Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SYEKH AHMAD KHATIB SAMBAS

KELOMPOK 4
1). ALIF MAULANA P.K
2). ALYA FAIZAH
3). AWWALUDIN AL-RASYID
4). DWI OKTAVIANA
5). WELLDAN YOGIA H.E
6). KARINA AMELIA R.
SYEKH AHMAD KHATIB SAMBAS

BIOGRAFI SINGKAT
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama yang mendirikan perkumpulan
Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Perkumpulan thariqah ini merupakan penyatuan dan
pengembangan terhadap metode dua thariqat sufi besar. yakni Qadiriyah dan
Naqsyabandiyah.

Ahmad Khatib Sambas dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas, Kalimantan


Barat, pada bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah
bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir
dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi
merantau memang masih menjadi bagian dari cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.

Sebagai sebuah daerah yang dibangun oleh Raja Tengah, keturunan dari raja Brunei
Darussalam, pada tahun 1620 M. dan menobatkan diri sebagai sebuah kerajaan sepuluh tahun
kemudian. Maka wilayah Sambas adalah daerah yang telah memiliki ciri-ciri kemusliman
khusus sejak Raden Sulaiman yang bergelar Muhammad Tsafiuddin dinobatkan sebagai
Sultan Sambas pertama.
Pada waktu itu, rakyat Sambas hidup dari garis agraris dan nelayan. Hingga
ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin (1815-1828) dengan
pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1819 M. Perjanjian ini membentuk sebuah pola
baru bagi masyarakat Sambas yakni, perdagangan maritim.

Dalam suasana demikianlah, Ahmad Khatib Sambas menjalani masa-masa kecil dan
masa remajanya. Di mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang
terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad Khatib Sambas menghabiskan
masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru
lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut
adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad
Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke
Timur Tengah, khususnya ke Mekkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khatib Sambas pun
berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia
menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat
itu, Ahmad Khatib Sambas memutuskan untuk menetap di Makkah sampai wafat pada tahun
1875 M.
RIWAYAT PENDIDIKAN
Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib
Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur
Tengah, khususnya ke Makkah.
KARYA TULISNYA

1) Kitab Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah


Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan
muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat
Indonesia. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan
silsilah.
2) Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah,
sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai
Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Desember
2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan
dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281.

KONTRIBUSI BAGI GERAKAN ISLAM DI INDONESIA

Kontribusi bagi gerakan islam di indonesia yang dilakukan Ahmad Khatib Sambas
adalah sebagai berikut :
1. Prosedur pembai’atan dalam tarekat
Dalam prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki tarekat Qadariyah dan
Naqsyabandiyah, seorang Syekh harus membaca bacaan yang khusus bagi
pengikut tarekat Qadariyah dan Naqsyabandiyah. Dan diteruskan dengan
membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-
sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, khususnya
kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-
Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syekh berdo’a untuk murid
tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan kemudahan.
2. Sepuluh Latha’if (sesuatu yang Halus)
Setelah menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan terhadap seseorang
yang ingin memasuki Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyya, Syekh Ahmad
Khatib Sambas kemudian menjelaskan bahwa manusia terdiri dari
sepuluh Latha’if. Lima Latha’if yang pertama disebut sebagai alam al-Amr
(alam perintah). Kelima Latu’if tersebut antara lain: Lathifa al-Qalbi (halus
hati), Lathifa al-Ruh (halus ruh), Lathifa al-Sirr (halus rahasia), Lathifa al-Khafi
(halus rahasia) dan Lathifa ul-Akhfa (halus yang paling tersembunyi).
Sementara lima Latha’if seterusnya disebut sebagai ‘alum al-khalq (alam
ciptaan) yang meliputi; Lathifa al-Nafs dan al-’anaasir al-arba’a (unsur yang
empat) yakni air, udara, api dan tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas menentukan
bahwa Lathifa al-Nafs bertempat di dalam dahi dan tempurung kepala.
3. Tatacara beramal (membaca dzikir)
Setelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas melanjutkan dengan
petunjuk tata cara beramal (baca dzikir) sebagaimana berikut ;
Astagfirulloh Ghofururrohim, Allahumma Sholli Alaa sayyidina Muhammad wa
sahbihii wassallam Laa ilaaha illa Allah.
Cara membaca kalimat laa ilaaha illa Allah dimulai dari menarik nafas panjang
sambil membaca “Laa” dari pusat ke otak. Lalu membaca “Illa hu” ke arah
kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat “Illa alloh” ke dalam hati seraya
mengingat maknanya. Inilah yang disebut dengan dzikir Nafy wa Ithbat yang
dapat dilakukan baik dengan nyaring (zihar) atau di dalam hati (sirr).
Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca solawat Munjiyat
sebagaimana berikut :
Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad Shollatan Tunzinaa Bihaa min
Jamiil ahwali wal afaat
Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan
kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qadiriyya
wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir al-
Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana
halnya ketika melakukan pembai’atan.[9]

hal ini terbukti banyak murid-muridnya yang menjadi ulama-ulama terkemuka di


Indonesia ataupun di Asia.

HIKMAH YANG DIAMBIL :

1). Memotivasi kita semangat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
2). Memotivasi kita untuk memperbanyak ilmu.
3). Mengajarkan kita bagaimana seharusnya sikap kita dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan dengan orang asing, baik yang seagama dengan kita maupun yang
tidak seagama. Kita harus tetap saling hormat menghormati, menyangkut hubungan
dengan mereka yang bukan muslim.

Anda mungkin juga menyukai