Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BIOGRAFI IMAM MADZHAB DALAM FIQH


Makalah ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Fiqh yang dibina oleh Dr. H. Miftahul
Huda, M.Ag

Disusun oleh:
Muhammad Rizki Ramadhan (2101041100
Zhafira Putri Fatihati (210104110112)
Achwan Alfani (210104110

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGIRUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A.Hasan berpendapat bahwa mazhab yaitu sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat
seorang alim ulama besar dalam urusan agama baik dalam masalah ibadah maupun masalah
lainnya. Jadi, mazhab ialah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam
memecahkan masalah, atau mengistimbatkan hukum islam. Kemudian imam mzhab dan mzhab
itu itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat islam yang mengikuti cara istimbath
hukum semakin kokoh dan meluas, sesudah masa iyu muncul mazhab-mazhab dalam bidang
hukum islam. Banyak dari para sahabat nabi pindah tempat dan terpencar ke negara yang baru,
dengan demikian kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah meemecahkan suatu
masalah sulit dilaksanakan, maka terjadilah banyak perbedaan pendapat antara para sahabat.
Qasim Abdul Azis Khosim menjelaskan bahwa faktor faktor yang menyebabkan ikhtilaf
di kalangan sahabat ada tiga yaitu: Perbedaan sahabat dalam memahami nash nash Qur’an,
perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan Riwayat, dan perbedaan para sahabat disebabkan
karena ra’yu.
Jalaludin juga menyatakan penyebab ikhtilaf ( perbedaan pendapat ) di antara para sahabat
adalah, prosesdur perbedaan hukum untuk masalah masalah baru yang tidak terjadi pada zaman
Rasulullah SAW, kemudian dilanjutkan oleh Tabi’in Tabi’in. Ijtihad para sahabat dan Tabi’in
Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah
wilayah dan kekuasaan islam pada wktu itu. Munculnya mazhab-mazhab tersebut, menunjukkan
betapa majunya perkembangan hukum Islam pada waktu itu. Ada tiga faktor yang sangat
menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rasulullah SAW, yaitu:
1. Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung
Arab, Irak, Mesir, Syam, Parsi dan lain-lain.
2. Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukkannya. Mereka terpengaruh oleh
budaya, adat istiadat, serta tradisi bangsa tersebut.
3. Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukkan itu dengan ibu kota khilafah
(pemerintahan) Islam, menjadikan para gubernur, para hakim, dan para ulama harus
melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap masalah-masalah baru yang
dihadapi.
Perkembangan mazhab ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang
mengembangkan serta meneruskannya, namun ada juga suatu mazhab yang kalah pengaruhnya
oleh mazhab-mazhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikut menjadi surut. Ada empat
mazhab yang bertahan dan berkembang terus hingga saat ini, yaitu: mazhab Hanafi, pendirinya
Imam Abu Hanifah, mazhab Maliki, pendirinya Imam Malik, mazhab Syafi’i, pendirinya Imam
Syafi’I, dan mazhab Hanbali, pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi Imam Abu Hanifah?
2. Bagaimana biografi Imam Malik
3. Bagaimana biografi Imam Syafi’i
4. Bagaimana biografi Imam Ahmad bin Hambal
C. Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah diatas tujuan makalah ini untuk:
1. Mengetahui biografi Imam Abu Hanifah
2. Mengetahui biografi Imam Malik
3. Mengetahui biografi Imam Syafi’i
4. Mengetahui biografi Imam Ahmad bin Hambal
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah an-Nu'man bin Tsabit bin Zuta bin Marzuban lebih dikenal dengan nama
Abū Ḥanīfah, Dalam riwayat yang lain disebut an-Nu’man bin Tsabit bin al-Marzaban atau Imam Abu
Hanifah lahir di Kufah -salah satu kota besar di Irak- pada tahun 80 H/ 659 M, dan meninggal dunia di
Baghdad pada tahun 150 H/ 767 M. Ayah beliau keturunan dari bangsa Persia, tetapi sebelum beliau
dilahirkan, ayah beliau sudah pindah ke Kufah. Meski beliau bukan berasal dari suku Quraisy, tetapi kelak
ia diberi gelar ‘Imam Agung’ dan dikenal sebagai imam kaum muslimin. Inilah salah satu keistimewaan
besar dari agama Islam yang sama sekali tidak pernah membeda-bedakan warna kulit, suku atau antara
bangsa satu dengan Abu Hanifah rahimahullah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah
Sahabat Nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah ‫ﷺ‬
bernama Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan beberapa peserta Perang Badar yang dimuliakan
Allah subhanahu wa Ta‘ala yang merupakan generasi terbaik islam, dan meriwayatkan hadits
darinya serta sahabat Rasulullah ‫ ﷺ‬lainnya. Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang
pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian
(taharah), shalat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti
Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Imam Bukhari rahimahumullah.

