyah fil Amalil Jaibiyyah
Ad Dail Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Maa Wujudil
Ushul wal Furu
Raudhatul Hussab
Muinul Jaiz fi Tahqiq Manal Jaiz
As Suyuf wal Khanajir ala Riqab Man Yadu lil Kafir
Al Qaulul Mufid ala Mathlais Said
An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah
Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
Al Umad fi Manil Qashr fi Masafah Jiddah
Kasyfur Ran fi Hukmi Wadhil Yad Maa Tathawuliz Zaman
Hallul Uqdah fi Tashhihil Umdah
Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin
Kasyful Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal Ain
As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Badhil Aghrar
Al Mawaizh Al Hasanah Liman Yarghab minal Amal Ahsanah
Raful Ilbas an Hukmil Anwat Al Mutaamil Biha Bainan Nas
Iqnaun Nufus bi Ilhaqil Anwat bi Amalatil Fulus
Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yataallaq bi Thariqah An
Naqsyabandiyyah
Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq
Tanbihul Anam fir Radd ala Risalah Kaffil Awwam, sebuah kitab bantahan untuk
risalah Kafful Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad
Hasyim bin Asyari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam
(SI)
Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid
Fatawa Al Khathib ala Ma Warada Alaih minal Asilah
Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin Abdil Lathif
Adapun yang berbahasa Melayu adalah:
Muallimul Hussab fi Ilmil Hisab
Ar Riyadh Al Wardiyyah fi Ushulit Tauhid wa Al Fiqh Asy Syafii
Al Manhajul Masyru fil Mawarits
Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra dan Miraj
Shulhul Jamaatain fi Jawaz Taaddudil Jumuatain
Al Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
Al Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man Alaih Qadhaish Shalawat
Husnud Difa fin Nahy anil Ibtida
Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
Izhhar Zughalil Kadzibin
Al Ayat Al Bayyinat fi Rafil Khurafat
Al Jawi fin Nahw
Sulamun Nahw
Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
Asy Syumus Al Lamiah fir Rad ala Ahlil Maratib As Sabah
Sallul Hussam li Qathi Thuruf Tanbihil Anam
Al Bahjah fil Amalil Jaibiyyah
Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
Fatawa Al Khathib dalam versi bahasa Melayu

Wafat
Pada tanggal 9 Jumadil Ula tahun 1334 H, Allah memanggil Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah ke hadhirat-Nya setelah sekian lama hidup di dunia yang fana ini. Ya, jatah ia
tinggal di dunia ini telah habis setelah mencetak kader-kader yang hingga detik ini masih
disebut-sebut. Jasadnya memang sudah tiada, namun kehadirannya seakan-akan masih bisa
dirasakan karena keilmuan dan peninggalan-peninggalannya berupa murid-muridnya yang
terus memperjuangkan misi-misinya dan terutama karya-karya ilmiahnya yang masih terus
dibaca hingga hari ini. Rahimahullah wa askanahu fasiha jannatih.

Rujukan
Catatan kaki

1. ^ http://lib.alharamain.gov.sa/index.cfm?do=cms.librarybookdetials&bkid=6276
2. ^ Fadhlan Mudhafier, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy: Pemikiran dan
Perjuangannya, Masa 1276-1334 Hijriah, 2013
3. ^ a b Oktavika, Devi Anggraini (16 January 2012). "Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawi, Dari Minang ke Masjidil Haram (1)". Republika Online. Diakses
tanggal 10 April 2013.
4. ^ Fred R. Von der Mehden, Two Worlds of Islam: Interaction Between Southeast
Asia and the Middle East, 1993
5. ^ Siradjuddin Abbas. Thabaqatus Syafiiyah (hal. 406)

Daftar pustaka

Abduljabbar, Umar. 1403 H. Siyar wa Tarajim Badhi Ulamaina fil Qarn Ar Rabi
Asyar lil Hijrah. KSA: Tihamah
Al-Hazimi, Ibrahim bin Abdullah. 1419 H. Mausuah Alamil Qarn Ar Rabi Asyar
wal Khamis Asyar Al Hijri fil Alam Al Arabi wal Al Islami min 1301-1417. KSA:
Dar Asy Syarif lin Nasyr wat Tauzi
Al-Muallimi, Abdullah bin Abdurrahman. 1421 H. Alamul Makkiyyin min Al
Qarn At Tasi ilal Qarn Ar Rabi Asyar Al Hijri. KSA: Muassasah Al Furqan lit
Turats Al Islami
Steenbrink, Dr. Karel A. 1984 M. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad
Ke-19. Jakarta: Bulan Bintang
Dahlan, Dadang A. 2007. Cahaya dan Perajut Persatuan Waliullah Ahmad Khatib Al
Minangkabawy. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Suprapto, Muhammad Bibit. 2009. Ensiklopedi Ulama Nusantara. Jakarta: Glegar
Media Indonesia
Amrullah, Abdul Malik bin Abdul Karim. Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka
Panjimas
Ad-Dahlawi, Abdus Sattar bin Abdul Wahhab. 1430 H. Faidhul Malikil Wahhabil
Mutaali bi Anba Awailil Qarn Ats Tsalits Asyar wat Tawali. KSA: Maktabah Al
Asadi
Abbas, Siradjuddin. 2011. Thabaqatus Syafiiyah, Ulama SyafiI dan Kitab-Kitabnya
dari Abad ke Abad. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru

Anda mungkin juga menyukai