Anda di halaman 1dari 5

FORMULIR PENGAJUAN JUDUL PROPOSAL

FAKULTAS SYARI’AH IAIN TERNATE

Nama : Ilham Arsid


Nim :
Program Studi : Hukum Pidana Islam
Fakultas : Syari’ah

Dengan ini mengajukan judul (proposal) sebagai berikut :


“Tinjauan yuridis terhadap penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses peradilan
pidana terhadap tindak pidana terorisme perspektif hukum pidana dan fiqih jinayah”
A. Deskripsi singkat mengenai aspek yang akan diteliti :
Indonesia merupakan negara hukum oleh karena itu perlu adanya jaminan
penyelenggaraan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya.
Kekuasaan kehakiman menurut Undang - Undang Dasar 1945 di lakukan oleh Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menyelenggarakan peradilan menegakkan
hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Undang - Undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.
Ilmu hukum pidana sebagai salah satu di siplin ilmu hukum yang berperan mengatur
tatanan masyarakat. Bidangnya mencakup kepentingan Negara dalam menyelenggarakan
ketertiban dan keamanan warga negaranya. Hukum pidana banyak di butuhkan dalam
menghadapi dinamika perilaku antara kepentingan orang dengan orang lainnya atau
kepentingan orang dengan lingkungannya. Kepentingan hukum telah memberikan hak dan
kewajiban kepada setiap orang dan tentunya untuk memperoleh atau mewujudkan haknya,
diperlukan rambu - rambu agar tidak bertentangan satu sama lainnya. Pada konteks
tersebutlah hukum pidana hadir mengatur tata prilaku pribadi seseorang, agar tetap serasi
dan seimbang dalam mewujudkan cita - cita ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Dinamika kehidupan masyarakat yang menunjukkan adanya perilaku pelanggaran norma -
norma atau kejahatan merupakan gejala kontra produktif dalam masyarakat. Dalam konteks
terjadinya suatu perbuatan pidana, maka untuk menentukan salah tidaknya seseorang, setiap
penegak hukum akan berpedoman pada ketentuan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau biasa disingkat KUHAP. Asas
Praduga Tak Bersalah merupakan salah satu asas yang melatar belakangi di rumuskannya
pasalpasal KUHAP.
Pada Undang - Undang Dasar 1945 dengan tegas menyatakan dalam Pasal 1 ayat (3)
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (recthstaat). Hal ini mempunyai
arti bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan yang menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang
sama di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum, serta wajib
menjunjung pemerintahan itu dengan baik dengan tidak ada terkecuali. Pelaksanaa hak
asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakan keadilan harus
di laksanakan oleh berbagai pihak, baik warga negara, penyelenggara negara, lembaga
kenegaraan dan juga lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah yang perlu
terwujud pula dalam hukum acara pidana.
. Asas ini tidak hanya dikenal dalam hukum acara pidana Indonesia, tetapi juga dianut
dalam hukum pidana Islam. Menurut hukum pidana Islam, asas praduga praduga tak
bersalah adalah asas yang menyatakan bahwa seseorang harus tetap dianggap tidak bersalah
sebelum diputuskan oleh majelis hakim (qadhi) dalam sidang pengadilan bahwa yang
bersangkutan telah nyata bersalah tanpa ada unsur keraguan. Asas praduga tak bersalah ini
sejalan dengan kaidah ushul fiqh, yaitu al-ashl bara‟ah al-dzimmah (pada dasarnya setiap
orang terbebas dari berbagai tuntutan hukum). Dalam hal ini, asas praduga tak bersalah
lebih dekat dengan satu aturan dalam Islam bahwa seseorang tidak dibenarkan untuk
meneliti kesalahan orang lain, kecuali seseorang tersebut ditugaskan untuk melakukannya,
seperti polisi, jaksa dan hakim yang bertugas menegakkan keadilan.
Konsep dari asas praduga tak bersalah menempatkan bahwa setiap orang yang diduga
ataupun disangka melakukan suatu tindak pidana, baik tindak pidana pembunuhan, tindak
pidana korupsi maupun tindak pidana terorisme harus dianggap tidak bersalah, sesuai
dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Maraknya aksi terorisme menyebabkan negara-negara di
berbagai belahan bumi lainnya saling berupaya untuk memberantas aksi terorisme demi
terciptanya stabilitas negara dan perlindungan terhadap masyarakatnya. Sebagai negara
dengan tingkat aksi terorisme yang tinggi, Indonesia senantiasa berbenah dalam
menciptakan hukum yang dapat melindungi kedaulatan negara, hak asasi manusia dan
stabilitas nasional, sehingga terciptanya keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. yang awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kemudian menjadi Undang-Undang Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Perubahan tersebut sejalan dengan
perubahan dalam pola kejahatan terorisme yang dinilai lebih terorganisir dengan baik dan
telah ditunjang dengan berbagai alat yang dapat menguatkan eksistensi dari para teroris itu
sendiri.
Pemberantasan terorisme kemudian menimbulkan permasalahan ketika aparatur
penegak hukum melakukan berbagai upaya represif dalam pemberantasan tindak pidana
terorisme dan mengabaikan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Hal tersebut bisa diketahui
ketika banyaknya kasus-kasus para terduga teroris yang diperlakukan tidak layak oleh para
penegak hukum. Bahkan beberapa terduga teroris telah ditembak mati di tempat tanpa
sempat mempertahankan hak-haknya. Adanya tindakan tembak mati atau eksekusi tanpa
proses peradilan (an extrajudicial execution) yang dilakukan oleh Kepolisian merupakan
pembunuhan secara melawan hukum dan dengan sengaja, yang dilakukan dengan perintah
dari pemerintah atau dengan keterlibatan atau persetujuan diam-diam. Tembak ditempat
juga dapat menjadi Extrajudicial killing yang diartikan sebagai tindakan-tindakan, apapun
bentuknya, yang menyebabkan seseorang mati tanpa melalui proses hukum dan putusan
pengadilan yang dilakukan oleh aparat negara. Tercatat puluhan “terduga teroris” mati
karena aksi pembunuhan atau extra judicial killing disebabkan oleh tindakan represif
karena “diduga sebagai teroris”. Beberapa terduga teroris yang ditembak mati, yaitu M
Hidayah atau Dayah dan Rizal yang ditembak mati ditempat pada tanggal 22 Juli 2013 oleh
personel Densus 88 Antiteror. Dalam hal ini, Komnas HAM menemukan fakta bahwa dua
terduga teroris tersebut ditembak dalam kondisi tidak berdaya dan tidak ada perlawanan
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, melarang
keras seseorang untuk membunuh, baik secara sengaja maupun tidak sengaja terhadap
orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Dalam hukum Islam, larangan menghilangkan
nyawa seseorang dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Al-Isra‟ ayat 33:
‫ٌَّٕا‬
‫ اَل َذ ْم‬َٚ ‫ ا ٍُر‬ُٛ ْ‫رَ حَّ َش َّ َ ظ ٌا ْ ف‬ٟ ِ َ‫“ اَّّ لُل‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”
Adanya ketentuan larangan menghilangkan nyawa seseorang tersebut merupakan salah
satu wujud perlindungan terhadap hak asasi manusia yaitu hak hidup. Perlindungan
terhadap hak asasi manusia juga diimplementasikan dalam Kontitusi dan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia. Ketika seseorang ditembak mati dengan dugaan telah
melakukan tindak pidana terorisme, maka akan banyak hak-haknya yang dirampas salah
satunya hak untuk hidup dan hak untuk mendapatkan kepastian hukum. Penembakan
terduga teroris merupakan tindakan yang akan berdampak pada pemenuhan hak-hak asasi
manusia dan kedudukan asas praduga tak bersalah. Oleh karenanya, berdasarkan
pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai asas praduga tak bersalah
dan pemenuhan hak-hak bagi para terduga terorisme yang ditembak mati ditempat, baik
dalam perspektif hukum positif maupun ketika ditinjau dalam perspektif hukum pidana
Islam. Hal ini diperlukan, agar hak dari setiap warga negara bisa terlindungi dan para
apartur penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam melakukan penegakan hukum bagi
tindak pidana terorisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tinjauan yuridis hukum pidana dan fiqh jinayah terhadap penerpan
asas praduga tak bersalah dalam proses peradilan pidana pelaku terorisme?
2. Bagaimanakah tinjauan yuridis hukum pidana dan fiqh jinayah dalam pemenuhan
hak-hak terduga terorisme yang ditembak mati ditempat?

C. Judul buku pendukung dan nama pengarang, untuk penulisan proposal ini
buku/jurnal ;

1. KUHP dan KUHAP edisi revisi


2. Mahrus Ali :Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktik
3. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah : “Hukum Acara Peradilan Islam”
4. Mustofa Hasan, M.Ag. dan Drs. Beni Ahmad Saebani. M.Si. : “Hukum Pidana
Islam Fiqh Jinayah”
5. Dr Diajeng Wulan Christianti S H Ll M : Hukum Pidana INternasional
Disetujui Tanggal :

Pembimbing I :

Pembimbing II :

Ternate, 24 oktober 2023

Kordinator Program Studi Mahasiswa

Rahmat Hi. Abdullah, SH.,MH Ilham Arsid


NIP : 198803052018011003 Nim :

Mengetahui

Wakil Dekan I

Dr. Abdul Rauf Wajo, M. Ag


NIP :

Anda mungkin juga menyukai