Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK SYARIAH”

DI Susun Oleh :

KELOMPOK 4

ANDI MUARIJA MUTMAINNA. AM 200902501015

AINUN AFIFAH RUSLI 200902501016

PIPIN 200902501017

REZA CHECEN MARETHA 200902502001

RESKI RESA PUTRA 200902502003

PENDIDIKAN AKUTANSI/A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah non bank sangat berpotensi untuk tumbuh dan
berkembang pesat dan turut serta dalam perkembangan keuangan syariah di Indonesia.
Berdasarkan data statistik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) market share Industri
Keuangan Non Bank Syariah terus meningkat dari tahun 2014 hingga tahun 2018.
Dengan perkembangan lembaga keuangan syariah non bank tersebut, maka
membutuhkan sumber daya manusia yang handal dan terampil dalam bidang yang sesuai.
Perencanaan sumber daya manusia adalah sebuah langkah yang diambil oleh Human
Resouce Departement (HRD) dalam sebuah lembaga maupun perusahaan guna menjamin
tenaga kerja atau karyawan untuk menduduki berbagai jabatan yang tepat (Yusuf, 2015).
Lembaga keuangan syariah non bank dapat di klasifikasikan sebagai lembaga
keuangan syariah sosial. Yang termasuk dalam kategori lembaga keuangan syariah non
bank ini diantaranya adalah lembaga asuransi syariah, lembaga amil zakat, lembaga
pegadaian syariah, Baitul Maal wa tamwil dan koperasi syariah (Syamsuir, 2015).
Lembaga asuransi syariah hadir sebagai suatu lembaga yang mengatur
pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual
yang melibatkan peserta dan pengelola. Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) dan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) asuransi syariah adalah usaha saling tolong-menolong
(Haryadi, 2017). Akad Asuransi Syariah dibagi menjadi dua yaitu akad tijarah dan akad
tabarru’. Kedua akad ini sangat jelas memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Akad
tijarah adalah akad yang merupakan turunan dari pembiayaan mudharabah dimana pihak
penanggung (Hisamuddin, 2014). Prinsip-prinsip dari asuransi syariah adalah saling
bertanggung jawab, saling bekerjasama dan membantu, saling menjaga keamanan dan
keselamatan (Syamsuir, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang terdapat pada kriteria efek syariah (dsn mui-bapepam)?
2. Bagaimana terkait saham syariah?
3. Bagaimana terkait reksa dana syariah?

C. Tujuan
1. Kita dapat mengetahui kriteria efek syariah (dsn mui-bapepam).
2. Kita dapat mengetahui saham syariah.
3. Kita dapat mengetahui reksa dana syariah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriteria Efek Syariah (DSN MUI-BAPEPAM)


Salah satu jenis efek syariah yaitu saham Syariah. Ada 2 (dua) kriteria yang harus
dipenuhi agar suatu efek dinyatakan sesuai syariah. Kedua kriteria ini sesuai dengan SK
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-208/BL./2012 yang
menyempurnakan SK Bapepam & LK No. Kep-180/BL/2009 Tanggal 30 Juni 2009,
yaitu sebagai berikut:
a. Kriteria jenis usaha, dimana entitas tersebut tidak melakukan kegiatan usaha,
antara lain:
1) perjudian dan permainan yang tergolong judi:
2) perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain:
a) perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
b) perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu,
3) jasa keuangan ribawi, antara lain:
a) bank berbasis bunga:
b) perusahaan pembiayaan berbasis bunga:
4) jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
5) memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau
menyediakan antara lain:
a) barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi),
b) barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUL
c) barang atau jasa yang merusak moral dan/atau bersifat mudarat;
6) melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah),

b. Kriteria rasio keuangan, yaitu memenuhi rasio-rasio keuangan yaitu:


1) total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih
dari 45% (empat puluh lima per seratus); atau
2) total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak
lebih dari 10% (sepuluh per seratus).
Sumber Hukum Syariah
1. Al – Quran
"... dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (QS. Al-
Baqarah: 275). "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba). Maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah 278-279).
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama- suka di antara kamu." (QS. An-Nisa: 29).
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah." (QS. Al-Jumu'ah: 10).
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..." (QS. Al-Maidah: 1).
"...dan penuhilah janji: sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya" (QS. Al-Isra': 34).

2. Sunah.
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan
orang lan"(HR Ibnu Majah dari "Ubadah bin Shamit).
"Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (HR. Al-Khomsah
dari Hukaim bin Hizam).
"Rasulullah saw. melarang jual beli yang mengandung gharar" (HR. Muslim dari
Abu Hurairah).
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Al-Tirmidzi dari Amr bin Auf).
"Allah Swt. berfiman: 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat
selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak
telah berkhianat, aku keluar dari mereka." (HR. Abu Daud, dari Abu Hurairah)
Dari Ma'mar bin Abdullah, Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah melakukan
ikhtikar (penimbunan) kecuali orang yang bersalah". (HR Muslim).
"Tidak halal (memberikan) pinjaman dan penjualan, tidak halal (menetapkan) dua
syarat dalam satu jual beli, tidak halal keuntungan sesuatu yang tidak ditanggung
risikonya, dan tidak halal (melakukan) penjualan sesuatu yang tidak ada padamu".
(HR Al Khomsah dari Amr bin Syuaib)..
"Rasulullah saw. melarang (untuk) melakukan penawaran palsu". (Muttafaq
'alaih) "Nabi saw. melarang pembelian ganda pada satu transaksi pembelian."
(HR. Abu Dawud).

B. Saham Syariah
Dalam melakukan transaksi di pasar modal yang harus diperhatikan adalah niat
bertransaksi (untuk investasi, bukan untuk spekulasi/judi), sahamnya sesuai syariah, serta
transaksi dilakukan sesuai dengan syariah (lihat penjelasan terkait kriteria efek syariah
yang disebutkan sebelumnya).
1. Pengertian Saham Syariah
Sesuai fatwa DSN-MUI, pengertian saham adalah bukti kepemilikan atas
suatu perusahaan dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa saham merupakan bukti
kepemilikan seseorang/pemegang saham atas aset perusahaan sehingga penilaian
atas saham seharusnya berdasarkan atas nilai aset (yang berfungsi sebagai
underlying asset-nya). Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang
diperbolehkan secara syariah untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan-
perusahaan yang kegiatan usaha, jenis produk/jasa, serta cara pengelolaannya
sejalan dengan prinsip syariah.
Penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham
syariah maupun nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi kriteria
syariah. BEJ berkerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa
Investment Management telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII). Untuk
identifikasi saham yang sesuai syariah dan "sehat" dapat menggunakan saham
yang di-listing-dalam III ini.
Proses penetapan saham emiten yang dapat dikelompokkan dalam III
adalah sebagai berikut.
1) Saham-saham yang termasuk dalam indeks syariah adalah saham-saham
dengan emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah
sebagaimana persyaratan pada Fatwa DSN-MUL.
2) Setelah itu, dilakukan penilaian berdasarkan aspek likalditas dan kondisi
keuangan emiten, yaitu sebagai berikut.
a) Memilih saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan
(kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
b) Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aset
maksimal sebesar 90%.
c) Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan
rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama
satu tahun terakhir.
d) Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas
rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

JII akan dikaji setiap 6 (enam) bulan dengan penentuan komponen indeks
pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya, sedangkan perubahan pada jenis
usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data
publik yang tersedia. Indeks harga saham setiap hari dhitung menggunakan harga
saham terakhir yang terjadi di bursa.
Saham syariah semakin bertambah jumlah dan nilai kapitalisasi pasarnya
seiirng berjalannya waktu. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan industri
terkait produk syariah juga mengalami peningkatan. Berikut ini adalah data
jumlah saham syariah untuk periode hingga Juni 2019.

2. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Saham


Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi saham dihalalkan sepanjang
perusahaan tersebut tidak melakukan transaksi yang dilarang, emiten menjalankan
usaha dengan kriteria syariah, serta transaksi dilakukan dengan harga pasar wajar.
Harga pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai atau valuasi atas
kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut
dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar, dan efisien serta
tidak direkayasa. Secara implisit fatwa ini mengatakan bahwa penentuan harga
saham yang wajar adalah harus mencerminkan nilai underlying asset perusahaan
emiten, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan kekuatan permintaan dan
penawaran sebagaimana yang kita lihat di pasar sekunder. Dari sisi investor,
transaksi saham merupakan sesuatu yang halal jika memang digunakan untuk
investasi dan bukan untuk kegiatan spekulasi. Kegiatan spekulasi dilarang karena
spekulasi menyebabkan peningkatan pendapatan bagi sekelompok masyarakat
tanpa memberikan konstribusi yang bersifat positif maupun produktif, serta
memiliki unsur gharar (ketidakjelasan) dan maisir (judi).
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kehati-hatian yang tinggi
dalam melakukan transaksi saham di bursa efek agar kita dapat memenuhi prinsip
kehalalan sesuai fatwa MUI, sehingga harta kekayaan yang diperoleh melalui
bursa efek menjadi halal.
C. Reksa Dana Syariah
1. Pengertian Reksa Dana Syariah
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan
dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai
pemilik harta (shahib al-mallrabb al-maal) dengan manajer investasi sebagai
wakil shahib al-mal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal
dengan pengguna investasi (fatwa DSN Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2001).
Dengan ketentuan ini, maka batasan untuk produk-produk yang dapat
dijadikan portofolio bagi reksa dana syariah adalah produk-produk investasi
sesuai dengan syariah; seperti saham yang tergabung dalam JII, obligasi syariah,
dan berbagai instrumen keuangan syariah lainnya. Reksa dana syariah merupakan
sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah
dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi
menawarkan kontrak investasi kolektif (KIK) reksa dana syariah kepada para
investor yang berminat, kemudian dana yang diperoleh dari investor dikelola oleh
manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang
dinilai menguntungkan. KIK reksa dana syariah adalah satuan ukuran yang
menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu
reksa dana syariah.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana syariah adalah dapat dilakukan
secara ritel sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan
keuangan dan nilainya kecil, bahkan ada yang hanya Rp250.000. Keuntungan
lainnya antara lain adalah hasilnya yang relatif lebih tinggi (dibanding deposito)
serta bebas pajak, pelaksanaan transaksi yang relatif mudah (ATM,
phonebanking, atau internet banking), perkembangannya yang dapat dipantau
secara harian melalui media (termasuk beberapa koran), serta adanya audit secara
rutin dan pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Hingga Januari 2019, reksa dana syariah juga mengalami peningkatan baik
dari jumlah maupun nilai aset bersihnya. Jumlah reksa dana syariah beredar
mencapai 223 dengan nilai NAB mencapai Rp37 milyar. Berikut ini adalah data
terkait perkembangan reksa dana syariah hingga Januari 2019.

2. Mekanisme Reksa Dana


Mekanisme operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
1) antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan dengan sistem
wakalah, dan
2) antara manajer investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem
mudarabah.
Karakteristik sistem mudarabah adalah sebagai berikut :
1) Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili oleh
manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang
telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil
dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
2) Pemodal hanya menanggung risiko sebesar dana yang telah diberikan.
3) Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung risiko kerugian atas
investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross
negligence/tafrith).

3. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Transaksi Reksa Dana.


Sesuai dengan fatwa MUI, transaksi dengan reksa dana dihalalkan
sepanjang perusahaan tersebut memenuhi kriteria syariah, tidak melakukan
transaksi yang dilarang, serta menginvestasikan dana investor sesuai tuntunan
syariah yang diawasi oleh DPS. DPS memegang peranan sangat penting dalam
mengawasi transaksi perusahaan penerbit reksa dana, karena kehalalan imbal
hasil/dana yang diperoleh melalui reksa dana sangat bergantung pada kegiatan
investasi yang dilakukan oleh manajer investasi.
Hal lain yang harus dipertimbangkan sebelum memilih suatu reksa dana
syariah adalah kapasitas dan kemampuan manajer investasi untuk mengelola
dana, yang antara lain bisa dilihat dari kinerja (nilai aset bersih) yang berjalan
selama ini, serta dari biaya-biaya yang dibebankan seperti biaya pembelian dan
biaya penjualan kembali, imbalan jasa manajer investasi, dan jasa kustodian.
Sekali lagi, suatu kehati-hatian yang tinggi sangat diperlukan dalam melakukan
transaksi reksa dana di bursa efek agar kita dapat memenuhi prinsip kehalalan
sesuai fatwa MUL.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem keuangan Islam dilakukan untuk memenuhi maqashidus syariah bagian
memelihara harta. Dalam menjalankan sistem keuangan Islam, faktor yang paling utama
adalah adanya akad/kontrak/transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Agar akad
tersebut sesuai syariah maka akad tersebut harus memenuhi prinsip keuangan syariah,
yang berarti tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariah. Prinsip keuangan
syariah sendiri secara ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela (antaraddim
minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzblamun),
hasil usaha muncul bersama biaya (al kbaraj bi al dhaman), dan untung muncul bersama
risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Dari prinsip ini, berkembanglah berbagai instrumen
keuangan syariah yang secara rinci akan dibahas pada bab-bab berikutnya.

B. Saran
Islam menuntun umatnya untuk menganut dan mengamalkan ajaran Islam secara
kaffah (menyeluruh/komprehensif) dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagai seorang
muslim yang taat beribadah, tentulah berbagai kegiatan bisnis atau usahanya dilandasi
oleh transaksi keuangan Islami. Selain itu, perbanyak literasi mengenai Keuangan
Syariah agar wawasan cakrawala semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, S & Wasilah. (2019). Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat Sobana,
Dadang .

Al Alif, Nur Rianto. 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Ilyas, R. (2017). Konsep Dasar Dalam Sistem Keuangan Syariah. ASY SYAR'IYYAH: JURNAL ILMU SYARI'AH
DAN PERBANKAN ISLAM, 2(1), 121-142.

Muljawan, Dadang dkk. 2020. Ekonomi Syariah. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah
Bank Indonesia.

Husein. 2017. Manajemen Keuangan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai