VOC
Sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis sudah terjadi sejak abad ke-14 Masehi. Kronologi
awalnya, kala itu Aceh menjadi tujuan perdagangan ketika Portugis menguasai Malaka pada 1511 di
bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque.
Portugis merupakan salah satu bangsa Eropa, selain Spanyol, pertama yang melakukan penjelajahan
samudera dengan misi 3G, yakni Gold (kekayaan), Glory (kejayaan), dan Gospel (penyebaran agama).
Di wilayah-wilayah yang dikunjunginya, termasuk Malaka dan Aceh, Portugis berniat melakukan
penaklukkan dan menguasai perdagangan rempah-rempah yang merupakan komoditas mahal di
Eropa.
Bumi Serambi Mekkah yang kala itu merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam
memiliki bandar perdagangan yang ramai, bahkan bersaing dengan Malaka.
Portugis menganggap Kesultanan Aceh Darussalam sebagai ancaman terhadap posisi mereka di
Malaka. Maka, pada 1523 Portugis menyerang Aceh. Dikutip dari buku Perlawanan Tokoh-tokoh
Masyarakat Aceh Terhadap Rezim Kolonial Belanda (2002), serangan tersebut dapat dipatahkan.
Selama bertahun-tahun lamanya, Portugis menjadi musuh Kesultanan Aceh Darussalam yang saat itu
dipimpin Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Penyebab terjadinya perlawanan rakyat Aceh
terhadap Portugis adalah sebagai berikut:
-Portugis melarang orang-orang Aceh berlayar untuk berdagang melewati Laut Merah.
Portugis memburu kapal-kapak dagang Aceh di Laut Merah pada 1524-1525. Beberapa kapal Aceh
tersebut ditangkap Portugis dan semakin memicu kemarahan rakyat Aceh.
-Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan seperti meriam dan menempatkan
prajurit untuk pengawalan.
Pada 1568, pasukan Kesultanan Aceh Darussalam menyerang Portugis di Malaka pada. Namun,
serangan ini gagal lantaran kekutan militer Portugis lebih tangguh. Setahun kemudian, gantian
Portugis menyerang Aceh namun dapat digagalkan pasukan Aceh.Kesultanan Aceh Darussalam
beserta rakyatnya terus melakukan perlawanan kepada Portugis yang memonopoli perdagangan dan
pelayaran di Selat Malaka.Rakyat Aceh kembali menyerang Portugis pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Serangan di tahun 1629 itu mampu membuat Portugis di Malaka
kewalahan.
Kesultanan Aceh Darussalam mempersiapkan armada laut yang memiliki kapasitas mengangkut
prajurit sampai 800 orang.Armada Kesultanan Aceh merapat di Sumatera Timur dan Sumatera Barat
saat melakukan serangan ke Malaka. Kendati semua kekuatan telah dilancarkan, namun serangan ini
belum mampu mengusir Portugis.
Aceh tidak hanya melakukan serangan fisik. Sultan Iskandar Muda juga melakukan blokade
perdagangan agar kekuatan Portugis di Malaka goyah karena ketiadaan barang yang bisa dibawa ke
Eropa.Hanya saja, rencana ini terkendala dengan adanya beberapa raja kecil yang tetap berdagang
dengan Portugis. Mereka melakukan itu dengan diam-diam karena memerlukan uang.
Lantaran kebijakan blokade tidak berhasil sepenuhnya, maka Kesultanan Aceh Darussalam
melakukan langkah-langkah lanjutan, yakni:
Aceh menjalin hubungan dengan Turki, Persia, dan Gujarat (India).Aceh memperoleh bantuan yaitu
kapal, prajurit, dan makanan dari komunitas muslim di Jawa.Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi
persenjataan yang memadai dan prajurit tangguh.Meningkatkan kerja sama dengan Kesultanan
Demak di Jawa dan Kesultanan Gowa di Makassar.
Sebenarnya tidak ada pemenang dalam pertikaian antara Aceh kontra Portugis. Pada 1641,
kekuasaan Portugis di Malaka melemah seiring kehadiran VOC dari Belanda yang kemudian merebut
wilayah itu.