Anda di halaman 1dari 18

HUKUM ASURANSI SYARIAH

TUGAS KELOMPOK

POKOK KELEMBAGAAN ASURANSI SYARIAH

OLEH : KELOMPOK 1V

FIRDAYANI 05220170006

NURASISI 05220170013

MUSFIRAHWATI 05220170025

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

i
MAKASSAR 2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah subhanahuwata’ala. Atas
nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami masih diberi kesempatan dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas Makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Hukum Asuransi Syariah tentang pokok kelembagaan Asuransi syariah.

Dalam menyelesaikan Makalah ini, kami telah banyak mendapatkan bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan
banyak terima kasih kepada Dosen mata kuliah Hukum Asuransi Syariah yang telah memberikan
tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan kami dalam penulisan Makalah ini semakin
bertambah. Kami juga banyak mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang senantiasa
memberikan doa serta dukungan, baik moril maupun materil. Juga kepada teman-teman yang
telah memberikan semangat dan dukungan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini,
serta pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang turut membantu
penyusunan Makalah ini.

Seperti kata pepatah tidak ada gading yang tidak retak, maka dari itu kami menyadari
dalam Penyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah-makalah selanjutnya.

Makassar, Rabu 15 Mei 2019

ii
DAFTAR ISI

Uraian Halaman

KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah1
C. Tujuan1
BAB II PEMBAHASAN2
A. Pengertian Asuransi Syariah2
B. Landasan Hukum Asuransi Syariah2
C. Pokok Kelembagaan Asuransi Syariah 5
BAB III PENUTUP14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan asuransi merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang
keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus. Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi belomb-lomba
menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Indonesia
merupakan Negara di mana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun
demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembang kurang
lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah. Seiring dengan
perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain,
banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah.

Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peran
yang sangat luas jangkauannya yang menyangkut kepentingan-kepentingan masyaratat luas
dan kepentingan-pentingan individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu
proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok
maupun perorangan. Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga asuransi
ini di perlukan pengaturan yang berkaitan tentang lembaga asuransi. Maka di dalam makalah
ini penulis akan membahas tentang masalah yang berkaitan dengan kelembagaan asuransi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asuransi ?
2. Apa saja yang termasuk landasan hukum asuransi syariah?
3. Apa saja yang termasuk pokok kelembagaan asuransi syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian asuransi
2. Untuk mengetahui landasan hukum asuransi syariah
3. Untuk mengetahui pokok kelembagaan asuransi syariah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa belanda, kata asuransi di sebut assurantie yang terdiri dari asal kata
“assaradeur” yang berarti penanggung dan “geassureede” yang brtarti tertanggung, kemudian
dalam bahasa perancis disebut “assurance” yang berarti menaggung sesuatu yang pasti
terjadi. Adapundalam bahasa latin disebut “assecurare” yang berarti meyakinkan orang.
Selanjutnya dalam bahasa inggris kata asuransi disebut “insurance” yang berarti menanggung
sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi dan assurance yang berarti menanggung
sesuatu yang pasti terjadi.1

Menurut bahasa Arab, istilah asuransi adalah at-ta’min, diambil dari kata amana memiliki
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Asuransi di
namakan at-ta’min telah di sebabkan pemegang polis sedikit banyak telah merasa aman
begitu mengikatkan dirinya sebagai anggota atau nasabah asuransi.

Secara umum, pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung (dalam hal ini
perusahaan asuransi atau reasuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) di mana
penanggung menerima pembayaran premi dari tertanggung. Dan penanggung berjanji
membayarkan sejumlah uang atau dana pertanggungan manakala tertanggung:

1. Mengalami kerugian, kerusakan, atau hilangnya suatu barang atau ke pentingan yang
dipertanggungkan karena suatu peristiwa yang tidak pasti.
2. Berdasarkan hidup atau hilanngnya nyawa seseorang.
B. Landasan Hukum Asuransi Syariah

Landas asuransi yang dipakai asuransi syariah terdiri dari landasan asuransi syariah dan
landasan yuridis (hukum).

