Anda di halaman 1dari 8

DISUSUN OLEH

Kelompok 1 :

1. ANISA RIZKY RAIHANI


2. ALFARIZ SYAHPUTRA
3. ABDAL RAJA MAGANI
4. AGUNG MIHARTA
5. ALI SAPUTRA

KELAS : XI IPA 2
GURU PEMBIMBING : TINI APRIANI S, PD
MATA PELAJARAN : SEJARAH INDONESIA
A. Latar Belakang Perlawanan Bangsa Aceh Ke Portugis
Rempah-rempah merupakan barang dagangan utama pada abad ke-15. Sejak jatuhnya
kota Konstatinopel bangsa Eropa tidak ingin bergantung pada pedagang-pedagang Islam di
Timur Tengah dalam mendapatkan rempah-rempah. Usaha untuk mendapatkan rempah-
rempah ke dunia Timur dimulai oleh bangsa Portugis tahun 1486 saat Bartoholomeus Diaz
menemukan ujung Afrika Selatan.

Usaha untuk mendapatkan rempah-rempah diteruskan oleh Vasco da Gama yang tiba di India
pada tahun 1498. Menyadari bahwa asal rempah-rempah bukan dari India bangsa Portugis
meneruskan ekspedisinya dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque sehingga sampai dan
berhasil menguasai Malaka tahun 1511. Sultan Malaka saat itu Mahmud Syah menyingkir ke
Bintan dan kemudian menjadi Kerajaan Johor.

Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511, telah membawa hikmah tersendiri bagi
Aceh. Pasca dikuasainya selat Malaka oleh Portugis banyak para pedagang yang menyingkir
ke wilayah Aceh, sehingga wilayah Aceh bertambah ramai oleh kegiatan perdagangan.
Kemajuan Aceh ini dipandang oleh Portugis sebagai bentuk ancaman, karena itu Portugis
berusaha menguasai wilayah Aceh. Portugis berusaha beberapa kali menyerang Aceh namun
berakhir dengan kegagalan.

B. Perlawanan Rakyat Aceh

Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat
perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun
berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada
tahun 1524/1525 diburu oleh kapal kapal Portugis untuk ditangkap. Sudah barang tentu
tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat
berdagang dengan siapa saja, mengadakan hubungan dengan bangsa manapun atas dasar
persamaan. Oleh karena itu, tindakan kapal-kapal Potugis telah mendorong munculnya
perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit


2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki
pada tahun 1567.
3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka.


Portugis harus bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng. Portugis harus mengerahkan
semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan
pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga
dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.

Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :

1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.


2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi
asing, oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak
pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang
mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar
Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing,

Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga
menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk mengamankan
wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan
para pengawas di jalur-jalur perdagangan.Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-
pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima
perang. Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan
serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis
harus mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk menghadapi pasukan
Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini juga tidak berhasil mengusir Portugis dari
Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara
kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh
dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir
Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.
C. Perlawanan Bangsa Aceh Ke VOC

VOC atau Verenidge Oost Indische Compagnie adalah kongsi dagang asal Belanda.
VOC meminta izin untuk berdagang diwilayah Aceh. Usaha VOC untuk berdagang dan
menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak berhasil, karena Sultan Iskandar
Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya.

Ketika itu Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar
Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara keduanya
dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan Aceh.

Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan
Belanda mencoba melaksanakan perdagangan. Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan
perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil, karena armada Aceh
selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya. Pada akhir pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap
Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh membutuhkan banyak biaya untuk membangun
armadanya kembali. Maka dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk
berdagang di wilayahnya.

Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC merebut
Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat Malaka. Akibatnya
peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

D. Perang Aceh

Perang Aceh ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873
sampai 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan
perang gerilya terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang
kepada Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang
Citadel van Antwerpen.

Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan
Harmen Rudolf Köhler, & langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat
itu membawa 3. 198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.

Perang Aceh disebabkan karena:


Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail
menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan & Serdang kepada Belanda, padahal daerah-
daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi
perjanjian London ialah Belanda & Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas
kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya
mengakui kedaulatan Aceh.
Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat
perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi
sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.

Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg isinya, Britania
memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus
menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas
berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul
Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan
utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh & meminta
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu,
tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

 Taktik Perang belanda Menghadapi Aceh

Untuk mengalahkan pertahanan & perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk
meneliti kemasyarakatan & ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul
Rakyat Aceh [De Acehers]. Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk
menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda
Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala [yaitu Sultan yg
berkedudukan di Keumala] dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu.

Tetap menyerang terus & menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan
pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat
baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki
jalan-jalan irigasi & membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck
Hurgronje diterima oleh Van Heutz yg menjadi Gubernur militer & sipil di Aceh [1898-
1904]. Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.

 Surat perjanjian tanda menyerah Pemimpin Aceh

Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek [korte verklaring,
Traktat Pendek] tentang penyerahan yg harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yg
telah tertangkap & menyerah. Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan,
Raja [Sultan] mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji
tak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi
seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda.
Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yg rumit & panjang
dengan para pemimpin setempat. Walau demikian, wilayah Aceh tetap tak bisa dikuasai
Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda
meskipun dilakukan oleh sekelompok orang [masyarakat]. Hal ini berlanjut sampai Belanda
enyah dari Nusantara.

