Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ETIKA BISNIS ISLAM

ASURANSI PRUDENTIAL SYARIAH

Kelompok 5 :
1. Ahmad Rizky Hariadi (5)
2. Arifah Nurwahdah (8)
3. Callista Pritania (10)
4. Indra Pradipa Yudha (17)
5. Lina Nabila (18)
6. Muhammad Adib Z. (21)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
Latar Belakang
Asuransi merupakan hal yang penting karena memberikan banyak manfaat
antara lain sebagai bentuk usaha perlindungan untuk hari ke depan yang belum
pasti, sebagai bentuk warisan untuk keluarga di masa mendatang, meminimalisir
resiko kesulitan keuangan dll. Dalam Islam, berusaha ini dapat diartikan sebagai
ikhtiar, sebab pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih. Adapun
menurut istilah, ikhtiar berarti berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan
yang ada untuk meraih suatu harapan dan keinginan yang dicita-citakan, ikhtiar
juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup, baik di dunia atau di akhirat.
Saat kita naik mobil, kita berikhtiar dengan menggunakan sabuk pengaman
untuk meminimalisir resiko kecelakaan. Ketika di rumah, untuk menghindari
perampokan atau pencurian, kita mengunci pintu dan jendela rumah. Saat kita
sudah sakit, cara berikhtiar agar sembuh adalah berobat. Saat akan hujan, kita
berikhtiar dengan membawa payung atau selalu menyimpan jas hujan di bawah jok
sepeda motor. Menngunci pintu dan jendela rumah, menggunakan sabuk
pengaman, berobat, dan membawa payung adalah contoh ikhtiar.
Demikian pula asuransi jiwa syariah merupakan bentuk ikhtiar, sebab kita
tidak mempunyai kuasa mengetahui masa depan. Setiap manusia pasti meninggal
dunia dan tidak tahu kapan terjadinya. Arti asuransi jiwa syariah bagi sebuah
keluarga adalah proteksi atau perlindungan penghasilan keluarga, sebuah ikhtiar
dan persiapan. Kepala keluarga atau pencari nafkah utama, tidak mungkin terhindar
dari kematian yang pasti terjadi, dan tidak tahu kapan terjadinya. Memiliki asuransi
jiwa syariah bermanfaat sebagai warisan untuk anak dan istri yang ditinggalkan.
Keluarga yang ditinggalkan dapat berikhtiar dengan lebih baik dalam melanjutkan
kehidupannya sepeninggal kepala keluarga atau pencari nafkah utama.
Berkaitan dengan ikhtiar, Allah SWT meminta manusia untuk hidup rapi
penuh rencana dan strategi. Perencanaan yang baik bukan saja dalam mencari
nafkah tetapi juga dalam mengantisipasi musibah dan kemalangan. Hal ini sesuai

2
dengan firman Allah dalam Al-Qur'an dalam kisah Nabi Yusuf A.S.. Dalam Al-
qur'an, Allah mengisahkan raja Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina
yang gemuk-gemuk dimakan oleh sapi betina yang kurus-kurus, dan tujuh bulir
gandum yang hijau, serta tujuh bulir gandum yang kering, Nabi Yusuf pun
menafsirkan mimpi tersebut. : "... Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun berturut-
turut sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di
tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian, setelah itu akan datang
tujuh tahun yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu
simpan." (QS Yusuf: 47-48) 
Allah tidak pernah mengatakan kepada manusia untuk berdiam diri dan
tidak melakukan usaha apa pun, hanya karena Allah telah menjamin masa depan
kita. Tetapi, Allah mendorong kita untuk bekerja, berpikir, dan berusaha dengan
akal yang kita miliki. Karena akal yang diberikan Allah ini harus digunakan bukan
hanya didiamkan saja. Yang penting adalah bagaimana kita melibatkan Allah
dalam semua aktivitas yang dikerjakan. Manusia hanya berencana & Allah yang
menentukan.
Dengan demikian, berasuransi bukanlah suatu upaya melawan takdir. Tetapi,
justru melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai anjuran Allah,
asalkan asuransi yang diikuti berlandaskan syariat islam. Ini penting sebab hanya
asuransi syariah yang dapat menghindarkan seseorang dari transaksi yang bersifat
gharar (ketidakpastian), mengandung riba, dan yang bersifat maysir (judi) yang
jelas-jelas dilarang dalam syariat islam.

