Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

SUBJEK SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Disusun Oleh :
Baso Idrus (11000119044)
Agustina Nigrah MS (11000119060)
Muhammad Mirza Risaldi (11000119061)
Hadiid Hamdi (11000119069)
Nabila Mumtazah (11000119041)

(HES -B)

Hukum Ekonomi Syariah


Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Subjek-subjek hukum
internasional.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
Hukum Internasional. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Subjek subjek hukum internasional bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini

Makassar, 17 Oktober 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Judul ...........................................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................
BAB I Pendahuluan .............................................................................................................
BAB II Pembahasan .............................................................................................................
1. Pengertian Subjek Hukum dalam Hukum Internasional
2. Macam-macam Subjek Hukum Internasional
a) Negara
b) Organisasi (Publik) Internasional
c) International Non Government Organization ( INGO )
d) Individu (Natural Person)
e) Perusahaaan Transansional
f) ICRC (International Comitte on The Red Cross)
g) Organisasi Pembebasan/Bangsa yang Memperjuangkan Haknya (National
Liberation Organization/Representetive Organization)
h) Belligerent
BAB III Penutup ....................................................................................................................
1. Kesimpulan
Daftar Pustaka .........................................................................................................
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah
hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan
hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum perdata yang berbeda.

Berdasarkan pada definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya
terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau
pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip
dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.

Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi
satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang
berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai
subjek-subjek hukum internasional selain Negara tersebut, maka berikut ini adalah materi
tentang subjek hukum internasional yang penulis rangkum dari beberapa sumber

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu :
1. Pengertian Subjek Hukum dalam Hukum Internasional
2. Macam-macam Subjek Hukum Internasional
BAB II
Pembahasan

A.Pengertian Subjek Hukum dalam Hukum Internasional


Subjek hukum internasional menurut Martin Dixon adalah a body or entity is capable
of possessing and exercising rights and duties under international law. Subjek-subjek HI
tersebut seharusnya memiliki kecakapan-kecakapan hukum internasional utama (the main
international law capicities) untuk mewujudkan kepribadian hukum internasionalnya
(international legal personality). Kecakapan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Mampu untuk menuntut hak-haknya didepan pengadilan internasional (dan nasional);
2. Menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang diberikan oleh HI;
3. Mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam hukum
internasional;
4. Menikmati imunitas dari yuridiksi dari pengadilan domestik.
Dalam praktik hanya negara dan organisasi internasional tertentu seperti PBB yang memiliki
semua kecakapan hukum diatas.