E. Pahlawan Aceh

1) Sultan Iskandar Muda

Pahlawan nasional dari Aceh, Sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda
mempunyai nama asli Paduka Seri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam. Lahir tahun 1583 di
Bandar Aceh Darussalam. Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Sultan Iskandar
Muda sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 077/TK/Tahun 1993
tanggal 14 September 1993. Sultan Iskandar Muda merupakan raja besar yang membawa
Aceh ke zaman keemasan. Dia berkuasa pada 1607-1636. Di masa kepemimpinannya, Aceh
menguasai Sumatera dan sebagian daerah Malaysia seperti Johor dan Kedah. Aceh juga
menyerang Portugis di Malaka pada masa pemerintahannya. Dia memimpin Kerajaan Aceh
Darussalam selama lebih kurang 30 tahun yaitu (1606-1636 M). Sultan Iskandar Muda wafat
pada tahun 1636 M dan makamnya terletak dalam komplek Kandang Mas di Banda Aceh
yang telah pernah dihancurkan Belanda. Nama Sultan Iskandar Muda diabadikan sebagai
nama bandar udara internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh.

2) Teuku Umar

Pahlawan nasional dari Aceh, Teuku Umar. Pahlawan yang lahir di Meulaboh, Aceh
pada tahun 1854. Teuku Umar diangkat Pahlawan Nasional lewat Surat Keputusan No Sk
087/TK/1973 tanggal 6 November 1973. Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku
Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak
19 tahun. Pada usia 20 tahun, beliay menikah dengan Cut Nyak Dhien. Teuku Umar pernah
berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Hal ini merupakan taktik untuk mendapatkan
senjata dan uang untuk pejuang lainnya. Teuku Umar gugur 11 Februari 1899 saat melawan
pasukan Belanda yang dipimpin Van Heutsz di Suak Ujong Kalak, Meulaboh. Jenazahnya
dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. Nama Teuku Umar juga
diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air. Salah satu kapal perang TNI
AL dinamakan KRI Teuku Umar (385).

3) Cut Nyak Dhien

Pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien. Cut Nyak Dhien merupakan istri dari
Teukur Umar. Dia lahir di Lampadang, Aceh Besar, pada 1848. Pemerintah mengangkat Cut
Nyak Dhien sebagai Pahlawan Nasional lewat Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964. Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan
yang taat beragama di Aceh Besar. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang
uleebalang VI Mukim. Dia merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari
Minangkabau. Datuk Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta
yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar
Muda di Pariaman. Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki
sebagai Ibu Perbu.Pergerakannya melawan Belanda dimulai setelah suaminya Teuku Umar
wafat. Cut Nyak Dien memimpin perlawanan ke Belanda di daerah pedalaman Meulaboh
bersama pasukan kecilnya. Setelah bertahun-tahun, kondisi kesehatan Cut Nyak Dien
menurun. Salah seorang panglimanya, Pang Laot Ali merasa iba dengan kondisinya Dia
membuat perjanjian dengan Belanda. Syaratnya, Belanda harus merawat Cut Nyak Dhien.
Belanda setuju, lalu ditawankan Cut Nyak Dhien dan dibawa ke Banda Aceh. Dalam
pengawasan Belanda, Cut Nyak Dhien masih berkomunikasi dengan para pejuang, ternyata
hal ini terendus penjajah. Akhirnya dia diasingkan ke Sumedang. Pada tanggal 6 November
1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua.
Kesimpulan

Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh.
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai daerah istimewa
dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatra dan
merupakan provinsi paling barat di Indonesia.

Perlawanan rakyat Aceh dilatarbelakangi oleh keinginan Belanda untuk mewujudkan Pax
Netherlandica. Belanda berusaha untuk menguasai Aceh yang kaya akan perdagangan lada
dan juga minyak. Perlawanan rakyat Aceh dilakukan dengan taktik gerilya dan dipimpin oleh
tokoh-tokoh daerah, seperti Teuku Umar dan istrinya, Cut Nyak Dien.

Aceh adalah daerah yang sangat sulit untuk ditaklukan oleh Belanda. Taktik gerilya yang
dilakukan oleh rakyat Aceh membuat Belanda kewalahan. Mengetahui kekuatan dari rakyat
Aceh tersebut, Belanda memutuskan untuk melakukan devide et impera dengan membuat
kalangan uleebalang (pemimpin adat) dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Selain
itu, Belanda juga membentuk pasukan marsose, yaitu pasukan gerak cepat untuk
menghancurkan kantong-kantong pertahanan rakyat Aceh. Taktik tersebut berhasil dengan
menyerahnya Aceh pada tahun 1904. Meskipun, wilayah Aceh tetap tak bisa dikuasai
Belanda seluruhnya.

Anda mungkin juga menyukai