Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SISTEM OPERASIONAL LIFE INSURANCE (ASURANSI JIWA)


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuransi Syariah
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Zen M.A

Disusun oleh kelompok 5


Anggota kelompok sebagai berikut :

Cahiyono 11190530000003
Selly Sundari Salam 11190530000045
Aulia Rosadi 11190530000048
Nurul Fajriyati 11190530000160

MANAJEMEN DAKWAH 6A

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
Kata Pengantar

Assalammualaikum wr wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Sholawat serta salam kita curahkan
kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad saw. Terima kasih kepada Allah swt. Karna telah
memberikan kita semua nikmat iman, islam dan ihsan. Serta telah memberikan kita rezeki yang
terus mengalir dari kita lahir, sampai sekarang ini. Terima kasih kepada orang-orang yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah yang dengan izin Allah swt, bisa
bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan mencari ilmu yang belum ia ketahui.

Kami sangat bersyukur karna bisa menyelesaikan makalah ini dan bisa lebih mendalami
apa yang kami tulis ini. Dengan mencari dan terus mencari, kita akan mendapat jawaban dari
pertanyaan yang selama ini kita belum ketahui akan kebenaranya. Kebenaran memerlukan
fakta. Fakta bisa didapat jika kita mencari tau dengan penelitian, mencari sumber-sumber dan
lainnya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Sistem Operasional Life Insurance
(Asuransi Jiwa) ini bermanfaat terhadap pembaca.

Wassalamualaikum, wr. wb

Ciputat, 13 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 6

A. Akad dalam Asuransi Jiwa .............................................................................................. 6


B. Mekanisme Pengelolaan Dana .......................................................................................... 8
C. Sumber Biaya Operasional ............................................................................................... 10
D. Perwujudan Ta’awun dalam Mekanisme Asuransi .......................................................... 12

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13

A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuransi Syariah di Indonesia, sejak mulai dikembangkan tahun 1994, belum
mengalami perkembangan yang signifikan. Pertumbuhan asuransi syariah dari waktu ke
waktu belum mampu mengejar apalagi menyamai asuransi konvensional. Asuransi syariah
terdiri atas asuransi jiwa dan asuransi umum. Perbedaan antara keduanya terletak pada
obyek pertanggungan. Asuransi jiwa syariah, pertanggungannya adalah manusia
sedangkan asuransi umum syariah, obyek pertanggungannya adalah harta benda,
misalnya; rumah, mobil, kapal, dan harta benda lainnya. Meskipun demikian, kedua jenis
asuransi syariah tersebut memiliki prinsip yang sama, yaitu tolong menolong.
Prinsip tolong menolong yang menjadi tujuan utama asuransi jiwa syariah merupakan
implementasi dari Firman Allah swt., dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2. Asuransi
jiwa Syariah sebetulnya sangat baik, terutama dalam rangka menyiapkan sejumlah dana
yang akan diberikan kepada ahli waris jika terjadi resiko kematian. Apalagi jika hal itu
terjadi pada seorang tulang punggung keluarga.
Namun demikian, pada umumnya masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya
memiliki perencanaan keuangan berupa asuransi. Mereka lebih memilih investasi-
investasi yang berwujud benda, misalnya: tanah, emas, dan property. Asuransi belum
menjadi pilihan atau prioritas dalam mempersiapkan warisan. Terlepas dari masih
rendahnya kesadaran masyarakat untuk memiliki program asuransi jiwa syariah, dalam
makalah ini akan dikemukakan sistem operasional life insurance (asuransi jiwa). Ini
penting dikemukakan karena hal ini menjadi titik awal dalam meningkatkan pemahaman
kita terhadap asuransi jiwa syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa akad dalam asuransi jiwa ?
2. Bagaimana mekanisme pengelolaan dana pada asuransi jiwa ?
3. Bagaimana sumber biaya operasional pada asuransi jiwa ?
4. Bagaimana perwujudan ta’awun dalam mekanisme asuransi ?