Beliau diberi gelar Abu Hanifah, karena diantara putranya ada yang bernama Hanifah.
ada lagi menurut riwayat lain beliau bergelar Abu Hanifah, karena begitu taatnya beliau beribadah
kepada Allah SWT, yaitu berasal dari bahasa Arab Hanif yang berarti condong atau cenderung
kepada yang benar. menurut riwayat lain pula, beliau diberi gelar Abu Hanifah, karena beliau
dekat dan eratnya berteman dengan tinta. Hanifah menurut bahasa Irak adalah tinta. kemana pergi
beliau selalu membawa tinta (alat tulis) untuk mencatat ilmu pengetahuan yang di dapatnya dari
para guru yang dijumpainya. Hobi utamanya adalah memperbanyak membaca al-Qur’an,
sehingga para perawi secara berlebihan menyebutkan bahwa ia terbiasa menghatamkan al-Qur’an
sebanyak enam puluh kali di bulan Ramadhan1.

Pada mulanya Abu Hanifah adalah seorang pedagang. karena ayahnya adalah seorang
pedagang besar dan pernah bertemu dengan Ali ibn Abi Thalib. Pada waktu itu Abu Hanifah
belum memusatkan perhatian kepada ilmu, turut berdagang di pasar, menjual kain sutra. di
1
Syaikh M. Hasan al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2005), cet ke-1, h 3.
samping berniaga ia tekun menghafal al-Qur’an dan amat gemar membacanya. Kecerdasan
otaknya menarik perhatian orang-orang yang mengenalnya, karena asy-Sya’bi menganjurkan
supaya Abu Hanifah mencurahkan perhatiannya kepada ilmu. dengan anjuran asy-Sya’bi mulailah
Abu Hanifah terjun ke lapangan ilmu. Namun demikian Abu Hanifah tidak melepas usahanya
sama sekali

Imam Abu Hanifah pada mulanya gemar belajar ilmu qira’at, hadist, nahwu, sastra,
sya’ir, teologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang pada masa itu. di antara ilmu-ilmu yang
dicintainya adalah ilmu teologi, sehingga beliau menjadi salah seorang tokoh yang terpandang
dalam ilmu tersebut. karena ketajaman pemikirannya, beliau sanggup menangkis serangan
golongan khawarij yang doktrin ajarannya sangat ekstrim. Guru Abu Hanifah kebanyakan dari
kalangan “tabi’in” yang hidup pada masa kemudian para sahabat nabi). Dari antara mereka itu
ialah Imam Atha bin Abi Raba’ah (wafat pada tahun 114 H), Imam Nafi’ Muala ibnu Umar
(wafat pada tahun 117 H), dan lain-lain lagi. Adapun orang alim ahli fiqh yang menjadi guru
beliau yang paling mashur ialah Imam Hamdan bin Abu Sulaiman (wafat pada tahun 120 H),
Imam Hanafi berguru kepada beliau sekitar 18 tahun.

Abu Hanifah seorang imam dan ahli fiqh yang merdeka disamping mendapat pujian dan
sanjungan dari ulama-ulama besar, juga tidak terlepas dari kritik-kritik penentangnya.
Kebanyakan orang yang mencelanya adalah orang-orang yang tidak mampu membandingi
pemikirannya, atau tidak mencapai puncak yang dicapainya atau masuk golongan orang yang
tetap bertahan pada gaya lama, tidak menerima gaya baru, dan tiap-tiap gaya baru dianggap
bid’ah. Hal ini adalah sebagai bukti bahwa manusia tidak ada yang terlepas dari kedengkian
orang. Abu Hanifah adalah gudang ilmu, dan menerima isi ilmu, bukan kulitnya, dan mengetahui
masalah-maslah yang tersembunyi. Dia telah menggoncangkan masa dengan ilmunya, dengan
fikirannya, dan dengan diskusinya. Dia berdiskusi dengan ulama-ulama kalam, dia menolak
paham-paham mereka yang tidak disetujuinya. Beliau mempunyai pendapat dalam bidang kalam,
bahkan ada risalah-risalahnya, dia mempunyai musnad dalam bidang hadist walaupun dia
mempunyai puncak tinggi dalam bidang fiqh dan takhrij, dan menggali illat-illat hukum. Memang
dia amat baik menghadapi hadist, dia ungkapkan illat-illatnya dan memperhatikan apa yang
tersirat pada kata-kata itu, dan dia memandang urf sebagai suatu dasar hukum.