B. Macam-macam Subjek Hukum Internasional


1. Negara
Negara adalah subjek hukum yang paling utama, terpenting dan memiliki kewenangan
terbesar sebgai subjek hukum internasional. Negara memilki semua kecakapan hukum
sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Kapan suatu kesatuan (entity) dapat disebut
sebagai negara, penyandang hak dan kewajiban dalam hukum internasional.
a. Karakteristik Negara
Pasal 1 Konvensi Montovideo 1933 tentang hak dan kewajiban negara, yang
sebenarnya hanya merupakan konvensi regional kawasan Amerika Regional, senantiasa
menjadi rujukan pertanyaan kapan suatu entitas politik dapat dikatakan sebgai negara. Pasal
1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa karakteristik negara adalah sebagai
berikut:
1). Defined Territory
Suatu wilayah yang pasti (fixed territory) merupakan persyaratan mendasar adanya
suatu negara. Meskipun demikian, tidak ada persyaratan dalam hukum internasional bahwa
semua perbatasan sudah final dan tidak memiliki sengketa perbatasan lagi dengan negara-
negara tetangga baik pada waktu mempromalirkan diri sebagai negara baru ataupun
setalahnya. Misalnya, Israel suterima sebagai anggota PBB tahun 1949 meskipun batas
wilayahnya belum final dan masih banyak memiliki sengketa perbatasan dengan negara-
negara tetangga. Jepang, Korea, Rusia, dan negara-negara lain juga memiliki konflik-konflik
perbatasan. Meskipun demikian, semua itu tidak memengaruhi status mereka sebagai
negara.
2). Permanent Population
Negara tidak akan exist tanpa penduduk. Persyaratan a permanent population
dimaksudkan untuk stable community. Tidak ada persyaratan jumlah minimum penduduk
yang harus dimiliki oleh setiap negara. Hukum internasional juga tidak menyaratkan bahwa
penduduk haruslah homogeneus. Kriteria a stable population merujuk pada kelompok individu
yang hidup diwiliyah tertentu.
3). Government
Pemerintah yang dimaksud adalah pemerintah yang berdaulat, mampu menguasai
organ-organ pemerintahan secara efektif dan memlihara ketertiban dan stabilitas dalam
negeri yang bersangkutan.
4). Kemampuan untuk Melakukan Hubungan dengan Negara Lain
Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain merupakan manifestasi
dari kedaulatan. Suatu negara yang merdeka, tidak dibawah kedaulatan negara lain akan
melakukan hubungan dengan negara lain. Suatu negara dikatakan merdeka jika wilayahnya
tidak berada dibawah otoritas berdaulat yang sah dari negara lain. Hongkong berada dibawah
otoritas yang sah dari Cina, karenaya Hongkong bukanlah negara meskipun ia memiliki
karakteristik fisik sebagaimana negara. Fakta banyak negara memiliki ketergantungan baik
secarra ekonomi, politik, maupun militer pada negara yang lain tidak mengurangi statusnya
sebagai negara.
b. Macam-macam Bentuk Negara
1) Negara Kesatuan
Negara kesatuan akan memberikan yang penuh pada pemerintah pusat untuk
melaksanakan kegiatan hubungan luar negeri. Betapa pun luas otonomi daerah yang
diberikan provinsi-provinsinya, masalah hubungan luar negeri tetap menjadi kewenangan
penuh pemerintah pusat.
2) Negara Federasi
Negara Federasi merupakan gabungan darin sejumlah negara dinamakan negara
bagian yag sepakat unntuk mambagi wewenang antara pemerintah federal dengan negara
bagiannya. Tidak semua negara federal menggunakan istilah negara bagian. Di Kanada,
Afrika Selatan, Argentina negara bagian disebut provinsi. Swiss menggunakan istilah Canton
atau Lander. Adapun AS, Brasil, Meksiko, dan Australia menggunakan itilah negara bagian.
Meskipun memiliki konstitusi dan pemerintahan sendiri-sendiri, tetapi yang dianggap subjek
dalam HI hanyalah pemerintah federalnya saja, keran hanya pemerintah federal yang
mempunyai wewenang melakukan hubungan luar negeri.
3) Negara Konferedasi
Dalam negara Konferedasi, dua atau lebih negara merdeka memutuskan bersatu
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepentingan bersama mereka. Pemerintah pusat
hanya memiliki kewenangan tertentu saj khususnya yang berkaitan dengan external affrais
sementara negara anggota tetap memiliki kedaulatan untuk masalah domestik.
4) Negara-negara Persemakmuran (Commonwealth Nations)
Commonwealth Nations (sebelumnya bernama The British Commonwelth of Nations)
merupakan persatuan negara-negara berdaulat yang memutuskan untuk memelihara
persahabatan dan kerjasama dengan inggris serta mengakui kerajaan inggris sebagai simbol
kepemimpinan dari asosiasi mereka.
5) Negara Mikro
Negara Mikro adalah suatu negara yang merdeka dan memiliki kedaulatan penuh.
Namun demikian, negara ini wilayahnya, penduduk dan sumber daya manusia serta sumber
daya ekonominya sangat kecil.
6) Negara Netral (Netralized State)
Negara Netral adalah negara yang kemerdekaan dan integritas politik dan wilayahnya
dijamin secara permanen dengan perjanjian kolektif negara-negara besar dengan syarat
negara dijamin tersebut tidak akan pernah menyerang negara lain kecuali untuk membela
diri, tidak akan pernah membuat traktat aliansi dan sebagainya yang dapat merusak sikap
ketidaknetralan atau ketidakmemihakannya atau menjerumuskannya dalam perang.
7) Negara Protektorat
Negara Protektorat adalah negara merdeka dan meiliki kedaulatan penuh. Namun,
negara ini berada dibawah perlindungan negara lain yang lebih kuat berdasarkan suatu
perjanjian internasional.
8) Condominium
Suatu condominium timbul bila terhadap suatu wilayah tertentu dilaksanakan
penguasaan bersama oleh dua atau tiga negara.
9) Wilayah Perwalian (Trust)
Wilayah perwalian adalah wilayah yang pemerintahannya diawasi oleh Dewan
Perwalian PBB (Trusteeship Council) karena dipandang belum mampu memerintah sendiri.
Dewan Perwalian membantu wilayah ini supaya siap menjadi negara merdeka dan mampu
berdiri sendiri.
c. Hak dan Kewajiban Dasar Negara
Sebagai Subjek hukum internasional, penyandang hak dan kewajiban dalam hukum
internasional, negara memiliki hak-hak dan kewajiban dasar. Hak-hak dasar negara adalah
sebagai berikut:
1. Hak atas Kemerdekaan dan Self Determination
2. Hak untuk Melaksanakan Yuridiksi Terhadap Wilayah, Orang dan Benda yang Berada
didalam Wilayahnya
3. Hak untuk Mendapatkan Kedudukan Hukum yang Sama dengan Negara-Negara lain
4. Hak untuk Menjalankan Pertahanan Diri Sendiri atau Kolektif (Self Defence)
Tidak hanya hak-hak dasar, tetapi negara sebagai subjek utama dalam hukum internasional
juga memiliki kewajiban-kewajiban dasar. Kewajiban-kewajiban yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi
di negara lain;
2. Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di negara lain;
3. Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada di wilayahnya dengan
memerhatikan HAM;
4. Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan
keamanan internasional;
5. Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai;
6. Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata;
7. Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya penggunaan kekuatan atau ancaman
senjata;
8. Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara
kekerasan;
9. Kewajiban untuk melaksanakan itikad baik;
10. Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan
hukum internasional.

