Disusun Oleh :
Baso Idrus (11000119044)
Agustina Nigrah MS (11000119060)
Muhammad Mirza Risaldi (11000119061)
Hadiid Hamdi (11000119069)
Nabila Mumtazah (11000119041)
(HES -B)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Subjek-subjek hukum
internasional.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
Hukum Internasional. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Subjek subjek hukum internasional bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Judul ...........................................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................
BAB I Pendahuluan .............................................................................................................
BAB II Pembahasan .............................................................................................................
1. Pengertian Subjek Hukum dalam Hukum Internasional
2. Macam-macam Subjek Hukum Internasional
a) Negara
b) Organisasi (Publik) Internasional
c) International Non Government Organization ( INGO )
d) Individu (Natural Person)
e) Perusahaaan Transansional
f) ICRC (International Comitte on The Red Cross)
g) Organisasi Pembebasan/Bangsa yang Memperjuangkan Haknya (National
Liberation Organization/Representetive Organization)
h) Belligerent
BAB III Penutup ....................................................................................................................
1. Kesimpulan
Daftar Pustaka .........................................................................................................
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah
hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan
hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Berdasarkan pada definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya
terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau
pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip
dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi
satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang
berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai
subjek-subjek hukum internasional selain Negara tersebut, maka berikut ini adalah materi
tentang subjek hukum internasional yang penulis rangkum dari beberapa sumber
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu :
1. Pengertian Subjek Hukum dalam Hukum Internasional
2. Macam-macam Subjek Hukum Internasional
BAB II
Pembahasan
5. perusahaan Transional
Perusahaan transional adalah perusahaan yang didirikan di suatu negara, tetapi
beroperasi di berbagai negara. Untuk menuntut maupun di tuntut di pengadilan internasional
ia harus diwakili oleh negaranya. International personality perusahaan transional hanya ada
ketika hubungan internasional yang dilakukannya diatur oleh hukum internasional.Contoh
kontrak antara pemerintah Inggris dengan perusahaan Jerman tentang pembangunan
jembatan di London yang di tunduk pada hukum nasional Inggris tidaklah memberikan
international personality pada perusahaan Jerman.
Namun demikian, dalam kondisi tertentu seperti kasus Texaco v libya 1997, adakalanya
hubungan kontraktual antara dengan perusahaan asing internasionalisasi, diatur oleh hukum
internasional sebagaimana consession agreement yang antara pemerintah Libya dengan
Texaco di mana pemerintah Libya memberikan hak pada Texaco untuk eksploitasi minyak di
wilayahnya dan kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan hukum internasional serta
forum internasional bagi penyelesaian sengketa mereka.
Hal yang membedakan antara perlakuan antara perusahaan transional dengan individu
adalah bahwa individu dapat di tuntut langsung di berbagai pengadilan internasional baik ad
hoc maupun permanent seperti internasional criminal court (ICC) untuk kejahatan-kejahatan
internasional yang dilakukannya. Dalam kasus- kasus kejahatan perang pasca perang dunia
II tidak satu pun perusahaan transional dapat di adili di pengadilan internasional tersebut.
Meskipun pengadilan mengakui status perusahaan transional sebagai subjek, namun
pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas mereka karena yurisdiksi pengadilan hanya untuk
individu. Dengan demikian, hanya direktur-direktur perusahaan lah yang diadili secara pribadi
bukan perusahaan mereka itu. Sampai saat ini masih cukup sulit untuk membuat instrumen
HI yang memungkinkan perusahaan transional diadili di pengadilan internasionalatas
kejahatan internasional yang dilakukannya.
Beberapa instrumen seperti OECD Guideline,ILO tripartite declaration U.N. framework. The
international Bill of human Rights, Global compact, juga Norms of the responsibilities of
transnational corporations and other business Enterprises with regard to human rights 2003
memang mengatur mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan internasional.
