Anda di halaman 1dari 7

TUGAS REMEDIAL UAS

AGAMA ISLAM

Biografi Ahmad Khatib Al-Minangkabawi


Nur Fitriyani (29)
XII IPA 2

SMA NEGERI 33 JAKARTA BARAT

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi


Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah
adalah ulama besar Indonesia[1] yang pernah menjadi imam,
khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti
Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Dia memiliki peranan penting di Mekkah al Mukarramah dan
di sana menjadi guru para ulama Indonesia.

Riwayat
Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin
Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto Tuo - Balai Gurah, IV
Candung, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6
1276 H (1860 Masehi) dan wafat di Mekkah hari Senin 8
1334 H (1916 M).

Abdul
Angkek
Dzulhijjah
Jumadil Awal

Awal berada di Mekkah, ia berguru dengan


beberapa ulama terkemuka di sana seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini
Dahlan, dan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makkiy. Banyak sekali murid
Syaikh Khatib yang diajarkan fiqih Syafi'i. Kelak di kemudian hari mereka menjadi ulamaulama besar di Indonesia, seperti K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama
yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah, merupakan murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah adalah tiang tengah dari mazhab Syafi'i dalam
dunia Islam pada permulaan abad ke XX. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli
terhadap pencerdasan umat. imam Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu
fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).

Nasab
Ia bernama lengkap Al Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin
Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Aziz Al Khathib Al
Minangkabawi Al Jawi Al Makki Asy Syafii Al Atsari rahimahullah.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib dilahirkan di Koto Tuo, kenagarian
Balai Gurah, Kec. Ampek Angkek Candung, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat pada hari
Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M. Ibunya bernama Limbak Urai
binti Tuanku Nan Rancak. Ayahnya bernama 'Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang.
Abdullah, kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain,
adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, Abdullah ditunjuk sebagai
imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang namanya dan
berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.

Pendidikan
Ketika masih di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam
pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan
berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweek School yang
tamat tahun 1871 M.
Di samping belajar di pendidikan formal yang
dikelola Belanda itu, Ahmad kecil juga mempelajari
mabadi (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh
Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula,
Ahmad kecil menghafal Al Quran dan berhasil
menghafalkan beberapa juz.
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, Abdul Lathif, ke Tanah Suci
mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan,
Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di mekkah untuk
menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama mekkah
terutama yang mengajar di Masjid Al Haram terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.
Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa
ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah, yaitu:

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) mufti Madzhab Syafii di mekkah-

Yahya Al Qalyubi

Muhammad Shalih Al Kurdi

Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam thalabul ilmi,
mari sejenak kita dengarkan penuturan seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh
Umar Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39, Ia adalah santri
teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta
bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan
ketekunannya dalam muthalaah dalam ilmu pasti seperti mathematic (ilmu hitung), aljabar,
perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat
menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru.

Pernikahan
Di antara kebiasaan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di mekkah adalah
menyeringkan diri mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al Kurdi yang terletak
di dekat Masjid Al Haram untuk membeli kitab-kitab yang dibutuhkan atau sekedar membaca
buku saja jika belum memiliki uang untuk membeli. Karena seringnya Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah mengunjungi toko buku itu membuat pemilik toko, Shalih Al Kurdi,
menaruh simpati kepadanya, terutama setelah mengetahui kerajinan, ketekunan, kepandaian
dan penguasaannya terhadap ilmu agama serta keshalihannya.

Ketertarikan Shalih Al Kurdi terhadap Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah


dibuktikan dengan dijadikannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu. Ya.
Setelah banyak mengetahui tentang prihal dan kepribadian Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah yang mulia itu, Shalih Al Kurdi pun menikahkannya dengan putri pertamanya
yang kata Hamka dalam Tafsir Al Azhar bernama Khadijah. Sebenarnya Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah sempat ragu menerima tawaran dari Al Kurdi karena tidak adanya biaya
yang mencukupi dan telah mengatakan terus terang, akan tetapi justru tidak sedikit pun
mengurangi niat besar dari Al Kurdi untuk menjaqdikannya menantu. Bahkan Al Kurdi
berjanji menanggung semua biaya pernikahan termasuk mahar dan kebutuhan hidup keluarga
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah. Masya Allah. Jika karena bukan kepribadian Syaikhul
Ahmad Khatib Rahimahullah yang mulia dan keilmuannya, mungkin hal semacam ini tidak
akan pernah terjadi.
Tentang pengambilan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu Shalih Al
Kurdi, Syarif Aunur Rafiq bertanya terheran kepada Shalih, Aku dengar Anda telah
menikahkan putrid Anda dengan lelaki Jawi yang tidak pandai berbahasa Arab kecuai
setelah belajar di mekkah? Akan tetapi ia adalah lelaki shalih dan bertaqwa, jawab Shalih
seketika, Padahal Rasulullah shallallahu alai wa sallam bersabda, Jika dating kepada kalian
seseorang yang agama dan amanahnya telah kalian ridhai, maka nikahkanlah ia.
Dari pernikahannya dengan Khadijah itu, Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dikaruniai
seorang putra, yaitu Abdul Karim (1300-1357 H).Ternyata pernikahan Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah dengan Khadijah tidak berlangsung lama karena Khadijah meninggal
dunia.
Shalih Al Kurdi, sang mertua, untuk menikah kembali dengan purinya yang lain, yaitu adik
kandung Khadijah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah seorang seorang wanita teladan
dalam keshalihan dan memiliki hafalan Al Quran yang baik. Oleh karena itu tidak heran jika
anak-anaknya kelak menjadi orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di Timur Tengah,
yaitu:

Abdul Malik. Ketua redaksi koran Al Qiblah dan memiliki kedudukan tinggi di Al
Hasyimiyyah (Yordan). Belajar kepada sang sang ayah lalu mempelajari adab dan
politik.