2. Organisasi (Publik) Internasional


Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian
internasional oleh dua negara atau lebih., berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, struktur
organisasi. Organisasi internasional diakui sebagai subjek HI yang berhak menyandang hak
dan kewajiban dalam HI barulah sejak keluarnya advisory opinion Mahkamah Internasional
dalam kasus Reparationd for injured sufferedin the service of the unite nations 1949. Kasus
ini bermula dari tertembaknya Pangeran Bernadotte dari Swiss oleh tentara Israel, pada saat
menjalankan tugas sebagai mediator PBB di Timur Tengah.
Menurut PBB Israel telah gagal untuk mencegah terjadinya pembunuhan, juga untuk
menghukum si pembunuh sehingga PBB akan menuntut ganti rugi berdasarkan hukum
internasional. Pada saat itu dipertanyakan apakah PBB memiliki legal personaliy serta legal
capacity untuk menuntut kerugian pada Israel ataukah harus Swiss sebagai negara asal
Pangeran Bernadotte. Mahkamah Internasional dalam advisory opinion-nya tahun 1949
tersebut menyatakan bahwa:
"....the organization is an international person (.) that it is a subjects of international law and
capable of possessing international rights and duties, andthat it has capacity to maintain its
rights by bringing international claim...."
"....organisasi adalah orang internasional (.) yang merupakan subjek dari hukum internasional
dan mampu memiliki hak dan kewajiban internasional, dan bahwa ia memiliki kapasitas untuk
mempertahankan haknya dengan mengajukan klaim internasional ...."
Dengan demikian jelaslah bahwa organisasi internasional merupakan international person
karena merupakan subjek hukum internasional dan mempunyai legal personality yang artinya
dapat memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional, dapat mengajukan klaim
internasional juga memiliki imunitas di wilayah negara anggotanya. Dikaitkan dengan PBB
maka jelaslah menurut MI bahwa secara de Jure dan defacto PBB merupakan suatu
organisasi internasional yang memiliki legal personality serta legal capacity untuk bertindak di
depan hukum mewakili kepentingan PBB sendiri Juga kepentingan korbanya. Belajar dari
kasus reparation injury case, dapat disimpulkan
bahw tidak semua organisasi internasional memiliki status sebagai suhia Menurut Lerroy
bennet, Organisasi internasional yang diakui sebagai subjek HI harus memenuhi karakteristik
berikut:
● a. Permanent organization to carry on a continuing set of functions
● b.Voluntary membership
● c.Basic instrument stating goals, structure &method of operation
● d.A broadly representative consultative conference organ
● e.Permanent secretariat to carry on continuous functions
Dari kelima syarat tersebut dua syarat terpenting adalah:
Bahwa organisasi internasional itu dibentuk dengan suatu perjanjian
a.internasional oleh lebih dari 2 negara, apa pun namanya dan tunduk pada rezim HI
b.memiliki sekretariat tetap.
Demikianlah, dengan international personality yang dimilikinya maka Suatu Organisasi
internasional akan memiliki kecakapan-kecakapan hukum internasional (international legal
capacity).International legal capacity yang dimiliki organisasi internasional antara lain :
a.dapat membuat perjanjian internasional dengan sesama organisasi lain: internasional,
negara atau subjek HI lainnya;
b. dapat memiliki property atas namanya sendiri;
c. Dapat melakukan perbuatan perbuatan hukum untuk dan atas nama anggota anggotanya
d. Dapat menuntut dan di tutuntu di pengadilan internasional
Tanggung jawab suatu organisasi internasional akan muncul bilamana ada pelanggaran
kewajiban hukum internasional dan pelanggaran itu dapat dialihkan (attributable) pada
organisasi internasional.