1. Landasan Syariah

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum-hukum muamalat adalah


bersifat terbuka, artinya Allah SWT. dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang
bersifat garis besarnya saja. Selebihnya terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkan
melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist.2

Selain bersifat terbuka, para ulama dan fuqaha (ahli fikih) dalam menetapkan hukum
dalam menyangkut masalah-masalah syariah, selalu mendasarkan ketetapan denan suatu

1
kasmir, 2002, hal 276 yang dikutip oleh Nurul Huda Mohamad Heykal, lembaga keuangan islam tinjauan teoritsis
dan praktis, (Jakarta; kencana,2010). hlm 151
2
Dewi, 2004, hal 141 loc.cit hlm. 159

2
prinsip pokok bahwa, “segala sesuatu asalnya mubah (boleh)”.3 Selagi tidak ada nash yang
tegas dan sah dari syariat yang mengharamkannya.

Adapun landasan islam dalam operasional asuransi Islam pada dasarnya ada dua macam:

a. Sumber “tekstual” atau sember tertulis (di sebut juga nushush)


b. Sumber “ non tekstual” atau sumber tak tertulis (disebut juga ghair al-nushush) seperti
istishan dan qiyas.
2. Pandangan yang membolehkan. Dalam pandangan yang membolehkan tentang asuransi
syariah Islam, terdapat beberapa landasan hukum yang penting, di antaranya adalah:
a. Al-Qur’an
1. QS. Al-Hasyr: 18

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
2. QS. Al-Quraisy: 4

Yang telah meberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.
b. As-Sunnah
1. Hadis tentang aqilah, “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., dia berkata;
Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut
melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita
tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang
meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW.,
maka Rasulullah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin
tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan
memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)
2. Hadis tentang anjuran menghilanhkan kesulitan seseorang. Diriwayatkan oleh
Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad Bersabda: “ barangsiapa yang
menghilangkan kesulitan duniawinya seorang muslim, maka Allah SWT. akan

3
Sula, 2004 hlm 1 loc.cit Hlm 159

3
menghilangkan kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah
urusannya di dunia dan di akhirat. (HR. Muslim)

c. Ijtihat
Fatwa sahabat, praktek sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti
rugi) pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab mereka berkata
orang-orang yang mana tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan
dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi)
atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota
masyarakat mereka” Umar-lah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk
menyiapkan daftar secara professional per wilayah, dan orang-orang yang terdaftar
diwajibkan saling menanggung beban.

2. Landasan Yuridis, Hukum, Operasional

Landasan Yuridis, Hukum, Operasional Asuransi Syariah

Peraturan tentang asuransi Islam masih menginduk keperaturan perundang-undangan


tentang perasuransian secara umum di Indinesia antara lain diatur dalam kitab UNdang-
Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Undang-Undang No. 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian.

Peraturan tersebut adalah landasan opersasional asuransi secara konvensional dan amat
sedikit sekali peraturan tersebut mengakomodasi peraturan tentang asuransi Islam atau
asuransi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Adapun peraturan yang secara tegas menjelaskan tentang asuransi Islam baru pada Surat
Keputusan Direktur Jenderal lembaga keuangan No. Kep. 4499/ Lk/ 2000 tentang jenis
penilaian dan pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan
Sistem Syariah.

Selain itu, peraturan pemerintahan tenang asuransi Islam antara lain di atur dalam:

1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 421/KMK/ 06/ 2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan
Perasuransian.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 422/ KMK/ 06/ 2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 423/ KMK/ 06/ 2003 tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.

4
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424/ KMK/ 06/ 2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 425/ KMK/ 06/ 2003 tentang
Perizinan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.

6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 426/KMK/ 06/ 2003 tentang
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Semua Keputuasan Menteri Keuangan Republik Indonesia di atas secara tersurat dan
tersirat mengakui keberadaan (eksistensi)mdan legalitas asuransi Syariah di samping
asuransi Konvesional. Dengan kalimat lain, secara teoretis maupun empiris,dan secara de
fakto maupun de jure di Indonesia berlaku dua sistem perasuransian yaitu Asuransi
Konvensional dan Asuransi Syariah.

Dalam menjalankan usahanya, perusahhan asuransi dan perusahaan reasuransi Syariah


masih menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Islam Nasional Majelis Ulama
Indonesia, yakni Fatwa Dewan Islam Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/ DSN-MUI/
X/ 2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah, walaupun kita tahu bahwa dalam sistem
perundang-undangan di Indonesia, Fatwa MUI ini tidak bisa dijadikan pijakan hukum yang
kuat terhadap pedoman usaha asuransi syariah.

