Abstrak
Indonesia memiliki pluralitas sistem hukum yang dianut yaitu hukum negara dan
hukum Islam. Walaupun praktiknya belum sepenuhnya terwujud penerapan hukum
islam sebagai realitas kemajemukan sistem hukum di Indonesia, sehingga perlu
adanya pengupayaan untuk mewujudkan baldatun thayyibah. Melalui studi
kepustakaan atau literatur review, artikel ini bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana peran hukum islam dalam pluralitas sistem hukum di Indonesia dan
bagaimana peran hukum Islam dalam pluralitas hukum Indonesia dan kaitannya
dengan konsep baldatun thayyibah. Hukum islam berjalan secara integral dengan
hukum negara sehingga membentuk pluralisme yang kuat. Ajaran dalam hukum
islam apabila di upayakan untuk diwujudkan, maka negara tersebut akan menjadi
baldatun thayyibah yakni negara yang baik, aman, makmur dan diidamkan. Hukum
islam berperan sebagai pedoman hukum negara dalam mewujudkan pluraritas yang
kuat, dan peran hukum islam dalam pluralitas sistem hukum di Indonesia sebagai
asas yang dapat diupayakan masyarakat untuk terwujudnya baldatun thayyibah.
Kata Kunci: Baldatun thayyibah, Hukum Islam, dan Pluralitas.
A. Pendahuluan
1
2
dengan ajaran yang diperintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yaitu
hukum islam. Hukum islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umum
(maslalah al-'ammah) dengan cara menjadikan aturan hukum yang paling utama
untuk sebuah kehidupan manusia yang adil, bermartabat, dan bermanfaat.
Hukum islam yang menjadi dasar serta rujukan menandai adanya pluralisme
sistem hukum yang dianut di Indonesia. Hukum islam melalui asas, ciri, dan
tujuannya tidak terlepas dari adanya harapan-harapan untuk mewujudkan
masyarakat yang ideal atau yang diidam-idamkan. Masyarakat ideal dan diidamkan
selaras dengan konsep baldatun thayyibah yang merupakan istilah dalam Al-Quran
yang berarti tempat atau negeri yang baik, aman, dan makmur. Dan untuk
mewujudkan baldatun thayyibah tersebut, diperlukan upaya untuk mewujudkannya
karena baldatun thayyibah bercirikan negeri dengan penguasa yang adil, penduduk
yang hormat dan patuh, negeri yang di dalamnya terjalin hubungan yang harmonis
antara pemimpin dan masyarakatnya, tegaknya keadilan, tumbuhnya persatuan,
adanya kepemimpinan yang berwibawa, dan tidak saling menghina antara sesama.
Untuk mewujudkan baldatun thayyiibah tersebut, hukum Islam sebagai pluralitas
sistem hukum di Indonesia berperan sebagai pedoman yang dapat dijiwai dan
diterapkan nilai-nilai yang telah tercantum dalam hukum islam tersebut.
B. Kerangka Teoritis
1. Hukum Islam
agama Islam.1 Hukum Islam merupakan penggabungan dari dua kata, hukum dan
Islam. Hukum dapat dipahami sebagai seperangkat aturan-aturan atau norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik yang ditetapkan
oleh penguasa maupun tumbuh dan berkembang di masyarakat. Bentuknya bisa
tertulis seperti peraturan perundangan maupun tidak tertulis seperti hukum adat dan
hukum yang hidup di masyarakat (the living law). Adapun islam secara harfiah
berarti menyerahkan diri, selamat, atau kesejahteraan. Maksudnya, orang yang
mengikuti islam akan memperoleh keselamatan dan kesejahteraan dunia akhirat.
Hukum islam adalah hukum yang diturunkan Allah SWT melalui Rasul-
Nya untuk disebarluaskan dan dipedomani umat manusia guna mencapai
keselamatan di dunia dan di akhirat. 2 Hukum islam merupakan norma yang
ketentuan-ketentuannya berasal Allah SWT maupun Nabi Muhammad SAW yang
terdapat di dalam Al-Qur'an dan hadis untuk dipedomani oleh manusia (umat islam)
dalam menjalani kehidupan di dunia agar teratur. Josepch Schacht dalam Hamzani
(2020) mendefinisikan hukum islam sebagai sekumpulan aturan keagamaan,
totalitas perintah Allah SWT yang mengatur perilaku kehidupan umat islam dalam
keseluruhan aspeknya yang terdiri atas hukum-hukum tentang ibadah-ritual, aturan-
aturan politik, pidana, perdata, ataupun aturan-aturan hukum pada umumnya.