3 INTERNATIONAL NON GOVERNTMEN ORGANIZATION (INGO)


yang disebut organisas internasional. Sejak tahun 1945 bersama dengan Organisasi
Organisasi regional jumlah dan kiprah INGO semakin besar. Contoh pada Human Rights
Watch, Green Peace, Red Cross ganiXEAM, Save the Children, World Vision, Amnesty
International,CAFOD, OXF Seiring dengan meningkatnya peran INGO tersebut di atas maka
tuntutan untuk menjadikan INGO sebagai subjek hukum internasional seperti halnya
organisasi publik internasional semakin besar. International of Red Cross serta Green Peace
adalah dua INGO yang memperoleh pengakuan cukup besar dari masyarakat internasional.
Convention on the Recognition of the Legal Personality of INGO 1986 adalah contoh
instrumen hukum yang mencoba untuk menetapkan status hukurn INGO. Konvensi ini
dibentuk dan ditandatangani oleh negara-negara anggota The Council of Europe yang
mengakui dan menyadari semakin besarnya peran INGO dalam hubungan internasional.
Untuk memperlancar hubungan satu sama lain khususnya aktivitas INGO di Eropa perlu
kiranya diberikan pengakuan legal personality pada INGO. Pasal 1 Konvensi yang ditetapkan
di Starsbourg ini menetapkan bahwa persyaratan bagi INGO tersebut adalah:
1)Have a non profit aim of international utility
2) Have been established by an instrument governed by the internal law of party
3) Carry on their activities with effect in at least two status and
4) Have their statutory office in the territory of a party and the central
management and control im the terrtory of that party or of another party.
(Natural Person)
4.Individu (Natural Person)
Kasus pertama menyangkut status individu sebagai subjek atau bukan dalam hokum
internasional menurut Allina Kaczorowska adalah Case Concerning Competence of the
Courts of Danzing. Advisory opinion dari Permanent Court of International Justice tahun 1928.
Dalam kasus ini Danzig dan Polandia membuat suatu perjanjian internasionalyang mengatur
persyaratan pekerjaan bagi pejabat yang bekerja dalam perkeretaapian Polandia. Mahkamah
menyatakan bahwa perkecualian dari prinsip individu bukan subjek hukum internasional dapat
timbul apabila pihak dalam perjanjian tersebut memang untuk memberikan hak dan kewajiban
pada individu yang bersangkutan.
Selanjutnya pasca Perang Dunia Kedua dalam pengadilan ad hoc Nurenberg dan Tokyo
dinyatakan bahwa individu memiliki international personality, mampu menyandang hak dan
kewajiban yang diberikan hokum internasional padanya.
Pasal 3 Draft Code of International Law Commission menyatakan bahwa individu adalah
person hal Hukum Internasional, meskipun kecakapan hukumnya sangat kurang disbanding
Negara.
Pengadilan ad hoc ini memberikan kontribusi besar bagi perkembangan hukum
internasional modern, khususnya pada status individu sebagai subjek Hukum Internasional.
Individu dinyatakan bertanggung jawab atas dirinya sendiri untuk kejahatan-kejahatan
internasional.
Dari paparan diatas tampak bahwa pengakuan hukum internasional terhadap individu
sebagai subjek hukum internasional terbatas karena individu dapat dituntut di depan
pengadilan internasional untuk bertanggung jawab secara pribadi atas namanya sendiri
terhadap kejahatan yang dilakukannya. Meskipun banyak ahli hukum internasional
menyatakan bahwa dibuatnya berbagai konvensi Hak Asasi Manusia menunjukkan hukum
internasional menempatkan individu sebagai subjek hukum internasional, namun konvensi itu
akan kurang berarti tanpa penguatan individu untuk menunjukkan tuntutan atas nama dirinya
ke depan pengadilan internasional.
Perjanjinan internasional yang memberikan hak pada individu untuk mengajukan tuntutan
di depan pengadilan internasional adalah Washington Convention Establishing the
International Center for Settlemnet of Invesment Disputes 1965, yang terkenal dengan
konvensi ICSID.
Di samping ICSID, penting untuk dicatat bahwa masyarakat Eropa memberikan hak pada
warganya untuk akses langsung ke Court of Justice of the European Communicaties (ECJ)
juga ke European Court on Human Right (ECHR). Saying sekali, ECHR (European Court on
Human Right) dan ECJ (European Court of Justice) baru dapat dinikmati warga di kawasan
Eropa saja.