4
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui akad dalam asuransi jiwa.
2. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan data pada asuransi jiwa.
3. Untuk mengetahui sumber biaya operasional pada asuransi jiwa.
4. Untuk mengetahui perwujudan ta’awun dalam mekanisme asuransi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akad Dalam Asuransi Jiwa


Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu beserta hak dan
kewajiban para pihak sesuai prinsip syari’ah (PMK No.18/PMK.10/2010). Akad yang
sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
(Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001). Sebagaimana dijelaskan dalam bab terdahulu
bahwa akad merupakan salah satu pokok persoalan dalam asuransi konvensional yang
menjadikannya diharamkan oleh para ulama. Oleh karena itu para ulama mencari solusi
agar bagaimana permasalahan gharar, maysir, dan riba dapat dihindarkan.
Gharar yang muncul karena akad yang dipakai di asuransi konvensional mirip dengan
aqad tabaduli (akad jual beli) dalam fiqih muamalah. Sesuai dengan syarat-syarat dalam
akad jual beli, maka harus jelaspembayaran premi dan berapa uang pertanggungan yang
akan diterima. Masalah hukum (Syari’ah) disini muncul karena kita tidak bisa menentukan
secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-syarat lainnya, penjual,
pembeli, ijab kabul dan jumlah uang pertanggungan dapat dihitung. Jumlah premi yang
akan dibayarkan amat tergantung pada takdir, tahun berapa kita meninggal atau mungkin
sampai akhir kontrak kita tetap hidup. Disinilah gharar terjadi. Dalam Asuransi Takaful,
masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad takafuli
(tolong menolong) dan akad mudharabah (bagi hasil). 1Dengan adanya akad takaful, maka
persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu lagi. Sebagai gantinya maka takaful
menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong menolong atau rekening
tabarru yang telah diniatkan (diadakan) secara ikhlas setelah peserta masuk Takaful.
Dalam konsep syari’ah masalah gharar dapat dieliminir karena akad yang dipakai
bukanlah aqad tabaduli, tetapi aqadtakaful atau tolong menolong dan saling menjamin.
Dalam konsep takaful semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama

1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta : Gema Insani. 2004), hlm. 174

6
lainnya. Sehingga jika peserta (A) meninggal, peserta (B), (C) dan (Z) harus
membantunya, demikian sebaliknya.2
Dalam hal ini yang menjadi masalah adalah bagaimana jika peserta (A) mengambil
paket asuransi 10 tahun dengan besar uang pertanggungan misalnya 10 juta. Apabila pada
tahun keempat, tuan (A ) berpulang ke Rahmatullah dan baru bayar premi 4 juta, tapi ahli
warisnya mendapat jumlah 10 juta. Pertanyaan yang muncul, dari mana sisa 6 juta
diperoleh. Uang yang6 juta inilah oleh para ulama disebut gharar. Dalam konsep Takaful
setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, yaitu masuk kerekening pemegang
polis (peserta) dan satu lagi dimasukan ke dalam rekening khusus peserta yang telah
diniatkan tabarru’ derma untuk membentu saudaranya yang lain jika ada yang mendapat
musibah. Dengan demikian dari rekening khusus inilah sisa 6 juta di atas tadi diambil, dan
semua peserta sejak awal masuk sudah mengikhlaskan untuk derma.
Masalah kedua adalah maysir yang artinya adanya salah satu pihak yang untung namun
di lain pihak justru mengalami kerugian, 3misalnya seorang peserta dengan alasan tertentu
ingin membatalkan kontraknya sebelum reveresing period, biasanya tahun ketiga, maka
yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan (hangus)
atau mungkin sebagian kecil saja. Disinilah terjadi maysir, dimana ada pihak yang untung
dan ada pihak yang dirugikan. Terjadinya unsur Maysir, sebagai lanjutan dari pada
asuransi konvensional. Keuntungan dari pada asuransi juga dilihat sebagai hasil yang
mengandung unsur perjudian karena keuntungan sangat tergantung dari pengalaman
penanggung, sehingga untung dan rugi suatu perusahaan tergantung kepada nasib, hal ini
mengandung gharar oleh karena itu termasuk judi. Masalah syari’ah di atas dapat selesai
dengan benarnya akad. Takaful telah merubah akadnya dan membagi dana peserta ke
dalam dua rekening. Karena rekening khusus yang menampung tabarru yang ada tidak
bercampur dengan rekening peserta, maka reversing period di takaful terjadi sejak awal.
Kapan saja peserta dapat mengambil uangnya (karena pada hakekatnya itu adalah uang
mereka sendiri), dan nilai tunai sudah ada sejak awal tahun pertama ia masuk. Dan
karenanya tidak adaunsure maysir, karena tidak ada pihak yang diragukan.
Jenis-jenis akad yang akan digunakan di takaful dalam rangka mengeliminir adanya
gharar dan Maisir adalah :
1. Akad Tabarru (akad takafuli), dimana peserta dengan niat ikhlas mendermakan