Abdul Hamid Al Khathib seorang ulama ahli adab dan penyair kenamaan yang
pernah menjadi staf pengajar di Masjid Al Haram dan duta besar Saudi untuk
Pakistan. Di antara karya ilmiahnya adalah Tafsir Al Khathib Al Makki 4 jilid, sebuah
nazham (syair) berjudul Sirah Sayyid Walad Adam shallallahu alaihi wa sallam, Al
imam Al Adil (sejarah dan biografi untuk Raja Abdul Aziz Alu Suud)-

Kesuksesan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam mendidik anak-anaknya


sehingga menjadi tokoh-tokoh berhasil bukanlah omong kosong belaka. Keberhasilan itu
berawal dari sistem pendidikan yang mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam yang mulia
terutama masalah aqidah. Potret lain dari pendidikan yang diberikan Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah kepada keluarganya adalah ia selalu menegur dan memperingati bagi
siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya dengan bermain-main dan berbagai hal yang dapat
melalaikan termasuk alat-alat music dan nyanyian. Semua ini dilakukan Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah karena bentuk rasa sayangnya terhadap keluarganya. Karena melarang

tidak selamanya bermakna benci. Tidak seperti anggapan sementara sebagian orang dalam
mengekspresikan rasa cintanya kepada keluarganya.

Imam Besar Masjidil Haram Mekkah pertama dari orang


non Arab
Kealiman Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dibuktikan dengan diangkatnya ia
menjadi imam dan khathib sekaligus staf pengajar di Masjid Al Haram. Jabatan sebagai imam
dan khathib bukanlah jabatan yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orangorang yang memiliki keilmuan yang tinggi.
Mengenai sebab pengangkatan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khathib
menjadi imam dan khathib, ada dua riwayat yang nampaknya saling bertentangan. Riwayat
pertama dibawakan oleh Umar Abdul Jabbar dalam kamus tarajimnya, Siyar wa Tarajim
(hal. 39). Umar Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah berkat permintaan Shalih Al Kurdi, sang mertua,
kepada Syarif Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah menjadi imam & khathib. Sedangkan riwayat kedua dibawakan oleh Hamka
rahimahullah dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan
Kaum Agama di Sumatera yang kemudian dinukil oleh Dr. Akhria Nazwar dan Dadang A.
Dahlan. Ustadz Hamka menyebutkan cerita Abdul Hamid bin Ahmad Al Khathib, suatu
ketika dalam sebuah shalat berjamaah yang diimami langsung Syarif Aunur Rafiq. Di
tengah shalat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikhul Ahmad Khatib
Rahimahullah pun, yang ketika itu juga menjadi makmum, dengan beraninya membetulkan
bacaan imam. Setelah usai shalat, Syarif Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah
membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah
yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan
keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif Aunur Rafiq mengangkat Syaikhul
Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai imam dan khathib Masjid Al Haram untuk madzhab
Syafii.

Karya
Karya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu
dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama
menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bidah, takhayul, khurafat,
dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al Quran & Sunnah.
Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam bahasab Arab:

Hasyiyah An Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahalli

Al Jawahirun Naqiyyah fil Amalil Jaibiyyah

Ad Dail Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Maa Wujudil
Ushul wal Furu

Raudhatul Hussab

Muinul Jaiz fi Tahqiq Manal Jaiz

As Suyuf wal Khanajir ala Riqab Man Yadu lil Kafir

Al Qaulul Mufid ala Mathlais Said

An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah

Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah

Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir

Al Umad fi Manil Qashr fi Masafah Jiddah

Kasyfur Ran fi Hukmi Wadhil Yad Maa Tathawuliz Zaman

Hallul Uqdah fi Tashhihil Umdah

Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin

Kasyful Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal Ain

As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Badhil Aghrar

Al Mawaizh Al Hasanah Liman Yarghab minal Amal Ahsanah

Raful Ilbas an Hukmil Anwat Al Mutaamil Biha Bainan Nas

Iqnaun Nufus bi Ilhaqil Anwat bi Amalatil Fulus

Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yataallaq bi Thariqah An


Naqsyabandiyyah

Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq

Tanbihul Anam fir Radd ala Risalah Kaffil Awwam, sebuah kitab bantahan untuk
risalah Kafful Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad
Hasyim bin Asyari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam
(SI)

Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid

Fatawa Al Khathib ala Ma Warada Alaih minal Asilah

Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin Abdil Lathif

Wafat
Pada tanggal 9 Jumadil Ula tahun 1334 H, Allah memanggil Syaikhul Ahmad
Khatib Rahimahullah ke hadhirat-Nya setelah sekian lama hidup di dunia yang fana ini. Ya,
jatah ia tinggal di dunia ini telah habis setelah mencetak kader-kader yang hingga detik ini
masih disebut-sebut. Jasadnya memang sudah tiada, namun kehadirannya seakan-akan masih
bisa dirasakan karena keilmuan dan peninggalan-peninggalannya berupa murid-muridnya
yang terus memperjuangkan misi-misinya dan terutama karya-karya ilmiahnya yang masih
terus dibaca hingga hari ini. Rahimahullah wa askanahu fasiha jannatih.

Anda mungkin juga menyukai