5. perusahaan Transional
Perusahaan transional adalah perusahaan yang didirikan di suatu negara, tetapi
beroperasi di berbagai negara. Untuk menuntut maupun di tuntut di pengadilan internasional
ia harus diwakili oleh negaranya. International personality perusahaan transional hanya ada
ketika hubungan internasional yang dilakukannya diatur oleh hukum internasional.Contoh
kontrak antara pemerintah Inggris dengan perusahaan Jerman tentang pembangunan
jembatan di London yang di tunduk pada hukum nasional Inggris tidaklah memberikan
international personality pada perusahaan Jerman.
Namun demikian, dalam kondisi tertentu seperti kasus Texaco v libya 1997, adakalanya
hubungan kontraktual antara dengan perusahaan asing internasionalisasi, diatur oleh hukum
internasional sebagaimana consession agreement yang antara pemerintah Libya dengan
Texaco di mana pemerintah Libya memberikan hak pada Texaco untuk eksploitasi minyak di
wilayahnya dan kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan hukum internasional serta
forum internasional bagi penyelesaian sengketa mereka.
Hal yang membedakan antara perlakuan antara perusahaan transional dengan individu
adalah bahwa individu dapat di tuntut langsung di berbagai pengadilan internasional baik ad
hoc maupun permanent seperti internasional criminal court (ICC) untuk kejahatan-kejahatan
internasional yang dilakukannya. Dalam kasus- kasus kejahatan perang pasca perang dunia
II tidak satu pun perusahaan transional dapat di adili di pengadilan internasional tersebut.
Meskipun pengadilan mengakui status perusahaan transional sebagai subjek, namun
pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas mereka karena yurisdiksi pengadilan hanya untuk
individu. Dengan demikian, hanya direktur-direktur perusahaan lah yang diadili secara pribadi
bukan perusahaan mereka itu. Sampai saat ini masih cukup sulit untuk membuat instrumen
HI yang memungkinkan perusahaan transional diadili di pengadilan internasionalatas
kejahatan internasional yang dilakukannya.
Beberapa instrumen seperti OECD Guideline,ILO tripartite declaration U.N. framework. The
international Bill of human Rights, Global compact, juga Norms of the responsibilities of
transnational corporations and other business Enterprises with regard to human rights 2003
memang mengatur mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan internasional.
Tetapi tidak jarang TNC melakukan pelanggaran HAM salah satu kasus nya yang terjadi di
nigeria. Perusahaan minyak ini dalam mengeksploitasi minyak di kawasan Ogoniland telah
mengabaikan dan melanggar hak-hak kesehatan, lingkungan, hak hak akan makanan, dan
hak komunitas lokal yang berakibat pada rusaknya sendi-sendi kehidupan di Ogoniland.
a. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM Perusahaan Transional
1). Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Contohnya perusahaan
membuang limbah beracun ke sungai dan menyebabkan pencemaran secara luas dan
perusahaan yang merusak habitat penduduk asli.
2). Pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Dalam kasus Wiwa v. Royal dutch petroleum
Co. Contonya penggugat menuduh Royal Dutch/shell telah menggunakan militer Nigeria
untuk menekan kelompok oposisi yang menentang eksplorasi minyak tersebut di Nigeria.
Perusahaan memberikan uang , senjata dan logistik pada miiter untuk menangkap ,
memenjarakan dan menyiksa aktifis Nigeria yang vokal.
3). Pelaggaran terhadap Hak-hak yang dilindungi oleh humaniter
internasional.contohnya pelanggaran terhadap ketentuan larangan memproduksi senjata
yang dilarang oleh hukum humaniter internasional seperti untuk menyerang tentara musuh
dan penduduk sipil. Pelanggaran lain yang dilakukan perusahaan memperkerjakan slave
labor pabrik di pabrik-pabrik mereka saat perang.
Pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan transional dapat dibedakan dalam 2 bentuk
1). Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara langsung :
TNC bertindak bertindak sebagai perpetratornya. TNC melalui aparat-aparat yang dimilikinya
melakukan pelanggaran HAM atas dasar kebijakan TNC itu sendiri maupun sekedar
melaksanakan perintah negara.
2). Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara tidak langsung :
TNC bukan eksekutornya atau prepetratornya, tetapi TNC hanya sekedar memberikan
persetujuan, fasilitas, dukungan ataupun bersifat pasif, tidak berupaya memberikan
perlindungan terhadap korban ataupun tidak berupaya melakukan pencegahan terjadinya
pelanggaran HAM yang nyata nyata diketahui oleh nya dan TNC mendapatkan
keuntungandari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak tersebut.