2
Ibid….. , hlm. 175
3
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 208
7
sebagian hartanya untuk membentu saudara-saudaranya yang lain apabila ada yang
mengalami musibah. Sedangkan perusahaan sebagai mudharib bertindak sebagai
pemegang amanah atas pengelolaan dana tesebut.
2. Akad Madharabah (bagi hasil) merupakan kontrak dari pemilik modal dengan
pengelola, dimana keuntungan dibagi menurut rasio ataupresentase yang disepakati
kedua belah pihak. 4Dimana perusahaan bertindak sebagai pemegang amanah
untuk mengelola dan peserta sebagai Shahibul Mal berhak atas bagi hasil sebesar
yang diperjanjikan. Dengan konsep mudharobah ini sekaligus sebagai alternatif
yang diberikan oleh syariah untuk menghindari terjadinya riba.
Selanjutnya masalah ketiga adalah riba (bunga). Pada asuransi syariah, masalah riba
dieliminir dengan konsep mudharabah (bagi hasil). Seluruh bagian dari proses
operasional asuransi yang didalamnya menganut sistem riba, diganti dengan akad
mudharabah atau akad lainnya yang dibenarkan secara syar’i.5

B. Mekanisme Pengelolaan Dana

Dalam penegelolaan dana penanggung resiko, asuransi jiwa syariah tidak


memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian atau spekulasi) dan maisir (perjudian).
Dalam investasi atau menejemen dana tidak diperkenankan adanya riba (bunga). Ketiga
larangan ini adalah area yang harus dihindari dalam praktik asuransi syariah, dan yang
menjadi pembeda utama dengan asuransi konvensional. Dalam upaya menghindari
gharar, pada setiap kontrak asuransi syariah harus dibuat sejelas mungkin dan
sepenuhnya terbuka. Keterbukaan itu dapat diterapkan dikedua sisi, yaitu baik pada
pokok permasalahan maupun pada ketentuan kontrak. Tidak diperbolehkan didalam
kontrak asuransi syariah bila terdapat elemen yang tidak jelas pokok permasalahannya
dan atau ruang lingkup kontrak itu sendiri. Di dalam kontrak asuransi syariah tidak
diperkenankan adanya jual beli ketidakpastian (gharar) antara satu pihak dengan pihak
lain.
Maisir (perjudian) timbul karena adanya gharar. Peserta (tertanggung) mungkin
memiliki kepentingan yang dipertanggungkan, tetapi apabila perpindahan risiko (atau
pembagian risiko dalam asuransi syariah) berisi elemen-elemen spekulatif, maka tidak

4
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 27
5
Muhammad Syakir , Ibid…., hlm. 176

8
diperkenankan dalam asuransi syariah. Riba (bunga) sama sekali dilarang di bawah
hukum syariah dan dibawah pengaturan asuransi syariah. Untuk menghindari riba dalam
asuransi syariah, kontribusi para pesertanya dikelola dalam skema pembagian risiko (risk
sharing) dan bukan sebagai premi, seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam
ketentuan asuransi syariah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk donasi dengan
atas kompensasi (tabarru). Lebih jauhlagi, sumber dana yang berasal dari kontribusi atau
donasi para peserta itu, harus dikelola atau diinvestasikan berdasarkan ketentuan syariah.
Berikut mekanisme pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah :

1. Perusahaan sebagai pemegang amanah


Sistem operasional asuransi syariah adalah saling bertanggung jawab, bantu
membantu, dan saling melindungi antar para pesertanya. Perusahaan asuransi
syari’ah diberi kepercayaan atau amanah oleh peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan denga jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian. Keuntungan perusahaan tersebut
diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan
prinsip mudharabah (sistem bagi hasil). Para peserta takaful berkedudukan sebagai
pemilik modal (shohibul mal) dan perusahaan takaful sebagai pemegang amanah
(mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara
para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang telah
disepakati.

2. Sistem pada produk saving (ada unsur tabungan)


Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada
perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta.
Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan
dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkanoleh peserta, akan dipisah dalam dua
rekening yang berbeda. Yaitu rekening tabungan peserta dan rekening tabarru’.
Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi
(klaim dan premi asuransi) akan dibagi menurut prinsip al-mudharabah.6
a) Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta, yang
dibayarkan bila :

6
Muhammad Syakir , Ibid…., hlm. 177

9
- Perjanjian berakhir
- Peserta mengundurkan diri
- Peserta meninggal dunia
b) Rekening tabarru’ , yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan
oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong
dan saling membantu, yang dibayarkan bila :
- Peserta meninggal dunia
- Perjanjian telah berakhir

Sistem inilah sebagai implementasi dari akad takafuli dan akad


mudharabah, sehingga asuransi syariah dapat terhindar dari unsure gharar dan
maysir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat
Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban
asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip al—
mudharabah. Presentase pembagian mudharabah dibuat dalam suatu perbandingan
tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dan peserta.

3. Sistem pada produk non saving


Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan kedalam rekening
tabarru’ perusahaan. Yaitu, kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta
sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu,
dan dibayarkan bila peserta meninggal dunia dan perjanjian telah berakhir.7

C. Sumber Biaya Operasional


Dalam operasionalnya asuransi syari’ah yang berbentuk bisnis seperti Perseroan
Terbatas (PT), sumber biaya operasional menjadi sangat menentukan dalam
perkembangan dan percepatan pertumbuhan industri. Lain halnya dengan asuransi syariah
yang berbentuk sosial, mutual, atau koperasi, di sini peran pemerintah harus dominan
terutama dalam memberikan subsidi di tahap awal berdirinya asuransi tersebut. Asuransi
syariah yang bersifat sosial tidak hanya mengutamakan aspek bisnis atau perolehan profit.
Tetapi, lebih mengutamakan aspek manfaat sebesar-sebesarnya bagi anggotanya
sebagaimana fungsi utama asuransi syari’ah, Yaitu wataawanu ‘alal birri wattaqwa ‘saling

7
Muhammad Syakir , Ibid…., hlm. 178
10
menolong dalam kebajikan dan taqwa’. Berikut sumber biaya operasional pada asuransi
jiwa syariah antara lain :

1. Bagi hasil surplus underwriting

Bagi hasil surplus underwriting adalah bagi hasil yang diperoleh dari surplus
underwriting, yang dibagi secara proporsional antara peserta (shohibul mal) dan
pengelola (mudharib) dengan nisbah yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan,
untuk produk-produk non saving dalam asuransi jiwa, surplus underwriting juga
merupakan sumber biaya operasional. Surplus underwriting diperoleh dari kumpulan
dana peserta yang diinvestasikan, lalu dikurangi biaya-biaya atau beban asuransi
seperti reasuransi dan klaim. Kemudian surplus tersebut dibagi hasil antara peserta
dan perusahaan. Bagian perusahaan inilah yang diambil sebagai biaya operasional
sebelum menjadi profit perusahaan.

2. Bagi hasil investasi

Bagi hasil ivestasi adalah bagi hasil yang diperoleh secara proporsional
berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan, baik dari hasil investasi dana
rekening tabungan peserta maupun dari rekening tabarru’. Setelah dana peserta
dibayarkan, dan terkumpul dalam total dana peserta, kemudian diinvestasikan. Profit
yang diperoleh dari investasi kemudian dilakukan bagi hasil antara peserta dan
pengelola atau perusahaan asuransi.

3. Dana Pemegang Saham

Dana pemegang saham adalah dana yang disiapkan oleh para pemegang
saham sebagai modal setor bagi perusahaan, baik pada tahap awal berdirinya
perusahaan dana setelah perusahaan berjalan, beserta hasil investasi atas dana
tersebut. Atau, dengan kata lain, akumulasi laba ditambah modal yang disetor oleh
pemegang saham.

4. Loading (Kontribusi Biaya)

Loading adalah konstribusi biaya yang diberikan kepada peserta, yang pada
asuransi konvensional biasanya diambil dari premi tahun pertama dan kedua.
Pengertian biaya loading pada asuransi syari’ah adalah konstribusi biaya yang
daimbil dari sebagian kecil konstribusi peserta (premi) tahun pertama, misalnya 20%
- 30% dari premi tahun pertama. Biaya tersebut terutama diperuntukkan untuk
komisi agen dan biaya penagihan (incaso).8

8
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General) Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta:
Gema Insani, 2004), hlm. 180-181
11
D. Perwujudan Ta’awun Dalam mekanisme Asuransi
Taawun berasal dari bahasa arab yang artinya tolong menolong. Menurut istilah dalam
ilmu aqidah dan akhlak, pengertian taawun adalah sifat tolong menolong di antara sesama
manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran islam, sifat taawun ini sangat
diperhatikan, hanya dalam kebaikan dan takwa, dan tidak ada tolong menolong dalam hal
dosa dan pelanggaran atau keburukan. Oleh karen itu sifat taawun atau tolong menolong
merupakan akhlak terpuji dalam agama islam.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al-Maidah: 2). Sesuai dengan
dua pengertian di atas, maka implementasi dari prinsip taawun (tolong menolong) dalam
asuransi syariah (takaful) pada dasarnya ada di antara para peserta yang dari awal sudah
memiliki niatan untuk menolong peserta lain yang mengalami kerugian.
Umar bin al-Khatthab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw
bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya masing-masing
orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Oleh karena itu niatkan ketika Anda bergabung
dengan asuransi syariah adalah untuk menolong orang lain, sehingga kita akan
mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dengan memasuki asurasi syariah, dana yang
disertakan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Ta`awun (kerjasama dalam kebaikan) merupakan prinsip utama asuransi syariah yang
membedakannya dengan asuransi konvensional. Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam
beralih dari asuransi konvensional yang ribawi ke asuransi syariah.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Asuransi Takaful, masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad
tabaduli dengan akad takafuli (tolong menolong) dan akad mudharabah (bagi hasil).
Dalam konsep takaful semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama
lainnya. Dalam penegelolaan dana penanggung resiko, asuransi jiwa syariah tidak
memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian atau spekulasi) dan maisir (perjudian).
Dalam investasi atau menejemen dana tidak diperkenankan adanya riba (bunga).
mekanisme pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah diantaranya: Perusahaan
sebagai pemegang amanah, Sistem pada produk saving (ada unsur tabungan) dan Sistem
pada produk non saving. Dalam operasionalnya asuransi syari’ah yang berbentuk bisnis
seperti Perseroan Terbatas (PT), sumber biaya operasional menjadi sangat menentukan
dalam perkembangan dan percepatan pertumbuhan industri. Sumber biaya operasional
pada asuransi jiwa syariah antara lain : Bagi hasil surplus underwriting, Bagi hasil
investasi, Dana Pemegang Saham dan Loading (Kontribusi Biaya).
Ta`awun (kerjasama dalam kebaikan) merupakan prinsip utama asuransi syariah yang
membedakannya dengan asuransi konvensional. Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam
beralih dari asuransi konvensional yang ribawi ke asuransi syariah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin Iqbal. 2006. Asuransi Umum Syari’ah Dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani

Muhammad Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta : Gema Insani.

Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana

14

Anda mungkin juga menyukai