Adapun faktor-faktor Abu Hanifah mencapai ketinggian ilmu dan yang mengarahkannya ialah :
1. Sifat-sifat kepribadiannya, baik yang merupakan tabiatnya ataupun yang diusahakan,
kemudian menjadi suatu malakat padanya. Ringkasnya sifat-sifat yang mengarahkan jalan
pikirannya dan kecendrungannya.
2. Guru-guru yang mengarahkannya dan menggariskan jalan yang dilaluinya, atau
menampakkan kepadanya aneka rupa jalan, kenudian Abu Hanifah mengambil salah satunya.
3. Kehidupan pribadinya, pengalaman-pengalaman dan penderitaan- penderitaanya yang
menyebabkan dia menempuh jalan itu hingga ke ujungnya.
4. Masa yang mempengaruhuinya dan lingkungannya yang di hayatinya yang mempengaruhi
sifat-sifat pribadinya

Pada awalnya Abu Hanifah mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan
hukum-hukum keagamaan, kemudian mempelajari pengetahuan tentang kepercayaan kepada
tuhan atau sekarang disebut “ilmu kalam” dengan sedalam-dalamnya. oleh karena itu beliau
termasuk seorang yang amat luas mempelajarinya dan sangat rajin membahas dan
membicakannya. sehingga beliau sering bertukar fikiran atau berdebat masalah ini, baik dengan
kawan maupun dengan lawan. Abu Hanifah berpendapat “ilmu kalam” adalah satu-satunya ilmu
yang paling tinggi dan amat besar kegunaanya dalam lingkup keagamaan dan ilmu ini termasuk
dalam bahagian pokok-pokok agama (usulud-din).

Abu Hanifah memiliki pandangan lain. yakni hati sanubari beliau tertarik mempelajari
ilmu “fiqh”, ialah ilmu agama yang didalamnya hanya selalu membicarakan atau membahas
soal-soal yang berkenaan dengan hukumnanya, baik yang berkenaan dengan urusan ibadat
maupun berkenaan dengan urusan mu’amalat atau masyarakat. Sebagai bukti, bahwa beliau
seorang yang pandai tentang ilmu fiqh, ialah sebagaimana pengakuan dan pernyataan para cerdik
pandai, dan alim ulama dikala itu. Antara lain Imam Muhammad Abi Sulaiman, seorang guru
beliau yang paling lama, setelah mengetahui kepandaian beliau tentang ilmu fiqh, maka sewaktu-
waktu ini beliau pergi keluar kota atau kedaerah lain, terutama dikala beliau pergi ke Basrah
dalam waktu yang lama, maka beliau (Hanafi) lah yang disuruh untuk mengganti atau mewakili
kedudukan beliau, seperti memberi fatwa tentang hukum-hukum agama dan memberi pelajaran
kepada murid beliau.

B. Biografi Imam Malik


Malik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas lengkapnya: Malik
bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani.
Beliau lahir di Madinah pada tahun 711 M / 90H dan meninggal pada tahun 795M / 174H. Ia
adalah pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Juga merupakan guru dari
Muhammad bin Idris pendiri Madzhab Syafi'i. Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi
Amir bin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam
Malik dilahirkan di kota Madinah. sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat
perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa Imam
Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahwa Imam Malik
dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90
H. Imam Yahya bin Bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar Malik berkata, "Aku dilahirkan
pada 93 H," dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).

Saat menginjak usia dewasa, ia sudah mulai menghafal Al-Qur'an dan sudah
menunjukkan keinginannya dalam ilmu pengetahuan. Ia belajar dari Rabi'ah dan Abdurrahman
bin Hurmuz untuk mendengarkan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Ia juga belajar kepada
az-Zuhri dan Nafi, serta Ibnu Umar. Ia juga belajar ilmu qira'at kepada Nafi bin Abi Nu'aim.
Imam Malik bin Anas dipandang sebagai seorang yang ahli dalam berbagai bidang ilmu,
khususnya ilmu hadits dan fikih. Tentang penguasaannya dalam hadits, ia sendiri pernah
mengatakan, "Aku telah menulis dengan tanganku sendiri 100.000 hadits." Pada kesempatan
lain, ia mengatakan "Aku datang kepada Sa'id bin al-Musayyab, Urwah al-Qasim, Abu Salamah,
Humaid, dan Salim secara bergiliran untuk mendengarkan hadits. Dari masing-masing mereka,
aku terima 50-100 hadits. Sesudah itu, aku pulang dan aku telah dapat menghafalnya tanpa keliru
sedikitpun."
Sepanjang hidupnya, Imam Malik bin Anas selalu dengan sikap takwa, rajin salat,
melayat ke orang-orang yang sudah meninggal, menjenguk yang sakit, memenuhi kewajibannya,
I'tikaf di masjid dan berkumpul dengan teman-temannya, serta menjawab persoalan-persoalan
yang masuk. Ia sangat berhati-hati, baik dalam menyampaikan hadits maupun memberikan
fatwa. Hadits yang diterima hanyalah jika disampaikan oleh orang-orang yang benar dan
terpercaya. Begitu pun dengan fatwa yang diberikan harus dengan keyakinan sepenuhnya.
Kebiasaan Imam Malik bin Anas ketika ingin menyampaikan sebuah hadits, ia terlebih dahulu
akan mengambil wudhu dan duduk dengan tenang, lalu menyisir jenggotnya. Sewaktu ada yang
menanyakan mengapa ia melakukan hal tersebut, ia menjawab, "Aku senang menghormati hadits
Rasulullah SAW. Sewaktu berada di Madinah, ia tidak pernah naik kendaraan meskipun usianya
sudah tua dan lemah. Ia menuturkan bahwa Madinah merupakan tempat di mana Rasulullah
SAW disemayamkan, oleh karena itu ia tidak menaiki kendaraan apa pun.
Imam Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah dibacakan 31 buah
Hadis Rasulullah dan mampu mengulanginya dengan baik dan benar tanpa harus menuliskannya terlebih
dahulu. Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun,
selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000
hadis, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda
dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah
riwayat dari Yahya bin Yahyah al-Laitsi al-Andalusi al-Mashmudi. Sejumlah ulama berpendapat bahwa
sumber-sumber hadits itu ada tujuh, yaitu al-Kutub as-Sittah ditambah Al Muwaththa’.

Hadis-hadis yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang
Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ulama menghitungnya berjumlah 600 hadis musnad,
222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadis tanpa
penyandara, hanya dikatakan "telah sampai kepadaku” dan “dari orang kepercayaan," tetapi
hadits-hadits tersebut bersanad dari jalur-jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri,
karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan
hadits-Nadifa mursal, munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik. Imam
Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan tabi’in dan 600 dari tabi’in-
tabi’in. Imam Malik meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al-Mujmir, Zaib bin Aslam,
Nafi’, Syarik bin Abdullah, Az-Zuhri, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil,
muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.

Malik bin Anas menyusun kompilasi hadis dan ucapan para sahabat dalam buku yang
terkenal hingga kini, Al Muwatta' berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang
membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah
kitab yang berisikan hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para
sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang
merangkum ilmu hadis, ilmu fiqh dan sebagainya Imam Malik diketahui sangat jarang keluar
dari kota Madinah. Ia memilih menyibukkan diri dengan mengajar dan berdakwah di kota tempat
Rasulullah Saw wafat tersebut. Beliau sesekali keluar dari kota Madinah untuk melakukan
ibadah haji di kota Mekkah

Di antara guru dia adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az-
Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain. An
Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya
periwayatan hadisnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadis dari rawi
matruk, kecuali Abdul Karim”. Ibnu Hayyan berkata,”Malik adalah orang yang pertama
menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah." Imam
as-Syafi'i berkata, "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in."
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Jika engkau melihat seseorang yang membenci Imam Malik,
maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah."

Seseorang bertanya kepada Imam as-Syafi'i, " apakah anda menemukan seseorang yang
alim seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab, "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan
lebih berilmu daripada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang alim seperti
Imam Malik, maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Imam Malik?"
Imam Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai tentang
sunnah Rasulullah dari Imam Malik." Ibnu Atsir, "Cukuplah kemuliaan bagi asy-Syafi'i bahwa
syaikhnya adalah Imam Malik, dan cukuplah kemuliaan bagi Imam Malik bahwa di antara
muridnya adalah asy-Syafi'i." Abdullah bin Mubarak berkata, "Tidak pernah aku melihat seorang
penulis ilmu Rasulullah lebih berwibawa dari Imam Malik, dan lebih besar penghormatannya
terhadap hadis Rasulullah Saw dari Imam Malik, serta kikir terhadap agamanya dari Imam
Malik, jika dikatakan kepadaku pilihlah Imam bagi umat ini, maka aku akan pilih Imam Malik."
References
Humas, T. (2022, September 8). Universitas Islam An-Nur Lampung. Diambil kembali dari https://an-
nur.ac.id/mazhab-pengertian-latar-belakang-tujuan-macam-dan-urgensinya/

Isnaeni, N. (2023, Juni 9). detikhikmah. Retrieved from https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-


6762698/imam-malik-bin-anas-ulama-fikih-dan-hadits-pendiri-mazhab-maliki

Jauhari, W. (2018). Biografi Imam Abu Hanifah. In Biografi Imam Abu Hanifah.

Penulis. (2020, April 11). emir.co.id. Diambil kembali dari https://emir.co.id/latar-belakang-timbulnya-


mazhab-dan-dampaknya-terhadap-perkembangan-fikih/

Repository UIN Suska. (t.thn.). Diambil kembali dari https://repository.uin-suska.ac.id/7413/3/BAB


%20II.pdf

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2023, Juli 3). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Hanifah

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2023, Oktober 18). Diambil kembali dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Malik_bin_Anas

Anda mungkin juga menyukai