b. primary rules: Pelanggaran HAM Perusahaan Transional
Mekanisme internasional hanya membebani kewajiban tidak langsung pada perusahaan
transional terbukti gagal karena memiliki kelemahan sebagai berikut :
1). Tidak adanya konsensus standar pelanggaran HAM
2). HAM untuk keuntungan bisnis
3). Terlalu berlebihnya dialog dan kerjasama
4). Pendekatan tidak langsung
5). Kurangnya sanksi
Terlepas dari segala kelemahan yang terkandung dalam instrumen instrumen primary rules
ini, yang dipandang belum cukup memadai yaitu dalam hal keberadaan standar HAM (
kelemahan pertama ) , dalam hal dasar pemikiran atau prinsip prinsip yang yang
mendasarinya ( kelemahan kedua dan ketiga ), dalam hal struktur atau sistem
pertanggungjawabannya ( kelemahan keempat ), serta dalam implementasinya ( kelemahan
kelima ), namun setidaknya, instrumen instrumen tersebut merupakan soft law telah
memberikan pengaruh pada proses perubahan hukum internasional. Melalui instrumen soft
law tersebut akan dapat terbentuk hukum kebiasaan internasional yang mengikat serta dapat
mendukung terbentuknya kaidah baru hukum internasional yang mengikat untuk menerapkan
akuntabilitas pada perusahaan transional atas pelanggaran HAM mereka.
c. praktik pertanggungjawaban pelanggaran HAM TNC
Di lingkup pengadilan internasional sebenarnya memang telah dilakukan proses peradilan
yang menyangkut pelanggaran HAM oleh internasonal . sayang sekali keterbatasan yuridiksi
yang diberikan pada pengadilan-pengadilan tersebut menjadikan baru pimpinan perusahaan
saja yang dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh perusahannya.
Ada beberapa kasus menyangkut perusahaan internasional Jerman dan Jepang di
pengadilan militer internasional pasca perang Dunia ke II . kasus Farben merupakan kasus
pertama pengadilan internasional menerapkan pertanggunjawaban terhadap sekelompok
orang yang secara kolektif berada dalam satu perusahaan atas kejahatan yang meeeka
lakukan yaitu use of slve labor. Hal yang menarik untuk dicatat dalam kasus Farben adalah
bahwa pengadilan menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki yuridiksi terhadap legal person
dan karenanya dakwaan maupun putusan tidak ditunjukan pada perusahaan. Meskipun
demikian , putusan pengadilan secara jelas menunjukkan sifat perusahaan dan perannya
dalam pelaksaankejahatan kejahatan tertentu.
Meskipun kasus-kasus gugatan terhadap perusahaan-perusahaan di atas mengalami
kegagalan, namun hal yang terpenting untuk dicatat bahwa pengadilan dalam merujuk pada
pengadilan Nurenberg dan USMT telah menetapkan kemungkinan meminta
pertanggungjawaban pada perusahaan sebagai subjek hukum internasional di samping
individu.
d. membangun konsep pertanggungjawaban perusahaan transional
Memahami konsep atau teori pertanggungjawaban perusahaan transional adalah tidak
mudah. Tidak dapat mengabikan doktrin-doktrin juga praktik yang berlaku mengenai
pertanggungjawaban negara juga individu. Dengan demikian , untuk menguji masalah
pertanggungjawaban perusahaan transional juga harus menggunakan metode yang sama.
Sari hasil penilitian ratner pada dasarnya ditemukan beberapa hambatan untuk memperluas
primary rules HAM kepada perusahaan transional . hambatan yang pertama menurut Ratner
adalah fakta bahwa norma-norma HAM pada umunya mengikat atau ditujukan pada negara.
Hambatan yang kedua adanya perbedaan sifat dan fungsi antara negara dengan perusahaan.
Dengan proses evolusi hukum internasional yang penuh kehati-hatian dan bertahap dapat di
prediksikan bahwa dimasa akan datang akan terbentuk lebih banyak instrumen instrumen
hukum internasional yang lebih jelas. Tujuan dari hulum internasional adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat internasional.
6. ICRC ( international committe on the red cross )
ICRC atau palang merah internasonal merupakan organisasi non pemerintah yang
anggotannya palang merah-palang merah nasional negara negara dan berkedudukan di
swiss . kedudukan Non Goverment organization ini sebagi subjek hukum internasional tidak
lepas dari perannya untuk menolong korban perang dunia I dan II di samping itu Non
Government organization ini memberi kontribusi yang besar pada pembetukan konvensi
konvensi jenewa 1949 yang mengatur tentang hukum perang atau hukum humaniter
internasional . meskipun mendapat status sebagi subjek hukum internasional , tetapi dalam
ruang lingkup yang sangat terbatas . ICRC hanya bergerak di bidang kemanusiaan,
memberikan perlindungan terhadap korban perang baik skal domestik maupun internasional.
7.Organisasi Pembebasan/Bangsa Yang Memperjuangkan Haknya (National Liberation
Organization/Representative Organization)