Hukum islam merupakan suatu aturan atau norma yang mengikat segala aspek
kehidupan umat islam. Perbedaan yang paling tampak antara hukum Islam dan
hukum pada umumnya adalah sumber rujukan. Hukum Islam rujukannya adalah
Al-Qur'an dan hadis, sedangkan hukum pada umumnya adalah hasil kesepakatan,
akal pikiran, ketetapan pemerintah ataupun kebiasaan yang berlaku dan ditaati oleh
suatu komunitas.3
1 Abdul Syatar, Transformation of Fiqh in the Forms of Hajj and Zakat Legislation, Mazahibuna;
Jurnal Perbandingan Mazhab. 1(2), 120–133.
2 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.
22
3 Achmad Irwan Hamdani, Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta: 2020,
Kencana), hlm. 16
4
akhirat. Dari segi pembuat hukum, tujuan hukum islam adalah untuk memenuhi
keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier. Tujuan hukum
islam lainnya adalah untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Adapun dari segi subjek hukum yaitu manusia, tujuan hukum islam adalah untuk
mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera dunia akhirat. Caranya dengan
dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah atau menolak yang mudarat bagi
kehidupan. 4 Tujuan hukum islam adalah tercapainya keridhoan Allah dalam
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. 5 Hukum islam bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan umum (maslalah al-'ammah) dengan cara menjadikan
aturan hukum yang paling utama untuk sebuah kehidupan manusia yang adil,
bermartabat, dan bermanfaat. 6
2. Pluralitas Hukum
4 Ibid, hlm.26
5 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Jakarta, Rajawali Pers, 2011), hlm. 29
6 Hamdani, Op. Cit., hlm. 27
5
Baldatun thayyibah diartikan sebagai tempat atau negeri yang baik, aman,
dan makmur. 9 Esensi "baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur" adalah keadaan
negeri yang mencerahkan nalar logika menjadi dambaan dan impian seluruh
manusia dengan alam juga makhluk lainnya, tanpa saling memangsa. Di mana,
negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penghuninya dan
selalu bersyukur atas nikmat dari Tuhannya. 10
7 John Griffith, Memahami Pluralisme Hukum: Sebuah Deskripsi Konseptual, dalam Pluralisme
Hukum: Suatu Pendekatan Interdisiplin, (Jakarta: HuMa, 2006), hlm 42
8 Fradhana Disantara, (2021). Konsep Pluralisme Hukum Khas Indonesia sebagai Strategi
Menghadapi Era Modernisasi Hukum. Al-Adalah: Jurnal Hukum dan Politik Islam, 6(1), 1-36.
9 Muhammad Nur, (2021), Dinamika Masyarakat Beragama menuju Negarq Baldatun Toyyibatun
Warabbun Ghafur (Sebuah Tinjauan Implementasi Theory Billyard), Al-Idza’ah Jurnal Komunikasi
dan Dakwah, 3(1), hlm. 25
10 Maman A. Majid Binfas, MAMONISME Doridungga Hingga BJ. Habibie Dalam Diksi Bermada
11
dengan terwujudnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Masyarakat baldatun thayyibah bercirikan umat yang satu, tegaknya musyawarah
dalam berbagai urusan, tegaknya keadilan, tumbuhnya persatuan, adanya
kepemimpinan yang berwibawa dan tidak saling menghina antara sesama.12
Unsur dari baldatun thoyibah diantaranya yaitu warga negara yang baik,
pemimpin yang menjadi teladan, strategi yang dimiliki oleh pemimpin bertujuan
untuk membangun negara, dan pemerintahan yang adil. Istilah baldatun thayyibah
berasal dari Al-Qur’an dalam Surat Saba ayat 15. Dalam ayat tersebut diartikan
dengan negeri atau daerah yang baik. 13 Berlakunya hukum yang bersumber dari al-
kitab dan al-sunnah menjadi salah satu kriteria negeri yang baik (baldatun
thayyibah). Jika tidak, maka negeri tersebut dianggap bukan negeri yang baik yang
dikhawatirkan akan mengalami banyak kendala dalam pelaksanaan berbagai
macam ketentuan perundang-undangan.14
11 Nour Mohammed Moussa Al Fattah, (2020), Penafsiran Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Gafur
Surat Saba Ayat 15 Menurut Hamka pada Tafsir Al-Azhar. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, hlm. 6
12 Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyrakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 166
13 Mohamad Alwi Luthfi, (2014), Peran Nahdatul Ulama dalam Membina Nasionalisme Indonesia
sebagai Upaya Mewujudkan Baldatun Thayyibatun Wa Wabbun Ghofur: Studi Kasus Tentang
Makna Nasionalisme Menurut Para Kiai di PBNU dan PCNU Kabupeten Brebes. S2 thesis,
Universitas Pendidikan Indonesia, hlm. 14
14 Musthafa, A. H. (2014). Relevansi Hukum Positif dan Hukum Islam, Tribakti: Jurnal Pemikiran
C. METODE
16John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 68
8
17 Benni Setiawan, Pluralisme Hukum Islam, Sebuah Pembacaan, Humanika, Kajian Ilmiah Mata
Kuliah Umum, 2012, 39-49.
18 Beni Setiawan, loc. cit.
9
Peran hukum islam yang berasal dari ajaran Tuhan dan bukan berasal dari
kekuasaan, kewenangan, atau kedaulatan negara dapat terlihat dalam hukum
perkawinan dan hukum kewarisan yang diatur dengan hukum islam yang diakui
dan digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pada saat
dibentuknya pengadilan agama, menjadikan hukum islam mendapat “pengakuan”
resmi karena pengadilan agama berkompeten untuk menyelesaikan perkara-perkara
di kalangan umat islam yang menyangkut hukum perkawinan dan kewarisan.
Hukum islam berperan sebagai bagian integral dari hukum nasional Indonesia,
hukum Islam ada dalam hukum nasional dalam arti norma-norma hukum Islam
berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia. Hukum
nasional Indonesia bersumber dari falsafah negara Pancasila yang memuat nilai-
nilai dan keyakinan agama. Oleh karena itu, jelas bahwa hukum agama (hukum
islam) harus ada dalam hukum nasional Indonesia. Hukum tertulis Indonesia
banyak dipengaruhi oleh hukum islam, sehingga hukum islam tetap eksis dalam
hukum nasional.20
19 Muhammad Daud, Peran Hukum Islam dalam Pluralitas Hukum, Jurnal Hukum dan
Pembangunan (1982), 12(2), hlm. 105
20 A. Kumedi Jafar, Mendudukan Peran Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia
hukum negara dengan hukum lainnya (termasuk hukum Islam) dalam relasi yang
saling mempengaruhi. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam hukum Islam
menjadi kekuatan tersendiri dalam mengatur tindakan-tindakan masyarakat yang
terikat di dalamnya dan sebagai social control.
Baldatun thayyibah diartikan sebagai tempat atau negeri yang baik, aman,
dan makmur. Konsep baldatun thayyibah memiliki keterkaitan dengan konsep
hukum islam dan pluralitas sistem hukum di Indonesia. Negara yang baik (baldatun
thayyibah) sangat diidamkan karena adanya ketertiban, keaman, kemakmuran, dan
keadilan. Baldatun thayyibah memiliki ciri negeri yang aman, penguasa yang adil,
penduduk yang hormat dan patuh, ada jalinan yang harmonis antara pemimpin
dengan masyarakatnya, serta tidak ada kendala dalam pelaksanaan berbagai macam
ketentuan-ketentuan yang ada. Ciri lainnya dari masyarakat baldatun thayyibah
yaitu umat yang satu, tegaknya musyawarah dalam berbagai urusan, tegaknya
keadilan, tumbuhnya persatuan, adanya kepemimpinan yang berwibawa dan tidak
saling menghina antara sesama.