Tetapi tidak jarang TNC melakukan pelanggaran HAM salah satu kasus nya yang terjadi di
nigeria. Perusahaan minyak ini dalam mengeksploitasi minyak di kawasan Ogoniland telah
mengabaikan dan melanggar hak-hak kesehatan, lingkungan, hak hak akan makanan, dan
hak komunitas lokal yang berakibat pada rusaknya sendi-sendi kehidupan di Ogoniland.
a. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM Perusahaan Transional
1). Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Contohnya perusahaan
membuang limbah beracun ke sungai dan menyebabkan pencemaran secara luas dan
perusahaan yang merusak habitat penduduk asli.
2). Pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Dalam kasus Wiwa v. Royal dutch petroleum
Co. Contonya penggugat menuduh Royal Dutch/shell telah menggunakan militer Nigeria
untuk menekan kelompok oposisi yang menentang eksplorasi minyak tersebut di Nigeria.
Perusahaan memberikan uang , senjata dan logistik pada miiter untuk menangkap ,
memenjarakan dan menyiksa aktifis Nigeria yang vokal.
3). Pelaggaran terhadap Hak-hak yang dilindungi oleh humaniter
internasional.contohnya pelanggaran terhadap ketentuan larangan memproduksi senjata
yang dilarang oleh hukum humaniter internasional seperti untuk menyerang tentara musuh
dan penduduk sipil. Pelanggaran lain yang dilakukan perusahaan memperkerjakan slave
labor pabrik di pabrik-pabrik mereka saat perang.
Pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan transional dapat dibedakan dalam 2 bentuk
1). Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara langsung :
TNC bertindak bertindak sebagai perpetratornya. TNC melalui aparat-aparat yang dimilikinya
melakukan pelanggaran HAM atas dasar kebijakan TNC itu sendiri maupun sekedar
melaksanakan perintah negara.
2). Pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan secara tidak langsung :
TNC bukan eksekutornya atau prepetratornya, tetapi TNC hanya sekedar memberikan
persetujuan, fasilitas, dukungan ataupun bersifat pasif, tidak berupaya memberikan
perlindungan terhadap korban ataupun tidak berupaya melakukan pencegahan terjadinya
pelanggaran HAM yang nyata nyata diketahui oleh nya dan TNC mendapatkan
keuntungandari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak tersebut.
b. primary rules: Pelanggaran HAM Perusahaan Transional
Mekanisme internasional hanya membebani kewajiban tidak langsung pada perusahaan
transional terbukti gagal karena memiliki kelemahan sebagai berikut :
1). Tidak adanya konsensus standar pelanggaran HAM
2). HAM untuk keuntungan bisnis
3). Terlalu berlebihnya dialog dan kerjasama
4). Pendekatan tidak langsung
5). Kurangnya sanksi
Terlepas dari segala kelemahan yang terkandung dalam instrumen instrumen primary rules
ini, yang dipandang belum cukup memadai yaitu dalam hal keberadaan standar HAM (
kelemahan pertama ) , dalam hal dasar pemikiran atau prinsip prinsip yang yang
mendasarinya ( kelemahan kedua dan ketiga ), dalam hal struktur atau sistem
pertanggungjawabannya ( kelemahan keempat ), serta dalam implementasinya ( kelemahan
kelima ), namun setidaknya, instrumen instrumen tersebut merupakan soft law telah
memberikan pengaruh pada proses perubahan hukum internasional. Melalui instrumen soft
law tersebut akan dapat terbentuk hukum kebiasaan internasional yang mengikat serta dapat
mendukung terbentuknya kaidah baru hukum internasional yang mengikat untuk menerapkan
akuntabilitas pada perusahaan transional atas pelanggaran HAM mereka.
c. praktik pertanggungjawaban pelanggaran HAM TNC
Di lingkup pengadilan internasional sebenarnya memang telah dilakukan proses peradilan
yang menyangkut pelanggaran HAM oleh internasonal . sayang sekali keterbatasan yuridiksi
yang diberikan pada pengadilan-pengadilan tersebut menjadikan baru pimpinan perusahaan
saja yang dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh perusahannya.