Bangsa yang memperjuagkan haknya adalah suatu bansa yang berjuang memperoleh
kemerdekaan melawan negara asing yang menjajahnya. Banyak kelompok organisasi
pembebasan, tetapi tidak mendapat pengakuan sebagai subjek hukum internasional. Hal ini
dikarenakan tidak ada kriteria bahwa organisasi tersebut menyandang status sebagai
organisasi pembebasan/bangsa yang memperjuangkan haknya atau belum. Pertimbangan
polotok masyarakat internasional lebih dominan daripada aturan hukum internsionalnya.
Dalam sejarah, PBB lewat resolusi majelis umumnya pernah mengakui South West Africa
People’s (SWAPO) yang memeprjuangkan mendirikan Negara Afrika Barat Daya atau
Namimbia sebagai satu-satunya organisasi yang sah mewakili rakyat Namimbia juga PLO
sebagai wakil rakyat Palestina.
8.Belligerent

Membahas belligerent atau kaum pemberontak dalam hukum internasional tidak akan
bisa terpisahkan dari masalah separatisme hukum internasional tidak mengatur masalah
pemberontakan.Kejadian-kejadian dalam suatu negara, termasuk di dalamnya
pemberontakan dari kaum saparatis merupakan urusan intern negara yang
bersangkutan.Hukum yang berlaku terhadap peristiwa pemberontakan tersebut adalah
hukum nasional negara yang bersangkutan. Hukum internasional melarang negara lain untuk
tidak melakukan intervensi tanpa persetujuan negara tersebut.Negara-negara lain
berkewajiban menghormati kedaulatan negara yang bersangkutan termasuk menghormati
hak negara tersebut menerapkan hukum nasionalnya terhadap peristiwa pemberontakan itu.
Namun demikian, apabila pemberontakan dalam suatu negara telahmengambil porsi
sedemikian rupa, sehingga negara-negara lain tidak mungkin lagi menutup mata terhadap
kejadian tersebut, terpaksa negara-negara lain dengan sesuatu cara menunjukkan perhatian
mereka dengan pengakuan (recognition of insurgency) dan bukan dengan penghukuman.
Meskipun pemberian pengakuan sebagai pemberontak tidak memberikan status hukum
yang tegas terhadap mereka, namun diharapkan dengan pengakuan tersebut pemerintah
pusat akan memperlakukan mereka sesuai dengan tuntutan perikemanusiaan. Kaum
pemberontak seharusnya tidak diperlakukan seperti penjahat-penjahat kriminal. Untuk
mencegah kesalahpahaman, perlu ditekankan bahwa pemberian pengakuan terhadap kaum
pemberontak tidak berarti bahwa negara yang memberi pengakuan berpihak pada kaum
pemberontak tersebut. Pemberian pengakuan ini bukan hanya menuntut perlakuan
berdasarkan tuntutan perikemanusiaan bagi kaum pemberontak yang tertawan, tetapi juga
meletakkan kewajiban pada negara yang memberikan pengakuan itu untuk mengambil sikap
netral dalam pertempuran-pertempuran yang sedang berlangsung antara kaum pemberontak
dengan pemerintah yang sah.94
Bila pemberontakan tidak segera dapat dipadamkan oleh pemerintah pusat, dan kaum
pemberontak telah bertambah kuat kedudukannya, mampu menguasai secara de facto suatu
wilayah yang cukup luas, telah mempunyai pemerintahan sendiri, maka dalam literatur hukum
internasional dikenal adanya pengakuan terhadap belligerent. Walaupun penerapannya tidak
mudah karena faktor-faktor politik lebih dominan daripada kriteria objektifnya, pada umumnya
ada empat unsur yang harus dipenuhi kaum pemberontak untuk mendapat pengakuan
sebagai belligerent, yaitu:
a) terorganisir secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;

b) harus menggunakan tanda pengenal yang jelas yang menunjukkan identitasnya;

c) harus sudah menguasai secara eftektif sebagian wilayah sehingga wilayah tersebut
benar-benar telah di bawah kekuasaannya;

d) harus mendapat dukungan dari rakyat di wilayah yang didudukinya.