C. Pokok-pokok Kelembagaan Asuransi Syariah


1. Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi

Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP


no. 73 tahun 1992 di lakukan dalam dua tahap, yakni:

a. Persetujuan prinsip
Adalah persetujuan diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusaan
yang bergerak dibidang perasuransian, dengan batas waktu persetujuan prinsip
dibatasi selama-lamanya satu tahun.
b. Izin usaha
Adalah izin yang diberikan untk melakukan usaha setelah persiapan pendirian selesai,
dengan izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi. Ketentuan
modal disetor perusahaan perasuransian. Sebagaimana terdapat pada pasal 8, pasal 9,
dan pasal 10 yakni:
Pasal 8
(1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat
izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Untuk mendapat izin usaha sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi
persyaratan mengenai:
a. Anggaran dasar;

5
b. Susunan organisasi
c. Modal disetor
d. Dana jaminan;
e. Kepemilikan;
f. Kelayakan dan kepatutan pemengang saham dan pengendali;
g. Kemampuan dan keputusan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor
internal;
h. Tenaga ahli;
i. Kelayakan rencana kerja;
j. Kelayakan sistem menejemen risiko;
k. Produk yang akan dipasarkan;
l. Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan
sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha;
m. Infastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa
Keuangan;
n. Konfirmasi dari otoritas pengawas di Negara asal pihak asing, dalam hal
terdapat penyertaan langsung pihak asing; dan
o. Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat.
(3) Persyaratan izin usaha sebagaimana di maksud pada ayat (2) diberlakukan sesuai
dengan jenis usaha yang akan di jalankan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 9
(1) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolak permohonan izin usaha
Perusahaan Perasuransian paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja permohonan
diterima.
(2) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonan izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penolakan harus dilakukan secara tertulis dengan disertai
alasannya.
Pasal 10
(1) Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiap pembukaan kantor di luar
kantor pusatnya kepada Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang
memiliki kewenangan untuk membuat keputusan mengenai penerimaan atau
penolakan klaim setiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas
Jasa Keuangan.

6
(3) Perusahaan Perasuransian bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap kantot yang
dimiliki atau dikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberi izin
menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Perusahaan Asuransi Umum Syariah

Perusahaan aasuransi umum syariah adalah perusahaan yang menyelenggarakan


usaha asuransi umum syariah dan atau usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan
asuransi umum syariah lain sebagaimana di maksud dalam UU No 40 tahun 2014 tentang
perasuransian dan atau perusahaan asuransi umum yang menyelenggarakan sebagian
uashanya dengan prinsip syariah.

3. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah

Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang
diasuransikan. Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerja sama antara orang-orang
yang ingin menghindarkan atau minimal mengurangi risiko yang diakibatkan oleh risiko
kematian, risiko hari tua, dan risiko kecelakaan. Usaha perasuransian adalah perusahaan
asuransi jiwa yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan yang dapat
melakukan kegiatan pertanggungan jiwa.

Asuransi jiwa ini terbagi:

a. Asuransi jiwa biasa, yaitu asuransi yang diperuntukan bagi perorangan yang umum
dipasarkan oleh perusahaan asuransi jiwa.
b. Asuransi rakyat, yaitu asuransi yang diperuntukkan bagi masyarakat yang
berpenghasilan kecil seperti buruh, nelayan, karyawan rendah, dan sebagainya.
c. Asuransi kumpulan, yakni asuransi yang diperuntukkan bagi pegawai pemerintah/
swasta, para buruh yang jumlahnya lebih dari 3 orang.
d. Asuransi dunia usaha, yakni asuransi yang di peruntukkan bagi pejabat dan karyawan
perusahaan Negara maupun swasta dan pemilik perusahaan.
e. Asuransi orang muda, yaitu asuransi yang diperuntukkan bagi oaring-orang muda
yang telah mempunyai penghasilan.
f. Asuransi keluarga, yaitu asuransi yang ditujukan untuk memberikan ketentraman
kehidupan ekonomi keluarga.
g. Asuransi kecelakaan, yaitu asuransi yang ditujukan untuk melindungi diri dari
kecelakaan, melindungi tenaga kerja dari kecelakaan kerja, dan melindungi diri dari
akibat pengangkutan darat, laut dan udara.

7
4. Perusahaan Reasuransi Syariah
a. Pengertian reasuransi

Dalam pasal 1 UU No. 40 tahun 2014 tentang perasuransian. Usaha reasuransi adalah
uasah jasa pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi,
perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi yang lainnya.

b. Para pihak dalam reasuransi

Dalam dunia perdagangan pada umumnya telah menjadi kebiasaan bahwa bukan
hanya dua pihak terkait yang mempunyai hubungan mendasar dalam pelaksanaan bisnis
yang di perjanjikan atau di percayakan melainkan, dapat melibatkan pihak ketiga yang
mempertemukan kedua pihak yang melakukan trangsaksi bisnis. Seperti layaknya dalam
transaksi bisnis asuransi, transaksi reasurani ada kalanya di jalankan oleh tiga pihak,
meskipun dalam transaksi reasuransi domestic lebih banyak dilakukan secara langsung
antara penanggung pertama (ceding company) dan para penanggung lain yang dikenal
sebagai penanggung ulang.

Dengan demikian dalam transaksi reasuransi dapat terlibat pelaku aktif yaitu:

1. Penanggung pertama, yang lazim disebut pembeli jasa reasuransi


2. Penanggung ulung atau penanggung lain yang bertindak sebagai penjual jasa
reasuransi
3. Pialang (broker) reasuransi, yang bertindak sebagai perantara yang pada saat tertentu
bisa di tunjuk dan atau bertindak sebagai underwriting agent atas dasar surat
penunjukan atau naskah perjanjian.

5. Prinsip dasar Asuransi Islam

Asuransi Islam merupakan bagian dari ekonomi islam merupakan salah satu aspek dari
sistem islam yang tentunya memiliki nilai dasar atau prinsip-prinsip yang sesuai dengan
nilai-nilai ilahiyyah dalam pelakasanaan operasionalnalnya, namun nilia-nilai dari prinsip-
prinsip asuransi islam terdapat juga dalam prinsip-prinsip asuransi secara umum, adapun
prinsip-prinsip asuransi secara umum tersebut antara lain :

1. Prinsip Insurable Interst (Prinsip kepentingan)


Yang dimaksud dengan prinsip Insurable atau prinsip kepentingan adalah hak atau
adanya hubungan dengan persoalan poko dari perjanjian seperti menderita kerugian
finansial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian, atau kehancuran suatu benda. 4
Kepentingan disini dapat terjadi karena adanya beberapa hal antara lain :
a. Kepemilikan, misalnya kendaraan milik kita sendiri

4
Huda dan Hakim, 2006; hlm 7 loc.cit hlm 172

8
b. Kuasa dari orang lain, misalnya kendaraan yang sedang dalam proses perbaikan di
bengkel.
c. Karena undang-undang, misalnya pemilik gedung bertanggung jawab atas kerugian
yang dialami pengunjung gedung.5

Karena itu pengakuan hak milik dan tanggung jawab atas hak milik seseorang yang
dikuasakan kepada kita, diatur dan diakui dalam islam. Tanpa Insurable Interst, maka
suatu perjanjian akan merupakan perjanjian taruhan atau perjanjian perjudian dan dapat
menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya kerugian dengan tujuan
memperoleh keuntungan. Dengan kata lain, jika kepentingan itu tidak ada, maka harus
dkategorikan sebagai kegiatan perjudian. Adapun Islam tegas sekali melarang tentang
perjudian seperti yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah; 219.

Terjemahan :

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah “pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah “yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir.

2. Prinsip Utmost Good Faith (Prinsip iktikad baik atau prinsip kejujuran yang sempurna)
Dalam perjanjian asuransi, unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung
itu sangat penting. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala
keterangan dengan benar. Di lain pihal tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi
peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah
iktikad baik.6 Karena itu hal yang sangat penting bagi kedua belah pihak dalam prinsip
5
Lo.cit hlm 236
6
Ibid.

9
Utmost Good Faith ini adalah adanya informasi yang benar dari masing-masing pihak.
Artinya, informasi yang diberikan tidak mengandung unsur kebohongan, penipuan dan
keccurangan7. Didalam bermuamalah hal tersebut dapat merusak perjanjian (akad).
Karena dalam perjanjian (akad) muamalah satu sama lain harus saling memenuhi akad
atau perjanjian tersebut. Seperti yang tertuang dalam QS. Al-Maidah; 2.

Terjemahan : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar


Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (menganggu)
binatang-binatang hadya dan bintang-bintang qala’id, dan jangan (pula) menganggu
orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredaan
dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu, dan janganlah sekali-kli kebencian(mu) kepada sesuatu kaum menghalang-
halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat Aniaya (kepada mereka), dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat besar siksa-Nya.

3. Prinsip Idemnity
Idemnity adalah kompensasi yang eksak, ukup untuk mengembalikan tertanggung
pada posisi keuangan sesaat sebelum kerugian diderita. Bertujuan memberikan ganti rugi
terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya
sebagaimana ditentukan dalam polis.8 Bentuk Idemnity, yaitu :
a. Cash, maksudnya jika terjadi klaim oleh tertanggung, maka penanggung (perusahaan
Asuransi) mengganti kerugian tersebut dalam bentuk uang tunai (cash) sesuai dengan
jumlah yang harus dibayyar. Contoh : penggantian untuk gedung ang terbakar pada
polis kebakaran dengan uang tunai.

7
Sula, 2004,loc,cit. 138
8
Huda dan Hakim,2006 loc.cit hlm 3-4

10
b. Repair, dalam arti melakukan perbaikan terhadap objek tanggungan yang menderita
kerugian. Contoh : perbaikan mobil pada polis kendaraan bermotor.
c. Replacement, yang dimaksud ialah jika terdapat kerugian pada objek tanggungan
yang tidak dapat/mungkin dilakukan perbaikan (repair) maka objek tanggungan
tersebut dapat diganti dengan objek tanggungan yang sama( objek dan nilai-nya
seperti keadaan semula).

Prinsip ganti rugi atau indemnity hanya berlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat
dinilai dengan uang, dan dalam hal ini tidak berlaku bagi kontrak asuransi jiwa dan
asuransi kecelakaan.

Prinsip ganti rugi atau (indemnity) merupakan hal wajar dalam rangka untuk memelihara
hak dan tanggung jawab terhadap harta benda yang dititipkan Allah kepada hambanya.9

4. Prinsip Proximate Cause


Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu
peristiwa secara berantai atau berurutan dan interensi kekuatan lain, diawali dengan
bekrja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen.
Contoh seperti pada suatu perkelahian yang terjadi di tepi jalan dimana salah seorang di
antaranya dipukul jatuh ke badan jalan sedangkan pada saat bersamaan melintas sepeda
motor dan menabraknya. Akibatnya, orang tersebut menderita luka parah pada bagian
kepala, hinggaa meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dengan
demikian, dalam kasus ini penyebab kematian (Proximate cause) kematian orang tersebut
adalah tertabrak kendaraan, bukan perekelahian. Islam mengajarkan kepada kita agar
memberikan hukum kepada siapapun yang bersalah sesuai dengan kadar kesalahan.
Dalam hal siapapun yang bersalah sesuai dengan kadar kesalahan. Dalam hal peristiwa
yang termasuk dalam kategori proximate cause penyebab dominan; maka tentu hukuman
atau ang bertanggung jawab atas akibat kerugian yang muncul adalah yang paling
dominan dalam penyebab terjadinya hal tersebut.
5. Prinsip subrogation
Subrogation merupaka hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada
tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya
mengalami suatu peristiwa kerugian. Prinsip ini sebenarnya merupakan merupakan
konsekuensi logis dari prinsip indemnity, yang hanya memberikan ganti rugi kepada
tertanggung sebesar kerugian yang dideritanya. Contohnya dalam asuransi kebakaran;
bilamana terjadi kebakaran karena kesalahan orang lain (Pihak ketiga) kerugian-kerugian
yang terjadi bisa digeserkan kepada pihak ketiga10.
Subrogasi mempunyai tujuan mencengah tertanggung mendapat ganti kerugian yang
melebihi kerugian (dobel/2 pergantian dari perusahaan asuransi dan pihak yang
menyebabkan kerusakan) yang dideritanya.
9
Sula, 2004, loc,cit. hlm 241
10
Salim, 2003, loc,cit. hlm 18

11
6. Prinsip Contribution
Contribution (kontribusi) menurut sudut pandang asuransi terbagi menjadi dua yaitu
sudut pandang penanggung (perusahaan Asuransi) dan sudut pandang tertanggung
(pemengang polis)
Untuk sudut pandang penanggung Conribution suatu prinsip dimana penanggung-
penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar
ganti rugi kepada tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung
berbeda. Adapun untuk sudut tertanggung. Al-musahamah “kontribusi” adalah suatu
bentuk kerja sama mutual di mana tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada
suatu perusahaan dan peserta tersebut berhak memperolah kompensasi atas kontribusinya
tersebut berdasarkan besarnya saham (premi) yang ia miliki (bayarkan).
Dalam ayat Al-Qur’an sesungguhnya telah termuat tentang konsep kontribusi atau kerja
sama mutual yaitu dalam surah Al-Maidah; 2.

6. Polis dan Premi Asuransi

a. Polis Asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian asuransi. Polis memegang peranan penting untuk menjaga
konsistensi pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung.
Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan secara hukum. Dengan memiliki polis asuransi tersebut, maka pihak
tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan menganti kerugian
yang mungkin dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak terduga. Polis
tersebut merupakan bukti otentik yang dapat digunakan oleh tertanggung untuk
mengajukan klaim apabila pihak penanggung mengabaikan tanggungjawabnya.
Penggantian finansial dari penanggung akan sangat bermanfaat untuk mengembalikan
tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian dan
menghindarkan tertanggungg dari kebagkrutan. Polis asuransi juga berfungsi sebagai
bukti pembayaran premi kepada penanguung.

Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut :

 Nomor polis
 Nama dan alamat tertanggung
 Uraian resiko
 Jumlah pertanggungan
 Jangka waktu pertanggungan
 Besar premi, bea materai, dan lain-lain.
 Bahaya-bahaya yang dijaminkan
 Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor
polisi, nomor rangka atau chasis, dan nomor mesin kendaran.

12
b. Premi Asuransi

Premi Asuransi adalah kewajiban pihak tertangung kepada pihak penanggung


yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara priodik. Jumlah premi
sangattergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkat
resiko dan jumlah nilai pertanggungan. Apabila kemungkinan terjadinya resiko
kerungian sangat tinggi, pihak penanggung tentu saja akan memperhitungkan tingkat
premi yang jauh lebih tinggi dari pada pertanggungan yang kemungkinan terjadi
kerugian kecil. Selain itu, biasanya pihak penanggung juga memperhitungkan nilai
waktu uang ang dibayarkan oleh pihak tertanggung. Periodisasi pembayaran premi
sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkn di dalam polis asuransi.
Periodisasi dapat bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan.

BAB III

PENUTUP
13
A. Kesimpulan

Secara umum, pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung (dalam hal ini
perusahaan asuransi atau reasuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) di mana
penanggung menerima pembayaran premi dari tertanggung. Dan penanggung berjanji
membayarkan sejumlah uang atau dana pertanggungan manakala tertanggung Mengalami
kerugian, kerusakan, atau hilangnya suatu barang atau kepentingan yang dipertanggungkan
karena suatu peristiwa yang tidak pasti dan Berdasarkan hidup atau hilanngnya nyawa
seseorang.

Landasan hukum Asuransi Islam terdiri dari Landasan Syariah yang bersumber dari Al-
Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad. Dan Landasan Yuridis, Hukum, Operasional, yang
menginduk pada Perundang-undagan.

Adapun yang termasuk Pokok kelembagaan Asuransi Syariah yaitu, Perisinan pendirian
perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa
Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah, Prinsip-prinsip dasar Asuransi Syariah, serta Polis
dan Premi.

B. Saran
Agar makalah ini menjadi lebih baik kedepannya, kami mengharapkan adanya saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan menambah pengetahuan kita.

DAFTAR PUSTAKA

14
Heykal, Nurul Huda Mohamad. Lembaga Keuangan Islam Tinjaun Teoretis dan Praktis. Jakarta
: Kencana Prenada Media Grup. 2010

Soemitra, Andri. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Jakarta : Kencana


Prenadamedia Group. 2009

Susilo, Y.Sri, dkk. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN. Jakarta : Salemba Empat. 2000

15

Anda mungkin juga menyukai