Ada beberapa kasus menyangkut perusahaan internasional Jerman dan Jepang di
pengadilan militer internasional pasca perang Dunia ke II . kasus Farben merupakan kasus
pertama pengadilan internasional menerapkan pertanggunjawaban terhadap sekelompok
orang yang secara kolektif berada dalam satu perusahaan atas kejahatan yang meeeka
lakukan yaitu use of slve labor. Hal yang menarik untuk dicatat dalam kasus Farben adalah
bahwa pengadilan menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki yuridiksi terhadap legal person
dan karenanya dakwaan maupun putusan tidak ditunjukan pada perusahaan. Meskipun
demikian , putusan pengadilan secara jelas menunjukkan sifat perusahaan dan perannya
dalam pelaksaankejahatan kejahatan tertentu.
Meskipun kasus-kasus gugatan terhadap perusahaan-perusahaan di atas mengalami
kegagalan, namun hal yang terpenting untuk dicatat bahwa pengadilan dalam merujuk pada
pengadilan Nurenberg dan USMT telah menetapkan kemungkinan meminta
pertanggungjawaban pada perusahaan sebagai subjek hukum internasional di samping
individu.
d. membangun konsep pertanggungjawaban perusahaan transional
Memahami konsep atau teori pertanggungjawaban perusahaan transional adalah tidak
mudah. Tidak dapat mengabikan doktrin-doktrin juga praktik yang berlaku mengenai
pertanggungjawaban negara juga individu. Dengan demikian , untuk menguji masalah
pertanggungjawaban perusahaan transional juga harus menggunakan metode yang sama.
Sari hasil penilitian ratner pada dasarnya ditemukan beberapa hambatan untuk memperluas
primary rules HAM kepada perusahaan transional . hambatan yang pertama menurut Ratner
adalah fakta bahwa norma-norma HAM pada umunya mengikat atau ditujukan pada negara.
Hambatan yang kedua adanya perbedaan sifat dan fungsi antara negara dengan perusahaan.
Dengan proses evolusi hukum internasional yang penuh kehati-hatian dan bertahap dapat di
prediksikan bahwa dimasa akan datang akan terbentuk lebih banyak instrumen instrumen
hukum internasional yang lebih jelas. Tujuan dari hulum internasional adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat internasional.
6. ICRC ( international committe on the red cross )
ICRC atau palang merah internasonal merupakan organisasi non pemerintah yang
anggotannya palang merah-palang merah nasional negara negara dan berkedudukan di
swiss . kedudukan Non Goverment organization ini sebagi subjek hukum internasional tidak
lepas dari perannya untuk menolong korban perang dunia I dan II di samping itu Non
Government organization ini memberi kontribusi yang besar pada pembetukan konvensi
konvensi jenewa 1949 yang mengatur tentang hukum perang atau hukum humaniter
internasional . meskipun mendapat status sebagi subjek hukum internasional , tetapi dalam
ruang lingkup yang sangat terbatas . ICRC hanya bergerak di bidang kemanusiaan,
memberikan perlindungan terhadap korban perang baik skal domestik maupun internasional.
7.Organisasi Pembebasan/Bangsa Yang Memperjuangkan Haknya (National Liberation
Organization/Representative Organization)
Bangsa yang memperjuagkan haknya adalah suatu bansa yang berjuang memperoleh
kemerdekaan melawan negara asing yang menjajahnya. Banyak kelompok organisasi
pembebasan, tetapi tidak mendapat pengakuan sebagai subjek hukum internasional. Hal ini
dikarenakan tidak ada kriteria bahwa organisasi tersebut menyandang status sebagai
organisasi pembebasan/bangsa yang memperjuangkan haknya atau belum. Pertimbangan
polotok masyarakat internasional lebih dominan daripada aturan hukum internsionalnya.
Dalam sejarah, PBB lewat resolusi majelis umumnya pernah mengakui South West Africa
People’s (SWAPO) yang memeprjuangkan mendirikan Negara Afrika Barat Daya atau
Namimbia sebagai satu-satunya organisasi yang sah mewakili rakyat Namimbia juga PLO
sebagai wakil rakyat Palestina.
8.Belligerent
Membahas belligerent atau kaum pemberontak dalam hukum internasional tidak akan
bisa terpisahkan dari masalah separatisme hukum internasional tidak mengatur masalah
pemberontakan.Kejadian-kejadian dalam suatu negara, termasuk di dalamnya
pemberontakan dari kaum saparatis merupakan urusan intern negara yang
bersangkutan.Hukum yang berlaku terhadap peristiwa pemberontakan tersebut adalah
hukum nasional negara yang bersangkutan. Hukum internasional melarang negara lain untuk
tidak melakukan intervensi tanpa persetujuan negara tersebut.Negara-negara lain
berkewajiban menghormati kedaulatan negara yang bersangkutan termasuk menghormati
hak negara tersebut menerapkan hukum nasionalnya terhadap peristiwa pemberontakan itu.
Namun demikian, apabila pemberontakan dalam suatu negara telahmengambil porsi
sedemikian rupa, sehingga negara-negara lain tidak mungkin lagi menutup mata terhadap
kejadian tersebut, terpaksa negara-negara lain dengan sesuatu cara menunjukkan perhatian
mereka dengan pengakuan (recognition of insurgency) dan bukan dengan penghukuman.
Meskipun pemberian pengakuan sebagai pemberontak tidak memberikan status hukum
yang tegas terhadap mereka, namun diharapkan dengan pengakuan tersebut pemerintah
pusat akan memperlakukan mereka sesuai dengan tuntutan perikemanusiaan. Kaum
pemberontak seharusnya tidak diperlakukan seperti penjahat-penjahat kriminal. Untuk
mencegah kesalahpahaman, perlu ditekankan bahwa pemberian pengakuan terhadap kaum
pemberontak tidak berarti bahwa negara yang memberi pengakuan berpihak pada kaum
pemberontak tersebut. Pemberian pengakuan ini bukan hanya menuntut perlakuan
berdasarkan tuntutan perikemanusiaan bagi kaum pemberontak yang tertawan, tetapi juga
meletakkan kewajiban pada negara yang memberikan pengakuan itu untuk mengambil sikap
netral dalam pertempuran-pertempuran yang sedang berlangsung antara kaum pemberontak
dengan pemerintah yang sah.94
Bila pemberontakan tidak segera dapat dipadamkan oleh pemerintah pusat, dan kaum
pemberontak telah bertambah kuat kedudukannya, mampu menguasai secara de facto suatu
wilayah yang cukup luas, telah mempunyai pemerintahan sendiri, maka dalam literatur hukum
internasional dikenal adanya pengakuan terhadap belligerent. Walaupun penerapannya tidak
mudah karena faktor-faktor politik lebih dominan daripada kriteria objektifnya, pada umumnya
ada empat unsur yang harus dipenuhi kaum pemberontak untuk mendapat pengakuan
sebagai belligerent, yaitu:
a) terorganisir secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;
c) harus sudah menguasai secara eftektif sebagian wilayah sehingga wilayah tersebut
benar-benar telah di bawah kekuasaannya;
Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak yang dapat
dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban
tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari
perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional.
Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita
ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
Negara merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional
lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain C. Humprey
Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu
wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-
kegiatannya. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau
unsure-unsur konstitutif sebagai berikut:
Subjek hukum yang kedua ialah Gabungan Negara-negara, yang termasuk dengan gabungan
negara-negara ialah Negara Federal, Gabungan Negara-Negara Merdeka yang mempunyai dua
macam bentuk yaitu uni riil dan uni personil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua
Negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional dan berada di bawah kepala Negara
yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Uni Personil terbentuk
bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni
personil masing-masing Negara tetap merupakan raja yang sama. Yang terakhir adalah Negara
Konfederasi.
Tahta Suci Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum inteenasional yang
telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan (atau kelanjutan) sejarah
sejak zaman dahulu di samping negardi akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat
dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga
hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta
Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu,
banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan
kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan
kedutaan besarnya di berbagai negara.
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja SH. LLM. 1981. Pengantar Hukum Internasional. Bandung :
Rosda Offset Bandung
Dr. Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung : PT Alumni
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Chairul Anwar, SH. 1989. Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa.Jakarta :
Djambatan
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
JG. Starke. 2001. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. Jakarta :Sinar Grafika.