Hukum Islam yang menjadi bagian integral dari hukum nasional Indonesia
menunjukkan pluralitas sistem hukum yang kuat. Perbedaan sistem hukum antara
hukum negara (yang dibuat oleh penguasa yang memiliki wewenang) dan hukum
Islam (yang ketentuan berasal dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW) tetap
menjadikan keduanya sama-sama ditaati oleh masyarakat Indonesia demi
terciptanya keselarasan. Pluralitas hukum sebagai harmonisasi karena dilandasi
oleh pemahaman masyarakat akan hukum yang baik, penguasa memasukkan unsur
agama dalam setiap perumusan perundang-undangan yang tetap memiliki tujuan
untuk terciptanya keadilan.
dengan baik, tidak ada korupsi, tidak ada ketidakadilan, dan tidak ada perpecahan
antar masyarakat. Sehingga, untuk mewujudkan baldatun thayyibah, masyarakat
harus senantiasa mengikuti ketentuan yang diatur dalam pluralitas hukum. Sebab,
kehidupan yang baik tercipta ketika warga negaranya mengerjakan kebaikan.
Peran hukum Islam dalam pluralitas hukum Indonesia dan kaitannya dengan
konsep baldatun thayyibah dapat dijelaskan dalam beberapa hal. Pertama, hukum
Islam merupakan bukti dari adanya pluralisme sistem hukum di Indonesia.
Pluralisme ini menunjukkan sesuatu yang majemuk. Hukum Islam yang bersumber
dari Allah SWT dan dipedomani oleh Al-Quran selaras dengan ajaran islam. Di
mana ajaran islam adalah ajaran yang menghargai kemajemukan dan senantiasa
mengajak untuk menciptakan tata kehidupan yang damai. Kedua, dalam kaitannya
dengan pluralisme dan baldatun thayyibah, hukum islam sangat menekankan pada
aspek kesatuan dan keadilan. Hukum islam memberikan hak-hak yang penting
terhadap semua orang tanpa perbedaan apapun.
Asas hukum Islam yang sudah sering digunakan di ilmu hukum (umum) dan
melengkapi atau berlaku di Indonesia diantaranya ada asas keadilan, asas kepastian
hukum, asas legalitas, asas pertanggung jawaban, asas kepentingan yang terbaik
bagi para pihak, asas perlindungan bagi yang beriktikad baik, serta asas pembuktian
secara tertulis dan kesaksian (perdata). 21 Asas yang terdapat dalam hukum islam
ini, apabila diupayakan untuk diwujudkan dalam masyarakat suatu negara, berarti
mewujudkan baldatun thayyibah juga karena pada dasarnya baldatun thayyibah
merupakan istilah yang identik dengan masyarakat yang ideal, yang diidamkan.
Apabila ciri-ciri dan asas hukum islam senantiasa diterapkan masyarakat seperti
tolong menolong dalam kebaikan, mengutamakan keadilan, mematuhi apa yang
dianjurkan dan menjauhi apa yang dilarang, menjaga kedamaian dan kerukunan,
penguasa yang adil, penduduk yang hormat dan patuh, serta ada jalinan yang
harmonis antara pemimpin dengan masyarakatnya, maka baldatun thayyibah dapat
terwujud. Oleh karena itu, dalam penerapan hukum islam sebagai ciri dari adanya
21
Hesti Nur Hidayah, Transformasi Hukum Islam pada Masyarakat Indonesia, Jurnal Reformasi
Hukum, 2020, 24(2), hlm. 121
12
pluralitas sistem hukum di Indonesia, perlu ditaati sebaik-baiknya agar negara ideal
yang diidamkan dapat dicapai sesuai dengan konsep dari baldatun thayyibah.
A. KESIMPULAN
Peran hukum Islam dalam pluralitas sistem hukum Indonesia adalah untuk
mengendalikan dan mengatur kehidupan masyarakat serta mengajarkan prinsip-
prinsip hukum Islam seperti prinsip keadilan, persamaan manusia dihadapan
hukum, dan prinsip tolong-menolong. Hukum Islam dalam cerita sistem hukum
Indonesia berperan sebagai kekuatan untuk mewujudkan tertib sosial.
B. DAFTAR PUSTAKA