Dalam praktik sulit untuk menemukan kelompok pemberontak yang mendapat


pengakuan sebagai belligerent, mengingat pemberian pengakuan sebagai belligerent oleh
suatu negara sangat potensial merusak hubungan baik negara yang memberi pengakuan
dengan pemerintah yang sah, karena dapat dianggap mencampuri urusan dalam negeri
negara tersebut dengan berpihak pada kelompok pemberontak.
Pengakuan terhadap belligerent sifatnya hanya sementara selama peperangan
berlangsung saja. Bila kelompok belligerent berhasil dalam perjuangannya pengakuan
terhadap mereka berubah menjadi pengakuan terhadap pemerintah baru bila mereka berhasil
menggulingkan pemerintah yang sah, atau pengakuan terhadap negara baru bila mereka
berhasil memisahkan diri membentuk negara baru. Dalam hal ini meskipun hukum
internasional cenderung untuk menolak penggunaan kekerasan dalam perolehan kekuasaan
atau wilayah baru, namun dalam praktik akan tergantung dari kemampuan entitas baru
tersebut meyakinkan masyarakat internasional. Tergantung apakah mereka mampu
mendapat dukungan dari rakyat, apakah mereka mampu menguasai secara efektif organ-
organ pemerintah yang ada, juga kemampuan mereka mengendalikan stabilitas keamanan
nasional.
Sekali lagi dikemukakan bahwa meskipun sudah memenuhi kriteria sebagaimana
dikemukakan oleh para pakar hukum internasional tersebut yang berarti dalam kacamata
hukum internasional kelompok itu dapat dikategorikan sebagai belligerent namun dalam
tataran praktis, khususnya politik internasional tidaklah mudah bagi suatu kelompok
pemberontak untuk memperoleh pengakuan sebagai belligerent. Negara induk atau
pemerintah yang sah tidak akan pernah mau mengakui status mereka sebagai belligerent.
Dalam hukum nasional negara induk kaum belligerent adalah pemberontak yang melanggar
undang-undang nasional. Pengakuan dari negara-negara lain pun tidaklah mudah didapat
karena negara-negara tersebut pada umumnya akan senantiasa menjaga hubungan baik
dengan negara di mana terdapat kelompok pemberontak tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak yang dapat
dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban
tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari
perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional.

Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita
ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:

1. Negara yang Berdaulat


2. Organisasi (Publik) Internasional
3. INGO
4. Individu
5. Perusahaan Transansional
6. ICRC
7. Organisasi Pembebasan
8. Belligerent

Negara merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional
lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain C. Humprey
Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu
wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-
kegiatannya. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau
unsure-unsur konstitutif sebagai berikut:

1. Penduduk yang tetap


2. Wilayah tertentu
3. Pemerintahan
4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain

Subjek hukum yang kedua ialah Gabungan Negara-negara, yang termasuk dengan gabungan
negara-negara ialah Negara Federal, Gabungan Negara-Negara Merdeka yang mempunyai dua
macam bentuk yaitu uni riil dan uni personil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua
Negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional dan berada di bawah kepala Negara
yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Uni Personil terbentuk
bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni
personil masing-masing Negara tetap merupakan raja yang sama. Yang terakhir adalah Negara
Konfederasi.

Tahta Suci Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum inteenasional yang
telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan (atau kelanjutan) sejarah
sejak zaman dahulu di samping negardi akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat
dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga
hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta
Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu,
banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan
kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan
kedutaan besarnya di berbagai negara.

Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum


internasional setelah Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang
mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi-
organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke -19
akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini
berkembang bukan saja pada tingkat niversal tetapi juga pada tingkat regional.

Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis.

Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of


Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-
konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi
individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri
suatu negara berdaulat. Salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi
atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini
akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat
pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara
yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum
internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja SH. LLM. 1981. Pengantar Hukum Internasional. Bandung :
Rosda Offset Bandung
Dr. Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung : PT Alumni
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Chairul Anwar, SH. 1989. Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa.Jakarta :
Djambatan
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
JG. Starke. 2001. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. Jakarta :Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai