Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Sistem Operasional
Asuransi Syariah dan Konvensional

Dosen pembimbing :
Seri Murni, S.E, M.Si, Ak.

Disusun Oleh :
Al fa’iq Fawwaz Raihan
Khairi
Akbarul Faiz

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberi ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun denga baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya lebih baik.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….. 2
C. Tujuan…………………………………………………………… 2

BAB II : PEMBAHASAN
A. Sistem operasional Asuransi Syariah…………………………… 3
B. Akad (Perjanjian)……………………………………………….. 4

BAB III : PENUTUPAN


A. Kesimpulan…………………………………………………….. 8

Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, secara teoritis semangat yang terkandung dalam sebuah
lembaga asuransi tidak bisa dilepaskan dari semangat sosial dan saling tolong-
menolong . Manusia tidak dapat meramalkan atau melakukan prediksi mengenai
sesuatu yang akan terjadi di masa datang, bahkan di esok haripun tidak mengetahui apa
yang akan terjadi. Resiko di masa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang
seperti kehilangan sumber pendapatan, kecelakaan, sakit atau kematian.
Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka
mengadakan penawaran atau menawarkan sesuatu perlindungan atau proteksi serta
harapan pada masa yang akan datang kepada individu atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat atau institusi-institusi lain, atau kemungkinan menderita kerugian lebih
lanjut karena terjadinya peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti. Di samping itu,
perusahaan asuransi juga memberikan jaminan atas terpenuhinya pendapatan
seseorang, karena tepat di mana yang bersangkutan bekerja tetap terjamin
kelangsungan kehidupannya. Dengan demikian, dapat dikatakan kehadiran perusahaan
asuransi dalam masyarakat itu jauh lebih bermanfaat semua pihak dibandingkan
berbuat dengan ketidak hadirannya.
Dengan semakin berkembangnya jenis dan ragam produk-produk asuransi serta
sosialiasasi yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan asuransi baik konvensional
maupun syari’ah mulai menarik perhatian masyarakat dari waktu ke waktu di mana
masyarakat mulai memahami dan menggunakan produk-produk asuransi dalam
kesehariannya. Perusahaan-perusahan dan produkproduk yang pertama kali dikenal
masyarakat menerapkan prinsip konvensional. Seiring dengan perkembangan dunia
syariah maka lahirlah asuransi dengan prinsip syari’ah yang menawarkan produk-
produk dan layanan yang sesuai dengan syari’ah. Oleh karena itu dengan
perkembangannya tersebut, masyarakat sebagai konsumen perlu untuk dapat
memahami bagaimana gambaran mengenai dunia asuransi baik konvensional dan
syari’ah sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemilihan produk-produk dan
layanan asuransi sesuai dengan kebutuhannya.

1
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa auransi tidak bisa lepas dari pro kontra,
terlepas itu asuransi syari’ah maupun konvensional. Namun masyarakat Indonesia
terutama orang awam, tidak akan paham mana yang termasuk syari’ah mana yang
terasuk konvensional. Sebenarnya, persoalannya bukan lagi terletak pada syari’ah atau
konvensionalnya. Namun dari segi prinsip operasionalnya; seperti produknya,
marketing plan, strategi pemasaran, strategi pengembangan jaringan dan poin-poin
penting lainnya yang berpihak kepada kemaslahatan anggotanya.4 Perubahan persepsi
mengenai asuransi syari’ah sangat penting sehingga tujuan dari tulisan ini adalah
memberikan pemahaman mengenai asuransi syari’ah (ta’min, takaful atau tadhamun)
dan operasional asuransi syari’ah tersebut di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem operasional Asuransi Syariah ?
2. Akad apa saja dalam sistem operasional Asuransi syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran sistem operasional asuransi syariah
2. Untuk mengetahui akad-akad dalam sistem operasional asuransi syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Operasional Asuransi syariah

Sistem operasional asuransi syariah didasarkan pada ketentuan laba atau surplus bagi
perusahaan. Surplus yang dimaksud adalah perbedaan antara aktiva dan kewajibannya.
Karena perlakuan akuntansi bagi aktiva maupun kewajiban ditetapkan undang-undang
dasar negara bagi perusahaan asuransi, kelebihan atau surplus ini umumnya disebut surplus
menurut undang-undang (surplus statutorial). Sehingga setiap perusahaan asuransi
memiliki pengelolaan dana untuk mencapai nilai surplus.

Sistem operasional asuransi konvensional tidak terlepaskan dari kewajiban yang sulit
ditentukan, karena nilai kewajiban bersifat kontijen (bergantung pada persitiwa yang akan
terjadi di masa depan). Sehingga perusahaan asuransi konvensional harus memiliki suatu
pos/ akun yang disebut cadangan (reverse) sejumlah nilai uang nominal yang dipisahkan
secara khusus.

Berbeda dengan sistem operasional asuransi syariah (asuransi keluarga), kontribusi/


premi takaful dapat diangsur secara bulanan, seperempat tahunan, setengah tahunan atau
tahunan bahkan sekaligus. Jumlah angsuran minimal ditentukan oleh perusahaan dihitung
sesuai dengan jangka waktu kontrak, jadwal waktu angsuran, dan jumlah pertanggungan.
Adapun kontribusi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam dua jenis rekening, yaitu
rekening peserta dan rekening khusus peserta sesuai dengan porsi masing-masing yang
ditetapkan perusahaan.

Rekening peserta berfungsi sebagai investasi dan simpanan, sedangkan rekening


khusus peserta berfungsi sebagai sumbangan/ derma (tabarru’) untuk menutup klaim jika
terjadi musibah pada peserta takaful.

Sistem operasional asuransi syariah pada dasarnya dilandasi oleh tiga prinsip yaitu rasa
saling tanggungjawab, kerja sama dan saling membantu, serta saling melindungi antara
para peserta dan perusahaan. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib,
yaitu pihak yang diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta sebagai shahibul maal
untuk mengelola uang premi dan mengembangkan dengan jalan yang halal sesuai dengan
syar’i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan akad.

3
Berdasarkan akad yang disepakati, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan
kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban tertanggung adalah membayar uang premi
sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima perusahaan
dipisahkan atas rekening tabungan dan rekening tabarru’. Sementara hak tertanggung
diantaranya adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim serta bagi hasil jika ada.
Premi pada asuransi jiwa syariah, premi yang dibayarkan peserta terdiri atas unsur tabungan
dan tabarru’. Dengan ketentuan tabarru’ diambil dari mortalita yang besarnya bergantung
pada usia dan masa perjanjian.

Perusahaan dan peserta memperoleh keuntungan dari hasil surplus underwriting


kegiatan investasi dan pengembangan usaha dengan prinsip mudharabah atau prinsip lain
yang memperbolehkan secara syar’i atas petunjuk dewan syari’ah. Pembagian keuntungan
didasarkan atas akad awal yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta dalam
bentuk sistem pembagian tertentu, seperti 60% : 40%; 60% atau 60 bagian untuk
perusahaan dan 40% atau 40 bagian untuk peserta dari pendapatan bersih setelah dikurangi
berbagai macam biaya atau beban asuransi, seperti reasuransi dan klaim.

B. Akad (Perjanjian)
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta.
Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat
klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Secara umum, ketika peserta asuransi ikut
dalam program perusahaan asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan
harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad
tersebut adalah :
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya
menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru'
bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Akad tijarah ini adalah untuk
mengelola uang premi yang telah diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang
berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai
pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang
diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta bagi hasilnya (Fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah) Perusahaaan asuransi

4
berperan sebagai underwriter administrator, collector dan fund manage. Kontribusi dari
pemegang polis bukanlah dianggap sebagai pendapatan. Perusahaan akan mendapatkan
managemen fee dari fungsinya sebagai administrator. Dari pemanfaatan dana tabarru /
pool of hibah ifund perusahaan akan mendapatkan bagi hasil atau fee.
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam akad
tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syari'ah).

Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta
kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang tidak
bersifat clan bukan untuk tujuan komersial (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi
Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Akad tabarru digunakan dalam hubungan antara sesama pemegang polis dimana
peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah. Oleh karenanya, setiap pemegang polis saling menanggung setiap resiko yang
ada, ada saat membayar dan menerima bantuan untuk membagi resiko yang ada, bukan
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Diantara sesama pemegang polis berlandaskan
Risk sharing.

Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad


Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak dalam akad
tabarru’ adalah ;

a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah

b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’
(mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin
/mutabarri’)

5
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah
dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Akad Tobarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :


a. Kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)
b. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
c. Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
d. Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ klaim
e. Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali oleh peserta dalam
hal terjadi pembatalan oleh peserta
f. Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting;
h. Ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Pernyataan yang sering menjadi perbincangan dikalangan para ulama yang membuat
asuransi konvensional itu haram adalah berdasarkan aktivitas akad nya yang dapat
memunculkan maisir, gharar dan riba, karena adanya masalah tersebut membuat para
ulama mengkaji lebih dalam lagi masalah asuransi ini agar dapat memberi solusi bagi
asuansi konvensional, hingga pada akhirnya hadirlah solusi yang cerdas sehingga mampu
memecahkan masalah akad yang terdapat pada asuransi konvensional tersebut sebagai
berikut:

Masalah pertama adalah Maisir (judi) atau gambling. Maisir artinya adalah salah satu
pihak yang untungnamun dilain pihak justru mengalami kerugian. Misalnya, seorang
peserta dengan alasan tertentu ingin membantalkan kontraknya sebelum, Revising Period,
biasanya tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang
telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.

Masalah kedua, adalah gharar „penipuan‟ yang muncul karena akad yang dipakai di
konvensional adalah aqad tabaduli‟ akad pertukaran‟. Sesuai dengan syarat-syarat akad
pertukaran, maka harus jelas berapa pembayaran premi dan beri pertanggungan yang akan
diterima. Masalah hukum (syari‟ah) disini muncul karena tidak bisa menentukan secara
tepat jumlah premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-syarat lainnya, penjual,
pembeli, ijab Kabul dan jumlah uang pertanggungan (barang) dapat dihitung. Jumlah

6
premi yang akan dibayakan amat tergantung pada takdir tahun berapa kita meninggal atau
mungkin sampai akhir kontrak kita tetap hidup

Masalah ketiga adalah riba (bunga). Seluruh proses dari proses operasional asuransi
yang didalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan akad mudharabah atau akad
lainnya yang benar secara syar‟i. Baik dalam penentuan bunga teknik, investasi maupun
penempatan dana kepihak ketiga, semua menggunakan instrumen akad Syar‟i yang bebas
dari riba.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam asuransi syariah akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat. Sedangkan dalam asuransi konvensional Tidak
mengandung unsur maisir, gharar, serta riba.

Dalam sistem operasional asuransi syariah terdapat beberapa akad yang dapat
mengatasi masalah-masalah yang melanggar hukum asuransi syariah Seperti akad tabaru
dan akad mudharabah yang menggantikan akad tabaduli yang tidak sesuai dengan prinsip
asuransi syariah dalam kasus maisir. Dalam kasus gharar terdapat akad takafuli dan
mudharabah sedangkan dalam kasus riba diganti dengan dengan akad mudharabah. Hal ini
secara otomatis membuat asuransi syariah sudah sesuai dengan prinsip- prinsip syariah.

Dalam asuransi syariah akad tabarru adalah pokok utama yaitu akad untuk saling
tolong menolong bukan untuk saling mencari untung. Didalam akad ini anggota yang
peserta yang baru terdaftar sudah memiliki kesepakatan yaitu memiliki rasa ikhlas ketika
memberikan bantuan kepada peserta yang lain ketika terkena musibah tanpa
mengharapkan imbalan.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.manulife.co.id/id/artikel/kenali-dan-pahami-perbedaan-asuransi-syariah-dan-
konvensional.html
https://www.cermati.com/artikel/kenali-dan-pahami-tentang-operasional-asuransi-syariah
file:///C:/Users/6NY39PA/Downloads/4700-14474-2-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai