Anda di halaman 1dari 8

Nama: Dwi Kinanthi Wahyu Lestari

Kelas: XI MIPA 7
Absen: 7
Syaikh Ahmad Khatib Al-Mingkabawi

A. Biografi Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi


1. Lahir
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi bin Abdul Lathif bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Aziz al-Khathib atau yang kerap
dipanggil dengan sapaan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir
pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) di Koto Tuo, Balai
Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi merupakan putra dari
pasangan Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang dengan Limbak
Urai binti Tuanku Nan Rancak. Kakek beliau (KH. Abdullah) adalah
seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, Abdullah
ditunjuk sebagai Imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari
melekat dibelakang namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian
hari.
2. Riwayat Keluarga
Putra tertuanya, Abdul Karim, memiliki sebuah toko buku di
Mekkah. Putranya Abdul Malik al-Khathib adalah seorang duta besar
Asyraf ke Mesir. Putranya, Syaikh Abdul Hamid al-Khathib, adalah duta
besar Arab Saudi pertama untuk Republik Islam Pakistan. Cucu anak
laki-lakinya, Fuad Abdul Hamid al-Khathib, adalah seorang duta besar
Arab Saudi, humanitarian, penulis, dan pengusaha. Dalam kapasitasnya
sebagai diplomat, dia mewakili tanah airnya di Pakistan, Irak, Amerika
Serikat, Republik Federal Nigeria, Republik Turki, Republik Rakyat
Bangladesh, Nepal, dan akhirnya sebagai duta besar Saudi
untuk Malaysia.
3. Wafat
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi wafat pada tanggal 13 Maret
1916 M / 9 Jumadil Awal tahun 1334 H di Mekkah, Saudi Arabia.
B. Riwayat Pendidikan
Ketika masih di kampung kelahirannya, Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan
dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweekschool yang tamat tahun 1871
M.
Di samping belajar di pendidikan formal yang dikelola Belanda itu,
Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Syekh
Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al-
Quran dan berhasil menghafalkan beberapa juz.
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, Abdul Lathif, ke
Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian
ibadah haji selesai ditunaikan, Abdullah kembali ke Sumatera Barat
sementara Ahmad tetap tinggal di mekkah untuk menyelesaikan hafalan Al-
Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama Mekkah terutama yang
mengajar di Masjidil Haram.
C. Peran aktif Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi di Masyarakat
1. Menjadi Imam Besar Masjidil Haram
Kealiman Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dibuktikan
dengan diangkatnya ia menjadi imam dan khathib sekaligus staf pengajar
di Masjidil Haram. Jabatan sebagai imam dan khathib bukanlah jabatan
yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-orang
yang memiliki keilmuan yang tinggi.
Mengenai sebab pengangkatan Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi menjadi imam dan khathib, ada dua riwayat yang
berbeda.
Riwayat pertama dibawakan oleh ‘Umar ‘Abdul Jabbar dalam kamus
tarajimnya, Siyar wa Tarajim (hal. 39). ‘Umar ‘Abdul Jabbar mencatat
bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi berkat permintaan Shalih al-Kurdi, sang mertua, kepada
Syarif ‘Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah menjadi imam & khathib.
Sedangkan riwayat kedua dibawakan oleh Hamka rahimahullah
dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. ‘Abdul Karim Amrullah dan
Perjuangan Kaum Agama di Sumatera yang kemudian dinukil oleh Dr.
Akhria Nazwar dan Dadang A. Dahlan. Ustadz Hamka menyebutkan
cerita ‘Abdul Hamid bin Ahmad Al Khathib, suatu ketika dalam sebuah
salat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq.
Di tengah salat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui
itu Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, yang ketika itu juga menjadi
makmum, dengan beraninya membetulkan bacaan imam. Setelah usai
salat, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah
membenarkan bacaannya tadi.
Lalu ditunjukkannya Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang
tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal
dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif ‘Aunur Rafiq
mengangkat Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi sebagai imam dan
khathib Masjid Al Haram untuk madzhab Syafi’i.
2. Sebagai Teladan
Kesuksesan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dalam mendidik
anak-anaknya sehingga menjadi tokoh-tokoh berhasil bukanlah omong
kosong belaka. Keberhasilan itu berawal dari sistem pendidikan yang
mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam yang mulia terutama masalah
‘aqidah.
Mari sejenak kita dengar langsung penuturan ‘Abdul Hamid Al
Khathib tentang bagaimana Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
menanamkan ‘aqidah pada anak-anaknya, “Ketika kecilku dulu, jika aku
meminta sesuatu dari ayahku,” ia akan berkata, “Mintalah kepada Allah,
pasti Dia akan memberimu (apa yang kamu minta)”. Aku pun balik
bertanya, “Memangnya Allah di mana, yah?” “Dia berada di langit sana,”
jawab ayahku, “Dia dapat melihatmu, sedangkan kamu tidak dapat
melihatnya”.
Tidak selang berapa lama, ayahku pun mendatangiku dengan
membawa apa yang kuminta seraya berkata, “Ni, Allah telah mengirim
kepadamu apa yang tadi kamu minta.”
Dulu juga jika aku meminta sesuatu kepada Allah dan tidak aku
dapatkan, maka aku pun segera mengadu kepada ayahku, “Sesungguhnya
aku telah meminta ini dan itu kepada Allah, tapi kok Allah tidak
memberiku, yah?” Ayah pun segera menjawab, “Ini tidak mungkin
terjadi kecuali jika kamu sendiri yang bikin Allah murka. Ya mungkin
kamu sudah berlaku sembrono dalam ibadahmu, atau kamu terlambat
salat, atau mungkin kamu sudah menggunjing seseorang? Maka
bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, pasti Dia akan
memberikan semua permintaanmu. Aku pun segera melakukan wasiat
ayahku, maka semua keinginanku pun dapat terwujud.”
Bagaimana pendidikan aqidah yang diberikan Syekh Ahmad Khatib
al-Minangkabawi kepada anaknya ini. Pendidikan mana lagi yang lebih
mulia dari penanaman “aqidah yang kuat pada diri seorang anak.
Bukankah melukis di batu itu sulit namun hasilnya akan lebih kekal?
Demikian juga dengan diri seorang anak. Seorang anak kecil itu bagaikan
gelas kaca yang masih kosong.”
Ia tergantung dengan siapa yang pertama kali mengisinya.
Pendidikan yang seperti inilah yang akan menanamkan rasa cinta yang
tinggi kepada Allah, bersandar hanya kepada kepada-Nya, meminta
hanya kepada-Nya semata bahkan hal-hal yang kecil sekalipun. Inilah
pendidikan tauhid yang pernah dipraktikkan Rasulullah kepada
keponakannya, Ibnu ‘Abbas, yang ketika itu usianya masih kanak-kanak,
“Jika kamu meminta pertolongan, mintalah (pertolongan) kepada Allah.”
Potret lain dari pendidikan yang diberikan Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi kepada keluarganya adalah ia selalu menegur dan
memperingati bagi siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya dengan
bermain-main dan berbagai hal yang dapat melalaikan termasuk alat-alat
musik dan nyanyian. Semua ini dilakukan Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi karena bentuk rasa sayangnya terhadap keluarganya.
Karena melarang tidak selamanya bermakna benci.
Tidak seperti anggapan sementara sebagian orang dalam
mengekspresikan rasa cintanya kepada keluarganya. Mereka kira dengan
membiarkan semua gerak-gerik dan tingkah laku keluarganya itulah yang
disebut cinta. Padahal boleh jadi perilaku-perilaku itu mengundang
murka Allah ‘Azza wa Jalla. Akan tetapi berbeda dengan Syekh Ahmad
Khatib al-Minangkabawi, ia menyadari bahwa seorang ayah kelak akan
dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan Rabbul ‘alamin.
Maka dengan segenap kemampuannya, Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi menganjurkan kepada semua keluarganya untuk menjauhi
semua hal-hal yang tidak bermanfaat dan mencukupkan diri dengan
sesuatu yang bermanfaat saja. Tidakkah Allah berfirman, “Hai orang-
orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari neraka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, “Setiap
kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
tanggungannya.” Sampai sabdanya, “Dan laki-laki adalah pemimpin atas
keluarganya, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya.”
D. Karya-karya Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Karya-karya tulis Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya
yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu
mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian Islam dan
merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan adat-adat
yang bersebrangan dengan al-Qur'an  & Sunnah.
Karya-karya Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dalam Bahasa b
’Arab:
1. Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
2. Al Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
3. Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a
Wujudil Ushul wal Furu’
4. Raudhatul Hussab
5. Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
6. As Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
7. Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
8. An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal
Qamariyyah
9. Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
10. Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
11. Al ‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
12. Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
13. Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
14. Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin
15. Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
16. As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
17. Al Mawa’izh Al Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
18. Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
19. Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
20. Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah
An Naqsyabandiyyah
21. Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq
22. Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid
23. Fatawa Al Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
24. Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif
Adapun yang berbahasa Melayu adalah:
1. Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
2. Ar Riyadh Al Wardiyyah fi Ushulit Tauhid wa Al Fiqh Asy Syafi’i
3. Al Manhajul Masyru’ fil Mawarits
4. Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj
5. Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’atain
6. Al Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
7. Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
8. Al Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat
9. Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
10. Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
11. Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
12. Izhhar Zughalil Kadzibin
13. Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
14. Al Jawi fin Nahw
15. Sulamun Nahw
16. Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
17. Asy Syumus Al Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
18. Sallul Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
19. Al Bahjah fil A’malil Jaibiyyah
20. Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
21. Fatawa Al Khathib dalam versi bahasa Melayu
E. Pemikiran Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Perhatian Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi terhadap hukum waris
juga sangat tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah
membawa pembaharuan adat Minang yang bertentangan dengan Islam.
Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah akhirnya al-
Minangkabawi semakin terkenal. Salah satu kritik Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi yang cukup keras termaktub di dalam kitabnya Irsyadul
Hajara fi Raddhi 'alan Nashara mengatakan bahwa beliau menolak doktrin
trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.
Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini,
ilmu falak digunakan untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal,
perjalanan matahari termasuk perkiraan waktu salat, gerhana bulan dan
matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan sayyarah, galaksi dan
lainnya.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi juga pakar dalam geometri dan
trigonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat,
serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang
berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuang dalam
karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussab.

Anda mungkin juga menyukai