Asuransi Syariah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam
fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah (21/DSN-MUI/X/2001),
memberikan definsi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui

3
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah.
MUI menegaskan aturan akad yang digunakan dalam asuransi. Akad yang
dimaksud adalah perikatan antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Di
dalam akad tidak boleh terdapat unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), dan
riba karena tujuan akad adalah saling tolong-menolong dengan mengharapkan
ridha dan pahala dari Allah.
Akad yang digunakan dalam PRU Syariah yaitu akad tijarah (mudharabah)
dan akad tabarru’ (hibah), dan wakalah yang masing-masing akad tersebut
mempunyai pengertian, yaitu:
1. Akad tijarah (mudharabah) yaitu suatu akad yang dilakukan antara anggota/
peserta prudential dengan prudential syariah. Dalam hal ini prudential syariah
bertindak sebagai pengelola (mudharib), sedangkan anggota/ peserta prudential
syariah bertindak sebagai pemegang polis (shohibul maal).
2. Akad tabarru’ (hibah) yaitu akad yang terjadi antar anggota/ peserta. Dalam
akad ini anggota/ peserta tersebut memberikan hibahnya yang akan
dipergunakan untuk menolong anggota/ peserta lain yang sedang tertimpa
musibah.
3. Akad Wakalah adalah akad di mana peserta memberikan kuasa kepada
perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Sifat akad wakalah
adalah amanah, jadi perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai wakil (yang
mengelola dana) sehingga perusahaan tidak menanggung risiko terhadap
kerugian investasi. Selain itu juga tidak ada pengurangan fee yang diterimanya
oleh perusahaan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.

4
Praktek Prudential Syariah (PRU Syariah)
1. Mengurangi Maysir (judi)
Maysir didefinisikan sebagai perjudian atau permainan untung-untungan.
Maysir dapat diartikan bahwa dalam suatu kondisi ada yang menang dan ada
yang kalah. Ada yang untung dan ada yang rugi.
Asuransi konvensional mengandung maysir karena menerapkan kontrak
jual beli atas risiko yang dipertanggungkan antara nasabah dengan perusahaan
asuransi. Dengan kata lain, terjadi transfer risiko (risk transferring) dari nasabah
ke perusahaan asuransi. Pada posisi ini, perusahaan asuransi menjadi terbebani
sehingga berusaha mencari cara agar semua risiko bisa ditanggung dengan
memasukkan unsur risiko ke dalam paket asuransi.
Sedangkan pada PRU syariah, risiko jadi tanggung jawab bersama dengan
prinsip tolong menolong (ta’awun) antara nasabah satu dengan nasabah yang
lain ketika dalam kesulitan. Jadi, di asuransi syariah ada risk sharing.
Perusahaan asuransi sebagai operator asuransi itu tidak akan mengalami
kerugian, karena risiko bukan berada di perusahaan.
Manfaat bagi nasabah adalah ada kumpulan dana tabarru’ yang
menguntungkan dan dapat diambil manfaatnya, bila dibandingkan dengan di
asuransi umum konvensional. Hal ini yang membuat asuransi umum syariah
lebih adil. Prinsip tolong menolong dalam asuransi syariah menggunakan
konsep donasi, sehingga saat menggunakan asuransi berbasis syariah, sama
artinya dengan mendonasikan sebagian dana untuk membantu nasabah lain yang
sedang terkena musibah.
Jika terjadi klaim, maka nasabah tersebut akan disantuni dari dana yang
terkumpul di rekening tabarru’. Jika ada sisa dana di rekening tabarru’, maka
peserta yang tidak mengajukan klaim akan mendapatkan surplus sharing dari
sisa dana tabarru’ tahun itu. Dengan konsep seperti ini, tidak ada dana yang
hilang selama berinvestasi.

5
2. Mengurangi Riba
Riba adalah keuntungan atau kelebihan pada pengembalian yang berbeda
dari nilai aslinya. Kelebihannya biasanya ditentukan pada saat pinjaman
dilakukan.
Pada asuransi konvensional bersifat riba karena dalam menentukan
keuntungannya menggunakan sistem riba secara bebas dalam segala tingkatan
bisnis tersebut, dari perhitungan premi hingga ke pembayaran ganti rugi kepada
peserta asuransi yang mengalami musibah. Asuransi konvensional menjanjikan
nilai yang pasti di awal, bahwa nanti pada akhir kontrak akan mendapatkan
jumlah tertentu yang pasti.
Sebagian besar dana yang terkumpul dan terakumulasi dari premi peserta
akan diinvestasikan untuk menghasilkan bunga. Artinya dana tersebut akan
dikelola dengan sistem investasi yang mengandung bunga, misalnya
didepositokan atau diinstrumenkan pada pembiayaan yang akan menghasilkan
bunga seperti diinvestasikan ke saham perusahaan perbankan, saham perusahaan
rokok, saham perusahaan minuman keras dll.
PRU Syariah berusaha menghilangkan riba dengan cara berinvestasi di
instrumen yang sudah disertifikasi halal oleh Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) baik di pasar saham syariah, pasar uang syariah,
maupun obligasi syariah (sukuk).

3. Menghilangkan Gharar (ketidakpastian)


Gharar didefinisikan sebagai situasi di mana terdapat informasi yang tidak
jelas, sehingga terjadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi
dan memungkinkan terjadinya perselisihan. Praktek gharar dalam asuransi
konvensional sebagai berikut:

6
a. Perusahaan membuat perjanjian (polis) dengan bahasa yang bisa
menimbulkan arti ganda dan tidak melaksanakan apa saja yang dijanjikan
dalam polis
b. Nasabah atau agen menyembunyikan informasi tentang kondisi diri dan
kesehatannya yang sebenarnya, menyembunyikan fakta agar proses
pengajuan asuransi menjadi lebih mudah
c. Agen tidak menjelaskan cara kerja asuransi, manfaat asuransi, hak dan
kewajiban nasabah dengan sebenar-benarnya

Semua industri keuangan syariah, termasuk asuransi akan diawasi oleh


Dewan Pengawas Syariah (DPS).  Bahkan setiap produk yang dikeluarkanpun
juga harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPS ini untuk
memberikan jaminan keyakinan nasabah dalam memilih asuransi.
PRU Syariah menghilangkan ketidakpastian dengan pembagian porsi
antara produk dan perusahaan dan pengawasan berlapis yang dilakukan oleh
Dewan Pengawas Syariah. Selain itu, setiap agen wajib mengetahui produk,
manfaat, hak dan kewajiban nasabah. Agen wajib menjelaskan seluruh informasi
yang berhak didapatkan nasabah, tidak ditambah dan dikurangi.

4. Pengelolaan Dana
Pada PRU syariah, terdapat dana yang dibayarkan oleh nasabah kepada
pihak prudential sebagai pihak pengelola yang disebut kontribusi. Dana
kontribusi tersebut dialokasikan pada 2 bagian yaitu dana tabarru’ dan dana
tijarah.
Bagian yang pertama yakni dana tabarru’ tersebut dialokasikan sebagai
dana perlindungan untuk nasabah, jika terjadi resiko. Dana perlindungan
(tabarru’) yang tidak digunakan untuk membayar klaim nasabah akan dibagi
lagi menjadi 3 bagian. Pembagiannya sebagai berikut 65% untuk dikembalikan
kepada nasabah yang tidak melakukan klaim di tahun tersebut, 20% untuk

7
Corporate Social Responsibility (CSR) seperti membayar zakat, melakukan
kegiatan sosial, membangun masjid, 15% untuk biaya / fee pengelola (ujrah).
Bagian yang kedua yakni dana tijarah ini dialokasikan untuk investasi.
PRU Syariah berinvestasi di instrumen yang sudah disertifikasi halal oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) baik di pasar
saham syariah, pasar uang syariah, maupun obligasi syariah (sukuk). Investasi
ini dikelola oleh pihak ketiga yakni EastSpring.

Kesimpulan
Asuransi merupakan bagian dari ikhtiar untuk mengurangi resiko terhadap masa
depan yang tidak pasti. PRU Syariah menjadi salah satu opsi asuransi yang berlandaskan
syariat islam. Ini penting sebab hanya asuransi syariah yang dapat menghindarkan
seseorang dari transaksi yang bersifat gharar (ketidakpastian), mengandung riba,
dan yang bersifat maysir (judi).

Anda mungkin juga menyukai