Anda di halaman 1dari 2

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi Aceh.

Banyak
para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di
Aceh semakin ramai. Bahkan Aceh mampu mengendalikan pusat - pusat perdagangan di pantai barat
Sumatera. Sultan Alauddin Ri'ayat al-Kahar (1537 - 1568) dikenal sebagai tokoh yang meng-aceh-kan
kawasan pantai barat Sumatera.

Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai ancaman, oleh karena itu,
Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh. Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke
Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza.

Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal
Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada. Tindakan kapal-kapal Potugis
telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-
langkah antara lain :

1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, Meriam dan prajurit.

2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.

3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Setelah berbagai bantuan berdatangan , Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di
Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Benteng Formosa. Portugis harus mengerahkan semua
kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569
Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan
Aceh.

Sementara itu , para pedagang Belanda juga ingin mendapatkan keuntungan dengan berdagang di pantai
barat Sumatera , bahkan kalau perlu dapat melakukan monopoli. Oleh karena itu para pedagang Belanda
melalui Pangeran Maurits pernah berkirim surat kepada Raja Aceh , Alauddin tertanggal 23 Agustus
1601. Dalam surat itu dipenuhi pujian dan sanjungan terhadap Raja dan rakyat Aceh , terdapat juga kata
- kata yang menjelek - jelekkan Portugis , serta tawaran bantuan mengusir orang - orang Portugis.
Dengan surat ini Sultan Aceh mampu menerima kehadiran para pedagang Belanda , bahkan pada tahun
1607 Aceh memberikan izin pada VOC untuk membuka loji di Tiku di pantai barat Sumatera.

Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing, oleh karena
itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air dan
mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan
bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari Malaka. Angkatan
lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit. ementara itu
untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat,
ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan. Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-
pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang. pada
tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Namun, serangan Aceh kali ini juga tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk.

Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari
Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641 setelah VOC
bersekutu dengan Kesultanan Johor. Tujuan VOC mengusir Portugis dari Malaka adalah :

1. Belanda ingin menguasai Malaka dari aspek politik dan ekonomi

2. Belanda ingin memperluas akses seluas-luasnya bagi pengusaha-pengusaha asing untuk melakukan
kegiatan ekonomi di Indonesia

3. Belanda ingin membebaskan pulau - pulau yang potensial SDA dari negara-negara lain termasuk
Portugis

Anda mungkin juga menyukai