Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK SEJARAH INDONESIA

TENTANG ACEH VERSUS PORTUGIS VS VOC

NAMA-NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1


1.Adhira
2.Baso
3.Dian aulia syafitri
4.Hanum
5.Gabriel
6.Aziel

GURU PEMBIMBING:
Aceh Versus Portugis dan VOC
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa

hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang mengalihkan kegiatan

perdagangannya dari Malaka ke Aceh. Dengan demikian, perdagangan di

Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi

bandar dan pusat perdagangan. Kerajaan Aceh muncul sebagai kekuatan

baru, yang berhasil menguasai daerah perdagangan seperti di pantai timur

Sumatera sebelah utara. Bahkan Aceh kemudian mampu mengendalikan

pusat-pusat perdagangan di pantai barat Sumatera, seperti di Barus, Tiku,

dan Pariaman. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat al-Kahar

(1537-1568) terkenal sebagai tokoh yang meng-aceh-kan kawasan pantai

barat Sumatera.

Tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik di kawasan pantai

Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera, sangat disegani oleh


pedagangpedagang asing. Pedagang-pedagang asing seperti dari Perancis, Inggris,

Belanda kalau ingin berdagang di wilayah pantai barat Sumatera dan


tempattempat lain yang menjadi daerah kekuasaan Aceh harus minta izin kepada

Aceh.

Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai

ancaman. Oleh karena itu, Portugis berupaya untuk menghancurkan Aceh.

Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh. Kembali Portugis

tahun berikutnya melancarkan serangan ke Aceh. Beberapa serangan


Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk

melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis

selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh dimanapun berada. Tindakan

Portugis ini tidak dapat dibiarkan. Aceh yang ingin berdaulat dan tetap

dapat mengendalikan perdagangan di beberapa pelabuhan penting di

Sumatera, merencanakan untuk melakukan perlawanan. Sebagai persiapan

Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1) melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam

dan prajurit;

2) mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa

ahli dari Turki pada tahun 1567; dan

3) mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan

terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Benteng

Formosa. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga

serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun

1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini

juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.

Sementara itu, para pedagang Belanda juga ingin mendapatkan keuntungan

dengan berdagang di pantai barat Sumatera, bahkan kalau perlu dapat

melakukan monopoli. Oleh karena itu, VOC harus bersaing dengan Portugis
dan harus mendapat izin dari Aceh. Padahal Aceh dikenal anti terhadap

dominasi dan para pedagang asing. Terkait dengan ini para pedagang

Belanda melalui Pangeran Maurits pernah berkirim surat kepada Raja

Aceh, Alauddin tertanggal 23 Agustus 1601. Dalam surat dipenuhi dengan

kata-kata sanjungan dan puji-pujian kepada Sultan Alauddin dan rakyat

Aceh. Dalam surat itu juga dicantumkan kata-kata yang menjelek-jelekkan

Portugis, dan juga dicantumkan tawaran bantuan untuk mengusir orangorang


Portugis. Surat itu kemudian ditutup dengan kalimat: “ Mencium

tangan Yang Mulia, dari hamba, Maurits de Nassau” Pada waktu utusan

Pangeran Maurits itu menyerahkan surat tersebut juga disertai dengan

sejumlah hadiah dan hantaran (Uka Tjandrasasmita, “Persaingan di Pantai

Barat Sumatera: dalam buku Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012). Dengan

surat ini ternyata Sultan Aceh yang kebetulan sedang bermusuhan dengan

Portugis, dapat menerima kehadiran para pedagang Belanda. Bahkan pada

tahun 1607 Aceh memberikan izin kepada VOC untuk membuka loji di Tiku

di pantai Barat Sumatera.

Apapun yang terjadi, rakyat Aceh dan para pemimpinnya tetap memiliki

pendirian dan semangat untuk terus berdaulat dan menentang dominasi

orang asing. Oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir

Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan

Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air

dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Bahkan pada masa


Sejarah Indonesia 77

pemerintahan Iskandar Muda ini mulai memutuskan hubungan dan menolak

kehadiran VOC. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercitacita
untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari

Malaka. Iskandar Muda juga menentang kesewenang-wenangan VOC yang

sudah berkuasa di Batavia.

Dalam rangka melawan Portugis di Malaka, Sultan Iskandar Muda berusaha

untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat

dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit.

Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia bahkan, Aceh

juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk

mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan

Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di

Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang.

Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda

melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis

sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara

dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun,

serangan Aceh kali ini juga belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka.

Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan

antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak
berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir

Portugis dari Malaka. Portugis dapat diusir dari Malaka oleh VOC pada tahun

1641, setelah VOC bersekutu dengan Kesultanan Johor.

Anda mungkin juga menyukai